Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28344 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman, 1997
346.066 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Pusat Dokumentasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1980
346.065 IND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Edina Rahmanadia Nada
"Di Indonesia, pembentukan holding company dimulai sejak tahun 1998 dengan rencana Pemerintah dalam melakukan inisiasi pembentukan holding company untuk beberapa Badan Usaha Milik Negara (“BUMN”). Pembentukan holding company ini merupakan salah satu pilihan dalam melaksanakan restrukturisasi BUMN dalam rangka mengoptimalisasi manajemen. Salah satu sektor yang direncanakan oleh pemerintah dalam rangka pembentukan holding company ini adalah pada sektor perumahan dan pengembangan kawasan. Dalam rencana ini, Perum Perumnas akan ditunjuk sebagai induk perusahaan dari anak perusahaan yang diantaranya terdiri dari Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) dan PT Bina Karya (Persero). Akan tetapi, dibalik inisiasi rencana Pemerintah dalam pembentukan holding company beberapa BUMN ini, muncul pula adanya indikasi pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan skema pembentukan Holding Company oleh BUMN pada sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 serta membahas mengenai apakah pembentukan Holding Company oleh BUMN pada sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan dapat dikecualikan sebagai perbuatan yang bertujuan menjalankan peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Skripsi ini juga akan membahas mengenai dampak-dampak yang berpotensi akan timbul dari dibentuknya Holding Company oleh BUMN pada Sektor Perumahan dan Pengembangan Kawasan.

In Indonesia, the formation of holding companies began in 1998 with the Government's plan to initiate the formation of holding companies for several State-Owned Enterprises. The purpose of establishing this holding company is as an option to implementing the restructurization of State-Owned Enterprises for their management optimization. One of the sectors planned by the government for the formation of this holding company is the Housing and Area Development Sector. In this plan, Perum Perumnas will be appointed as the holding company of the subsidiaries which include Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Virama Karya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Indah Karya (Persero) and PT Bina Karya (Persero). However, behind the initiation of the Government's plan to establish holding companies for several State-Owned Enterprises, there were indications of violations of Law Number 5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. This thesis will discuss the arrangement of the Holding Company formation scheme by State-Owned Enterprises the Housing and Area Development Sector in terms of Law Number 5 of 1999 and discuss whether the formation of Holding Companies by State-Owned Enterprises in the Housing and Area Development sectors can be exempted as an act aimed at implementing regulations based on Law Number 5 Year 1999. This thesis will also discuss the potential impacts that will arise from the establishment of a Holding Company by State-Owned Enterprises in the Housing and Area Development Sector"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nicholas Ardyanto
"Tesis ini membahas mengenai kondisi darurat sebagai penyimpangan ketentuan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dengan peninjauan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung nomor 660/PDT/2020/PT.BDG. Dalam Putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG ditemukan pertimbangan bahwa kondisi darurat digunakan sebagai alasan pembenar terhadap penyimpangan ketentuan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham. Permasalahan dalam Penelitian ini adalah kriteria kondisi darurat yang digunakan sebagai penyimpangan Undang-Undang Perseroan Terbatas terkait penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham dalam putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG. Metodologi Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan tipologi penelitian preskriptif, dan metode analisa data kualitatif. Adapun hasil penelitian mengemukakan bahwa kriteria yang dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam mempertimbangkan kondisi darurat sebagai alasan pembenar terhadap penyimpangan pengaturan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham dalam putusan nomor 660/PDT/2020/PT.BDG tersebut adalah keliru dan tidak sesuai dengan UUPT 2007. Selain itu, adanya permasalahan tersebut menunjukkan tidak adanya kejelasan pengaturan hukum di Indonesia terkait indikator/kriteria kondisi darurat yang dapat digunakan, khususnya sebagai penyimpangan pengaturan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham; dan pihak Notaris yang tidak cermat dalam menerapkan ketentuan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham. Dengan penelitian ini, diharapkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat dapat memperjelas norma hukum terkait kriteria atau indikator kondisi darurat sebagai alasan pembenar dari penyimpangan UUPT, para hakim di Indonesia tidak menetapkan kondisi darurat secara subjektif, serta pihak Notaris untuk selalu dengan cermat dapat menerapkan ketentuan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham.

