Ditemukan 159833 dokumen yang sesuai dengan query
Nuratina Wulandari
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22209
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Miggi Sahabati
"Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang yang kemudian diwujudkan dalam sebuah perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering timbul konflik di antara suami istri. Perjanjian perkawinan muncul sebagai alternatif untuk memberikan keseimbangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban bagi suami istri dalam perkawinan. Namun, perlu diteliti lebih lanjut mengenai pola pengaturan dan materi apa saja yang dapat diatur dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata dan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan berkaitan dengan hak-hak istri dalam lembaga perkawinan, serta bagaimana pelaksanaannya selama ini di dalam praktek. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini diberi judul "Perjanjian Perkawinan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Istri Ditinjau Dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata Dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan."
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan dan metode lapangan yang didukung dengan pendekatan kualitatif sebagai metode dalam pengolahan data.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa pola pengaturan perjanjian perkawinan dalam KUHPerdata diatur sesudah bab mengenai harta kekayaan perkawinan, sedangkan UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengaturnya sebelum hak dan kewajiban suami istri serta harta kekayaan perkawinan. Materi dalam perjanjian perkawinan menurut KUHPerdata lebih kepada persoalan harta kekayaan, sedangkan menurut UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dapat diperjanjikan hal-hal lain di luar persoalan harta kekayaan. Perjanjian perkawinan di dalam prakteknya masih mengatur seputar persoalan harta kekayaan suami istri.
Adapun saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah agar dibuat suatu Peraturan Pelaksanaan mengenai ketentuan dalam Pasal 29 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan dan agar diadakan suatu program penyuluhan dari pemerintah kepada masyarakat mengenai pentingnya dibuat suatu perjanjian perkawinan antara calon suami istri sebelum perkawinan berlangsung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21333
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lidwina Dian Pratiwi
"Khonghucu sejak lama telah menjadi bagian dari kehidupan keimanan masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia memeluknya. Dalam perkembangannya, Khonghucu mengalami berbagai hambatan. Di masa Orde Baru, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang membatasi perkembangan kebudayaan, kepercayaan dan agama yang dianut golonqan etnis Tionghoa serta berusaha mensosialisas ikan bahwa hanya ada lima agama (Islam, Katolik, Kristen, Budha dan Hindu) yang dianut dan diakui sehingga Khonghucu hanya dianggap sebagai kepercayaan, bukan agama. Pengakuan suatu agama erat kaitannya dengan hukum perkawinan yang berlaku. Dalam hal ini timbul masalah mengenai dasar keabsahan perkawinan agama Khonghucu dan bagaimana prakteknya di Kantor Catatan Sipil. Untuk menjawab masalah tersebut, skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dan lapangan, dimana data yang diperoleh berasal dari bahan-bahan pustaka dan hasil wawancara. Status Khonghucu sebagai agama yang diakui sebenarnya telah jelas tercantum dalam UU No.1/PNPS/1965 yang menyatakan Khonghucu adalah salah satu agama yang dianut oleh penduduk Indonesia. Pasal 2 ayat (1) UU No. 1/1974 menyebutkan bahwa perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya, dan pada ayat (2) tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, bila perkawinan oleh pasangan beragama Khonghucu telah di lakukan sesuai ketentuan dan tata cara yang ditetapkan dalam agama Khonghucu serta telah dianggap sah, maka perkawinan tersebut harus pula diakui keabsahannya oleh negara dan dapat dicatat sesuai peraturan yang berlaku. Tetapi dalam prakteknya di Kantor Catatan Sipil, perkawinan agama Khonghucu di tolak untuk dicatat dengan alasan agama Khonghucu tidak diakui dan dibina oleh Departemen Agama. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan jaminan kemerdekaan beragama dari negara bagi tiap-tiap penduduk."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21134
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tony Budisarwono
"Perkembangan yang terjadi di masyarakat pada saat ini banyak terjadi ikatan perkawinan yang dilaksanakan cenderung cukup hanya memenuhi persyaratan hukum agamanya saja dengan mengabaikan pencatatan perkawinan pada lembaga yang berwenang yaitu di KUA ataupun di KCS. Perkawinan yang tidak dicatatkan ini dikenal dengan istilah perkawinan di bawah tangan. Perkawinan di bawah tangan ini tidak sesuai dengan apa yang terdapat pada ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perkawinan yang berlaku. Pencatatan perkawinan ini bukan semata-mata tindakan administratif saja, akan tetapi pencatatan perkawinan sangat penting untuk mendapatkan bukti otentik berupa akta perkawinan yang dapat menjelaskan selengkap-lengkapnya tentang perkawinan sehingga akan memperoleh jaminan kepastian hukum. Dengan tidak dicatatkannya perkawinan, maka menurut pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap tidak sah yang berdampak hukum terhadap status perkawinan, terhadap istri dan anak serta harta kekayaan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari kepustakaan. Selanjutnya untuk melakukan analisa dipergunakan metode pendekatan kualitatif yang akan menghasilkan sifat deskriptif analisis yang memberikan gambaran atas masalah yang terjadi dengan mengurai data seteliti mungkin dan menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan di bawah tangan yang selanjutnya penulis akan memberikan upaya-upaya hukum terhadap perkawinan di bawah tangan dengan mengajukan itsbat nikah bagi yang beragama Islam ataupun melakukan perkawinan ulang secara resmi bagi yang beragama bukan Islam. Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan status perkawinan dan berguna untuk menuntut hak-hak dari istri dan anak yang dilahirkan. Diperlukan kesadaran bagi kaum wanita untuk mencatatkan perkawinannya secara resmi pada pejabat yang berwenang agar memperoleh akta perkawinan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S21133
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Diarani Octaria Tamrin
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21350
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nesia Dewi Damai Hati
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Moh. Bastian
"
ABSTRAKUndang-undang Perkawinan no. 1 tahun 1974 merupakan salah satu ketentuan hukum bagi terwujudnya pembangunan manusia seutuhnya sepertl yang dicanangkan dalam GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) RI. Sebagai hukum positif di negara Republik Indonesia, UUP banyak mempengaruhi (aspek) kehidupan masyarakat Indosia yang mayoritas beragama islam ini.
