Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Istie Widyastuti
"ABSTRAK
Indonesia memiliki sangat banyak PTEBT yang bersumber dari keanekaragaman budaya rakyatnya, namun pada faktanya Indonesia tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi PTEBT-nya pada saat pihak asing menggunakan tanpa ijin, diantaranya lagu daerah Maluku yang berjudul Rasa Sayange, Reog Ponorogo, dan Tari Pendet yang digunakan Malaysia untuk mempromosikan pariwisatanya, motif bunga (fleur) milik masyarakat Bali yang diklaim menjadi milik PT. Karya Tangan Indah yang mengalihkan hak-haknya kepada John Hardy Limited, dan ukiran Jepara yang diklaim milik PT. Harrison & Gil-Java. Indonesia telah menjadi anggota beberapa organisasi internasional dan meratifikasi konvensi-konvensi intenasional yang berkaitan dengan perlindungan PTEBT, namun demikian hingga saat ini Indonesia belum memiliki sistem perlindungan yang tepat untuk mencegah dan menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Indonesia hanya mengatur mengenai perlindungan PTEBT dalam Undang-Undang Hak Cipta (UUHC). Sekalipun UUHC telah beberapa kali diubah namun pengaturan mengenai hal tersebut tetap saja sangat minim. Lebih jauh lagi, meskipun Pasal 10 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa Pemerintah harus membuat peraturan pelaksana undang-undang dan membentuk instansi terkait sebagai suatu perwakilan untuk memberikan ijin kepada pihak asing yang ingin menggunakan PTEBT milik Indonesia, serta Peraturan Pemeritah yang mengaturnya, namun hingga saat ini belum terealisasikan. Permasalahan yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya pencegahan penggunaan secara melawan hukum PTEBT milik Indonesia oleh pihak asing terutama yang terjadi di luar Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tentang perlindungan hukum terhadap PTEBT milik Indonesia dan menganalisa penanganan terhadap penyalahgunaan PTEBT milik Indonesia oleh pihak asing, terutama yang terjadi di luar Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perbandingan, yaitu membandingkan mengenai perlindungan PTEBT yang ada di India, Australia, dan Filipina yang telah memiliki peraturan yang berhasil menyelesaikan beberapa kasus mengenai pelanggaran PTEBT untuk dapat dijadikan bahan bagi Indonesia untuk membentuk suatu pengaturan khusus tentang PTEBT. Berdasarkan penelitian ini, Penulis berpendapat bahwa Indonesia perlu memiliki peraturan perundang-undangan sui generis yang mengatur tentang PTEBT secara lebih fokus dan terinci, termasuk mekanisme pemberian ijin penggunaan, instansi pemerintah yang khusus menangani segala sesuatu yang berkaitan dengan PTEBT, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang terjadi.

ABSTRACT
Indonesia have so many TK and TCEs derived from cultural diversity of its people, but in fact Indonesia cannot do much to protect its TK and TCEs when foreign party use them without permission. Some of those violation cases such as when Malaysia used the folk song titled ?Rasa Sayange? from Maluku, the folk performance ?Reog? from Ponorogo, and the folk dance ?Pendet? from Bali which are use to promote its tourism; the flower pattern (fleur) belongs to Balinese which claimed to be owned by PT. Karya Tangan Indahwhich transferred its rights to John Hardy Limited; and, the Jepara carvings that claimed by PT. Harrison & Gil-Java. Indonesia has been a member of several international organizations and ratifying International Conventions to the protection TK and TCEs. However, until now Indonesia has not had proper protection system to prevent and resolve the violations occured. Indonesia merely produces the regulation of TK and TCEs protection under Copyright Act. Although Copyright Act has been amended several times but the regulation relating the subject is still very minimal and unsatisfactory. Furthermore, although Article 10 of Act No. 19 year 2002 regarding Copyright states that the Government should establish related regulations and law enforcement agencies as a representative to give permission for other foreign party who want to use TK and TCEs owned by Indonesia, and Government regulations that govern it, which until now has not been materialized. The problem discussed in this study is how to handle TK and TCEs abuse which owned by Indonesia and done by foreigners, especially with the cases which emerge outside of Indonesia. The purpose of this research is to know about legal protection of TK and TCEs belongs to Indonesia and analyze the handling of TK and TCEs abuse belongs to Indonesia by foreigners, mainly TK and TCEs abuse that occurred outside of Indonesia. this research uses the comparative approach, which is comparing the TK and TCEs protection that exist in India, Australia, and the Philippines, who have been successfully completed several regulations regarding infringements cases of TK and TCEs to be used as material for Indonesia to establish a special regulation concerning TK and TCEs. Based on the research result, the author argue that Indonesia needs to have more focused and detailed sui generis laws and regulations governing TK and TCEs, including the mechanism of granting licenses of TK and TCEs, the government agency that specialized in handling everything related to TK and TCEs, and dispute resolution mechanism."
