Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133360 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pasaribu, Selli Sebawati
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26802
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Rizkiyani
"Menurut data WHO,Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina untuk jumlah terbanyak kasus TB di dunia. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan sehingga pada tahun 1995 program Directlyb served Treatment Shortcourse (DOTS) diberlakukan termasuk di Indonesia dan angka kesembuhan nasional adalah 85%. Berdasarkan laporan tahunan tahun 2006 Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Barat, angka kesembuhan TB Paru BTA positif masih 69,1% dan di Kecamatan Palmerah baru mencapai 64,6%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan kesembuhan penderita TB paru BTA positif di puskesmas wilayah Kecamatan Palmerah tahun 2006.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari kartu pengobatan TB (TB-01) di puskesmas yang ada di Kecamatan Palmerah dengan desain studi crosssectional. Sampel penelitian berasal dari seluruh penderita TB paru BTA positif yang tercatat dalam formulir TB-01 pada tahun 2006. Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan distribusi frekuensi variabel dependen (kesembuhan) maupun variabel independen. Sedangkan analisis bivariat bertujuan untuk menjelaskan besarnya risiko (prevalenceratio) antara variabel independen dengan variabel dependen.
Hasilnyamenunjukkanbahwasebagianbesaradalahpenderitausiaproduktif(87,6%),penderita laki-laki (60,8%), penderitabaru (89,7%), penderita yang teratur berobat (83,5%), penderita yang taat memeriksakan dahak ulang (55,7%), penderita yang memiliki PMO (85,6%), penderita yang PMOnya berasal dari keluarga (96,4%), dan penderita yang jarak tempat tinggalnya dekat dengan puskesmas (91,8%). Sedangkan kekuatan hubungan yang paling besar untuk menentukan besarnya risiko adalah variabel keteraturan berobat (PR=9,9;CI=1,5-66,4).
Peran PMO sangat penting untuk proses kesembuhan seorang penderita TB BTA positif karena hanya TB BTA positif yang dapat menularkan penyakit tuberkulsis ke orang lain. Sehingga penyuluhan yang efektif untuk penderita maupun PMO sangat diperlukan, dan diharapkan petugas kesehatan lebih selektif dalam memilih PMO, jadi pemilihan PMO bukan hanya untuk dijadika nformalitas saja."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pirade, Adolfina
"Salah satu kesepakatan Internasional dalam meningkatkan angka kesembuhan penyakit tuberkulosis paru adalah memberikan pengobatan dengan sistem DOTS. Indonesia telah memulai program DOTS ini sejak tahun 1995 yang dilaksanakan secara bertahap di provinsi, khususnya di DKI Jakarta telah dimulai sejak Juli 1997.
Sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan Program P2TB Paru bahwa seorang penderita dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan ulang dahak negatif pada akhir bulan ke-516 dan akhir pengobatan. Berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan di Jakarta Pusat ternyata bahwa 38,4% penderita TB paru yang selesai berobat tidak memeriksakan ulang dahaknya, sampai saat ini belum ada penelitian di DKI Jakarta mengenai faktor yang berhubungan dengan pemeriksaan ulang dahak.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak di puskesmas Jakarta Pusat. Disain penelitian digunakan yaitu kasus kontrol dengan sampel penelitian adalah penderita TB paru baru BTA positif telah selesai pengobatan kategori 1 berumur 15 tahun keatas yang berobat di puskesmas Jakarta Pusat. Besar sampel 150 orang yaitu sampel kasus sebanyak 75 orang dan sampel kontrol 75 orang.
