Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 124311 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ervani Setya Susanti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S32654
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Christy Cecilia S.N.
"Kitosan, polimer alam yang berasal dari deasetilasi kitin adalah polimer yang memiliki sifat mukoadhesif yang baik, namun kelarutannya terbatas hanya dalam asam. Salah satu derivat kitosan, yaitu kitosan suksinat (KS) telah berhasil disintesis dengan tujuan meningkatkan kelarutan dan adhesifitasnya dalam suasana basa. KS hasil sintesis dikarakterisasi antara lain spektrum serapan inframerahnya, derajat substitusi dan kelarutannya dalam medium berbagai pH. KS kemudian digunakan sebagai polimer dalam sediaan mikrosfer mukoadhesif yang dibuat dengan teknik semprot kering. Mikrosfer yang diperoleh dari teknik semprot kering kemudian dievaluasi daya adhesifitasnya, ukuran partikel, bentuk permukaan, juga kemampuan penahanan obat secara in vitro.
Dari hasil penelitian derajat substitusi sebesar 1,97 mol/gram, dan kelarutannya meningkat dalam suasana basa pH > 6,8. Saat digunakan sebagai polimer dalam sediaan mikrosfer mukoadhesif, substitusi gugus suksinil pada kitosan tidak menghilangkan sifat adhesifitas dari kitosan. Ukuran mikrosfer yang dihasilkan berkisar antara 15-26 µm dengan permukaan halus dan memiliki bagian yang mencekung pada sisinya. KS dalam mikrosfer dapat mengurangi pelepasan obat dalam susana asam, namun jumlah yang terlepas dalam suasana basa mencapai > 90% pada akhir jam ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa KS hasil sintesis telah berhasil meningkatkan kelarutan kitosan dalam suasana basa, dan dapat digunakan sebagai polimer dalam sediaan mikrosfer mukadhesif.

Chitosan, a natural polymer which originated from a deacetylation of Chitin is a polymer. Chitosan has a good mucoadhesive character but it has limited solubility where its only soluble in acidic solution. One of the derivate, Chitosan Succinate (CS), has successfuly been synthesized in order to increase the solubility and to achieve the adhesive properties of chitosan in alkaline situation. The synthesized CS, was characterized chemically by determine its FT-IR spectra, the substitution degrees and by comparing its solubility in mediums with variety of pH. Thereafter, the CS was produced in mucoadhesive microsphere using spray dry technique. Thereafter, the obtained microsphere was evaluated by the adhesive properties, size of the particle, the form of the surface, and also the ability to hold drug release in vitro.
From the result of the research, the substitution degrees is 1,97 mol/gram, and the solubility increased in a alkaline situation with pH > 6.8. When it is used as a polymer in mucoadhesive microsphere, substitution of succinyl group in the chitosan didn't eliminate the adhesive character from the chitosan. The size of the microsphere achieved was approximately between 15-26 µm with smooth surfaces and concave parts on its side. CS microsphere can decrease the release of drug in acidic situation, but the amount that is released in alkalinesituation can go up to > 90% within 8 hour. This study showed that the sinthesized CS has succeeded in increasing the solubility of chitosan in alkaline situation, and can be used as polymer in mucoadhesive microsphere.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S856
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Santy Juliana S.
"Telah diimobilisasi metilen biru ke dalam lapisan tipis nanozeolit Faujasite (FAU) tipe Y dari kaolin yang ditumbuhkan pada glassy carbon termodifikasi polielektrolit. Lapisan tipis nanozeolit Y disintesis dengan teknik seeding dengan perbandingan komposisi molar 14 Na2O : Al2O3 : 10 SiO2 : 798 H2O : 3 Na2SO4. Keberhasilan sintesis ini diperlihatkan dengan pola XRD zeolit bubuk hasil sintesis yang memiliki kemiripan dengan pola XRD FAU standar. Pencitraan dengan SEM semakin menguatkan bahwa zeolit yang terbentuk merupakan zeolit Y dengan bentuk semi kubus berukuran sekitar 0,8 μM dan memiliki rasio Si/Al sebesar 1,681, rasio ini berada dalam rentang rasio literatur. Namun baik karakterisasi XRD maupun SEM pada glassy carbon termodifikasi lapisan tipis zeolit belum dapat membuktikan bahwa zeolit yang terbentuk merupakan zeolit Y karena memiliki rasio Si/Al sebesar 18,64. Lapisan tipis ini diimobilisasi dengan metilen biru dan digunakan sebagai indikator asam askorbat. Melalui karakterisasi dengan voltametri siklik dapat dilihat respon dari kehadiran metilen biru yang terperangkap dalam NaY. Dari hasil yang didapatkan terlihat bahwa penambahan konsentrasi asam askorbat mengakibatkan arus yang terukur pada puncak oksidasi asam askorbat pada potensial 0,348 V vs Ag/AgCl menjadi semakin besar.