2013
T32670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Potensi pengetahuan tradisional Indonesia yang begitu besar dan beragam sering dieksploitasi oleh pihak asing tanpa adanya pembagian keuntungan sehingga merugikan bagi masyarakat adat atau lokal selaku pemegang pengetahuan tradisional tersebut. Adapun perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, termasuk pengetahun tradisional terkait sumber daya genetik, di Indonesia diatur dalam rezim hak kekayaan intelektual, khususnya paten. Oleh karena itu, skripsi ini membahas mengenai analisis penerapan mekanisme benefit sharing dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana pengaturan hukum nasional dan internasional terkait dengan Pengetahuan Tradisional, bagaimana pengaturan perlindungan Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik melalui mekanisme benefit sharing, dan bagaimana penerapan mekanisme benefit sharing terhadap Pengetahuan Tradisional Terkait Sumber Daya Genetik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder melalui studi dokumentasi dan data primer melalui wawancara. Adapun dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Pertama, paten atas suatu invensi yang didasarkan pada pengetahuan tradisional dapat dikabulkan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni pengungkapan sumber asal invensi yang didasarkan atas pengetahuan tradisional (disclosure of origin), mendapatkan persetujuan atas dasar informasi dari pemegang pengetahuan tradisional, dan pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional. Kedua, pembagian keuntungan yang adil dan merata bagi pemegang pengetahuan tradisional wajib dilakukan dengan menerapkan prinsip persetujuan atas dasar informasi awal (PADIA) dan menetapkan Kesepakatan Bersama. Ketiga, pengaturan perlindungan terhadap pengetahuan tradisional terkait sumber daya genetik dalam UU Paten belum efektif dilaksanakan. Maka, Pemerintah sebaiknya segera membuat peraturan perundang-undangan pelaksana dari ketentuan Pasal 26 UU Paten dan mulai menetapkan lembaga-lembaga yang tepat sesuai dengan fungsi yang diamanatkan dalam Protokol Nagoya.

