Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126181 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Sita Iswinanti
"Dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, besarnya peranan yang diberikan oleh komputer tidak dapat diragukan lagi. Program komputer yang merupakan ciptaan dari programer termasuk dalam ruang lingkup hak atas kekayaan intelektual, dalam hal ini adalah Hak Cipta. Berdasarkan hak khusus yang diberikan oleh undang-undang tersebut, pemegang Hak Cipta berhak untuk mengadakan perjanjian lisensi yang. Bertujuan mengizinkan si penerima lisensi menggunakan hak-hak tertentu yang ditentukan dalam perjanjian lisensi. Microsoft, sebuah perusahaan trans nasional yang bergerak dalam bidang perangkat lunak computer, yang mempunyai konsumen di berbagai belahan dunia, juga memberikan lisensi kepada konsumen pengguna komputer baik bagi perseorangan maupun badan hukum (perusahaan). Di Indonesia masalah Hak Cipta diatur dalam beberapa peraturan antara lain: Auterswet 1912, Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, Undang Undang No. 7 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1987 Tentang Hak Cipta, dan terakhir Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Dalam skripsi ini dibahas mengenai Perjanjian lisensi penggunaan perangkat lunak Microsoft bagi perusahaan, yang biasa disebut dengan Microsoft Enterprise Agreement. Agar perjanjian lisensi tersebut dapat diberlakukan di Indonesia, maka perjanjian tersebut selain harus memenuhi ketentuan hukum tentang Hak Cipta, juga harus memenuhi ketentuan hukum perikatan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam Microsoft Enterprise Agreement diatur mengenai para pihak, hak dan kewajiban para pihak, jangka waktu kontrak dan berakhirnya kontrak, perubahan kontrak, keadaan force majeure, dan keanggotaan jaminan software."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S20900
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutauruk, Gilbert
"Meningkatnya hubungan bisnis dalam dunia internasional telah menyebabkan semakin banyaknya perikatan bisnis yang terjadi antar perusahaan di berbagai negara, misalnya antara perusahaan Indonesia dengan perusahaan dari negara asing. Perikatan-perikatan yang terjadi diantara pelaku bisnis tersebut biasanya dinyatakan dalam perjanjian bisnis yang diwujudkan dalam suatu kontrak. Dalam kontrak tersebut diatur prestasi masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhannya sepanjang tidak melanggar aturan-aturan hukum. Selain itu diatur juga hukum negara mana yang menjadi acuan bagi para pihak bila kelak timbul sengketa. Seiring dengan hal tersebut, para pihak juga menentukan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) seperti apa yang mereka pilih bila sengketa terjadi. Ada banyak pilihan, misalnya mediasi, arbitrase, atau pengadilan dari suatu negara. Salah satu kecenderungan APS yang dipilih akhir-akhir ini ialah arbitrase internasional. Arbitrase internasional ini biasanya diikuti dengan pemakaian aturan arbitrase tertentu seperti misalnya Uncitral atau ICC (International Chamber of Commerce). Dalam penelitian ini dilakukan tinjauan terhadap sebuah Perjanjian Bisnis antara PT X dengan SAP AG, yaitu sebuah Perusahaan Jerman yang bergerak dalam bidang perangkat lunak (software) komputer. Perjanjian ini menggunakan hukum Indonesia dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah Arbitrase dengan menggunakan aturan ICC dan lokasi “peradilan” arbitrase adalah Singapore. Jadi Alternatif Penyelesaian Sengketa-nya adalah Arbitrase Internasional. Dalam telaah ini ditinjau bagaimana posisi para pihak dalam Perjanjian Lisensi Perangkat Lunak SAP Antara PT X Dengan SAP AG dan bagaimana dampaknya bagi PT X."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Sigit Tri Handoyo
"Di dalam Industri Teknologi Informasi, doktrin anticircumvention memberikan perlindungan terhadap hambatan-hambatan teknis yang diterapkan Pemilik Platform dalam closed platform technology untuk menghindari kompetisi. Skripsi ini membahas mengenai akibat dari doktrin anticircumvention yang diterapkan Apple, sebagai pemilik platform teknologi, melalui klausula anticircumvention dalam perjanjian lisensi perangkat lunak iOS (iOS EULA), terhadap kebebasan yang dimiliki konsumen dalam pasar aplikasi iOS Device dan akibatnya terhadap persaingan usaha.
