Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 222188 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase
merupakan salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
pihak yang keberatan terhadap suatu putusan arbitrase.
Pasal 70 Undang-Undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut
dengan “UU Arbitrase”) mengatur bahwa terhadap putusan
arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan
pembatalan putusan arbitrase apabila putusan arbitrase
tersebut diduga mengandung unsur-unsur surat atau dokumen
dinyatakan palsu atau setelah putusan diambil ditemukan
dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh
pihak lawan atau putusan diambil dari hasil tipu muslihat
yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan
sengketa. Namun, penjelasan dari Pasal 70 tersebut
mewajibkan pihak yang mengajukan permohonan pembatalan
untuk membuktikan alasan pembatalan dengan putusan
pengadilan. Jadi sifatnya bukan dugaan seperti yang
ditentukan dalam Pasal 70 itu sendiri. Jangka waktu
pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase pun
terbatas hanya 30 hari sejak putusan didaftarkan di
Pengadilan Negeri. Dalam waktu 30 hari sejak putusan
arbitrase didaftarkan, bagi pihak yang ingin mengajukan
pembatalan putusan arbitrase harus menyertakan putusan
pengadilan yang membuktikan alasan yang digunakan dalam
mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase. Selain
itu, terdapat pro dan kontra dalam menafsirkan Pasal 70
tersebut. Ada beberapa ahli hukum yang berpendapat bahwa
alasan-alasan yang dikemukakan dalam Pasal 70 bersifat
limitatif namun ada pula yang berpendapat sebaliknya.
Alasan pembatalan putusan arbitrase di negara lain seperti
Malaysia, Inggris dan Jerman ternyata lebih bervariasi.
Tidak hanya alasan yang bersifat pidana seperti yang
tercantum dalam Pasal 70, namun terdapat alasan keperdataan
juga seperti ketidakcakapan para pihak di depan hukum.
Bahkan ketertiban umum dapat digunakan sebagai alasan
pengajuan permohonan pembatalan putusan arbitrase"
Universitas Indonesia, 2007
S22311
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Simon Barrie Sasmoyo Adiwidagdo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S24980
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nanin Koeswidi Astuti
"Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Yang menjadi permasalahan adalah apakah hakim dapat memeriksa suatu kontrak yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase terkait dengan asas kebebasan berkontrak apabila terdapat sengketa diantara mereka, apakah upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mengajukan pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus oleh BANI, dan bagaimanakah pelaksanaan pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus BANI oleh MA? Berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata ayal (1) yang memuat asas kebebasan berkontrak atau asas paeta sunt servanda ini, maka hakim Pengadilan Negeri dapat menyatakan dirinya tidak berwenang karena jabatannya (ex officio) untuk mengadili sengketa yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Tidak tergantung pada ada atau tidaknya eksepsi dari tergugat tentang ketidakwenangannya itu, mengenai upaya pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus oleh BANI, adalah seperti yang diatur secara limitatif dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimana harus memenuhi unsur dalam Pasal 70 tersebut. Dari beberapa kasus pembatalan putusan arbitrase yang telah diputus BANI oleh Mahkamah Agung dapat diketahui bahwa dasarnya yang dianut Mahkamah Agung adalah prinsip paeta sunt servanda yang terlihat pada saat memeriksa dan memutus permohonan kasasi dari sengketa kontrak yang mencantumkan klausula arbitrase, oleh karena itu pengadilan tidak secara otomatis dapat mengadili suatu sengketa, apabila telah diperjanjikan dalam kontrak bisnis mereka sebelumnya berupa klausul arbitrase bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa mereka melalui forum arbitrase, kecuali terjadi kesalahpahaman mengenai klausula arbitrase, salah pengertian dan salah penafsiran, para pihak telah mencabut atau membatalkan klausula arbitrase.