The huge and varied potential of Indonesian traditional knowledge is often exploited by foreigners without any benefit sharing, so that it is detrimental to the indigenous or local community as the holders of traditional knowledge. The protection of traditional knowledge, including traditional knowledge related to genetic resources, in Indonesia is regulated in an intellectual property rights regime, particularly patents. Therefore, this thesis discusses the analysis of the application of the benefit sharing mechanism in the utilazation of traditional knowledge related to genetic resources. The problems in this research are how to regulate national and international laws related to traditional knowledge, how to regulate protection of traditional knowledge related to genetic resources through benefit sharing mechanisms, and how to implement benefit sharing mechanisms for traditional knowledge related to genetic resources in Indonesia. This research is a descriptive study with juridicial-normative approach that uses secondary data through documentation studies and primary data through interviews. As for the results of the study it can be concluded that: First, a patent on an invention based on traditional knowledge can be granted fulfilling several requirements, namely disclosure of origin of the invention based on traditional knowledge, obtaining prior informed consent from the holder of traditional knowledge, and fair and equitable benefit sharing of traditional knowledge holders. Second, fair and equitable benefit sharing for holders of traditional knowledge must be carried out by applying the prior informed consent and established mutually agreed terms. Third, protection of traditional knowledge related to genetic resources in the Patent Law has not been effectively implemented. Therefore, the Government should immediately enact laws and regulations regulating the provisions of Article 26 of the Patent Law and begin to determine the appropriate institutions in accordance with the functions mandated by the Nagoya Protocol."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desy Churul Aini
"Tesis ini membahas tentang perlindungan pengetahuan tradisional dalam hukum internasional dalam hal ini adalah draft WIPO/GRTKF/IC/9/5 dibandingkan dengan aturan dalam CBD, TRIPs, dan RUU PTEBT yang dapat memenuhi rasa keadilan atas hak ekonomi maupun dari segi keadilan atas hak milik pengetahuan tradisional masyarakat adat serta upaya-upaya apa saja yang dapat ditempuh pemerintah Indonesia untuk mendorong perlindungan internasional terhadap pengetahuan tradisional. Pembahasan mengacu pada perbandingan antara keempat peraturan yang berkaitan dengan pengaturan pengetahuan tradisional tersebut dan pembahasan tentang langkah-langkah yang ditempuh pemerintah Indonesia untuk mendorong perlindungan internasional terhadap pengetahuan tradisional melalui pendekatan organisasi internasional WIPO, ICTSD, SC dan LMCM-GRTKF. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa aturan dalam WIPO/GRTKF/IC/9/5, CBD, TRIPs dan RUU PTEBT tentang pengetahuan tradisional melalui pendekatan terhadap rasa keadilan atas hak ekonomi dan rasa keadilan atas hak milik pengetahuan tradisional masyarakat adat masih jauh dari sebuah aturan yang dapat dikatakan ideal bagi perlindungan pengetahuan tradisional. Serta upaya-upaya yang dapat ditempuh pemerintah Indonesia untuk mendorong perlindungan internasional terhadap pengetahuan tradisional secara keseluruhan adalah melalui lembaga internasional yang memiliki komitmen dalam hal perlindungan pengetahuan tradisional yaitu; WIPO, ICTSD, SC dan LMCM-GRTKF.

This thesis discusses about the protection of traditional knowledge in international law, which is comparing the draft WIPO/GRTKF/IC/9/5 with the rules in the CBD, TRIPS, and the bill PTEBT that can cater the justice of the economic rights and the justice in terms of property rights in traditional knowledge itself, also any efforts that can be taken by the government of Indonesia to promote the international protection of traditional knowledge. The discussion refers to the comparison among the four regulations that corespond to the regulation of traditional knowledge also the discussion of the steps taken by the government of Indonesia to promote the international protection of traditional knowledge through international organization, especially WIPO, ICTSD, SC and LMCM-GRTKF. This study uses a qualitative descriptive method.