Penelitian dilakukan dengan menganalisis akibat teknis dari klausula anticircumvention dalam iOS EULA, kemudian menganalisis akibat teknis tersebut berdasarkan Undang Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Didapati bahwa klausula anticircumvention menyebabkan konsumen terkunci di dalam pasar aplikasi iOS Device yang dikuasai Apple dan hal tersebut menimbulkan potensi pelanggaran persaingan usaha berupa penyalahgunaan monopoli, monopsoni, dan penguasaan pasar oleh Apple.

The anticircumvention doctrine in Information Technology Industry provides legal protection towards technological barriers applied by Platform Owner of closed platform technology to avoid competition. This thesis aims to elaborate the aftermath of anticircumvention doctrine applied by Apple through anticircumvention clause in iOS end user license agreement (iOS EULA) on the customer's freedom of choice in iOS Device Application market and its aftermath on the competition.
This research are done by analyzing technical effects caused by anticircumvention clause in iOS EULA and analyzing those technical effects according to Law No. 5 Year 1999 on the Prohibition of Monopoly and Unfair Business Competition Practices. This thesis concludes that customers are locked in iOS Device application market that is controlled by Apple and it brings potencies of antitrust law infringement in the form of monopoly, monopsony, and market controlling abuse done by Apple.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44814
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Any S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Hayati
"Sub-lisensi adalah suatu hak bagi pihak licensee untuk memberikan lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga. Namun demikian hak ini baru melekat pada diri lisensee apabila secara tegas diatur dalam perjanjian lisensi antara licensor dan licensee. Jika tidak ditentukan dalam perjanjian, berarti licensee tidak berhak untuk melisensikan lebih lanjut. Lahirnya hubungan hukum sublisensi, hanya melalui perjanjian. Harus berdasar kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan demikian per janjian sublisensi ini bersifat konsesual yang merupakan syarat mutlak bagi lahirnya perjanjian dalam hukum perjanjian. Hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana terhadap perjanjian lisensi. Pada umumnya baik perjanjian lisensi maupun perjanjian sublisensi merupakan perjanjian yang baku atau standard, sehingga tidak ada keseimbangan tawar menawar di antara para pihak. Perjanjian yang dibuat hanya atau terutama mencantumkan hak-hak salah satu pihak saja yaitu pihak yang membuat perjanjian baku atau standard tersebut tanpa mencantumkan atau kurang mencantumkan apa yang menjadi kewajiban-kewajiban pihaknya dan sebaliknya hanya atau terutama menyebutkan kewajiban-kewajiban pihak lainnya sedangkan apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan. Dengan demikian sangat diharapkan adanya pengaturan terhadap perjanjian baku atau standard ini."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20923
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Edietha
"Patent Pooling merupakan manajemen yang mengelola lisensi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemegang hak paten di mana pemegang hak paten tersebut merupakan hak paten yang dimiliki anggota dari manajemen tersebut. Patent Pooling mempermudah pelaku usaha dalam memperoleh izin penggunaan suatu teknologi yang dilindungi hak paten serta meringankan pembayaran royalti dalam penggunaan paten tersebut. Patent Pooling merupakan suatu tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerja sama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual terkait komponen produk tertentu.. Dalam kondisi tertentu, patent pooling berpotensi untuk menciptakan keadaan pasar yang bersaing dengan tidak kompetitif sehingga dapat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Indonesia telah memiliki pedoman yang dibuat KPPU dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tetapi pedoman tersebut tidak membahas secara detail dan rinci batasan-batasan kondisi lisensi patent pooling yang melanggar ketentuan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dalam menganalisa sejauh mana patent pooling telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha tidak sehat. Indonesia perlu mengembangkan pedoman yang telah dimiliki dengan mengambil contoh positif dari pedoman yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.

