Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173479 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Adiwidya imam Rahayu
"Salah satu bentuk perilaku anti persaingan yang menjadi perhatian dalam UU No. 5/1999 adalah melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan atau predatory pricing. Jual rugi adalah suatu strategi penetapan harga oleh pelaku usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dari pasar bersangkutan dalam upaya mempertahankan posisinya sebagai monopolis atau dominan. Praktek jual rugi dengan tujuan menyingkirkan atau mematikan pelaku usaha pesaingnya di pasar dalam konteks persaingan usaha adalah suatu perilaku pelaku usaha yang umumnya memiliki posisi dominan di pasar atau sebagai pelaku usaha incumbent menetapkan harga yang merugikan secara ekonomi selama suatu jangka waktu yang cukup panjang. Strategi ini dapat mengakibatkan pesaingnya tersingkir dari pasar bersangkutan dan atau menghambat pelaku usaha lain untuk masuk ke pasar.
Strategi penetapan harga yang sangat rendah, yang termasuk dalam Limit-Pricing Strategy diidentifikasikan dengan keinginan pelaku usaha monopolis atau dominan untuk melindungi posisinya dengan cara melakukan pemotongan harga secara substansial atau melakukan peningkatan produksi secara signifikan. Perilaku ini dimaksud agar tidak memberi kesempatan atau daya tarik pada pelaku usaha baru untuk masuk dalam industri, sehingga pelaku usaha monopolis dapat tetap mempertahankan posisi dominannya.

One form of anti-competitive behavior that has become a vocal point in the Law. 5 /1999 is to sell at loss or set very low prices with the intent to remove or kill off other competitors in the relevant market or considered tobe a predatory pricing. To sell at a loss is a pricing strategy by the perpetrators in an attempt to remove competitors from the relevant market in an effort to maintain its dominant position or as a monopolist. The practice of selling at a loss for the purpose of removing or killing off competitors in the market in the context of business competition is a behavior of business actors that are generally have a dominant position in the market or as an incumbent entrepreneurs who sets prices that will damage the economy in a period of time.
This strategy may result in competitors being eliminated from the relevant market and or increase the barrier of entry of other businesses to enter the market. Pricing strategy that employs a very low price, which is included in the Limit-Pricing Strategy that has been identified with the business desire to protect the monopolist or dominant position by cutting prices or substantially and therefore increases its production significantly. This behavior is intended to limit the attractiveness for a new business actor to enter into the industry, therefore enabling the monopolistic business actor to maintain its present dominant position.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S24806
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saritua, Goklas
"UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan dasar hukum dalam penanganan perkara pelanggaran terhadap hukum persaingan usaha di Indonesia yang telah mulai berlaku efektif sejak tanggeal 5 Maret tahun 2000. UU tersebut dimaksudkan untuk menegakan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha dan konsumen dalam kaitannya dengan kepentingan persaingan usaha itu sendiri sehingga memberikan jaminan kepastian hokum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 dapat dilihat bahwa UU tersebut tidak hanya mengatur mengenai hukum materil saja, tetapi juga mengatur mengenai hukum acara atau hukum formil yang berlaku dalam penegakan hukum persaingan usaha di Indonesia. Adanya pengaturan hukum materil dan hukum formil dalam satu UU tersebut terjadi karma dalam ketentuan yang khusus itu terdapat hal-hal barn yang tidak diatur dalam ketentuan sebelumnya, yaitu misalnya seperti mengenai hukum acaranya yang berkaitan dengan substansi maupun kelembagaannya. Beberapa ketentuan baru yang berkaitan dengan hukum acara yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 tersebut antara lain adalah mengenai batas waktu penyelesaian perkara, peranan KPPU sebagai penyelidik, dan adanya upaya hukum keberatan atas putusan KPPU.
Dalam praktiknya temyata penegakan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menghadapi suatu tantangan yang berkaitan dengan ketentuan beracara yang ada selama ini yang diakibatkan oleh adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan yang kurang jelas dalam UU No. 5 Tabun 1999 diantara pihak-pihak yang berkaitan dengan penegakan UU tersebut, yaitu misalnya antara KPPU, kepolisian, hakim dan pengacara. Sebagai suatu UU yang masih relatif baru, UU No. 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat masih belum teruji benar pelaksanaannya karena sampai saat ,ini belum mempunyai test case yang sempurna sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 5 Tabun 1999 itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, kasus Tender Penjualan Saham PT. IMSI merupakan ujian awal, karma dalam kasus tersebut telah dilakukan keberatan atas putusan KPPU ke tiga PN yang berbeda dan juga telah dilakukan kasasi atas putusan ketiga PN tersebut ke MA. Dalam kasus tersebut terdapat perbedaan penafsiran dan pemahaman antara KPPU dengan PN dan perbedaan penafsiran dan pemahaman diantara PN itu sendiri. Perbedaan pemahaman antara KPPU dengan PN adalah yang berkaitan dengan kewenangan atau kompetensi dari KPPU dalam memeriksa dan memutus kasus tersebut, sedangkan perbedaan penafsiran atau pemahaman diantara PN itu sendiri adalah yang berkaitan dengan pemahaman terhadap proses pemeriksaan dalam keberatan serta pengertian dari keberatan itu sendiri.
