Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186072 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Gardanusa SE
"Skripsi ini membahas tentang lembaga peninjauan kembali sebagai upaya hukum luar biasa yang dimintakan atas putusan peninjauan kembali yang juga merupakan hasil dari upaya hokum luar biasa juga. Lembaga Peninjauan Kembali Atas Putusan Peninjauan Kembali Didalam Perkara Pidana Studi Kasus Djoko Soegiarto Tjandra, dalam perkara pidana ini, terpidana Djoko Soegiarto Tjandra menempuh upaya hukum luar biasa Peninjauan kembaliatas putusan peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung terhadap putusan kasasi yang putusannya lepas dari segala tuntutan hokum bagi terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Peninjauan kembali hanya boleh dilakukan satu kali saja, sementara itu Jaksa Penuntut Umum telah melakukan Peninjauan Kembali, bagaimana pada kondisi tersebut, terpidana mengajukan upaya hokum luar biasa tersebut untuk yang kedua kali. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dimana data yang digunakan merupakan data sekunder dari beberapa literature dan data primer dari hasil wawancara, yang kemudian diolah dengan metoda analisis data yang dilakukan secara kualitatif.

This study explains about judicial review as an extra ordinary remedy request on a decision of judicial review as the result of an extra ordinary remedy as well. Judicial review of a judicial review decision in the law of criminal case, case study Djoko Soegiarto Tjandra, in this case, convicted Djoko Soegiarto Tjandra submit apetitionforJudicial review as an extra ordinary remedy of a judicial reviewdecisionsubmited by Public Prosecutor to Supreme Court toward a dismissing all charges judgment in cassation phase. A petition for a judicial review may only be made once, in the mean time if a Public Prosecutor have already requested one, in that condition, convicted request for a judicial review for a second time. This research is a normative law research where the data use in this research is secondary data from some literatures and the primary data is from interview that analysed by qualitative data method analyses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46965
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Kumolosari
"Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum.;Pemberian hak terhadap terpidana untuk mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali yang diatur dalam Undang Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana adalah dijiwai dan dilandasi oleh semangat dan cita-cita untuk melindungi hak-hak terpidana sebagai warga negara dengan tujuan terciptanya proses hukum yang adil. Undang-undang membatasi pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja. Hal ini dengan pertimbangan bahwa suatu proses hukum tidak boleh berlangsung tanpa berhingga dan tanpa kepastian. Dalam praktek di pengadilan telah dilakukan Peninjauan Kembali lebih dari satu kali terhadap suatu putusan, yang tertuang dalam putusan Mahkamah Agung No. 4/PK/Pid/2000 dan No. 66/PK/Pid/2002. Selain itu, dalam praktek peradilan ternyata ada permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh pihak lain selain terpidana, dan dilakukan bukan hanya terhadap putusan pemidanaan, melainkan juga terhadap putusan Praperadilan. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja yang berhak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, apa yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali, serta apa yang menjadi legitimasi yuridis bagi Mahkamah Agung dalam melaksanakan Peninjauan Kembali terhadap suatu putusan Peninjauan Kembali. Skripsi ini menganalisa kedua putusan Peninjauan Kembali tersebut. Untuk masa yang akan datang ketentuan mengenai Peninjauan Kembali perlu diperjelas lagi sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda yang akan menimbulkan adanya ketidakpastian hukum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soeparman
Bandung: Refika Aditama, 2007
347.01 PAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ajeng Kamaratih
"Upaya hukum Peninjauan Kembali merupakan salah satu dari jenis upaya hukum luar biasa. Permohonan Peninjauan Kembali dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terhadap putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Pihak yang berhak mengajukan Peninjauan Kembali menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah terpidana dan ahli warisnya. Namun belakangan ini yang terjadi adalah Penuntut Umum yang merupakan pihak-pihak di luar yang disebutkan dalam KUHAP diberikan hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali. Dalam tulisan ini perkara yang akan diangkat adalah Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir. Yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah pihak-pihak manakah yang mempunyai hak untuk mengajukan Peninjauan Kembali, bagaimanakah putusan Mahkamah Agung selama ini menanggapi permintaan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Penuntut Umu, dan apa yang menjadi legitimasi yuridis dari Mahkamah Agung dalam menerima permohonan Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan penelitian yang bersifat normatif, sumber data sekunder dengan bahan hukum primer dan sekunder yang berupa peraturan perundang-undanganm yurisprudensi, dan buku. Analisa datanya bersifat deskriptif analitis. Pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali bersifat limitatif menurut Pasal 263 ayat (1) KUHAP, sehingga dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung yang menerima Peninjauan Kembali terhadap Pollycarpus dalam kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir merupakan awal dari ketidakpastian hukum apalagi beberapa bulan sebelum diterimanya permohonan Peninjauan Kembali tersebut, Mahkamah Agung menolak pengajuan Peninjauan Kembali oleh Penuntut Umum dalam putusan No.84/PK/PID/2006. Mahkamah Agung harus menentukan ketentuan mana dan penafsiran seperti apa yang harus digunakan dalam memberikan hak pada pihak yang dapat mengajukan Peninjauan Kembali."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Peninjauan Kembali (PK) merupakan upaya hukum luar biasa terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap “ inkracht van gewisjde”. Putusan MK No. 34/ PUU-XI/2013 menyatakan bahwa upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil, sehingga pasal 268 ayat (3) KUHAP yaitu, “Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Putusan MK tersebut menimbulkan pro dan kontra, di satu sisi ada yang berpendapat bahwa PK lebih dari satu kali merupakan upaya melindungi hak masyarakat dalam memperoleh keadilan, namun di sisi lain ada pendapat bahwa PK lebih dari satu kali merupakan pelanggaran terhadap prinsip kepastian hukum. Setelah mengkaji putusan MK No. 34/PUU-XI/2013 dapat disimpulkan, pertama, PK lebih dari satu kali telah sesuai dengan tujuan masyarakat untuk memperoleh keadilan dalam penegakan hukum, karena dalam rangka mewujudkan keadilan dan menemukan kebenaran materiil tidak dapat dibatasi oleh waktu. Kedua, putusan MK bersifat final dan mengikat “final and binding” meskipun menimbulkan pro dan kontra maka semua pihak wajib melaksanakan putusan MK. Oleh karena itu diharapkan kepada MA segera menyempurnakan Peraturan MA tentang pengajuan PK perkara pidana dengan menyesuaikan putusan MK."
