Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94372 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadiya Najmi
"ABSTRAK
Sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat dalam penerbitannya seringkali membawa akibat hukum bagi pihak yang bersangkutan maupun pihak-pihak yang merasa kepentingannya dirugikan, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan yang akhirnya diselesaikan di pengadilan. Sehubungan dengan marak terjadinya sengketa permasalahan tanah yang ada di Indonesia, atas dasar fakta tersebut Penulis berusaha meneliti mengenai kasus kekuatan pembuktian sertifikat sengketa mengenai kepemilikan hak atas tanah. pada Putusan Negeri Nomor : 399 PK/Pdt/2009. Dalam kasus ini perselisihan terjadi karena timbulnya kepemilikan objek hak atas tanah yang sama, dapat dimiliki dua orang yang berbeda dengan bukti dokumen kepemilikan hak masing-masing. Dalam penelitian digunakan metode yuridis normative, yaitu penelitian dengan menggunakan penelitian kepustakaan untuk membahas permasalahan hukum yang ada, untuk memperoleh data sekunder guna menganalisis permasalahan, mengenai permasalahan sertipikat sebagai alat bukti yang kuat, perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, peraturan perundangundangan mengenai kekuatan pembuktian sertipikat, untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum bagi semua pihak.

ABSTRACT
Certificate as a powerful tool in the publication of evidence often carry legal consequences for the parties concerned and the parties feel aggrieved interests, so it is not uncommon that finally settled the dispute in court. In connection with the widespread problem of land disputes in Indonesia, on the basis of the facts of the case authors sought to assess the strength of a certificate proving ownership disputes regarding land rights. on Verdict Affairs Number: 399 PK/Pdt/2009. In this case disputes occur due to the emergence of object ownership rights over the same land, can have two different people with documentary evidence of ownership rights of each. In the present study used a normative juridical methods, the research by using research literature to discuss the legal issues that exist, to obtain secondary data to analyze the problem, the issue certificates as evidence that strong legal protection of land rights holders, regulatory legislation regarding the strength of evidence certificate, to create justice and legal certainty for all parties."
2013
T33143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sovianty
"Banyaknya gugatan ke pengadilan atas kepemilikan tanah oleh masyarakat dalam pengajuan gugatan tersebut harus didasarkan pada alat bukti yang kuat dan cukup untuk menjamin hak-hak pemilik atas kebenaran dan kejelasan kepemilikan tanah. Dilihat dari inti permasalahan di dalam sengketa kepemilikan tanah pada hakekatnya merupakan sebuah dilema dalam ilmu hukum yaitu mengenai persoalan pertentangan antara kepentingan umum dan kepentingan individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kekuatan alat bukti surat dalam perkara No. 257 PK/Pdt/2009, dan untuk mengetahui apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam mencari kebenaran formil terhadap alat bukti surat dalam sengketa tanah. Dengan alat bukti itu hakim menetapkan hukum suatu peristiwa atau kejadian, dan hakim mencari kebenaran yang bersifat formal artinya putusan hakim itu harus diputuskan sesuai dengan kebenaran alat bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak dalam sidang perkara perdata tersebut. Meskipun hakim mempunyai kekuasaan mutlak untuk memutuskan perkara akibat perselisihan yang dilakukan oleh para pihak, tetapi dalam pemeriksaan perkara hakim hanya sebagai penengah kedua belah pihak dan untuk memutuskan perkara hakim harus mempunyai bukti-bukti yang kuat untuk tercapainya keputusan yang adil. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan melakukan pengkajian data sekunder berupa makalah, buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Putusan Perkara Perdata No. 257 PK/Pdt/2009.

