Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harman Setiawan
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S25299
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Universitas Indonesia, 2005
S25771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Alrasyid
"Dengan kalimat tahmid dan salawat saya awali pidato pengukuhan saya pada pagi hari yang berbahagia ini. Saya tidak lupa mengucapkan terima kasih- kepada Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rakhmat dan ridho-Nya upacara pengukuhan ini dapat terlaksana. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah meluangkan waku untuk menghadiri peristiwa yang besar artinya bagi saya serta keluarga saya. Semoga Allah Yang Maha Pemurah akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin!
Topik yang saya pilih untuk pidato pengukuhan ini ialah tentang dua peristiwa penting dalam tata negara Indonesia, i.e. pemilihan Presiden dan pergantian Presiden. Hadirin tentu sudah mengetahui bahwa, sejak masa peralihan berakhir, pemilihan Presiden diadakan secara berkala lima tahun sekali. Tetapi mungkin tidak semua hadirin mengetahui bahwa sewaktuwaktu dapat juga diadakan pemilihan Presiden.

Mengapakah soal pemilihan Presiden mendapat perhatian yang besar? Jawabnya ialah karena Presiden memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik. Betapa pentingnya tokoh yang memangku jabatan Presiden diungkapkan oleh Bernard. Schwartz, seorang pakar hukum tata negara Inggris, yang menganggap kedudukan Presiden sebagai "the most powerful elective position in' the world".

Ungkapan Schwartz itu, yang. menilai kedudukan Presiden di Amerika Serikat yang memakai sistem "checks and balances"? lebih-lebih berlaku terhadap negara Indonesia yang tidak memakai sistem tersebut. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kekuasaan dan tanggungjawab terpusat pada Presiden (concentration of powers and responsibilities upon. the President). Bahkan Supomo mengatakan: "buat (pelaksanaan pemerintahan, pen.) sehari-hari Presidenlah yang merupakan'penjelmaan kedaulatan rakyat." Beliau menegaskan lagi: "Yang merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat ialah Presiden; bukan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, Supomo menghendaki "a very strong position of the President".
Perlu juga diketahui bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat pernah memperbesar wewenang Presiden yang dapat dibaca terakhir dalam Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional, yang bunyinya:
"Melimpahkan wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengambil .langkah-langkah yang perlu demi penyelamatan dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa serta tercegah dan tertanggulanginya gejolak-gejolak sosial dan bahaya terulangnya . G-30-S/PKI dan bahaya subversi lainnya, yang pada hakekatnya adalah penyelamatan Pembangunan Nasional sebagai Pengalaman Pancasila dan kehidupan Demokrasi Pancasila serta menyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Saya katakan "terakhir", karena pasal yang, serupa juga terdapat di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) sebelumnya, i.e. TAP MPR No. VII/MPR/1983, 'TAP MPR No. VI /MPR/1978, dan TAP MPR No. X/MPR/1973, namun tidak lagi. dikeluarkan pada Sidang Umum.MPR 1993. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya dan saya mencoba untuk menjawabnya.
Memang keempat TAP MPR tersebut, yang pada hakekatnya adalah mengenai wewenang untuk menyelamatkan negara, dalam ilmu hukum tata negara sudah dikenal dengan istilah hak darurat negara (staatsnoodrecht), yaitu kewenangan kepala negara (Raja, Presiden) untuk mengambil tindakan apa saja, kalau perlu dengan melanggar peraturan yang berlaku, bahkan undang-undang dasar sekalipun, demi untuk menyelamatkan negara.
Jadi, kalau selama ini sudah merupakan wewenang Presiden, dan berpegang pada definisi istilah "pelimpahan" (delegatie) dalam ilmu hukum tata negara' adalah janggal kalau MPR menyerahkan wewenangnya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0082
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Mijaya
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S25512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wiwik Budi Wasito
"Tesis ini membahas tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia atau yang lebih dikenal dengan impeachment yang di dalam mekanismenya melibatkan tiga lembaga negara, antara lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Ketiga lembaga negara ini memiliki wewenang atributif yang dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk menjalankan proses impeachment tersebut. Sebagai wujud dari pelaksanaan sistem checks and balances, dalam melaksanakan proses impeachment, ketiga lembaga negara ini memiliki kewajiban untuk mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan sebab Indonesia ialah negara hukum. Pengertian hukum tidak hanya terbatas pada adanya peraturan perundang-undangan saja, namun juga dipatuhinya putusan hakim yang bersifat memaksa dan mengikat. Dalam kasus impeachment, putusan MK yang bersifat final dan mengikat, pada akhirnya harus dipatuhi oleh DPR dan MPR dalam memutus pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dari jabatannya.