The writing of this thesis research methods literature with secondary data as the data source. The problem is whether the judge can review a contract that contains the arbitration clause related to the principle of freedom of contract if there is a dispute between them, whether the remedy which can be done to apply the annulment of the award which had been cut 'by BANI, and how the implementation of the annulment of the award BANI which had been cut by the Supreme Court? Under article 1320 and Article 1338 Civil KUH point (1) which includes the principle of freedom of contract or pacta sunt servanda principle of this, the District Court judge may declare themselves not competent because of his position (ex officio) to adjudicate disputes in which the arbitration clause. Does not depend on the presence or absence of the defendant's demurrer on not authorized it, about the efforts that the annulment of the award has been settled by BANI, is regulated as limitatif in Article 70 of Law No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution, which must meet the elements of Article 70 is. Of some cases of cancellation of the award that has been decided by the Supreme Court BANI can be seen that essentially the Supreme Court adopted the principle of pacta sunt servanda is visible at the time of review and decide upon appeal from a contract dispute that included the arbitration clause, therefore the court does not automatically can judge a dispute, if it had been agreed in previous contracts o f their business arbitration clause that the parties will resolve their dispute through arbitration forum, except for misunderstanding about the arbitration clause, misunderstandings and wrong interpretations, the parties have been revoked or canceled the arbitration clause."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T37491
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1999
S21993
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nangoy, Sandra
"Penerapan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (?UU Arbitrase?) telah menimbulkan kontroversi akibat ketentuan tersebut tidak konsisten dan tidak ada aturan yang tegas. Penelitian ini bermaksud untuk mencari korelasi yang tepat terhadap penerapan Pasal 70 dihubungkan dengan penjelasan pasal itu sendiri dan penjelasan pada bagian umum UU Arbitrase sehingga dapat menjamin tercapainya kepastian hukum keadilan bagi para pihak bersengketa. Permasalahan mendasar adalah apakah alasan untuk mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase bersifat limitatif atau non-limitatif, dan bagaimana pembuktian alasan-alasan tersebut apakah diperlukan keputusan Pengadilan terlebih dahulu atau tidak. Bagaimana sikap Mahkamah Agung terhadap pembatalan putusan arbitrase ini, apakah telah memenuhi asas kepastian hukum dan keadilan bagi para pihak. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif. Penulis menemukan bahwa ternyata ketentuan Pasal 70 dan putusan Mahkamah Agung tentang permohonan pembatalan putusan arbitrase ini sangat beragam dan tidak konsisten sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan keadilan. Dilain pihak, aturan tentang upaya hukum untuk pembatalan putusan arbitrase juga tidak bisa dihapuskan sama sekali karena bisa terjadi putusan arbitrase diambil dalam keadaan yang salah sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan apabila putusan tersebut tetap dipertahankan. Oleh karenanya perlu dilakukan perbaikan atas aturan arbitrase yang mengatur tentang upaya hukum pembatalan putusan sehingga dapat tercapainya kepastian hukum dan memenuhi rasa keadilan masyarakat.

The application of the provisions of Article 70 of Law No. 30 Year 1999 Regarding Arbitration and Alternative Dispute Resolution (?Arbitration Act?) has caused controvercy due to such article are inconsistent and there is no strict rule. This research intends to find out the correlation of the application of Article 70 associated with its elucidation and the general description of the Arbitration Act, to ensure the achievement of legal certainty and justice for disputing parties. The fundamental issues in respect of the annulment of arbitral award is whether the reasons of annulment is qualified limitative or non-limitative and whether is required prior final court decision or not. What is the opinion of the Supreme Court on such annulment of the arbitral award which has fulfilled the principle of legal certainty and justice for disputing parties. This research was conducted with juridical normative research methods. Authors found that the Article 70 and Supreme Court?s decision regarding the annulment of the arbitral award has caused legal uncertainty and injustice due to being indistinct and inconsistent. On the other hand, the rule of law remedy for the annulment of the arbitral award could not be eliminated completely because there are still any conditions where the arbitral award was taken in the wrong circumstances that can lead to uncertainty and injustice when the award is retained. Therefore, it is necessary to improve the arbitration rules which regulates legal remedy of application of the annulment of the award to ensure the legal certainty and justice in society.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaning Wulandari
"Tesis ini membahas perbandingan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah normatif dengan pendekatan komparatif (comparative approach). Tesis ini juga menganalisa beberapa kasus pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia dan Singapura yang menjadi pembahasan dalam tesis serta menganalisa upaya hukum terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional. Saran Penulis dalam tesis ini adalah UU No. 30 Tahun 1999 perlu mengatur secara tegas mengenai pembatalan Putusan Arbitrase Internasional, termasuk di dalamnya mengenai syarat-syarat pembatalan. Salah satu cara yang dapat ditempuh Indonesia untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelesaian sengketa melalui arbitrase serta melengkapi UU No. 30 Tahun 1999 perlu dibuatkan suatu revisi terhadap UU No. 30 Tahun 1999, mengenai pasal yang mengatur tentang syarat pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dengan mengadopsi ketentuan yang diatur dalam UNCITRAL Model law on International Commercial Arbitration secara komprehensif khususnya dalam konteks pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia. Pengadilan Indonesia dan Singapura diharapkan tetap bersikap tegas dalam memeriksa dan menangani permohonan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai arbitrase internasional. Putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia tidak dapat upaya hukum menurut UU No. 30 Tahun 1999 dan upaya hukum di Singapura terhadap putusan pembatalan Putusan Arbitrase Internasional dapat diajukan kasasi dengan syarat ketat terkait dengan adanya pelanggaran terhadap prinsip Natural Justice.

