Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 215679 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yon Suharyono
Depok: Universitas Indonesia, 1999
S25245
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi
"Sistem Pemasyarakatan sebagai bagian dari pembangunan di bidang Hukum khususnya dan Pembangunan Nasional bangsa Indoesia pada umumnva memiliki arti yang sangat penting, terlebih dengan perubahan lingkungan yang strategis dari waktu ke waktu baik dalam skala Nasional, Regional maupun Internasional. Perubahan dan transformasi situasi global tersebut berdampak pada tingkat, bentuk, jenis dan pelaku kejahatan, baik yang bersifat Transional crime, organized crime, White collor crime, economic crime maupun berbagai bentuk pidana yang bersifat konvensional dan tradisional.
Dalam perubahan perlakukan terhadap terpidana dari sistem kepenjaraan ke sistem Pemasyarakatan dapat dilihat bahwa perkembangan sistem kepenjaraan pada permulaan zaman Hindia Belanda dilakukan dengan sistem diskriminatif, yaitu dengan dikeluarkannya peraturan umum untuk golongan bangsa Indonesia (Bumiputera) yang dipidana dengan kerja paksa (Stbld 1826 NO. 16), sedangkan untuk golongan bangsa Eropa (Belanda) berlaku penjara. Pada tahun 1917 lahirlah Reglemen Penjara (Geslichlen Regiemenl) yang tercantum dalam Stbld 1917 Nomor 708, mulai berlaku 1 Januari 1918. Reglemen inilah yang menjadi dasar peraturan perlakuan terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. (Hamzah 1985: 91-93).
Salah satu tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah memberikan jaminan perlindungan hak asasi manusia terhadap terpidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam rangka memperlancar proses pelaksanaan pembinaan selama yang bersangkutan menjalankan masa pidananya. (Sujatno, 2001:14).
Arti penting Lembaga Pemasyarakatan tersebut, belum dapat diimbangi dengan kinerja Lembaga Pemasyarakatan secara optimal, hat itu terlihat dengan masih banyaknya kasus kerusuhan, pemilikan senjata tajam, transaksi dan penggunaan obat﷓obat terlarang, pelolosan diri Warga Binaan Pemasyarakatan. Sebagai sarana evaluasi dan solusi secara terpadu terhadap berbagai permasalahan Sistem Pemasyarakatan, sehingga dapat dicapai kinerja Lembaga Pemasyarakatan yang lebih baik, maka dalam penulisan ini penulis ingin memberikan gambaran tentang kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang terhadap perlakuan terpidana dari sistem kepenjaraan kepada sistem pemasyarakatan, dan memberikan gambaran tentang kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap terpidana.
Melalui penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan lapangan atau metode survey yang menggunakan kuesioner (angket) sebagai sarana mengumpulkan data. Penelitian lapangan ini didukung oleh data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, kinerja proses Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam bentuk perlakuan terhadap terpidana sudah berjalan cukup baik sesuai dengan bentuk pola pembinaan yang berlaku, dengan berjalannya kinerja proses tersebut akan menghasilkan kinerja organisasi yang cukup baik pula. Hal ini merupakan bukti yang menunjukkan bahwa kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang akan terwujud jika kinerja proses didalamnya terlaksana dengan baik. Disamping bukti yang telah disebutkan diatas, juga berdasarkan hasil pengolohan dan analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang secara keseluruhan memiliki rata-rata tertimbang sebesar 3,08 atau cukup baik. Hal ini berarti bahwa kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam perlakuan terpidana dari sistem Kepenjaraan kepada sistem Pemasyarakatan telah terbukti cukup baik.
Kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam upaya memberikan perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap terpidana dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil penelitian terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia terpidana menurut ketentuan Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Standar Minimum Rules (SMR) di dalam Lemhaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang sudah berjalan cukup baik. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil penelitian yang menyatakan bahwa perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap terpidana tersebut secara keseluruhan masing-masing memiliki nilai rata-rata tertimbang sebesar 3,05 dan 3,09 atau rata-rata cukup baik. Hal ini membuktikan bahwa kinerja Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dalam upaya menegakkan perlindungan Hak Asasi Manusia terhadap terpidana sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dilaksanakan dengan cukup baik.