Adanya perbedaan penafsiran terhadap ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 dalam kaitannya dengan hukum acara tersebut pada akhirnya akan menyebabkan UU tersebut tidak efektif dan tidak memberikan jaminan kepastian hukum. Oleh karena itu untuk jangka panjang UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hams direvisi atau diamandernen, terutama yang berkaitan dengan hokum acaranya, sehingga UU tersebut dapat berlaku efektif dalam penegakan hokum persaingan usaha di Indonesia. Sedangkan untuk jangka pendek MA dapat mengeluarkan suatu Peraturan (PERMA) atau Surat Edaran (SEMA) yang mengatur mengenai penegakan UU No. 5 Tahun 1999. Selain itu dalam hal ini jugs diperlukan kesamaan persepsi atau pemahaman diantara pihak-pihak yang berwenang dalam penegakan UU No. 5 Tahun 1999 sesuai dengan ketentuan yang ada dalam UU tersebut, yaitu KPPU, Kepolisian, Kejaksaan dan PN, dalam penyelesaian perkara persaingan usaha tidak sehat sehingga dapat menghindari dualisme penyidikan atau pemeriksaan yang hasilnya dapat saling bertentangan satu sama lain."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T16395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Eva Kristina
"Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya pengaduan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang mengatakan bahwa 21 Cineplex Group telah melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat khususnya dalam bidang distribusi film impor maupun film lokal. Dan dengan adanya praktek persaingan usaha tidak sehat tersebut, membawa dampak negatif terhadap perfilman nasional. Hal ini disebabkan karena adanya arus film impor yang besar dan pihak 21 Cineplex Group lebih mengutamakan untuk memutar film impor daripada film lokal hanya demi untuk kepentingan dan keuntungan mereka sendiri tanpa memperhatikan perfilman nasional sehingga pada akhimya perfilman nasional makin lama makin terpuruk. Karenanya penulis merasa perlu untuk melakukan analisis terhadap distribusi perfilman di Indonesia baik itu film impor maupun film lokal serta analisis selera responden terhadap media yang digunakan untuk menonton sebuah film dan selera responden terhadap jenis film yang mereka tonton.
Penelitian ini mengkombinasikan berbagai macam metodologi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif Metodologi yang bersifat deskriptif kualitatif terutama dilakukan dalam menganalisis kebijakan, dan metodologi yang bersifat kuantitatif pada umumnya dilakukan dengan Chi Square Test dan menggunakan SPSS versi 10.
Hasil penelitian ini berupa analisis distribusi film impor maupun film lokal, di mana dalam analisis ini menjelaskan apakah terdapat entry barrier atau tidak bagi pesaing kecil untuk mendapatkan film impor maupun film lokal dari pesaing besar khususnya dari Cineplex 21 Group. Selain itu peneliti juga melakukan analisis selera responden terhadap jenis film dan media untuk menonton sebuah film yang lebih disenangi oleh penonton yang ada di bioskop 21 dengan pembagian kuesioner kepada para responden menurut kelasnya masing-masing.
Di sini juga peneliti melakukan analisis kebijakan dengan menggunakan UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No 8 Tahun 1992 tentang Perfilman, dan UU No 12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. DaIam analisis kebijakan ini dijelaskan bagaimana keterkaitan dan keefektifan dari ketiga undang-undang ini dalam mengangkat kasus 21 Cineplex.