Hasil penelitian dilakukan analisis multivariat dengan logistic regression dengan maksud untuk mengetahui hubungan variabel dependen dengan variabel independen. Berdasarkan hasil analisis bivariat dari 15 variabel maka didapatkan variabel yang nilai p<0,25 ada 9 variabel, ternyata pada analisis multivariat didapatkan hanya 3 variabel yang berhubungan bermakna (p<0,05) yaitu pengetahuan (OR=28,44 95% CI 4,66-173,62), persepsi (DR 13,90 95% CI 3,54-54,57), kemudahan mengeluarkan dahak (OR=7,54 95% CI 3,31-17,18), serta interaksi antara pengetahuan dengan persepsi (0R=0,11 95%CI 0,14-0,81) dan nilai p=0,031.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dengan pengetahuan rendah, persepsi buruk, sukar mengeluarkan dahak dan interaksi antara pengetahuan kurang dan persepsi buruk secara bersama-sama mempunyai hubungan yang bermakna (p<0,05) dengan tidak dilaksanakannya pemeriksaan ulang dahak penderita TB paru baru BTA positif di puskesmas Jakarta Pusat tahun 2000. Sesuai dengan hasil demikian maka disarankan agar dilakukan penyuluhan kepada penderita sebelum pengobatan dan setiap penderita melaksanakan pengambilan obat oleh petugas program P2TB di puskesmas, sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan petugas kesehatan yang mampu dan mau benar-benar melaksakanan pekerjaan ini tentunya dengan pelatihan, supervisi dan pertemuan yang membahas masalah pelaksanaan Program TB Paru di puskesmas.

Study of Factors Associated With Not to Re-Examine Their Sputum among New Cases with Positive Fast Acid Bacilli Pulmonary Tuberculosis in Health Centers in Central JakartaOne of the International commitments in increasing the cure rate of pulmonary tuberculosis is to give therapy with DOTS system. Indonesia has started the DOTS program since 1995 beginning in some provinces and gradually expanded to the others. Jakarta began the program in 1997.
According to the criteria set by the Pulmonary TB Eradication Program, a patient is cured if laboratory examination of the sputum shows negative result by the end of the 5th or 6th month of therapy and by the end of the therapy. Secondary data collected in Central Jakarta showed that 38.4% of TB patients which have completed their therapy did not re-examine their sputum. So far there was no study in Jakarta which tried to find out factors related to this re-examination rate.
This research was conducted to know what factors that influence TB patients not to re-examine their sputum in Health Centers in Central Jakarta. The research design used is a case control study where samples were taken from new pulmonary TB patients with positive Fast Acid Bacilli having completed their Category I therapy, aged more than 15 years who came to health centers in Central Jakarta. The sample size was 150, consists of 75 cases and 75 controls.
The data were analyzed by multivariate analysis using logistic regression to know the relation between dependent variables with independent variables. Bivariate analysis from 15 variables showed that 9 variables had p value < 0.25, while multivariate analysis showed that only 3 variables had significant relation (p <0.05), knowledge (OR = 28.44 95% CI 4.66-173.63) p = 0.000, perception (OR = 13.90 95% CI 3.54- 54.57) p = 0.000, the ease to produce sputum (OR = 7.54 95% CI 3.31-17.18) p= 0.000 and interaction between knowledge and perception (OR = 0.11 95% CI 0.14- 0.8I) p = 0.031.
The conclusion of this research is that low knowledge, bad perception, difficulties in producing sputum and interaction between lack of knowledge and bad perception have significant relation (p < 0.05) with the unwillingness to re-examine the sputum among new pulmonary TB patients with positive AFB who came to health centers in Central Jakarta in 2000. Therefore it is suggested that TB program officers in health centers give proper information/education to the patients before starting the TB therapy and every time the patients come to get the TB drugs and hence we need to have officers who are capable and willing to do their work and this certainly can be created by training, supervisions and series of meeting which discuss about pulmonary TB program in health centers."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T5783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Amaliah
"TB paru merupakan masalah di Indonesia. Data Riskesdas 2010 menunjukkan, prevalensi TB Paru 2009/2010 sebesar 725/100.000 penduduk. Evaluasi hasil dilihat dengan angka konversi pada akhir pengobatan fase intensif sebesar 80%. Masalah utama kegagalan konversi adalah komponen perilaku penderita TB paru yaitu keterlambatan diagnosis dan tidak selesainya pengobatan yang berakibat resistensi ganda OAT. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol, populasi sebanyak 1.305 adalah penderita TB paru pengobatan fase intensif tahun 2010 yang tercatat di formulir TB 01 puskesmas di Kabupaten Bekasi. Sampel diambil sebanyak 170 penderita, dikelompokkan menjadi gagal konversi sebanyak 200 penderita dan konversi sebanyak 1.105 penderita. Setiap kelompok diambil masing-masing 85 penderita. Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Metode analisis data dengan uji Chi Square dan regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan responden tidak teratur minum obat lebih besar yang mengalami kegagalan konversi (74,1%) dibandingkan yang konversi (46,4%). Hasil uji Chi square ada hubungan yang bermakna antara keteraturan minum obat, sikap terhadap keteraturan minum obat, pengetahuan tentang TB, penyuluhan kesehatan, efek samping obat, dan status gizi dengan kegagalan konversi. Hasil uji statistik dengan regresi logistik menunjukkan faktor paling berhubungan dengan kegagalan konversi adalah status gizi OR: 4,705: 95% CI: 2,143-10,332. Status gizi penderita TB paru perlu ditingkatkan sebagai upaya bersama dengan pemberian OAT.