Secara individual, kajian ini akan memerdalam wawasan akademis, sehingga mampu memberikan kontnbusi dalam pclaksanaan tugas sehari-hari terutama dalam meningkatkan etos kerja pemasyarakatan dan memberi pencerahan harkat dan martabat terpidana yang bernuansa Hak Asasi Manusia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Hardi Saputra
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S25403
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laily Fitriani
2011
T28054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Setiawan
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang "Proses Peradilan Pidana di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Secara khusus tesis, ini lebih menitikberatkan kajian terhadap masalah perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan. Penelitian ini .bertujuan untuk menjawab masalah-masalah sebagai berikut: (I) Sejauhmana KUHAP telah memberikan dasar-dasar normatif terhadap jaminan perlindungan HAM bagi tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan, (2) Apakah secara normatif KUHAP telah memenuhi syarat sebagai dasar penyelenggaraan proses peradilan pidana yang adil (due process of law) khususnya dalam tingkat pemeriksaan pendahuluan.; (3) Sejauhmana para petugas penegak hukum pidana di tingkat pemeriksaan pendahuluan telah melaksanakan proses peradilan pidana yang menghargai dan melindungi HAM khususnya bagi para tersangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemeriksaan di tingkat pendahuluan yang dilakukan oleh para petugas penegak hukum masih dijumpai adanya pelanggaran HAM yang merendahkan harkat dan martabat tersangka, masih terjadi pemeriksaan dengan cara kekerasandan ancaman kekerasan baik yang bersifat fisik maupun nonfisik,dan juga diabaikannya pemberian hak-hak yuridis yang dimiliki oleh tersangka seperti hak memperoleh penasehat hukum, hak mendapat kunjungan sewaktu-waktu oleh penasehat hukum tersangka untuk kepentingan pembelaan dan lain sebagainya. Namun demikian dari segi yuridis normatif KUHAP sebenarnya telah memberikan jaminan perlindungan HAM bagi tersangka, dan telah pula memenuhi persyaratan sebagai dasar hukum penyelenggaraan peradilan pidana yang adil (due process of law). Namun ironisnya ternyata KUHAP justru tidak mengatur akibat atau konsekuensi yuridis berupa pembatalan, penyidikan, dakwaan, atau penolakan bahan pembuktian apabila .terjadi pelanggaran hak-hak yuridis tersangka. Disediakannya lembaga Pra Peradilan ternyata tidak cukup menjamin perlindungan HAM tersangka seperti yang dimaksud oleh asas ubi jus ihi rerrudium dan asas ubi rerrtidium ibi jus, yang bermakna jika ada hak yang diberikan hukum maka harus ada keinungkinan untuk menuntut dan memperoleh hak tersebut, dan hanya apabila ada proses hukum untuk menuntutnya dapat dikatakan adanya hak tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romli Atmasasmita
Bandung: Mandar Maju, 2001
340 ROM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Meilia Witri Budi Utami
"Indonesia sebagai negara yang mempunyai cita negara hukum harus memberikan perlindungan hak asasi manusia bagi warga negaranya dan bila terjadi pelanggaran atas hak asasi manusia tersebut, harus disediakan lembaga yang mampu memberikan keadilan dalam bentuk peradilan yang bebas dan tidak memihak. Perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting dalam suatu negara hukum. Setiap manusia sejak kelahirannya menyandang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang bersifat bebas dan asasi. Terbentuknya negara serta penyelenggaraan kekuasaan suatu negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu. Oleh karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap negara hukum. Jika dalam suatu negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti yang sesungguhnya. Terdapat beberapa alasan perlindungan saksi dan korban antara lain: keterangan yang diberikannya akan memungkinkan dirinya mendapat ancaman, teror, intimidasi dari pihak yang dirugikan, memberikan keterangan membuang waktu dan biaya, aparat penegak hukum tidak jarang memperlakukan saksi seperti seorang tersangka/terdakwa dan bagi saksi (apalagi yang awam hukum) memberikan keterangan bukanlah suatu hal yang mudah. Pada pelanggaran HAM yang berat dapat dikatakan telah ada peraturan yang memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban. Adapun perlindungan terhadap saksi dan korban secara umum baik di dalam kasus pelanggaran HAM berat ataupun di luar kasus pelangggaran HAM berat, belum ada peraturan yang mengaturnya. Padahal, perlindungan saksi dan korban mutlak diperlukan bukan hanya pada kasus tertentu (dalam hal ini kasus pelanggaran HAM berat) melainkan pada semua kasus. Selain itu