Group ini dimana dalam UU No 8 Tahun 1992 mengatakan bahwa film sebagai hasil karya seni dan karya cipta manusia berada di dalam koridor atau ruang lingkup karya cipta dan-kekayaan intelektual dan karya cipta ini dilindungi oleh UU No 12 Tahun 2002 tentang Hak Cipta . Sedangkan dalam UU No 5 Tahun 1999 ada beberapa pengecualian diberikan kepada pelaku ekonomi salah satunya Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dengan demikian dalam penelitian ini diuraikan bagaimana performance dari ketiga undang-undang tersebut dalam mengatasi masalah ini sehingga pada akhirnya dapat memberikan suatu solusi yang membawa dampak positif terhadap perkembangan usaha perbioskopan di Indonesia dan perkembangan perfilman nasional. Selain itu dalam penelitian ini juga diharapkan dapat menjawab pengaduan LSM Monopoly Watch kepada KPPU terhadap kasus 21 Cineplex Group."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Nofiani
"Krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia beberapa tahun yang lalu hingga saat ini mendorong terbentuknya Undang-undang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan terbentuknya Undang-undang ini, diharapkan terciptanya sebuah keadaan yang kondusif bagi persaingan yang sehat, segala bentuk praktek monopoli dapat dicegah semaksimal mungkin dan melindungi konsumen. Keberadaan Undang-undang Anti Monopoli ini, diwujudkan dengan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Keberadaan Undang-undang ini mempengaruhi salah satu bank umum yang ada di Indonesia, yaitu PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., yang diduga telah melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam menunjuk rekanan asuradurnya, yaitu PT. Asuransi Wahana Tata, PT. Asuransi Tri Pakarta, MAI, dan Jasindo. Hal ini dapat dilihat dari adanya perjanjian yang dibuat oleh PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dengan keempat rekanan asuradurnya tersebut yang menghambat perusahaan asuransi lain untuk dapat masuk menjadi rekanan asuradur di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan tujuan awal dibentuknya UU No. 5 Tahun 1999, dimana seharusnya PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. memberikan kesempatan yang sama kepada setiap perusahaan asuransi yang ingin menjadi rekanan asuradurnya. Dalam memperoleh data, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, tersier yang juga didukung oleh wawancara. Sedangkan dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode kualitatif, menghasilkan data deskriptis analitis yang bertujuan untuk mengungkapkan dan memahami fakta atau kebenaran yang ada."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S23535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Awaludin Luckman
"Penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia diatur didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji. Pemerintah dalam hal ini adalah Departemen Agama, ditunjuk sebagai Institusi yang mewakili Pemerintah dalam hal pengorganisasian, pelaksanaan,dan segala hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan Ibadah Haji di Indonesia. Dengan jumlah jama?ah dan quota terbesar di dunia, maka dengan sendirinya menjadikan manajemen dan pengorganisasian Haji di Indonesia menjadi rumit dan tidak terlepas dari berbagai potensi permasalahan seputar pelaksanaan, mis-manajemen, ONH yang relatif mahal, keterlambatan pemberangkatan, pemondokan, katering, hingga indikasi adanya korupsi didalam instansi-instansi yang terkait dengan penyelenggaraan Haji. Berbagai permasalahan tersebut mungkin disebabkan oleh berbagai faktor dan sebab yang mungkin saling berkaitan, akan tetapi yang paling mencolok dan sering menjadi permasalahan adalah peran Pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama yang ditunjuk oleh Undang-Undang Haji sebagai satu-satunya regulator, operator, dan eksekutor. Sehingga desentralisasi dan monopolisasi penyelenggaraan Ibadah Haji, terkesan menjadi muara sebab munculnya berbagai permasalahan seputar penyelenggaraan Ibadah Haji selama ini. Apabila dikaitkan dengan isu monopoli, maka ada beberapa permasalahan penyelenggaraan Ibadah Haji yang perlu dijawab; pertama, apakah dengan adanya monopoli oleh Pemerintah dapat menjadikan penyelenggaraan dan pelayanan Haji di Indonesia menjadi lebih baik?; kedua, apakah monopoli oleh Pemerintah dalam penyelenggaraan dan pelayanan Haji di Indonesia diamanatkan dan dapat dikecualikan menurut Undang-Undang Hukum Persaingan Usaha?; ketiga, apakah penyelenggaraan Haji di Indonesia tetap di monopoli oleh Pemerintah ataukah sebaiknya dilaksanakan dengan berasaskan pada semangat persaingan?. Ada beberapa aspek yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam penyelenggaraan Haji selama ini, diantaranya; pertama, Aspek substantif dari pelayanan, bimbingan, dan perlindungan terhadap jamaah haji yang tidak berjalan optimal; kedua, biaya atau ongkos naik haji (ONH) yang mahal dan tidak efisien; ketiga, tidak profesional dan transparan dalam pengelolaan dana haji, dikarenakan masih ditemukan selisih kemahalan harga apabila dihitung secara riil berdasarkan cost di lapangan; dan keempat, adanya indikasi terjadi praktek korupsi. Meskipun didalam Undang-Undang Haji menyatakan bahwasanya penyelenggaraan Ibadah Haji dilaksanakan berdasarkan prinsip nirlaba, akan tetapi tetap tidak dapat dipungkiri besarnya potensi ekonomi dalam penyelenggaraannya. Isu monopoli di Indonesia tidak terlepas dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Formulasi tujuan didalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 seyogyanya tidak serat merta dikaitan dengan bidang yang menyangkut perekonomian saja, akan tetapi selama menyangkut dengan pemerataan dan keadilan yang menyejahterakan, maka dapat dikaitkan dengan semangat kompetisi dan persaingan yang sehat. Monopoli by law oleh Undang-Undang Haji dapat juga diasumsikan sebagai monopoli oleh negara. Monopoli oleh negara dalam hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak dapat dibenarkan apabila sepanjang menghasilkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Akan tetapi apabila memunculkan kerugian dan inefisiensi terhadap penunaian hak-hak masyarakat, maka perlu dilakukan pembenahan dan perbaikan terhadap sistem dan regulasi yang telah berjalan selama ini. Mekanisme sistem pasar (competition for the market) yang berkeadilan sangat urgen untuk diterapkan dalam manajemen penyelenggaraan Haji. Perlu dilibatkan berbagai pihak, baik swasta maupun institusi lain yang berkaitan dalam hal penyelenggaraan Haji, sebagai bentuk apresiasi untuk menciptakan transparansi dan efisiensi penyelenggaraan Haji di Indonesia di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Peneltian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan hukum dan metode hukum yuridis normatif yang bersifat kualitatif.