Methylene blue has been immobilized into a thin layer nanozeolite Faujasite (FAU) type Y from kaolin grown on glassy carbon modified polyelectrolytes. A thin layer nanozeolite Y synthesized with seeding techniques with the molar composition ratio of 14 Na2O: Al2O3: 10 SiO2: 798 H2O: 3 Na2SO4. The success of this synthesis is shown by the XRD pattern of zeolite powders synthesis results which have similarities with the XRD pattern of standard FAU. Imaging with the SEM confirmed that the zeolite is zeolite Y formed by a semi cube measuring approximately 0.8 μM and the ratio Si / Al of 1.681, this ratio is in the range of the ratio of the literature. However, both XRD and SEM characterization of the thin layer of glassy carbon modified zeolite has not been able to prove that the zeolites formed a zeolite Y having a ratio Si / Al of 18.64. This thin layer of immobilized with methylene blue and ascorbic acid used as an indicator. Through characterization by cyclic voltammetry can be seen the response from the presence of methylene blue is caught up in NaY. From the results obtained shows that the addition of ascorbic acid concentration resulted in a measurable current at the peak of ascorbic acid oxidation at a potential of 0.348 V vs Ag/AgCl becomes larger."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Restu Anggita
"Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menyerang saluran pernapasan dan salah satu obat yang digunakan adalah antibiotik rifampisin. Walaupun terapi oral rifampisin untuk pasien tuberkulosis sudah tersedia, terapi secara inhalasi yang menargetkan langsung ke paru dan alveolus diharapkan memberikan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan inovasi serbuk kering inhalasi yang dapat digunakan dalam regimen terapi tuberkulosis. Penelitian terhadap pengembangan obat TB dalam bentuk serbuk kering sudah ada, namun belum ada yang mengombinasikan kitosan dengan gelatin. Pada penelitian ini dilakukan formulasi, karakterisasi, dan evaluasi sitotoksisitas dari lima serbuk kering inhalasi rifampisin dengan pembawa kitosan-gelatin dengan variasi konsentrasi kitosan dan gelatin. Serbuk dibuat menggunakan metode semprot kering, kemudian dianalisis bentuk dan ukuran partikel geometris dan aerodinamisnya, lalu diuji pelepasannya dalam larutan dapar fosfat pH 7,4 dan SLS 0,05%, dan dalam larutan KHP pH 4,5. Formulasi dengan profil pelepasan yang paling baik diambil untuk diuji sitotoksisitasnya. Berdasarkan hasil penelitian dipilih F3 (Kit-Gel 2:1) sebagai formula terbaik dengan bentuk partikel sferis, rentang diameter partikel geometris 0,825-1,281 μm dan ukuran partikel aerodinamis 11,857 ± 1,259 μm, dengan persentase rifampisin kumulatif yang terdisolusi dalam dapar fosfat sebesar 45,894 ± 0,876% dan dalam larutan KHP sebesar 42,117 ± 0,912%. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan metode MTT assay dan parameter viabilitas sel. Serbuk F3 lebih aman digunakan daripada rifampisin dalam konsentrasi 0,1 mg/mL dengan viabilitas sel sebesar 91,68%.