terdapat pula aturan mengenai perlindungan saksi dan korban yang tersebar di antaranya pada kasus tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan sebagainya. Perlindungan saksi dan korban yang diatur tersebar dan berupa peraturan pemerintah masih kurang memadai, dan seharusnya diatur dalam undang-undang tersendiri. Kemudian Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemeberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, mengamanatkan perlu adanya sebuah undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban. Berdasarkan amanat TAP MPR tersebut, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemudian mengajukan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Saksi dan Korban pada tanggal 27 Juni 2002. RUU Perlindungan Saksi dan Korban ditetapkan sebagai salah satu dari 55 RUU prioritas yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Hingga saat ini, RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban masih dalam tingkat pembahasan di DPR. Selanjutnya, sebagai perbandingan dapat kita lihat pelaksanaan perlindungan saksi dan korban di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman. Hak-hak saksi dan korban yang seharusnya ada antara lain hak atas kemanan fisik dan mental, hak atas pendampingan, hak atas penerjemah, hak atas informasi, hak atas perlindungan bagi saksi yang renatan, hak atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi. Selain itu terdapat pula perlindungan saksi dan korban yang berupa relokasi. Hak-hak saksi dan korban yang seharusnya dilindungi oleh negara sebagai pelaksanaan hak asai manusia di dalam wadah negara hukum, membawa keharusan untuk menyediakan legislasi, lembaga yang berwenang dan juga pembiayaan serta sumber pembiayaan yang diperlukan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramdlon Naning
Jakarta : Lembaga Kriminologi UI, 1983
323.459 8 RAM c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Daryani
"Hak-hak tersangka dan terdakwa dalam KUHAP sejalan dengan pengakuan hak asasi manusia (HAM). Berdasarkan demikian seorang tersangka dan terdakwa tidak dapat dianggap bersalah sebelum dinyatakan oleh keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan pasti. Perlindungan tersangka dan terdakwa dari kesewenangan penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus dapat dilaksanakan dalam peradilan pidana. Namun kesenjangan hak tersangka dan terdakwa dapat terjadi baik secara normative maupun empiris, hal ini dapat disebabkan rumusan undang-undang yang tidak jelas, atau persepsi penegak hukum dan pencari keadilan yang berbeda terhadap hak* tersebut. Penelitian normative dan empiris dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak-hak tersangka dan terdakwa dan para penegak hukum serta pencari keadilan dalam proses peradilan pidana diwilayah pengadilan. Rendahnya pelaksanaan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana sebagian besar terjadi pada tahap praadjudikasi, yaitu pada proses penyidikan yang dilaksanakan oleh polisi, kemudian menyusul pada tahap pemeriksaan penuntutan oleh jaksa penuntut umum. Pada tahap adjudikasi yaitu pada tahap pemeriksaan di pengadilan kesenjangan hak tersebut agak rendah. Adapun banyaknya atau tingginya tersangka dan terdakwa tidak menggunakan hak-haknya pada tahap praadjudikasi, karena penegak hukumlah yang menetukan sekali apakah hak tersebut dapat digunakan atau tidak. Pada umumnya penegak hukum karena orientasi terhadap tugas dalam proses peradilan pidana, maka kurang memberikan kesempatan kepada tersangka dan terdakwa. Penegak hukum lebih menekankan pada hasil dari pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka, dengan anggapan walaupun hak-hak tersangka dan terdakwa kurang mendapat tempat pada saat pemeriksaan yang dilakukan oleh mereka, tetapi hak tersebut barulah menjadi penting dan dapat digunakan pada saat yang tepat, yaitu sidang pengadilan di mana tahap ini adalah tahap penentuan di dalam rangkaian proses peradilan pidana. Disamping itu kesenjangan hak tersangka dan terdakwa dalam bentuk inkonkrito disebabkan oleh kurangnya partisipasi pencari keadilan dalam usahanya untuk menggunakan haknya tersebut. Hal ini disebabkan pendidikan (kurangnya pengetahuan dan pemahaman hak-hnk normative) , factor ini ekonomi dan sekaligus sebagai indikasi rendahnya kesadaran hukum pencari keadilan menyebabkan rendahnya pelaksanaan hak-hak tersangka dan terdakwa dalam proses peradilan pidana di Jakarta pada tahap praadjudikasi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T36940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaligis, Otto Cornelis, 1942-
Bandung: Alumni, 2006, 2013
323.4 OTT h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>