The result of this research show that the rules of traditional knowledge in WIPO/GRTKF/IC/9/5, CBD, TRIPS and RUU PTEBT through the approach of the sense of economic justice and the sense of justice for the rights of indigenous people's traditional knowledge are still far from an ideal rule for the protection of traditional knowledge. Furthermore, the result also shows that the efforts that can be taken by the government of Indonesia to promote the international protection of traditional knowledge is through the international institutions that are committed in terms of protection of traditional knowledge, namely: WIPO, ICTSD, SC and LMCM-GRTKF.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30469
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Zainul
Jakarta: Rajawali, 2011
346.048 DAU p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R.A. Adriani Kusumawardani
"Kian derasnya arus budaya industri saat ini membuat pemahaman masyarakat terhadap sistcm pertanian tradisional kian menipis, bahkan cenderung semakin ditinggalkan bila clibandingkan dengan sistem pertanian modem yang dirasa mampu memberikan harapan bagi pcningkatan kualitas dan kuantitas hasil produksi pertanian. Petani dapat melakukan penanaman kapan saja disertai limpahan berbagai fasilitas kemudahan melalui teknologi pertanian yang maju, tetapi di sisi lain temyata berdampak buruk bagi kelestarian lingkungan hidup. Sistem pertanian tradisional Jawa yang bertumpu kepada konvensi yang disebut Pranatamangsa, dinilai mampu memberi sumbangan positif terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Di Kabupaten Wonogiri yang terletak di wilayah selatan Propinsi Jawa Tengah, masih banyak petani yang dalam kegiatan bertaninya merujuk kepada sistem pertanian tradisional Jawa yang berpedoman pada Pranatamangsa Masih diterapkannya Pranatamangsa olqh petani di Wonogiri khususnya di Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipurno, setidaknya disebabkan oleh dua faktor: (1) kondisi geograiis Wonogiri yang sebagian besar terdiri atas lahan petbukitan dan lahan pertanian yang ada sebagian besar adalah lahan tadah hujan, (2) nilai-nilai budaya tradisi masih mengakar dalam kehidupan masyarakat Wonogiri. Pranaramangsa memuat adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan serta kearifan dalarn memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam agar kelestariannya terjaga dengan baik. Keberadaan pranatamangsa dan faktor-faktor sosio-budaya pendukung kegiatan bertani merupakan upaya pendekatan orang Jawa kepada alam. Berdasarkan pemikiran di atas maka peneiiti melakukan studi kasus pmnaramangsa pada petani pengelola Iahan tadah hujan (PPLTH) di Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri yang masih menggunakan pranaramangsa sebagai pedoman kegiatan bertani mereka. Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung penerapan pranammangsa dan sosio-budaya pendukung pada petani pengelola lahan tada11 hujan di desa penelitian dan dampaknya terhadap kelestarian lingkungan hidup. Alasan penentuan Desa Jatipurwo tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena petani di desa Jatipurwo dominan dengan pengguna pranatamangsa dan masyarakatnya relatif masih kuat mcmpertahankan khasanah sosio-budayanya. Di samping itu, penulis lebih mengenal wilayah Kabupaten Wonogiri daripada wilayah lain yang mungkin representalif juga sebagai lokasi penelitian. Pada penelitian ini selain lokasi penelitian diaclakan pula Iokasi pembanding atau desa kontrol yaitu Desa Pondok, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Wonogiri. Penulis menyadari bahwa kondisi pcnulis mempunyai berbagai keterbatasan, baik tenaga, waktu maupun biaya. Namun kriteria-kriteria dasar penentuan yang digunakan pada penelitian ini cukup mengarah pada desa kontrol yang representatif. Cakupan masalah yang diadikan fokus penelitian ini adalah persepsi masyarakat di Desa Jatipurwo terhaclap pranatamangsa, dan variabel-variabel sosio budaya yang meliputi: adat-istiadat, kearcayaan, tradisi dan pola kebiasaan yang berlaku, proses akulturasi, dan perubahan-perubahan sosial yang tengah berlangsung. Knteria yang dijadikan dasar penentuan desa kontrol adalah mayoritas petani pengelola lahan tadah hujan di desa tersebut sudah tidak lagi menggunakan pranatamangsa sebagai pedoman tani, dan secara fisiograiis maupun kultural kemiripan dengan desa penelitian. Penelitian ini didesain dengan menggunakan metode survei, dengan pengambilan data pokok dilakukan secara langsung di lokasi penelitian yang mengacu pada variabel-variabel yang menjadi fokus penelitian ini. Fokus utama penelitian ini adalah penerapan pranaramangsa oleh petani pengelola lahan tadah hujan di Desa Jatipurwo, sebagai variabel terlkat (dependen); dan faktor- faktor sosio-budaya yang mempengaruhi penerapan pranaramangsa yang meliputi persepsi masyarakat terhadap lingkungan, adat-istiadat, tradisi atau pola kebiasaan, sistem kepercayaan, tata nilai dan norma budaya, yang dinyatakan sebagai variabel bebas (independen). Di samping data primer, penelitian ini memanfaatkan data sekunder berupa catatan-catatan atau literatur yang berhubungan dengan fokus penelitian.