Pulmonary TB is a problem in Indonesia. Riskesdas 2010, the prevalence of pulmonary TB 2009/2010 for 725/100.000 population. Evaluation results conversion rate at the end of the intensive phase of treatment by 80%. The main problem is the conversion of a component failure behavior of patients with pulmonary TB is not the completion of delayed diagnosis and resulting treatment dual resistance OAT. Design study are casecontrol study. Population of 1305 patients with pulmonary TB is an intensive phase of treatment in 2010 are recorded in the TB form 01 health centers in the district of Bekasi. Samples were taken 170 patients, classified as many as 200 patients failed to convert and convert as many as 1.105 people. Each group of 85 patients taken at random. Data were collected by interview using a questionnaire. Methods of data analysis with chi square tests and logistic regression.
The results showed respondents do not regularly drink more drugs that have failed conversion (74.1%) compared to the conversion (46.4%). Chi square test results there was a significant association between the regularity of drug taking, attitudes toward medication order, knowledge of TB, health education, medication side effects, and nutritional status with conversion failure. The results of statistical tests with logistic regression showed factors associated with failure of the conversion is the nutritional status OR: 4,705: 95% CI: 2,143-10,332. Nutritional status of patients with pulmonary TB needs to be improved as a joint effort with the provision of OAT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31309
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
F.X. Agus Budiyono
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia, dan tersebar merala di seluruh daerah. Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta orang, sedangkan di negara-negara berkembang kematian akibat TB merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). (WHO, 1997).
Pemberantasan TB Paru dengan strategi DOTS di Kota Jakarta Timur telah dilaksanakan sejak tahun 1995, tetapi penderita baru tetap ditemukan dan dari tahun ketahun mengalami peningkatan, Penyakit TB Paru menduduki urutan ke-tiga kelompok penyakit menular. Hal ini menunjukkan bahwa TB Paru masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di wilayah Kota Jakarta Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru di Jakarta Timur. Jenis penelitian adalah observasional dengan desain 7 kasus kontrol, Kasus adalah penderita TB Paru BTA (+) dan sebagai kontrol adalah masyarakat yaitu tetangga kasus yang tidak sedang menderita TB Paru atau tidak sedang menderita batuk 3 minggu atau lebih. Jumlah sampel sebanyak 88 kasus dan 88 kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah adalah umur, adanya kontak dengan sumber penular, lamanya kontak, status pengobatan sumber penular, ventilasi kamar dan cahaya matahari masuk rumah.
Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian TB Paru BTA (+), ternyata adanya sumber penular yang tidak berobat merupakan faktor risiko yang paling erat hubungannya dengan kejadian TB Paru.
Dari hasil penelitian, disarankan penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan paduan OAT yang tepat dengan didampingi pengawas menelan obat, meningkatkan pelaksanaan strategi DOTS, memperluas jangkauan pelayanan, melaksanakan pemeriksaan kontak dan pengobatan pencegahan bagi balita.