This Thesis discusses “Emergency Condition” as a deviation of Law number 40/2007 concerning limited liability companies and its connection with the regulation concerning the shareholders general meeting holding by analyzing Bandung High Court decision number 660/PDT/2020/PT.BDG. In the mentioned decision is found that an “emergency condition” was used as a justification for law irregularities in holding the shareholders’ general meeting. The Research problem in this study is the criteria of emergency condition which is used in Bandung High Court Number 660/PDT/2020/PT.BDG as a Deviation of Law 40/2007 concerning Regulation of Holding the General Meeting of Shareholders. This Research method uses normative juridical approach, qualitative analysis, and prescriptive typology. The result of this research put forward that the emergency condition criteria used by Bandung High Court Decision number 660/PDT/2020/PT.BDG as a Deviation of Law 40/2007 does not comply in accordance with Indonesia applicable law. This Research bring forward that the problems concerning the difference of judge’s judgement regarding the notary deed shows the lack of clearness in Indonesia Law concerning the criterias/indicator that can be used as a justification for violating the shareholder general meeting’s regulations; and also the Notary party who did not properly implement the regulation of holding the general meeting of shareholders in accordance with applicable law in Indonesia. Therefore, it is recommended that the legislative power in Indonesia might establish a clear and firm criteria for an “emergency condition” which could be used as a deviation from the regulation of holding the General Meeting of Shareholders in Indonesia, for judges not to solely determine emergency condition subjectively, and for Notaries must always be able to thoroughly properly implement the regulations for holding a general meeting of shareholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-Undangan Dep.Keh., 1978
346.066 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rahman Rahim Salam
"Perubahan susunan anggota Direksi/ Dewan Komisaris Perseroan merupakan aktivitas penting yang sarat dengan konflik kepentingan di antara para pemangku-kepentingan dalam Perseroan. Perubahan ini disyaratkan dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut “RUPS”). Penyelenggaraan RUPS ini merupakan wewenang Direksi, dan dalam hal-hal tertentu, pemanggilan RUPS dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris, atau pemegang saham dengan kriteria tertentu atas izin Ketua Pengadilan Negeri (selanjutnya disebut “PN”) yang berwenang.
Dalam situasi adanya konflik kepentingan antara pemegang saham yang memiliki hak untuk meminta diadakannya RUPS tentang perubahan susunan anggota Direksi/Dewan Komisaris di satu pihak dan Direksi/ Dewan Komisaris di lain pihak, maka dapat dipastikan pemegang saham yang bersangkutan tidak akan menghadapi hambatan yuridis yang signifikan dalam penyelenggaraan RUPS dengan agenda itu, karena UUPT telah menyiapkan jalan keluar dengan memberikan hak kepada pemegang saham terkait untuk dapat melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut atas izin Ketua PN yang berwenang, atau dalam hal permohonan izin pemanggilan RUPS tersebut ditolak oleh PN terkait, pemegang saham yang bersangkutan masih dapat mengajukan upaya kasasi untuk izin dimaksud.
Akan tetapi, dalam hal konflik kepentingan terjadi antara pemegang saham/RUPS yang telah mengambil keputusan tentang perubahan susunan anggota Direksi/Dewan Komisaris di satu pihak, dan Direksi/Dewan Komisaris yang telah diberhentikan di lain pihak, maka konflik ini berpotensi menimbulkan penolakan dalam pelaksanaan keputusan RUPS tersebut oleh Direksi/Dewan Komisaris yang lama, dengan cara tetap menguasai Perseroan secara de facto dan/atau mengajukan gugatan pembatalan keputusan RUPS terkait.
Dari beberapa kasus yang menjadi obyek dalam penelitian ini, hambatan yuridis teridentifikasi dalam upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pemegang saham terkait dalam realisasi keputusan RUPS ini apabila secara de facto Perseroan masih dikuasai Direksi/Dewan Komisaris yang lama, yaitu hanya melalui gugatan perdata. Proses panjang upaya di pengadilan justru mengancam kelangsungan hidup Perseroan.
