Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 164255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Theodora Yuni Shah Putri
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S22095
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriah Faisal
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang dasar pengajuan permohonan praperadilan, pertimbangan hakim dalam mengabulkan atau mengabulkan permohonan praperadilan tentang penetapan tersangka dan apakah penetapan tersangka seharusnya masuk menjadi objek praperadilan pada pembaharuan hukum acara pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan dan kepustakaan hukum serta doktrin yang berkaitan dengan praperadilan, serta menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembahasan tesis dan pendekatan kasus yaitu empat putusan praperadilan mengenai penetapan tersangka. Data-data yang diperoleh kemudian diolah secara kualitatif dan diuraikan dalam bentuk kalimat sistematis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dasar pengajuan yang digunakan oleh pemohon yaitu mengacu pada Pasal 28 D UUD 1945, Pasal 17 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Ratifikasi International Covenant On Civil and Political Right dan Pasal 95 KUHAP yang telah diperluas maknanya oleh para pemohon. Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan permohonan tersebut yaitu bahwa belum ada bukti yang cukup saat termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka. Hakim menyatakan bahwa bukti-bukti yang digunakan untuk menentukan seseorang sebagai tersangka, dapat diuji oleh praperadilan, sehingga hakim berkesimpulan bahwa praperadilan dapat menguji mengenai sah atau tidaknya penetapan status tersangka, sedangkan pertimbangan Hakim yang menolak permohonan tersebut yaitu karena KUHAP telah secara limitatif membatasi kewenangan praperadilan dan pengujian terhadap sah atau tidaknya penetapan tersangka tidak terdapat dalam Pasal 77 sebagai kewenangan praperadilan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa penetapan tersangka merupakan tindakan yang bisa saja diikuti oleh upaya paksa, maka diperlukan sebuah lembaga untuk menguji tindakan tersebut dan dalam RKUHAP 2013, praperadilan akan diganti menjadi Hakim Pemeriksa Pendahuluan tetapi belum terdapat aturan mengenai pengujian penetapan status tersangka, maka seharusnya penetapan tersangka dimasukkan sebagai salah satu kewenangan Hakim Pemeriksa Pendahuluan tersebut.

ABSTRACT
This thesis discusses about the basic application for pre-trial, consideration of the judge to accepted or to refuse a pre-trial about the determination of the suspect and whether the determination status of the suspect should enter into the object on the renewal pre-trial criminal procedure. The method of this research is normative, which is a study of the legislation and legal literature and doctrine relating to pre-trial and using two approaches, namely the approach of legislation related to the discussion of the thesis and approach the case that the four pre-trial decision regarding determination of suspect. Subsequently, the obtained data is processed qualitatively and described in a systematic form of the sentence.
Research results concluded that the basic filing used by the applicant which refers to Article 28 D of the 1945 Constitution, Article 17 of Law No. 39 of 1999 on Human Rights, The Ratification of The International Covenant On Civil and Political Rights and Article 95 of The Criminal Procedure Code (KUHAP) which has been expanded its meaning by the applicant. Consideration of the judge to accept the request, that because there is no sufficient evidence when the defendant named as a suspect, the judge stated that the evidence that used to determine a person as a suspect, can be tested by the pre-trial, so the judge concluded that pre-trial can test the validity of the determination status of the suspect, while the consideration of judge rejected the petition is because pre-trial in the criminal procedure code (KUHAP) has a limited authority, and examine of the validity of determination of the suspect is not contained in Article 77 as authority of pre-trial.
The research results revealed that the determination of the suspect is an action that could be followed by forceful measures, so it needs an institute to examine such act and in RKUHAP 2013, pre-trial will be replaced by The Preliminary Examining Judge but doesn?t have authority to examine the determination of the status of the suspect, then the determination of the suspects should have been included as one of the authority of The Preliminary Examining Judge.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Lamhari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai batasan konsep pengawasan horizontal oleh lembaga praperadilan menurut KUHAP. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Berdasarkan konsepnya, pengawasan horizontal menurut KUHAP lebih menekankan pada kedudukan dan fungsi hakim praperadilan sebagai examining judge, dan bukan sebagai investigating judge. Belakangan prakteknya telah berkembang dimana fungsi pengawasan horizontal yang dilakukan hakim praperadilan mengarah menjadi sebagai investigating judge. Salah satunya tercermin dalam putusan perkara praperadilan mengenai sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dimohonkan oleh Toto Chandra, dimana hakim praperadilan yang memeriksa dan memutus perkara tersebut secara tidak langsung telah mencampuri kewenangan penyidik dalam hal penghentian penyidikan.