This thesis discusses the comparison of the setting aside of International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore. The method used in writing for thesis is normative with comparative approach. This thesis analyzes several cases of setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia and Singapore which are discussed and analyzed the legal remedy against the decision to annul the International Arbitration Awards. The author's suggestion on the problem is Law No. 30 of 1999 need to strictly regulate for the setting aside of the International Arbitration Awards, including the terms of the setting aside. Indonesia can take to provide legal certainty to the settlement of disputes through arbitration and also complent for Law No. 30 of 1999 should be made a revision of Law No. 30 of 1999 regarding the provisions of the setting aside of the International Arbitration Awards by adopting the provisions set forth in the UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration comprehensively in particular in the context of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia. Indonesian and Singapore Courts are expected to remain firm in examining and handling requests for the setting aside of the International Arbitration Awards in accordance with the applicable provisions of international arbitration. The verdict of the setting aside of the International Arbitration Awards in Indonesia shall not be a legal remedy under Law No. 30 of 1999 and legal remedy in Singapore against the setting aside of verdict of the International Arbitration Awards may be filed with a strict covenant relating to breach of the principle of Natural Justice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Ferry F.
"Arbitrase pada saat ini merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang paling diminati oleh para pihak yang membuat kontrak. Namun karena banyaknya para pihak yang tidak puas atas putusan arbitrase yang dihasilkan, maka pihak yang tidak puas tersebut meminta pembatalan atas putusan arbitrase yang sudah dihasilkan tersebut. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah apakah pengadilan di Indonesia dapat menolak permohonan pelaksanaan suatu Putusan Arbitrase Internasional dan apakah pengadilan di Indonesia juga dapat membatalkan suatu Putusan arbitrase Internasional? Kedua hal tersebut akan dianalisa dan dibandingkan dengan peraturan arbitrase yang ada di negara
Belanda.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi dari ditolaknya suatu permohonan eksekusi Putusan Arbitrase Internasional dan pembatalan suatu Putusan Arbitrase Internasional.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan metode perbandingan hukum, yaitu membandingkan peraturan perundang-undangan mengenai arbitrase yang ada di Indonesia dengan peraturan perundangundangan mengenai arbitrase yang ada di Belanda.
Penelitian ini juga membahas kasus pembatalan Putusan Arbitrase Internasional yang terjadi di Indonesia, yaitu kasus Karaha Bodas Company melawan Pertamina. Kasus Karaha Bodas Company melawan Pertamina tersebut berawal dari Joint Operation Contract (JOC) yang dibuat oleh kedua belah pihak. Karena pada tahun 1998 Indonesia dilanda krisis ekonomi, maka pemerintah mengeluarkan Keppres No. 5 Tahun 1998 yang menangguhkan pelaksanaan proyek kerjasama tersebut. Hal ini menyebabkan Karaha Bodas Company tidak puas dan mengajukan gugatan melalui arbitrase UNCITRAL di Jenewa. Lalu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan arbitrase Jenewa tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
S23850
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>