Patent Pooling is a form of management who manage license conduct by two or more patent holder whereas the said patent rights own by the said management member. Patent Pooling simplify the process in obtaining licenses in utilizing a technology which license or patent is protected for business actors and makes royalty payment in utilizing the said patent cheaper. Patent Pooling is a form of act conduct by the business actors in cooperates with their business partners in collecting license against Intellectual Property Rights of particular component products. In special conditions, Patent Pooling are potential in creating an unfair business competition (persaingan usaha tidak sehat) in the market, the foregoing condition may breach the stipulation in Law No. 5 of 1999 dated 5 Mar. 1999 concerning Prohibition against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?). Indonesia owns guidelines that created by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) (?KPPU?) and stipulated in the KPPU Regulation No. 2 of 1999 concerning Guidelines on Exception on the Implementation of Law No. 5 of 1999, however the guidelines have no specific details on the limitation of patent pooling license condition that violate the stipulation of an unfair business competition. The said situations are very likely to cause an uncertainty in analyzing how far the patent pooling violates the stipulation of Law No. 5 of 1999. Indonesia needs to develop the current guidelines by adopting positive examples own by the United States of America and or Japan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lena Valentina Gumay
"ABSTRAK
Lisensi Merek Dagang sebagai salah satu cara perluasan jangkauan usaha dan peningkatan penjualan/pendapatan, konsep, tatacara dan tahappanya masih belum banyak dikuasai pekerja dalam bidang hukum termasuk Notaris. Permasalahan: 1 .Bagaimana ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2 . Bagaimana tahapan mengadakan perjanjian atau pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie? 3 .Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan pemberian lisensi lanjutan oleh penerima lisensi utama kepada pihak ketiga?. Dengan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1 . Ketentuan pemberian lisensi terhadap merek dagang kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 45, Undang Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Diwajibkan bahwa Merek dagang harus didaftarkan dan perjanjian lisensi harus dicatatkan kepada DirJen HKI 2 . Tatacara dan tahapan pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie adalah dalam perjanjian lisensi utama harus sudah memuat klausula yang memberikan ijin kepada pihak penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga; penerima lisensi utama harus sudah memiliki sejumlah gerai yang dioperasikannya sendiri; pencarian dan pemilihan calon penerima lisensi lanjutan; penandatanganan perjanjian lisensi lanjutan; pemilihan lokasi bagi gerai penerima lisensi lanjutan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan terkait pemberian lisensi. 3 Sebagai pejabat umum, Notaris dapat melakukan perannya dengan memberikan penyuluhan hukum pelaksanaan perjanjian lisensi.

ABSTRACT
Trademark licensing as means for business expansion and sales increase, is not being fully mastered by legal related personnel including Notary. Problems 1 How are the regulations and conditions required to be fulfilled in order to be able to grant sub license to the third party according to the Indonesian applicable laws 2 How are the steps in the provision of sub license to the third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie 3 How Notary takes role on the execution of sublicense granting from the master licensee to the third party By juridical normative method, it is concluded 1 License granting being regulated in the Article 42 to Article 45 of Laws on Mark and Geographical Indications Number 20 2016 and Minister of Law and Human Rights Regulations of the Republic of Indonesia Number 8 2016 on the Terms and Procedures of the Record Requisition of Intellectual Property Right. Trademark and the license agreement are both mandatory to be registered and recorded by the Directorate General of Intellectual Property Rights. 2 Sublicense granting steps to third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie availability of a clause allowing the master licensee to sublicense to the third party a number of outlets should have been operated by the master licensee himself search and appoint sub licensee identify outlet location for sub licensee implementation of terms and condition in connection with sub license granting. 3 Notary takes his role by providing legal counseling upon the execution of the sublicense agreement."
2017
T48866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Yuliamida
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1992
S38325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>