Tuberculosis is a respiratory tract disease in which one of the first-line agents used is rifampicin. Oral rifampicin for TB patients is widely available, but inhalation therapy that targets the lungs and alveolus directly could give a better outcome. This drives the need for developing a dry inhalation powder that could be incorporated into the therapeutic regimen of TB. Previous studies on the development of TB medication have been performed, but the application of combination of excipients of chitosan and gelatin as carrier has not been studied. In this study, formulation, characterization, and cytotoxicity evaluation of five rifampicin dry inhalation powders with various concentration of its chitosan-gelatin carrier were studied. The powder was produced with dry-spraying method. Its shape, aerodynamic and geometric particle size were then analyzed. Its releasing profile in phosphate buffer (pH 7.4 and SLS 0.5%) and potassium hydrogen phthalate (pH 4.5) was also tested. Formulation with the best releasing profile was used for cytotoxicity test. F3 (Chit-Gel 2:1) showed the best profile with spherical particle shape and geometric and aerodynamic particle size 0.825-1.281 μm and 11.857 ± 1.259 μm respectively, the cumulative rifampicin percentage dissolved in phosphate buffer and potassium hydrogen phthalate (KHP) were 45.894 ± 0.876% and 42.117 ± 0.912%, respectively. Cytotoxicity evaluation was conducted using MTT assay method with cell viability as the parameter. F3 is less cytotoxic than rifampicin in 0.1 mg/mL with cell viability 91.68%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Andrianti
"Kitosan sebagai biomaterial yang memiliki sifat bioaktif, biokompatibel, tidak beracun dan biodegradable menunjukkan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang seperti peningkatan gizi, kosmetik, pengolahan makanan dan bidang medis. Dengan adanya gugus hidroksil dan gugus amina, kitosan bersifat sangat reaktif sehingga dapat digunakan sebagai bahan penghantaran pembawa obat. Pada penelitian ini, kitosan digabungkan dengan ion Sm3+ untuk menghasilkan bahan pembawa obat yang memiliki sifat fotoluminesensi sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pelepasan obat dengan ibuprofen sebagai model obat.
Dalam penelitian ini juga dikaji mengenai interaksi kitosan dengan ion Sm3+, serta interaksi material kompleks kitosan-Sm dengan model obat dan pengaruh penambahan ion Sm3+ terhadap kemampuan kitosan dalam menyerap obat. Karakterisasi kitosan-Sm dilakukan dengan menggunakan FTIR dan SEM-EDX. Kitosan-Sm dengan konsentrasi ion Sm3+ terbesar yaitu 5 g/L memiliki efisiensi penyerapan ibuprofen tertinggi yaitu 33,04%.
Pada proses pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm-IBU, terjadi perubahan fotoluminesensi berwarna jingga dengan transisi 4G5/2 → 6H7/2 pada panjang gelombang 590 nm. Intensitas luminesensi meningkat seiring dengan jumlah kumulatif ibuprofen yang dilepaskan sehingga pelepasan ibuprofen dari kitosan-Sm dapat dimonitor dengan perubahan fotoluminesensi yang terjadi.

Chitosan as a biomaterial which has the properties of bioactive, biocompatible, non-toxic and biodegradable show potential applications in various fields such as nutrition, cosmetics, food processing and medical fields. In the presence of hydroxyl and amina groups, chitosan is highly reactive so it can be used as drug delivery carriers. In this study, chitosan combined with Sm3+ ion to produce a drug carrier material which has photoluminecent properties so it can be used as an indicator of drug release with ibuprofen as a model drug.
In this study also examined the interaction of chitosan with Sm3+ ion, as well as the interaction of chitosan-Sm complex material with a model drug and the effect of the addition of Sm3+ ion on the ability of chitosan to absorb the drug. Characterization of chitosan-Sm conducted using FTIR and SEM-EDX. Chitosan-Sm with the largest concentration of Sm3+ ion 5 g/L has the highest efficiency of absorption of ibuprofen that is 33.04%.
In the process of release of ibuprofen from the chitosan-Sm-IBU, orange photoluminesence properties changed with the transition 4G5/2 → 6H7/2 at a wavelength of 590 nm. Luminescence intensity increases with the cumulative amount of ibuprofen that are released so that the release of ibuprofen from the chitosan-Sm can be monitored by the changes of photoluminesence properties.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43185
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tambun, Bernoulli S.P.
"Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan asam mefenamat dengan menggunakan vibrating mill dan homogenizer berkecepatan tinggi dalam upaya mengurangi ukuran partikel asam mefenamat melalui pembuatan dan karakterisasi nanosuspensi dan nanosuspensi kering dengan PVP sebagai pembawa asam mefenamat. Nanosuspensi yang telah diperoleh dikarakterisasi menggunakan mikroskop optik dan PSA untuk melakukan optimasi nanosuspensi yang terbentuk. Hasil karakterisasi nanosuspensi yang terbentuk memperlihatkan ukuran diameter rata-rata sebesar 510,2 nm dengan standar deviasi (SD) sebesar 138,2 nm. Kemudian, nanosuspensi asam mefenamat dilakukan pengeringan beku. Nanosuspensi dan baku asam mefenamat di karakterisasi dengan XRD dan dimasukan kedalam cangkang kapsul keras untuk dilakukan uji disolusi. Hasil uji disolusi pada medium dapar tris memperlihatkan bahwa nanosuspensi asam mefenamat mempunyai pola pelepasan obat yang lebih lambat dan konstan dibandingkan dengan baku asam mefenamat."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
S33146
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Bahagia Wiba Cyntia
"ABSTRAK
Untuk memformulasikan serbuk inhalasi tertarget makrofag dibutuhkan eksipien dengan karakteristik yang sesuai untuk dapat membawa obat sampai makrofag. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa kombinasi kitosan dan gum xanthan memiliki indeks mengembang yang baik pada pH makrofag sehingga dapat dijadikan sebagai eksipien tertarget makrofag. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat serbuk inhalasi menggunakan kitosan-xanthan KX sebagai pembawa yang dapat menahan pelepasan obat pada cairan paru pH 7,4 dan memfasilitasi pelepasan obat pada cairan makrofag paru pH 4,5 . KX dibuat dengan mencampurkan kitosan dan gum xanthan perbandingan 1:1, 1:2, dan 2:1. KX kemudian dikarakterisasi meliputi penampilan, bentuk morfologi, uji termal, spektrum inframerah, derajat keasaman, dan viskositas. Serbuk kering inhalasi dibuat dengan menggunakan rifampisin sebagai model obat dan lima eksipien berbeda yaitu kitosan, gum xanthan, KX l:1, 1:2, 2:1. Serbuk inhalasi dikarakterisasi penampilan, morfologi, kadar air, distribusi ukuran partikel, kadar zat aktif, efisiensi penjerapan, dan pelepasan obatnya. Serbuk inhlasi dengan karakteristik terbaik yaitu formula 3 dengan eksipien KX 1:1 yang menghasilkan rendemen 22,48 , rentang ukuran 1,106 ndash; 3,580 m, efisiensi penjerapan sebanyak 120,162 , dan dapat melepas obat sebanyak 3,145 dalam medium pH 7,4 dan sebanyak 23,774 dalam medium pH 4,5. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa eksipien KX 1:1 dapat digunakan sebagai pembawa dalam formulasi serbuk inhalasi rifampisin.

ABSTRACT
Suitable excipient with certain characteristics is required in formulating inhalation powder to deliver drug into macrophage. Previous study had shown that the combination of chitosan and gum xanthan had remarkable swelling properties at macrophage condition pH 4.5 , thus it is suitable to be used as a macrophage targeted excipient. This study aimed to produce dry powder inhalation of rifampicin using chitosan xanthan CX as a carrier that can sustain drug release in lung fluid pH 7.4 and facilitate drug release in pulmonary macrophage fluid pH 4,5 . CX was prepared by mixing the chitosan and xanthan gum with the ratio 1 1, 1 2, and 2 1. Physical appearance, morphology, thermal properties, functional group, acidity, and viscosity of CX were then characterized. The inhalation powder were formulated by using rifampicin as a drug model and five different excipients which were chitosan, gum xanthan, and CX 1 1, 1 2, 2 1. Physical appearance, morphology, moisture content, and drug release of each formula of inhalation powder was evaluated. This study showed that rifampicin CX 1 1 was the best formula with yield of 22.48 , partical size range of 1.106 ndash 3.580 m, entrapment efficiency of 120.162 , and release 3,145 of rifampicin at pH 7.4 and 23.774 of rifampicin at pH 4.5. Based on these results, it can be concluded that CX 1 1 is a suitable excipient to formulate dry powder inhalation of rifampicin. "
2017
S69422
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>