The strong attack of industrial culture at present highly degrades the people?s understanding oftraditional agriculture makes people shift to modern system which is considered more promising in terms ofquality and quantity. Though planting can be made at any time with abundant facilities advanced technology, negative impacts on the environment are inevitable. A number of experts consider Pranatamangsa-a guidelines of Javanese traditional agriculture is able to contribute positively to environment management. Many farmers nowadays still apply this system in Wonogiri District, Central Java because of at least 2 (two) factors, to wit, (1) by geographic condition, Wonogiri is mostly hilly and the tields there are mostly rain-fed, (2) local traditions are still strong among the local community. Pranatamangsa contains prudence and wisdom in exploiting and managing natural resources for sustainability. Pranatamcmgsa and socio cultural aspects supporting agricultural activities being the way how they approach mother nature become an integral part oflavanese cosmic perception. Based on the foregoing, the researcher made a case study of farm-workers of rain-fed iield in Desa Jalipurwo, Sub-district of Jatipurno, District of Wonogiri adopting Pranatamangsa for their agricultural activities. This research is generally aimed at learning factors supporting application ofPranaramangsa and supporting socio-cultural aspects there and effect thereof on environment preservation. Dem Jaripurwo is selected to be a sample area since the dominantly apply the method and the village people there still maintain their local socio-cultural value. In addition the researcher knows the representative area in District of Wonogiri well for survey. Comparison is also made to a control village, to wit, Desa Pondok, Sub-district oflllgadirojo, District of Wonogiri. The researcher realizes that it is necessary to include topographic and bioclimatologic factors to attain more representative control site- To that end, a long process is needed, while the researcher?s resources are limited in terms of energy, time and fund. However, basic criteria adopted in this reseach sufficiently lead to representative control village. The researcher focuses on attitude and perception of the people in Desc: Jatipurwo towards Pranaramangsa and socio-cultural variables which include belief, tradition and custom, acculturation process and on-going social changes. Determination ofcontrol village is based on the fact that the majority of rain-fed rice lield workers no longer apply Pranatamangsa and physiographically and culturally they have similarities to the researched-village. This research is designed to adopt empirical method by referring to variable being the focus of this survey. The major focus is application of Pranatamangsa by rain-fed rice field workers in Desc: Jatipurwo as dependent variable and socio-cultural aspects altecting application of Pranatamangsa which include attitude and perception of local people towards environment, custom, tradition, belief, value System and cultural norms as independent variable."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T3757
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Tania
"[Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) adalah kekayaan warisan budaya yang
menceminkan nilai-nilai, tradisi, dan kepercayaan suatu bangsa dan masyarakat
adat. Setiap bangsa memiliki kekayaan EBT masing-masing, terutama negaranegara
berkembang, dimana Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang
kaya akan keanekaragaman hayati luar biasa (mega biodiversity). EBT rentan
terhadap penyalahguaan (misappropriation dan misuse) terutama dari negaranegara
maju karena memiliki potensi ekonomi, sehingga penting agar dapat
segera terbentuk suatu sistem perlindungan EBT di Indonesia. Pendekatan yang
umum diaplikasikan untuk perlindugnan EBT adalah melalui rezim hukum HKI
konvensional yang bersifat individualistis sehingga tidak sesuai untuk
diaplikasikan pada EBT. Penulisan ini akan mengkaji efektifitas praktik
perlindungan EBT di Indonesia;Traditional Cultural Expressions (TCE) is a form of cultural heritage that reflects
upon the values, traditions, and beliefs of a nation and its indigenous peoples.