ABSTRACT
This study focuses on the limitation concept of horizontal control by praperadilan in the validity of investigation termination lawsuit according to KUHAP. To analyze the data, this research use normative juridical method. As a concept, the horizontal control conducted by KUHAP has emphasis on the position and the function of praperadilan judge as examining judge, and not as investigating judge. However lately it has been evolved in practice that horizontal control performed by praperadilan judge leads in favor to make its position close to be investigating judge. This tendency is reflected in the praperadilan verdict of Toto Chandra, where the praperadilan judge who examine and decide this case indirectly has interfered the authority of the investigator to terminate the case or not. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nasry Noor
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Riajadi
Depok: Universitas Indonesia, 2002
S22375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Angga Bastian
"Salah satu asas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah Pengadilan mengadili menurut hukum dengan menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Asas yang juga dikenal sebagai asas presumption of innocence ini adalah paham yang menyatakan bahwa seorang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum pengadilan memutus bahwa terdakwa tersebut memang bersalah.
Berkaitan dengan asas tersebut; KUHAP juga menjamin adanya asas perlindungan terhadap tersangka dari tindakan penyidik yang sewenang-wenang dalam menjalankan upaya paksa; secara khusus masalah penangkapan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka dibentuklah suatu lembaga yang dinamakan PRAPERADILAN. Praperadilan harus memastikan bahwa penangkapan yang dilakukan sudah sesuai dengan syarat dan tata cara penangkapan yang diatur didalam KUHAP. Ketentuan Pasal 1 butir 20 dan Pasal 17 KUHAP memberikan gambaran bahwa penangkapan yang dilakukan terhadap tersangka suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang oleh penyidik. Skripsi ini akan membahas mengenai ketentuan syarat dan tata cara penangkapan, proses pemeriksaan praperadilan terhadap syarat dan tata cara penangkapan tersebut, serta penerapannya di dalam sebuah putusan praperadilan.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yakni penelitian kepustakaan yang mengaitkan permasalahan dengan norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah dilakukan penelitian dapat diketahui bahwa ketentuan mengenai syarat penangkapan belum dirumuskan secara tegas oleh KUHAP dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Proses pemeriksaan praperadilan cenderung menggunakan mekanisme keperdataan yang sangat rigid secara formil namun kurang dalam mencari kebenaran materiil. Implikasi proses pemeriksaan yang demikian terlihat juga pada putusan praperadilan yang lebih banyak menekankan pertimbangannya pada ketentuan-ketentuan yang bersifat formil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22412
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rihal Amel Aulia Haqi
"Tindak pidana Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang telah memiskinkan bangsa Indonesia secara keseluruhan dan sistematik. Dalam rangka memberantas tindak pidana korupsi secara serius, maka pada tahun 1999 dibuatlah Undang-undang No. 31 Tahun 1999 yang menggantikan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun dalam perkembangannya, pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut tidak bisa dilaksanakan secara optimal akibat adanya penghentian penyidikan atau penuntutan yang dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Atas penghentian penyidikan atau penuntutan tindak pidana korupsi, masyarakat maupun Lembaga Swadaya Masyarat (LSM)/Organisasi Masyarakat (OrMas) melakukan protes dengan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri untuk membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ataupun Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) yang diterbitkan oleh penyidik ataupun penuntut umum tersebut. Namun pada kenyataannya, masyarakat maupun LSM/OrMas yang menamakan dirinya sebagai "pihak ketiga yang berkepentingan", mengalami banyak hambatan dalam mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri. Hal ini karena kedudukan mereka sebagai "pihak ketiga yang berkepentingan" tidak secara jelas diatur dalam KUHAP maupun Undang-undang Tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi. Tidak adanya pengaturan secara jelas mengenai "pihak ketiga yang berkepentingan" menyebabkan banyak interpretasi yang saling bersebrangan dikalangan ahli hukum di seluruh Indonesia. Pada akhirnya, hal tersebut menimbulkan keanekaragaman putusan praperadilan pada Pengadilan Negeri, yaitu menerima ataupun menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh masyarakat maupun LSM/OrMas sebagai "pihak ketiga yang berkepentingan". Skripsi ini akan mengulas mengenai legal standing "pihak ketiga yang berkepentingan" dalam permohonan praperadilan tindak pidana korupsi, baik menurut teori maupun penerapannya dalam praktik peradilan di Indonesia, serta hendak menganalisis Putusan Praperadilan pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara penghentian penyidikan kasus korupsi Texmaco, penghentian penuntutan H.M. Soeharto dan penghentian penyidikan Sjamsul Nursalim."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S22399
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Riza
"Wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang yang diberikan undang-undang tersebut, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang. Salah satu bentuk penangkapan yang kita kenal adalah tertangkap tangan. Dalam hal tertangkap tangan unsur yang harus diperhatikan adalah “dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan” dan mengenai apakah penangkapan dalam hal tertangkap tangan tersebut merupakan penangkapan yang direncanakan atau tidak. Undang-undang tidak menentukan waktu tertentu dalam mengartikan unsur tersebut. Sedangkan mengenai penangkapan dalam hal tertangkap tangan bukanlah suatu penangkapan yang direncanakan terlebih dahulu, hal tersebut adalah poin yang membuat tertangkap tangan menjadi kondisi yang istimewa.

The authority given to investigators in such a way extent. Covering given authority over these laws, investigators are entitled to reduce freedom and human rights person, the origin of it is still based on a foundation of law. One form of arrest, which we know is in flagrante delicto. Problems in catching in flagrante delicto in the elements that must be considered is "immediately after some of the criminal action was" and whether the arrest in the case caught the catching hand is planned or not. The law does not specify a certain time in interpret these elements. Meanwhile, the arrest caught in flagrante delicto of a catching a premeditated, it is the points that caught hands of a special condition"
2009
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>