Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96621 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Panggabean, J. Andre P.
Depok: Universitas Indonesia, 1996
PK VI 255/4435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pariama Carolin
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1994
S25631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Damayanti
"ABSTRAK
Perjanjian Keamanan Indonesia ? Australia telah ditandatangani oleh
pemerintah kedua negara pada tanggal 13 November 2006, di Lombok,
Indonesia. Bagi Indonesia perjanjian ini adalah upaya untuk mengikat kedua negara yang kerap mengalami hubungan yang pasang surut dalam sebuah kerjasama yang lebih erat, dan sekaligus untuk mencegah Australia melakukan campur tangan terhadap masalah internal Indonesia. Sedangkan bagi Australia, kerjasama ini lebih diarahkan kepada upaya untuk menjaga keamanan nasionalnya dari serangan terorisme, mengingat di Indonesia, telah terjadi
beberapa kali serangan bom, dan tindakan teror yang memakan korban nyawa dari warga sipil Australia. Serangan bom tersebut antara lain bom di Hotel JW Marriot, bom di Kedutaan Besar Australia, bom Bali 1 dan bom Bali 2. Adanya konsep kedaulatan yang diusung dalam perjanjian keamanan ini dan peningkatan kerjasama serta mencuatnya aktor-aktor non-negara yang menjadi ancaman bagi keamanan nasional dan stabilitas kawasan/internasional,
membuat perjanjian ini menjadi menarik untuk ditelaah lebih jauh, terutama yang terkait dengan konsep-konsep dan paradigma dalam Ilmu Hubungan Internasional yang terdapat di dalamnya. Bagaimanakah Perjanjian Keamanan Indonesia ? Australia 2006 ditinjau dari sudut pandang ilmu Hubungan Internasional? Hal inilah yang akan dijelaskan secara detail di dalam tesis yang menggunakan metodologi kualitatif interpretatif dalam bentuk wawancara terhadap para perumus perjanjian keamanan RI ? Australia, khususnya dari
pihak Indonesia. Metode ini didukung juga dengan analisa terhadap dokumendokumen lainnya yang terkait. Jelas bahwa dengan adanya perjanjian ini kedua negara mempunyai kepentingan nasional yang hendak dicapai. Bagi Indonesia, kepentingan itu adalah kedaulatan dan keamanan, sedangkan bagi Australia kepentingan itu adalah keamanan karena adanya kekhawatiran akan serangan terorisme.
Namun dari hasil wawancara dengan para perumus Lombok Treaty, diketahui bahwa terminologi keamanan yang tertera didalam perjanjian antara pemerintah RI dan Australia, bukan lagi keamanan dalam makna tradisional ataupun militer, melainkan keamanan dalam pengertian yang lebih luas dan komprehensif (comprehensive security).
Keamanan yang lebih luas ini juga mencakup di dalamnya keamanan
manusia (human security). Karena keamanan yang menjadi perhatian bersama kedua negara adalah keamanan dalam pengertian yang luas, dan ancaman yang mereka hadapi pun beragam, baik itu dari negara dan terutama juga dari nonnegara, maka kedua negara merasa perlu untuk bekerja sama dalam mengatasi dan memberantas ancaman-ancaman yang ada. Itu sebabnya kedua negara sepakat untuk bekerjasama demi meningkatkan keamanannya masing-masing
dan keamanan mereka bersama, melalui sebuah rejim keamanan bernama Perjanjian Kerjasama Keamanan antara Pemerintah RI dan Australia. Dengan adanya konsep keamanan yang meluas, karena adanya ancaman yang beragam baik dari negara maupun non-negara, dan sekuritisasi isu-isu baru sebagai konsekuensinya, konsep keamanan manusia dan kerjasama keamanan (cooperative security) yang dibuat ke dalam sebuah rejim keamanan, maka dapat disimpulkan dalam tesis ini bahwa perjanjian ini tidak cuma dilatarbelakangi
oleh pemikiran dan paradigma realis, tetapi juga pandangan dari
paradigma liberalis. "
2007
T 22908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Marpaung, Darwis D.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
S25883
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siti Zaitin Noor
"Dalam masyarakat yang hidup dan berkembang, tidaklah dapat dicegah terjadinya suatu perkembangan yang menuju terwujudnya suatu persekutuan (maatschap) di antara anggota-anggota masyarakat. Tujuannya dapat beraneka ragam, yang bahkan, juga dapat sampai pada suatu tujuan untuk mencapai keuntungan bagi mereka yang bersekutu tersebut.
Sejarah telah menunjukkan, bahwa sejak manusia mengenal peradaban, sudah dikenal bentuk-bentuk persekutuan yang paling sederhana untuk mencari keuntungan, yakni dimana dua orang atau lebih bersama-sama menjalankan suatu usaha.
Persekutuan demikian dengan tujuan melakukan perniagaan telah merupakan suatu kenyataan sejarah sejak jaman manusia mengenal peradaban. Keadaan tersebut dimulai dengan bentuk-bentuk yang paling sederhana, yaitu dalam bentuk kerjasama dimana dua atau beberapa orang menjalankan suatu usaha dengan tanpa membeda-bedakan antara kepentingan sekutu orang perorangan secara individual dengan persekutuannya.