Daftar pustaka : 36 (1979 - 2002)

Related Factors to Pulmonary Tuberculosis (Tb) in East Jakarta City in year 2003 The tuberculosis (TB) remains a serious public health problem in Indonesia and spread to countrywide. WHO has estimated that 9 million of new cases was occurred yearly, of which some 3 million deaths. In developing countries there are 25% deaths by tuberculosis. It is estimated 95% TB cases were occurred in developing countries, which some 75% cases preventable occurring in the 15-50 age group, the most productive segment of the population.
TB control program activities with DOTS strategy has been implemented since 1995 in East Jakarta City. Due to the increasing of case finding activities the new AFB (+) patients increased, so tuberculosis still remaining as major public health problem.
The objective of the research is to identify the related factors to pulmonary tuberculosis in East Jakarta City. The design of research is case-control. The case is the AFB (+) tuberculosis patients, while the control is the neighbor of cases as community based control, were not coughing for 3 weeks and more at the time of the interview. Total cases are 88 cases, and the control are 88 respondents.
The result of the study reveals that related factors to pulmonary tuberculosis are age, source of infection, duration of contact with source of infection, the source of infection who were not treated, room ventilation, and sunlight into the house.
Based on the result of the study, it is identified that a contact with untreated source of infection is the closely related to the tuberculosis. Therefore, it is recommended to improve the case finding, providing early treatment with patent drugs, increasing of DOTS strategy implementation, program expanding. contact examination and treatment prevention to child.
References: 36 (1979 - 2002)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukmahadi Thawaf
"ABSTRAK
Penyakit TB Paru adalah penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diperkirakan setiap tahun di Indonesia terdapat 583.000 kasus Baru TBC , dimana 200.000 penderita terdapat disekitar Puskesmas.
Puskesmas Jayagiri di kabupaten Bandung memiliki masalah cakupan pelayanan penderita TB paru yang rendah , sehingga dilakukan studi ini yang hertujuan mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pertama kali tersangka penderita TB Paru .
Penelitian ini menggunakan Disain Cross sectional dimana sampel penelitian adalah seluruh tersangka penderita Tb paru yang ditemukan melalui skrining sebanyak 338 penderita.
Hasil studi ini kami dapatkan Proporsi tersangka penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang adalah sebesar 0,79 %,
Perilaku Pencarian pengobatan pertama kali tersangka TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Jayagiri Kecamatan Lembang tindakan pertama pencarian pengobatan ke puskesmas sebesar 30,7 % non puskesmas 69,3%, dan dari seluruh variabel yang diamati faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan tersangka penderita TB Paru adalah yaitu Variabel Persepsi biaya, Variabel Persepsi penyakit, Variabel Pengetahuan TB paru, Variabel status pekerjaan, variabel persepsi menyembuhkan dan variabel anjuran berobat.
Selanjutnya studi ini merekomendasikan agar Puskesmas meningkatkan mutu penyuluhan dan sosialisasi Strategi DOTS sehingga bisa terjadi perbaikan persepsi terhadap TB paru. Yang pada akhirnya meningkatkan cakupan pelayanan Puskesmas dan atau disarankan untuk memperluas pelayanan strategi DOTS ke pelayanan Rumah sakit dan pelayanan swasta lainnya.

ABSTRACT
Indonesia is approximatly has 583,000 new TB cases. It is estimated that 200,000 cases are around Community Health Centre (CHC.
The coverage of TB cases in Puskesmas Jayagiri, Bandung District is low, therefore the study aims to determine factors related to the first medical treatment seeking behavior by the suspect of pulmonary tuberculosis in puskesmas.
The study using cross sectional design, the samples are the whole of pulmonary TB suspected cases founded by screening, with the total number is 338 cases.
Conclusions:
The study founde proportion of suspected pulmonary TB founded in the area of Puskesmas Jayagiri, Lembang is 0.79 %, and the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected in the area of jurisdiction of Puskesmas Jayagiri, Lembang, such as the first action of seeking behavior treatment to the CHC is the 30.7 %, non-CHC 69.3 % and based on the all observed variables factors which related to the first health seeking behavior of pulmonary TB suspected are : cost perception, occupation, disease perception, sick period, distance perception and curing suggestion.