Hambatan yuridis yang lain teridentifikasi pula dalam masa daluwarsa untuk pengajuan gugatan pembatalan keputusan RUPS. Masa daluwarsa ini masih berdasarkan Hukum Acara Perdata, dan bagi Perseroan masih relatif cukup panjang. Hambatan ini menimbulkan ketidak-pastian hukum baik bagi Perseroan maupun pihak ketiga yang akan atau telah melakukan hubungan hukum dengan Perseroan, khususnya bila hubungan hukum itu didasarkan oleh keputusan RUPS.

A change of members of the Company’s Board of Directors/Auditors, is an important activity which has many conflicts of interest among stakeholders in the Company. This change is required to be based on a resolution of the shareholders’ meeting (refer to as “Meeting”). The convening of this Meeting is an authority of the Board of Directors, and in some particular cases, the convocation of this Meeting may be conducted by the Board of Auditors, or by a specified shareholder with a permission from the Head of a competent Local Court (refer to as “LC”).
In a situation where there is a conflict of interest between a specified shareholder who has a right to demand the convocation of a Meeting for changing members of the Board of Directors/Auditors in one side, and the Board of Directors/Auditors in another side, it is clarified that the related shareholder will not face significant judicial obstacles for convoking this Meeting. Because, the Company Law has prepared a solution, by providing that shareholder a right to convoke this Meeting with a permission from the Head of a competent LC, or in case the application for this permission is rejected by the LC, the related shareholder may appeal for that permission to the Supreme Court.
However, in case the conflict occurs between the shareholder(s)/the Meeting which has taken a resolution for changing the members of the Board of Directors/Auditors in one side, and the dismissed Board of Directors/ Auditors in another side, this conflict will potentially cause to a refusal from the former Directors/ Auditors for executing that resolution, by occupying the Company as de facto Directors/Auditors and/or by filing a lawsuit for voiding the related resolution.
From some cases those are being objected in this research, a judicial obstacle is identified in the legal effort that may be taken by the shareholder for realizing this Meeting’s resolution when the Company is still occupied in de facto by the former Directors/Auditors, that is only by filing a civil lawsuit. The long process for this judicial effort, on the contrary, will threaten an existence of the Company itself.
Another judicial obstacle is also identified in the valid time-span for filing a lawsuit for voiding a Meeting’s resolution. This time-span is still based on the Law on Civil Procedure, and relatively too long for a Company. This obstacle causes a law uncertainty for both the Company and the third party who will make or has made a legal transaction with the Company, especially if that transaction is based on a Meeting’s resolution.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S23878
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alexander Adhitya P Irawan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab holding company terhadap perbuatan sub-holding company dan subsidiary company. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai tiga hal. Pertama, pembahasan mengenai pengaturan holding company di Indonesia. Kedua, pembahasan mengenai pertanggungjawaban holding company terhadap anak perusahaannya. Dan ketiga, pembahasan mengenai pandangan pengadilan Indonesia terhadap corporate group. Ketiga pembahasan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan hakim dalam kasus-kasus mengenai corporate group khususnya pada Putusan Mahkamah Agung No. 01/K/N/1998, Putusan Mahkamah Agung No.1038 K/Pdt.Sus/2010, dan Putusan Mahkamah Agung No. 496 K/Pdt.Sus/2008. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan, dan pendekatan kasus. Penilitian ini menyimpulkan bahwa pengaturan mengenai corporate group di Indonesia masih kurang lengkap dan jelas sehingga menimbulkan kerancuan-kerancuan mengenai perspektif yang harus diterapkan terhadap corporate group.

ABSTRACT
This thesis discusses the liability of a holding company towards the actions done by its sub-holding and subsidiary companies. This thesis will mainly focus on three issues. First, the Indonesian regulation on holding companies. Second, holding company's liability towards the actions done by its sub-holdings and subsidiaries. And third, the perspective which Indonesian court adopt towards corporate group. These discussions are done based on the considerance of the judges in corporate group cases mainly in the Supreme Court Verdict No. 01/K/N/1998, Supreme Court Verdict No.1038 K/Pdt.Sus/2010, and Supreme Court Verdict No. 496 K/Pdt.Sus/2008. This research is a normative juridical research using legislation and case approach. This research concludes that the Indonesian regulation on corporate group is still incomplete and inapprehensive which leads to confusion on the perspective that should be adopted towards corporate group.
"
2014
S53764
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>