The number of actions to court over ownership of land by the public in filing the suit must be based on strong evidence and sufficient to guarantee the rights of owners of truth and clarity of land ownership. Judging from the core issues in the dispute over land ownership per se is a dilemma in the science of the law on the question of conflict between public interests and individual interests. This study aims to determine how the strength of evidence in case letter Number 257 PK/Pdt/2009, and to find out whether that be a consideration in the search for truth judges formal letter to the evidence in a land dispute. With evidence that the judge lays down the law of an event or occurrence, and the judges look for truth which is formal verdict means it must be decided in accordance with the truth of the evidence submitted by both sides in the civil case trial. Although the judge has absolute power to decide the case due to a dispute by the parties, but in the case investigation judge only as a mediator of both parties and to decide the case the judge should have strong evidence to reach a fair decision. This research method using a normative juridical research methods to carry out a review of secondary data in the form of papers, books and laws that apply as well as Civil Case Verdict Number 257 PK/Pdt/2009"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T21816
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ires Amanda Putri
"Skripsi ini membahas mengenai asas pemisahan horizontal dalam pemanfaatan ruang bawah tanah di Indonesia serta pengaruhnya terhadap hak pemilik permukaan tanah yang juga dilihat dari dasar pertimbangan Mahkamah Agung dalam memutus sengketa yang berkaitan dengan hal ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian adalah pemanfaatan ruang bawah tanah di Indonesia saat ini belum ada peraturan yang mengatur khusus dan sebagai akibat dari berlakunya asas pemisahan horizontal maka dimungkinkan adanya pembedaan kepemilikan antara permukaan tanah dengan ruang di bawah tanahnya, dengan tidak merugikan hak pemilik permukaan tanah karena apabila hal tersebut dilakukan maka akan termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum.

This thesis discusses about the horizontal separation principle in the use of the space beneath The Earth’s Surface in Indonesia and its influence on the owner of the surface rights of the land, which is also seen from the consideration of the Supreme Court Decision relating to this. The method used is juridicial normative. The result of this research is by this time, the use of the beneath The Earth’s Surface in Indonesia has no specific regulations and as a result of the horizontal separation principle of makes it possible if the ownership between the surface of the land with space under the ground be divided, with no prejudice to the surface of the land owner’s right as if it made it will be included in the tort."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44794
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Elizabeth Taruli Lestari
"ABSTRAK
Pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur lelang sesuai dengan peraturan perundang-undangan seyogianya dilindungi oleh hukum. Namun, ternyata terdapat putusan yang mengalahkan pembeli lelang karena sertifikat hak milik yang dijadikan objek lelang seharusnya dimusnahkan oleh kantor pertanahan. Terhadap tanah yang sama telah muncul dua sertifikat berbeda yang masing-masing didapatkan melalui jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT dan melalui mekanisme lelang. Tesis ini akan membahas mengenai bagaimanakah perlindungan pembeli lelang yang telah memenuhi prosedur sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta perlindungan hukum bagi kreditor yang telah menerima pembayaran dari pembeli lelang dalam dalam perkara Nomor 300 PK/Pdt/2009. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari kepustakaan. Dari pembahasan tesis ini, pembeli lelang dilindungi dengan cara mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pihak yang menerima pembayaran lelang melalui pengadilan negeri. Dalam kasus ini, kreditor tidak mendapatkan perlindungan. Untuk itu, ia dapat mengajukan gugatan ganti kerugian kepada kantor pertanahan terkait akibat timbulnya sertifikat ganda.

ABSTRACT
An auction purchaser who has complied with the auction procedure in accordance with the laws and regulations should be protected by law. However, there was a verdict which defeated the auction purchaser because of title certificate of the auction object should be destroyed by the land office. Over the same plot of land, there were two different certificates, each of it obtained through a land sale drawn up up before a Land Deed Official PPAT and another one obtained through the auction. This thesis discusses on how the protection of the auction purchaser where the auction conducted in accordance with prevailing laws and regulations as well as legal protection for a creditor who has been received the payment from the auction purchaser in Case Number 300 PK Pdt 2009. The method of this research is normative judicial method with the type of explanatory research using secondary data obtained from the literature. From the discussion of this thesis, the purchaser can be protected by way of filing a compensation claim to Denpasar District Court addressed to the creditor who has been received the auction payment. In this case, no legal protection given to the creditor and accordingly, they can file a compensation claim to the relevant land office because of the existence of double certificates issued caused by their action negligence."