Every nation has its own TCE with its unique characterizations, especially
developing countries, in which Indonesia is included as one of the countries with
mega biodiversity. TCE is prone to misuse and misappropriation by developed
countries due to its economical potential. Therefore, it is imperative that Indonesia
adopts a set of rules regulating the protection of TCE. The common practices for
TCE protection is through the intellectual property law regime with individualistic
characteristics that is not suitable for the protection of TCE. This writing will
analyze the affectivity of the protection of TCE in Indonesia;Traditional Cultural Expressions (TCE) is a form of cultural heritage that reflects
upon the values, traditions, and beliefs of a nation and its indigenous peoples.
Every nation has its own TCE with its unique characterizations, especially
developing countries, in which Indonesia is included as one of the countries with
mega biodiversity. TCE is prone to misuse and misappropriation by developed
countries due to its economical potential. Therefore, it is imperative that Indonesia
adopts a set of rules regulating the protection of TCE. The common practices for
TCE protection is through the intellectual property law regime with individualistic
characteristics that is not suitable for the protection of TCE. This writing will
analyze the affectivity of the protection of TCE in Indonesia, Traditional Cultural Expressions (TCE) is a form of cultural heritage that reflects
upon the values, traditions, and beliefs of a nation and its indigenous peoples.
Every nation has its own TCE with its unique characterizations, especially
developing countries, in which Indonesia is included as one of the countries with
mega biodiversity. TCE is prone to misuse and misappropriation by developed
countries due to its economical potential. Therefore, it is imperative that Indonesia
adopts a set of rules regulating the protection of TCE. The common practices for
TCE protection is through the intellectual property law regime with individualistic
characteristics that is not suitable for the protection of TCE. This writing will
analyze the affectivity of the protection of TCE in Indonesia]"
Universitas Indonesia, 2015
S60683
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhen Maulana
"Jamu gendong merupakan obat tradisional asli Indonesia yang dijajakan dalam keadaan segar oleh penjual secara berkeliling dari rumah ke rumah atau di tempat keramaian Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan persepsi konsumen tentang jamu gendong menganalisis hubungan pengetahuan penjual dengan pengetahuan dan persepsi konsumen tentang jamu gendong Desian riset menggunakan studi korelasi dan perbandingan dengan pendekatan crossectional Instrument menggunakan kuesioner yang diberikan kepada konsumen sebanyak 100 orang Tingkat pengetahuan konsumen 48 baik dan sisanya kurang baik dari 20 pertanyaan yang diajukan sedangkan persepsi konsumen ldquo cukup baik rdquo 85 sisanya berpersepsi ldquo baik rdquo Tidak terdapat hubungan pengetahuan penjual terhadap pengetahuan maupun persepsi konsumen Perbandingan pengetahuan konsumen tidak ditemukan perbedaan tetapi ditemukan perbedaan pada persepsi konsumen Saran penelitian dilakukan pengembangn jamu gendong dengan penyuluhan kepada penjual dan juga penelitian lebih lanjut.

Jamu Gendong is an Indonesian traditional medicine which is sold in fresh condition by seller who are going door to door or sell in the downtown The purposes of this research are to find out the customer rsquo s perception and level of knowledge about Jamu Gendong analyzing the relationship of seller rsquo s Knowledge with the customer knowledge and perception about Jamu Gendong Research design using correlation studies and comparison with cross sectional approach Furthermore the instruments using a questionnare which are given to customers amounted 100 people The level of customer rsquo s knowledge 48 is good and the rest is not good from 20 queries while the customer rsquo s perception is ldquo very good rdquo 85 percents the rest is ldquo good rdquo There is no correlation between seller rsquo s knowledge against customer rsquo s knowledge or perception Comparison of customer rsquo s knowledge did not discover any difference however there is the difference upon customer rsquo s perception Research suggestion to develop Jamu Gendong by educating the seller and to conduct a further research as well."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, [2014, 2014]
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Kearifan tradisional merupakan kebiasaan yang dilaksanakan oleh suatu kelompok masyarakat dengan kekhasan sendiri di masing-masing daerah yang ada di Indonesia."