Perkembangan selanjutnya adalah keadaan dimana harta persekutuan itu dipisahkan dari harta milik pribadi masing-masing sekutu peserta. Selain itu dipisahkan juga kualitas tindakan masing-masing para peserta yakni apakah tindakan yang dimaksudkan sebagai tindakan khusus yang hanya mengikat persekutuan ataukah tindakan itu sifatnya di luar pengikatan persekutuannya. Jadi yang dengan perkataan lain, khusus hanya mengikat diri peserta sendiri secara pribadi.
Dengan tingkat perkembangan yang demikian itu, maka terciptalah suatu bentuk persekutuan yang mempunyai "pribadi" sendiri, yaitu mempunyai identitas tersendiri yang terlepas dari identitas masing-masing peserta secara perorangan. Artinya, persekutuan kini diperlukan menjadi "sesuatu" yang mempunyai jiwa sendiri, yang menjadi suatu badan yang mandiri, yang dapat mempunyai dan menjalani suatu kehidupan sendiri.
Atas dasar itu, maka muncullah kemudian suatu pengertian yang selanjutnya dikenal dengan nama "badan hukum", yang dalam bahasa asing disebut sebagai suatu "rechtspersoon", ataupun suatu "corporate body"?"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Novasi atau disebut juga sebagai pembaharuan hutang
merupakan suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan
suatu perikatan lama sambil meletakan suatu perikatan baru
yang ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula. Dalam
KUHPerdata, novasi adalah hasil terjemahan dari kata
schuldvernieuwing dan secara umum dikenal sebagai
pembaharuan hutang yang pengaturannya tercantum dalam Buku
III KUHPerdata terdapat dalam Bab IV bagian tiga pasal 1413
sampai 1424. Meskipun demikian, sampai sekarang sebenarnya
belum ada istilah baku untuk menggantikan istilah novasi.
Jika dikaitkan dengan kartu kredit sebagai alat pembayaran,
maka dapat dilihat adanya penerapan konsep novasi ini.
Penggunaan kartu kredit oleh pemegang kartu adalah
berdasarkan perjanjian yaitu berawal dari perjanjian
penerbitan kartu kredit yang kemudian dilanjutkan dengan
perjanjian pemakaian kartu kredit. Perjanjian penerbitan
kartu kredit berupa pemberian fasilitas untuk membeli
barang/jasa dengan tidak harus membayar secara tunai,
antara penerbit dengan pemegang kartu. Perjanjian pemakaian
kartu kredit berupa kegiatan memanfaatkan kartu kredit oleh
pemegangnya untuk memperoleh barang/jasa dengan
pembayarannya memakai kartu kredit tersebut dimana
selanjutnya melibatkan tiga pihak yaitu penerbit, pemegang
kartu, dan merchant yang mana antara satu dengan yang
lainnya saling mempunyai hubungan hukum. Di dalam hubungan
hukum antara para pihak pada perjanjian kartu kredit inilah
terlihat adanya penerapan konsep novasi. Hal ini dapat
dilihat pada transaksi antara penerbit dengan merchant,
dimana disini terjadi novasi subjektif aktif (yang
diperbaharui adalah krediturnya), sedangkan pada
pengkonversian hubungan hukum jual beli antara pemegang
kartu dengan merchant menjadi hubungan hukum hutang piutang
antara pemegang kartu dengan penerbit terjadi novasi
objektif(yang diperbaharui adalah objek dari
perjanjiannya)."
[Universitas Indonesia, ], 2007
S21435
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih Hayu Pangesthi
"Distributor sebagai suatu Lembaga yang lahir dari suatu kebutuhan masyarakat berkembang saat ini, belum diatur secara khusus di dalam suatu Undang-undang, sehingga segala sesuatunya yang menyang kut perjanjian itu masih tergantung pada kebiasaan dalam praktek dan kesepakatan para pihak sesuai dengan azas Kebebasan berkontrak yang dianut di dalam hukum Perjanjian. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, terdapat suatu kasus dengan permasalahan hukum yang terjadi pada perjanjian distribusi berupa Perbuatan Melawan Hukum. Dalam kasus tersebut, terjadi Pembatalan perjanjian secara sepihak yang dilakukan oleh PT. Roche kepada PT. Tempo tanpa adanya suatu alasan yang telah di tentukan di dalam perjanjian, yaitu Wanprestasi. Pembatalan Perjanjian secara sepihak ini kemudian berakibat kerugian bagi pihak lain yaitu PT. Tempo. Oleh karenanya PT. Tempo mengajukan gugatan kepada PT. Roche melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Setelah dilakukan upaya perdamaian dan proses persidangan, akhirnya gugatan dimenangkan oleh PT. Tempo dengan dikabulkannya petitum yang diajukan oleh PT. Tempo."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S20784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>