2017
T47632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Muhammad Ali Fathoni
"ABSTRAK
Kasus sengketa tanah dapat terjadi antara institusi dengan masyarakat baik institusi swasta maupun pemerintah. Pada tesis ini dilaporkan kasus sengketa tanah antara Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perhutani) dengan masyarakat di Kabupaten Sumenep.
Tujuan studi ini adalah mengkaji kekuatan hukum dari alat bukti kohir/petok D sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah dan mengkaji hak-hak masyarakat atas tanah yang termasuk kawasan hutan dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1888k/PDT/2014.
Metode yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan melakukan telaah terhadap kasus yang telah menjadi putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Pada kasus ini empat orang warga Sumenep menggugat Perhutani karena menganggap Perhutani telah menyerobot tanah milik mereka. Warga menggugat Perhutani berdasarkan kohir/petok D yang dimilikinya padahal kohir/petok D bukan alat bukti penguasaan tanah. Sementara itu Perhutani menggunakan penunjukan kawasan hutan sebagai dasar penguasaan tanah. Penunjukan kawasan hutan bukan dasar yang kuat terhadap kepemilikan tanah di kawasan hutan karena harus diikuti proses penataan batas dan penetapan kawasan hutan. Pada kasus ini, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi warga. Seharusnya Mahkamah Agung mempertimbangkan hasil penilaian dari tim IP4T karena bila terjadi sengketa tanah di kawasan hutan, perlu dibentuk tim IP4T yang akan menilai dan menyelesaikan sengketa di kawasan hutan. Selanjutnya tanah tersebut dapat dikeluarkan dari kawasan hutan dan didaftarkan permohonan hak atas tanah di kantor pertanahan setempat. Dengan demikian warga dapat melakukan peninjauan kembali atas putusan Mahkamah Agung tersebut.

ABSTRACT
Land dispute cases could occur between institutions with society, either private and government institutions. This thesis reported cases of land disputes between the State Forestry Public Company (Perhutani) with peoples in Sumenep.
The purpose of this study are to assess legal force of the evidence Kohir/Petok D as Proof of Land Entitlement Rights in Forest Areas and examine the rights of peoples over land including forest area is related with the Supreme Court verdict No. 1888k / PDT / 2014.
The method used is the literature research to perform study towards a case that has become a court verdict and has enforceable. In this case there are four Sumenep villagers sued Perhutani because it assume Perhutani had usurped their properties. The residents that sued Perhutani based kohir/Petok D while them are not evidence of land tenure. Meanwhile, Perhutani use the designation of forest areas as a basis of entitlement of land. The designation of forest area is not a strong basis for the entitlement of land in the forest because they have followed structuring limit process and establishment of forest. In this case, the Supreme Court rejected the resident cassation. The Supreme Court should consider the results of the assessment IP4T team because, when there is land disputes in forest areas, need to be formed IP4T team that will assess and resolve disputes in the forest area. Furthermore, the land could excluded from of forest area and registered the application of land rights in the local land office. Thus residents can undertake a reconsideration of the verdict of the Supreme Court.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45511
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silalahi, Devi Melissa
"Perkawinan merupakan hal dasar yang paling berpengaruh dalam penentuan status hukum seseorang, dimana membawa akibat yuridis salah satunya terhadap harta kekayaan. Menurut KUHPerdata, perkawinan menyebabkan terjadinya percampuran bulat harta kekayaan. Di sisi lain, dalam UU No. 1Tahun 1974 dipisahkan antara harta bawaan dan harta bersama. Pengaturan tersebut dapat disimpangi dengan adanya perjanjian perkawinan yang dibuat dengan tujuan memisahkan harta kekayaan dalam perkawinan serta melindungi suami atau isteri dari tindakan yang dapat merugikannya. Namun demikian, perjanjian perkawinan seringkali menimbulkan masalah terutama terkait dengan pewarisan, yaitu apakah perjanjian perkawinan dapat menghapus hak mewaris suami/isteri. Hasil penelitian penulis menyatakan bahwa dalam perjanjian perkawinan tidak dapat diperjanjikan mengenai pelepasan hak waris serta perjanjian perkawinan merupakan bidang hukum keluarga berbeda dengan perjanjian dalam asas berkontrak Pasal 1338 KUHPerdata yang merupakan bidang hukum perikatan. Dengan demikian, perjanjian perkawinan tidak menghapus hak mewaris suami/isteri. Adapun, metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu menggunakan bahan hukum primer dan sekunder.