The thesis is about the discharging of the President and/or the Vice President in the Indonesian constitutional system as known as impeachment, which is the mechanism are involving three state organs, among others are, House of Representatives (DPR), Constitutional Court (MK), and People Representative Assembly (MPR). These three state organs have attributive authority, which is stated in the Constitution of the State of the Republic of Indonesia year 1945 (UUD 1945), to role the impeachment's process. As a concrete implementation of checks and balances system, in order to role impeachment process, these three state organs have obligation to obey the law and the legislations because Indonesia is a state law. The definition of law is not restricted only into rules and legislation, but also by the obedient of the judge's verdict which is force and bound. In impeachment cases, Constitutional Court's verdict is final and bound, and had to be obeyed by DPR dan MPR when they resolving the discharging of the President and/or the Vice President from their function."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25265
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Hidayat
"Penelitian ini membahas mengenai analisa kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Tujuannya adalah untuk mengetahui yang didasarkan pada suatu analisa mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, terutama yang terkait dengan kewenangan MK dan MPR. Metode penelitian menggunakan metode penelitian kepustakaan, deskriptif, komparatif, dan dengan metode pengolahan data secara kualitatif. Diadopsinya MK dan perubahan dalam kedudukan dan kewenangan MPR dalam perubahan UUD NRI Tahun 1945 pada akhirnya merubah konsep pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945 sesudah perubahan, pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak hanya semata merupakan proses politik, yaitu proses di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan MPR. Akan tetapi, juga harus melalui proses hukum di MK. Kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sedangkan kewenangan MPR adalah memutus diberhentikan atau tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya atas usul pemberhentian oleh DPR dimana sebelumnya MK telah memutus untuk membenarkan pendapat DPR.

This research examines about analysis of the Constitutional Court’s and the National Assembly’s authorities in impeachment of President and/or Vice President. The research intends to know, based on analysis, impeachment President and/or Vice President, especially about the Constitutional Court’s and National Assembly’s authorities. The methods of research used are of literature research, descriptive, comparative, and qualitative data processing. The Constitutional Court existence and change of the National Assembly’s position and authority in the amandement of the Constitution of The Republic of Indonesia 1945 finally become different concept of impeachment of Presiden and/or Vice President. Based on the Constitution of the Republic of Indonesia 1945 after amandement, impeachment of Presiden and/of Vice President is not only a political process, that is mechanism in the House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat) and the National Assembly. But also a proceeding process in the Constitutional Court. The Constitutional Court’s authority in impeachment of President and/or Vice President decides motion of the House of Representative that President and/or Vice President have done violation of treason, corruption, bribery, other high crime, or misdemeanor; and/or have not qualification any more as a Presiden and/or Vice President. While the National Assembly’s authority decides remove from office or not President and/or Vice President for motion of the House of Representative, after the Constitutional Court decided for verify motion of the House of Representative."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25464
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sudah digariskan dalam konstitusi, bahwa mahkamah konstitusi mempunyai satu kewajiban, yakni memutus pendapat DPR tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden. Kewajiban yang diberikan konstitusi ini untuk membuktikan kalau Indonesia adalah negara hukum. Meskipun Mahkamah Konstitusi menjadi bagian dalam proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden, tetapi kewajiban ini diragukan independensinya oleh publik, karena faktor rekruitmen hakim-hakim Mahkamah Konstitusi. Kalaupun mereka ini berhasil menjatuhkan vonis bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti bersalah melanggar hukum, belum tentu putusannya mutlak mengikat kewenangan majelis permusyawaratan rakyat."
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wendi Darain
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S25453
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>