Furthermore, this study suggested to increase the quality of personal health education and socialization of directly observed treatment short course (DOTS) strategy, to increase the coverage of TB case finding and expanded DOTS strategy service to hospital and the other private sector.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Puspitasari
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Setiowati
"Indonesia menempati urutan kesembilan dari dua puluh tujuh negara yang memiliki beban MDR (Multi Drug Resistan) TB (Tuberkulosis) di dunia. Kegagalan konversi pada pasien TB paru merupakan salah satu penyebab terjadinya resisten OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Pasien TB paru BTA (Basil Tahan Asam) positif kategori I yang mengalami kegagalan konversi di puskesmas wilayah Kota Serang tahun 2014 sebanyak 49 pasien dari 602 pasien TB yang diobati. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kegagalan konversi pasien TB paru BTA positif kategori I dengan menggunakan studi cross sectional. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik terhadap 168 orang pasien TB paru BTA positif kategori I tahun 2014.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pasien TB paru BTA positif kategori I yang mengalami kegagalan konversi sebanyak 28%. Ada hubungan antara tingkat pendapatan, pengetahuan tentang TB, sikap pasien terhadap pengalaman terkait TB, jarak dan akses ke puskesmas, kondisi lingkungan tempat tinggal, informasi kesehatan dari petugas TB dan efek samping obat terhadap kegagalan konversi pasien TB paru BTA positif kategori I. Faktor yang paling dominan berhubungan adalah informasi kesehatan dari petugas TB (nilai p value = 0,002, OR 33,217, 95% CI 3,600-306,497). Disimpulkan bahwa peran petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan pasien TB paru. Diperlukan komitmen petugas dalam menjalankan fungsi kesehatan masyarakat di antaranya meningkatkan kemampuan petugas dalam memberikan informasi kesehatan serta menjalin kerjasama dengan pasien dan keluarganya untuk terus memberikan pendampingan dan pemberian motivasi selama pengobatan sehingga mencegah terjadinya kegagalan konversi yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan.

Indonesia ranks ninth out of twenty-seven countries which has the burden of MDR (Multi Drug Resistance) TB in the world. The failure of conversion in TB (Tuberculosis) patients was one of the contributing factor to ATD (Anti Tuberculosis Drugs) resistance. Smear positive pulmonary TB patients who have failed first category conversion in Serang City area health centers in 2014 in 49 patients out of 602 treated TB patients. The research aimed to search for factors that connect to abortive attempt in conversion of TB patient with positive lung BTA category 1 by cross sectional study. A statistic test which had been used was binominal logistic regression with TB patient with positive lung AFB (Acid-Fast Bacilli) category 1 as research subject in 2014, with sample of 168 TB patients.
The result of the examination showed that TB patients with positive lung BTA category I experienced failure as much as 28%. There were links between level of income, knowledge of TB, and patient?s respond to their experiences, distance and access to local government clinic, condition of residence, health information from TB health workers and side effects of medicine to abortive attempt in conversion of TB patient with positive lung BTA category 1 by cross sectional study. The most dominant factor of all was sanitary information from TB health workesr (p value = 0.002, OR 33.217, 95% CI 3.600-306.497). It was concluded that health workers play an important role to succeed the treatment of TB lung patients. The workers commitment are needed to perform their duty to increase health information and to bond relationship between patients and their family to provide support and motivate during the therapy, thus the failure in conversion could be prevented.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idris Ahmad
"Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebebakan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. pada tahun 2012 mencapai prevalensi 12 juta prevalensi kasus dan 990 ribu kematian di dunia. Di Indonesia prevalensi penyakit ini sebesar 423/100.000 penduduk dan mortalitas sebesar 27/100.000 penduduk. Salah satu provinsi yang memiliki prevalensi yang lebih tinggi dari rata-rata nasional adalah Jawab Barat.Dalam sepuluh tahun terakhir pencapaian penemuan kasus baru TB BTA positif (CDR) kota Bekasi belum pernah mencapai target nasional. Selain itu, dari 31 puskesmas yang berada di wilayah Kota Bekasi hanya 3(10%) puskesmas yang mencapai target nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif di puskesmas wilayah Kota Bekasi tahun 2012. Penelitian ini menggunkan metode cross sectional deengan analisis uji T dan Chi square. Penelitian ini dilakukan bulan April–Juni 2013 dengan menggunakan data sekunder baik register TB di puskesmas, dinas Kesehatan, dan laporan pendukung lainnya. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sistem.