Marriage underlies the determination of someone legal status, which followed by legal consequences mainly in material property. According to KUHPerdata, marriage causes a fully joint marital property. On the other hand, UU No. 1 Tahun 1974 divides innate property and joint marital property. That consequence could be neglected by doing marriage agreement with the purpose of separating material property between husband and wife in order to protect themselves from harm actions. However, marriage agreement often leads to a matter regarding inheritance, whether marriage agreement could abolish someone?s inheritance rights or not. The results of this research explain that husband and wife are not allowed to set a clause about obliteration of inheritance rights on marriage agreement due to the principle of family law, where in inverse proportion with clause of agreement in article 1338 KUHPerdata as part of contract law. Thus, marriage agreement doesn't wipe off husband and wife?s inheritance rights. The research method used in writing this thesis is normative law, namely focused on primary and secondary legal materials."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S53322
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Iksan
"Ditetapkannya Undang-Undang Pokok Agraria pada tahun 1960 merupakan landasan bagi Pemerintah dalam memberikan kepastian hukum mengenai suatu bidang tanah, hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 19 menjelaskan bahwa untuk menciptakan kepastian hukum pertanahan, maka Pemerintah menyelenggarakan kegiatan pendaftaran tanah, dan atas tanah yang telah didaftarkan selanjutnya diberikan tanda bukti kepemilikan tanah yang berguna sebagai alat bukti yang kuat mengenai hak atas tanah. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah merupakan dasar hukum yang menjadi pendukung atas berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, terutama Pasal 32 mengenai kepastian dan perlindungan hukum sertipikat tanah. Dari penerapan kedua peraturan ini diharapkan dapat memberikan ketenangan bagi seseorang yang memiliki sertipikat tanah. Namun, dalam kenyataannya perolehan tanah yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum tetap dapat digugat oleh pihak lain, seperti kasus sengketa tanah antara Subadi Sastro Sudjono sebagai pemilik sertipikat hak milik dengan Suito Wijaya sebagai pemilik girik atas bidang tanah di wilayah Tangerang.
Girik bukan merupakan tanda bukti hak atas tanah, tetapi girik hanya digunakan sebagai bukti pembayaran pajak-pajak atas tanah. Walaupun demikian, Petuk Pajak Bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kekitir dan Verponding Indonesia adalah salah satu alat bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Jika selalu ada permasalahan antara sertipikat dengan girik, maka kekuatan pembuktian dari sertipikat tentu lebih kuat dibandingkan dengan girik, karena pembuktian dengan bukti girik tanpa didukung data yuridis dan data fisik dan/atau penguasaan tanah terus menerus selama 20 (dua puluh) tahun akan sangat lemah. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan cara mengkaji suatu kasus dalam suatu putusan, kemudian diterapkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku serta dituangkan dalam bentuk tulisan deskriptif analitis mengenai pembahasan dari suatu permasalahan yang terjadi.

The enactment of The Principal Agrarian Laws in 1960 was the foundation for the government in giving a legal certainty on a land, we can review this on article 19, its explained that to create a lands legal certainty, the government will accomodate a registrations land for the registered one. Then it will be given a proof ownership of the land, which can be use as a powerful proof of the right to the land itself. The government regulation no 24 in 1977, about A land's registration can be use as the basic law, which became the support factor of The Principal Agrarian Laws, especially on article 32, review the certainty and legal protection of a land certificate. From the implementation of both regulation, hopefully could give more security for anyone who already have their land's certificate. But in fact, ownership of a land, which claimed as the law procedure, still can be issued by other parties, such as land disputes between Mr. Subadi Sastro Sudjono, as the owner of the land certificate, against Mr. Suito Wijaya, as the owner of the girik of a land in the area of Tangerang.