902 JPSNT 21(1-2) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Soraya Afsari
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi dan penggunaan ungkapan tradisional bahasa Sunda yang ada di lingkungan masyarakat tutur Kota Bandung dewasa ini. Metode yang digunakan deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung kepada informan di lapangan dengan menggunakan bahasa Sunda dan dalam situasi yang asli (natural situation communication). Informan utama yang dipilih adalah masyarakat pendukung budaya yang memahami ungkapan tradisional. Informan tersebut diasumsikan paling tidak mengetahui ungkapan tradisional sebagai sebuah bentuk kebudayaan.Di samping itu, digunakan pula teknik catat. Metode analisis yang digunakan adalah distribusional. Hasil analisis menunjukkan bahwa: ungkapan tradisional yang masih dikenal oleh masyarakattuturdi Kota Bandung berjumlah 206 data.Kecamatan yang masih mengenal ungkapan tradisional dengan baik adalah Ujung berung dengan jumlah persentase 100%.Kecamatan yang sudah tidak lagi mengenal ungkapan tradisional dengan baik adalah Sumur Bandung dengan jumlah persentase 15%. Dari segi penggunaan, ungkapan tradisional bahasa Sunda masih digunakan dalam ranah: keluarga, kekariban, ketetanggan, pendidikan, pemerintahan, kerja, dan agama. Fungsi penggunaan ungkapan untuk mengingatkan,menasihati, menegur, menenangkan, mengiaskan, mengimbau, dan mengungkapkan perasaan. "
ambon: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2020
400 JIKKT 8:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erika
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai proses kegiatan pelestarian pengetahuan pembuatan Kue Putu Piring melalui kajian preservasi pengetahuan melalui enam tahap, yaitu capturing, codification, documentation, debriefing, storage, dan dissemination. Enam tahap ini dilakukan untuk mengetahui pemikiran, perilaku kebiasaan, interaksi budaya yang melatarbelakangi proses pembuatan Kue Putu Piring yang diungkap, hingga teridentifikasi pula partisipasi masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau mempertahankan keberadaan Kue Putu Piring ini dan menyimpan dokumentasi pengetahuan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Informan yang digunakan berjumlah enam orang yang terdiri dari informan utama, yaitu pembuat Kue Putu Piring, dan informan tambahan, yaitu budayawan, tetua adat, dan pihak pemerintah.
Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa Kue Putu Piring merupakan resep yang diwariskan secara turun-temurun kepada anggota keluarga yang perempuan. Dalam proses preservasi pengetahuan pembuatan Kue Putu Piring ini teridentifikasi memiliki beberapa kekurangan yang menjadikannya kurang dipromosikan sehingga jarang diketahui orang, terutama anak muda. Peran pemerintah sendiri saat ini adalah membuat buku resep makanan dan minuman khas Melayu Kepulauan Riau yang mana salah satu resepnya adalah Kue Putu Piring.

ABSTRACT
This theses discusses about the process of knowledge preservation activities in the making of Kue Putu Piring through six stages, there are capturing, codification, documentation, debriefing, storage, and dissemination. The using of those six stages are to determine the thought, behavior habits, cultural interactions underlying the manufacturing process of Kue Putu Piring, that unidentified there is a community participation in Provinsi Kepulauan Riau in order to maintain the existence of Kue Putu Piring and store the knowledge documentation. This theses is a qualitative research with case study approach. Six informants participate in this research consist of main and additional informants. The main informants are Kue Putu Piring makers, and the additional informants are cultural observer, indigenous elders, and government.
The results of this study is Kue Putu Piring recipe passed down through the generations to the woman family members. Knowledge preservation in the making of Kue Putu Piring has identified some shortcomings that make it less promoted so rarely known to people, especially young generation. The role of government itself is create a recipe book of Kepulauan Riau traditional food and drinks which one of the recipe is Kue Putu Piring."
2015
T43558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>