JK 12:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ristu Darmawan
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peninjauan kembali yang diajukan oleh
Jaksa/Penuntut Umum kepada Mahkamah Agung terhadap putusan bebas atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum, meskipun ketentuan pasal 263 ayat (1)
KUHAP menyatakan bahwa hanya terpidana atau ahli warisnya yang dapat
mengajukan peninjauan kembali. Peninjauan kembali dilakukan oleh
Jaksa/Penuntut Umum sebagai terobosan hukum dalam upaya memperoleh
keadilan dan kebenaran karena ada keadaan baru (novum), ataupun adanya
kekeliruan atau kekhilafan hakim dan atau adanya putusan yang saling
bertentangan satu dengan yang lainnya. Jaksa Agung/Penuntut Umum tidak
menggunakan kasasi demi kepentingan hukum yang merupakan haknya dan lebih
memilih mengajukan peninjauan kembali. Ini menimbulkan beberapa implikasi
hukum karena bertentangan dengan prinsip-prinsip yang melekat pada peninjauan
kembali sebagaimana diatur dalam KUHAP, yaitu : pidana yang dijatuhkan dalam
putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan
dalam putusan semula (vide Pasal 266 ayat (3) KUHAP); dan permintaan
peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja (vide
Pasal 268 ayat (3) KUHAP). Penelitian menggunakan penelitian hukum normatif
yang pengumpulan datanya dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara
dengan beberapa narasumber, yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa Jaksa/Penuntut Umum mengajukan
peninjauan kembali dengan dasar hukum ketentuan Pasal 263 ayat (3) KUHAP,
ketentuan Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 dan ketentuan
Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009. Jaksa Agung cq
Jaksa/Penuntut Umum tidak menggunakan hak kasasi demi kepentingan hukum
dan lebih memilih menggunakan peninjauan kembali terhadap putusan bebas atau
lepas dari tuntutan hukum dikarenakan ketentuan Pasal 259 ayat (2) KUHAP dan
ketentuan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009. Meskipun
menimbulkan Implikasi hukum, peninjauan kembali oleh Jaksa/Penuntut Umum
diterima oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi yang dapat
menciptakan ketentuan baru melalui penafsiran terhadap peraturan yang ada dan
benar-benar memenuhi rasa keadilan untuk kepastian hukum.

Abstract
This thesis discusses the reconsideration filed by the Prosecutor / Public
Prosecutor to the Supreme Court against a Judgement of Acquittal or the dismissal
of charges, despite the provisions of Article 263 paragraph (1) Criminal Procedure
Code states that only the convicted person or his heirs can submit a
reconsideration. A request for reconsideration by the Prosecutor/Public Prosecutor
of law as a breakthrough in efforts to obtain justice and truth because of having
the new circumstances (novum), or a mistake or an oversight or a decision of the
judge and opposing one another. Attorney General/Prosecutor did not use
cassation in the interest of law and prefer to submit a reconsideration, this raises
some legal implications as opposed to the principles inherent in reconsideration
provided for in the Criminal Procedure Code, namely: that crime dropped in
reconsideration decision shall not exceed the penalty that has been imposed in the
original decision (refer to Article 266 paragraph (3) Criminal Code); and request
reconsideration of a decision can only be done once only (vide Article 268
paragraph (3) Criminal Code). Research using normative data collection through
library research and interviews with several sources, which are then analyzed
qualitatively. The results of this study concluded that the Prosecutor / Public
Prosecutor submit a reconsideration on the legal basis of Article 263 paragraph (3)
Criminal Procedure Code, the provisions of Article 68 paragraph (1) of Law
Number 3 of 2009 and the provisions of Article 24 paragraph (1) of Law Number
48 in 2009. Attorney General/Prosecutor did not use cassation in the interest of
law and prefer to submit a reconsideration against a Judgement of Acquittal or the
dismissal of charges because the provisions of Article 259 paragraph (2) Criminal
Procedure Code and the provisions of Article 45 paragraph (3) Undang Nomor 3
tahun 2009. Although it raises the legal implications, the reconsideration by the
Prosecutor/Public Prosecutor accepted by the Supreme Court as the supreme court
to create new provisions through the interpretation of existing regulations and
completely satisfy the justice for legal certainty."
2012
T 30375
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>