Pilgrim Religious Service management at Indonesia managed at Statute No. 13/2008 about Hajj management. Government in this case is Religion Department, pointed as Institution that represent Government in term to organizing, performing, and alround one gets bearing with Hajj Religious Service management at Indonesia. With the biggest quota outgrown at the world, therefore by itself make management and Hajj organizing at Indonesia becomes complicated as elaborate and not despite potency sort about problem in around performing, mis-management, cost of that expensive, dispatch delay, housing, catering, until corruption indication marks at deep institutions which concerning with Hajj management. A variety about that problems maybe because of many factors and causes sort that may mutually get bearing, but then the most flashy problem is about Government Commanding role, in this case is Religion Department that pointed by Hajj Statute as the only regulator, operator, and executor. So that decentralisation and monopolization about Hajj Religious Service management, impressed as estuary because its appearance sort about problems in around Hajj Religious Service management for all this time. If concerned by monopoly issue, therefore many problems available about Hajj management Service that need to be answered for; first, is monopoly by Government gets to make management and Hajj service at Indonesia gets better?; second, is monopoly by Government in case of management and Hajj service at Indonesia being mandated and gets to be counted out by emulation Law statutory Effort?; third, is Hajj management at Indonesia constantly been monopolize by Government or better executed with competition?. There are several appearances causative aspect about problems in Hajj management for all this time, amongst those; first, substantif?s aspect in case with service, guidance, and protection to Pilgrims that don?t look optimally; second, cost of that expensive and inefficient; third, not professional and transparent in Hajj management lents fund, because of still found costliness price difference if accounted by substantive bases cost at the site; fourth, still indicating corruption pratices. Even at Hajj Statute declare that for Hajj management is performed on non-profitable principle, but then can't disown to outgrow with economy potency in its management. Monopoly issue at Indonesia cannot despite from anti monopoly Statute No. 5/1999. Intent formulation at anti monopoly Statute No. 5/1999 suppose doesn't be concerned by economics aim only, but then also if gets bearing with well-being and justice, therefore can hotly concerned with competition and healthy emulation. Monopoly by Hajj Statute can be assumed with monopoly by state. Monopoly by State can be corrected as long is determined for multitudes living and resulting justice and welfare for society. But then if arise loss and inefficiency to accomplish society rights, therefore needs to be done by fix and fixed up the system, and regulation that has already been applied at this time. Mechanism for the market that gets justice is really need to be applied for Hajj management. Need to be involved various party, even that private party and also other institutions that gets bearing with Hajj management, as shaped as appreciation in case to establish transparency and efficiency at Hajj management at Indonesia at present term and also at proximately. This study is a normative law study by using the method of approach to legislation and normatif's judicial formality method that gets kualitatif's character."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27941
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
M. Ibnu Hasan
"Dengan diterbitkannya Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha ("KPPU") Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, maka telah ada sebuah pedoman dari ketentuan Pasal 50 huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999, dimana terdapat pembatasan pengecualian dari Pasal tersebut. Berdasarkan Peraturan tersebut, KPPU dapat memeriksa hal terkait dengan perjanjian lisensi atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 apabila terjadi penolakan pemberian lisensi yang terkait essential facilities serta apabila suatu perjanjian lisensi HaKI klausul exclusive dealing yang mengakibatkan praktek monopoli dan persangan usaha yang tidak sehat.

With the issuance of Business Competition Supervisory Commission ("KPPU") Regulation Number 2 Year 2009 concerning Guidelines on the exception of application of Law Number 5 Year 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition, thus there has been a guidance for Article 50 letter b of Law Number 5 Year 1999, where there are limitations pursuant to that Article. KPPU may examine any intellectual property right license agreements upon allegation of violation of Law Number 5 Year 1999, if there is refusal to license regarding essential facilities and if the license contains exclusive dealing clause which can cause monopolistic practices and unfair business competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21791
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>