Girik is not a proof that someone own the land, but girik is only use as proof that someone has doing the payment for the land taxes. Nevertheless, there are other land certificate of Petuk Pajak Bumi/Landrente, Girik, Pipil, Kekitir and Verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation Number 24 of 1997. If there's always problems between the certificate and girik, then the proving strength of a certificate, is absolutely more powerful than girik, because the proving with girik without supported by Judicial data and physical data and/or continually Land tenure for 20 (twenty) years or more, will be very infirm. This research was using the Normative Juridical approach method, which examine a case on one decision, then implemented it with the regulation applied, then laid out in the form of a descriptive analytical writing, of a discussion on which the problems happen.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurmala Kristina
"Sertipikat merupakan suatu alat bukti yang kuat, selama tidak dapat dibuktikan lain. Akan tetapi jika terdapat suatu perjanjian dimana sertipikat menjadi obyeknya, manakah yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang lebih kuat. Permasalahan yang dibahas yaitu bagaimanakah kekuatan perjanjian dibandingkan dengan sertipikat untuk dijadikan sebagai bukti kepemilikan serta bagaimanakah hakim menerapkan hukum mengenai keabsahan perjanjian dibandingkan dengan bukti kepemilikan sertipikat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2972 K/Pdt/2002 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 191 PK/Pdt/2012. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriftif analitis.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang berlaku sah dapat dijadikan sebagai alat bukti yang kuat, hal ini berkaitan dengan pemenuhan syarat sahnya perjanjian serta dalam bentuk apa perjanjian tersebut dituangkan tertulis ataukah lisan oleh para pihak yang terkait dalam perjanjian itu sendiri yang dapat menyebabkan suatu perjanjian dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang kuat. Sementara penerapan hukum yang dilakukan oleh hakim, yaitu bahwa perjanjian dalam kasus ini tidak dapat dikatakan sebagai alat bukti yang kuat, hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian juga mengikat bagi para ahli waris dari pihak yang membuat perjanjian yang dimaksud.

The certificate is a powerful evidence, as long as it can not be proved otherwise. But if there is an agreement whereby the certificate becomes its object, which one can serve as a stronger evidence. The issue discussed is how is the power of the agreement compared with the certificate to be used as an evidance of ownership and how the judges apply the law regarding the validity of the agreement compared with the evidence of ownership of the certificate in the Supreme Court Decision Number 2972 K/Pdt/2002 jo. Supreme Court 191 PK/PDT/2012. This research is normative juridical with analytical descriptive research type.
Based on the research it can be concluded that a valid agreement can be used as a strong evidence, it relates to the fulfillment of the validity of the agreement and in what form the agreement is written or oral by the parties involved in the agreement itself which may cause a Agreements can be used as a powerful evidence. While the application of the law by the judge, namely that the treaty in this case can not be said as a strong evidence, it is not in accordance with the provisions of Article 1875 Civil Code which states that an agreement also binds to the heirs of the party making the agreement in question.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48750
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monicke Cintyara
"Dalam memanfaatkan dan menggunakan tanah, pemegang hak wajib memiliki bukti alas hak yaitu sertipikat. Namun, masih banyak masyarakat yang menguasai suatu tanah tanpa di dasari sertipikat. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum rincik sebagai alat bukti hak atas tanah serta pertimbangan hakim seharusnya dalam menjatuhkan putusan terhadap kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1765 K/Pdt/2022. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan metode penelitian doktrinal. Hasil penelitian ini adalah kedudukan rincik sebagai alat bukti hak atas tanah tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat sebagai pembuktian kepemilikan suatu hak atas tanah. Kedudukan rincik tidak dapat disebut sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah karena tanda bukti kepemilikan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan adalah sertipikat, serta menilai bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan belum sepenuhnya tepat karena tidak mempertimbangkan fakta tentang penguasaan tanah dalam jangka waktu 20 (duapuluh) tahun atau lebih yang hal ini berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 (dua puluh) tahun secara terus-menerus dapat mendaftarkan diri sebagai pemegang hak atas tanah tersebut.