Hasil didapatkan bahwa dilihat dari kondisi SDM, terdapat 14 (54,8%) puskesmas dengan kondisi kurang, tingkat tanggung jawab yang dimiliki oleh penanggung jawab program TB 23 (74,2%) puskesmas tinggi, terdapat 26 (83,9%) puskesmas dengan penanggung jawab program TB dengan tingkat pengetahuan baik, dan 16 (51,6%) puskesmas memiliki proporsi pelatihan tinggi. Dari kondisi sarana dan prasarana diperoleh bahwa terdapat 23 (74,2%) puskesmas memiliki kondisi sarana dan prasarana yang baik.
Berdasarkan alokasi dana tersebar merata 45,2% puskesmas untuk rendah ataupun tinggi. Dilihat dari angka penjaringan suspek diperoleh bahwa 16 (51,6%) puskesmas memiliki angka penjaringan suspek tinggi, dilihat menurut frekuensi kegiatan KIE TB terdapat 26 (83,9%) puskesmas dengan frekuensi KIE TB tinggi, terdapat 20 (64,5%) puskesmas dengan tingkat pemeriksaan kontak tinggi, dan terdapat 16 (51,6%) puskesmas dengan tingkat kemitraan masyrakat rendah.
Hasil analisis antara proses dan output didapatkan adalah terdapat hubungan yang signifikan antara angka penjaringan suspek dengan cakupan penemuan kasus baru TB BTA positif. Didapatkan hubungan yang tidak signifikan antara KIE TB, pemeriksaan Kontak, dan juga kemitraan masyarakat. Kesimpulan dari penelitian ini adalah angka penjaringan suspek berpengaruh terhadap cakupan penemuan kasus TB BTA Positif.

Tuberculosis is a disease that caused by the Mycobacterium tuberculosis. In 2012, the prevalence of the cases reached 12 million and caused 990 thousand death cases in the world. In Indonesia, the prevalence of this disease is 423/100.000 with 27/100.000 for the mortality rate. One of the provinces which have a higher prevalence than the national average is West Java. Bekasi, as one of the city in West Java still has problem in TB control. In the last ten years, the Case Detection Rate has not reached the national target. In addition, there are only 3 (10%) health centers in Bekasi City which are achieved the national target.
This reaserch is aimed to determine the factors related to the scope of tuberculosis new cases detection in Bekasi Regional Health Center Area in 2012. It then cross-sectional analysis with the T and Chi square test. The research was conducted on April-June 2013 by using secondary data from health centers, health departments, and other supporting reports. Furthermore, a system approach is used in this study.
The results obtained that the human condition 14 (54.8%) in health centers with the low conditions, the level of responsibility held by the person in charge of the TB program 23 (74.2%) in health centers with a high level of responsibility, there were 26 (83.9% ) which had charge of the TB program with a good level of knowledge, and 16 (51.6%) with high training proportions. In term of infrastructure condition, it is obtained that there are 23 (74.2%) health centers in the good condition.
Based on the fund allocation, it is equally spread 45.2% for good and low condition. In crawl suspect, it is obtained that 16 (51.6%) health center with high crawl suspect, seen by the frequency of Communication, Information, and Education of TB (KIE TB) activities there were 26 (83.9%) centers with a high frequency of KIE TB, then there are 20 (64.5%) health center with high examination for the person in contact, and there are 16 (51.6%) health centers with low levels of society partnerships.
The result for the process and output is obtained that there is a significant correlation between the number of crawl suspected to number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection. Meanwhile, there is no significant correlation between KIE TB, contact examination and as well as community partnerships. The conclusion of this study is the crawl of the suspect affects number of coverage of the Tuberculosis (+) new case detection.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S45762
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>