In utilizing and using land, rights holders must have proof of the basis of rights, namely certificates. However, there are still many people who control a land without being based on a certificate. The issues raised in this study are regarding the position of detailed law as evidence of land rights and the judge's consideration should be in handing down a decision on the position of rincik as evidence of land rights based on Supreme Court Decision Number 1765 K / Pdt / 2022. The research method used to answer these problems is doctrinal research methods. The result of this study is that the detailed position as evidence of land rights does not have strong legal force as proof of ownership of a land right. The detailed position cannot be referred to as proof of ownership of land rights because the proof of ownership recognized by laws and regulations is a certificate, and considers that the judge's consideration in handing down the decision is not entirely appropriate because it does not consider the facts about land tenure within a period of 20 (twenty) years or more, which is based on Article 24 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration confirms A person who has physical control of the land for a period of 20 (twenty) years can continuously register as the holder of the right to the land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Rendy Stasya Rasyip
"Sebelum diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997, wakaf di Indonesia belum tercatat dengan baik, sehingga mudah terjadi penyimpangan dari hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya dua bentuk perwakafan (wakaf keluarga dan wakaf umum) dan tidak ada keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan itu. sehingga seolah-olah sudah menjadi milik ahli waris atau pengurus (Nazhir).
Dalam tesis ini dianalisis kasus tentang seseorang telah mewakafkan tanah untuk makam keluarga. Namun akhirnya peruntukannya menjadi pemakaman umum. Kasus ini menarik untuk dikaji karena wakaf tersebut tidak didaftarkan dan menimbulkan sengketa, ahli waris menganggap tanah tersebut bukanlah tanah wakaf. Pokok permasalahan yang diangkat oleh penulis dari penelitian ini adalah bagaimanakah pembuktian tanah wakaf menurut UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis tidak setuju dengan pendapat Hakim Kasasi yang menganggap bahwa tanah tersebut bukan tanah wakaf dengan pertimbangan tidak adanya saksi-saksi yang mendengar ikrar wakaf. Menurut penulis, pembuktian tanah wakaf dapat dilakukan dengan Saksi-saksi Testimonium De Auditu, yang walaupun tidak dapat digunakan sebagai saksi langsung, tetapi sebagai persangkaan adalah dibenarkan, sebagaimana yang ditegaskan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No.308 K/Sip/1959 tanggal 11 Nopember 1959.

Prior to the enactment of Government Regulation No. 28 of 1997, waqf in Indonesia has not been well documented, so it was easy to deviating the nature and purpose of the waqf itself, primarily because of the presence of two forms of waqf (family waqf and general waqf) and there is no requirement for the registration of objects that has become waqf. so as if it belonged to the heirs or the caretaker (Nazhir).
In this thesis has analyzed the case of a person donating the land for a family tomb. But eventually the designation became public cemetery. This case is interesting to study because it is not registered waqf and cause disputes, the heirs assume that land is not a waqf land. The principal issues raised by the authors of this study is how to prove the land of waqf according to legislation No. 41 of 2004 about Waqf. The research method used is a normative juridical research, with the type of descriptive analytical study.
Based on the results of the study, author do not agree with the opinion of Supreme Court Judges who consider that the land is not of waqf land with consideration absence of witnesses who heard the pledge of waqf. According to the author, evidence of waqf land can be done with witnesses Testimonium De auditu, which although can not be used as a direct witness, but as a presupposition is justified, as affirmed in the Supreme Court jurisprudence 308 K / Sip / 1959 dated November 11, 1959.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>