Tulisan dibuat guna melibat dan mempelajari sejauh manakah pengaruh UUP (terutama pasal-pasal yang bersentuhan dengan hukum Islam) terhadap kehidupan masyarakat muslim Indonesia dalam kenyataannya (dalam praktek/pelaksanaan UUP). Untuk itu digunakan metode penelitian kepustakaan dan wawancara (metode penelitian lapangan).
Ternyata praktek/pelaksanaan UUP menunjukkan masih adanya penyimpangan-penyimpangan yang pada pokoknya berpangkal dari penafsiran terhadap pasal-pasal dalam UUP yang dalam beberapa hal perumusannya memang memungkinkan penafsiran yang berbeda-beda (perumusannya tidak tegas) disamping banyak pula orang-orang yang berkecimpung dalam masalah hukum (perkawinan) ini tidak atau kurang menguasai UUP dan berbagai peraturan pelaksanaannya serta kurang menyimak latar belakang penyusunannya dan kurang mengetahui bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Penyimpangan-penyimpangan yang merupakan permasalahan ini tentu saja harus dicari jalan penyelesaiannya agar tidak berlarut-larut dan UUP dapat dilaksanakan sesuai dengan keinginan/ketentuan UUP itu sendiri. Untuk itu perlu ditingkatkan penyuluhan mengenai UUP yang ditujukan tidak saja terhadap masyarakat tetapi juga terhadap para pelaksana UUP disamping menyusun/membuat Peraturan Pelaksanaan UUP yang lebih lengkap, tegas dan jelas karena belum semua ketentuan dalam UUP yang mempunyai peraturan pelaksanaannya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Siti Utami
"Pada dasarnya negara meletakkan konsep pernikahan sebagai hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang sah menurut hukum agama dan kepercayaannya dan diakui oleh negara merupakan konsep yang sudah baku. Konsepsi tersebut menegaskan pernikahan sebagai bagian dari aspek psikologis, biologis, religius, dan yuridis. Perlunya pengakuan hukum negara dan agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga ketiadaan pengakuan salah satu di antaranya di anggap sebagai ketiadaan pernikahan. Namun dalam perkembangan sekarang, ada kecenderungan terjadinya pernikahan yang dilakukan tanpa adanya pengakuan hukum negara. Ketiadaan pengakuan ini sering kali disebut sebagai perkawinan di bawah tangan yang terjadi karena alasan ketidakmampuan ekonomis dan ketiadaan izin dari atasan atau isteri sebelumnya. Oleh sebab itu, skripsi ini akan mengkaji tiga masalah dalam perkawinan di bawah tangan, yaitu pertama, bagaimana pandangan Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap status hukum perkawinan di bawah tangan? Ke dua bagaimana kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan ? Ke tiga, bagaimana permasalahan hukum yamg kemungkinan terjadi dalam perkawinan di bawah tangan? Pembahasan akan permasalahan tersebut akan diteliti dengan pendekatan yuridis-normatif sehingga menghasilkan kesimpulan pertama undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan memandang status hukum perkawinan di bawah tangan sebagai perkawinan yang batal demi hukum dan tidak dapat di kategorikan sebagai perkawinan yang sah berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 tahun 1974. Kedua 1 Kedudukan dan hak isteri di dalam perkawinan di bawah tangan adalah sangat lemah karena tidak dapat melakukan hubungan keperdataan. Ketiga, permasalahan hukum yang terjadi dalam perkawinan di bawah tangan adalah mengenai status hukum perkawinan yang menyulitkan posisi pasangan suami isteri tersebut dalam melakukan hubungan keperdataan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
S21208
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Suryati Ananda
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nasution, Ricar Soroinda
"Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai suatu perbuatan hukum maka akan menimbulkan akibat-akibat hukum yaitu hak dan kewajiban oleh karena itu Pemerintah bersama-sama dengan DPR RI mensahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang bertujuan mengadakan unifikasi di bidang hukum Perkawinan dan menjamin adanya suatu kepastian hukum dengan menggantikan ketentuan-ketentuan hukum sebelumnya yang beraneka ragam. Namun, ternyata keaneka ragaman tersebut masih terlihat sebaimana disebutkan dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu disebutkan bahwa sahnya suatu perkawinan didasarkan kepada hukum menurut agama dan kepercayaannya itu bagi masing-masing pemeluknya. Kebebasan memeluk suatu agama dan kepercayaan di Indonesia dijamin oleh UUD 1945 hal tersebut lebih tegas lagi dengan diakuinya keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindu dan Buddha. Akibat adanya kebebasan beragama tersebut tidak mustahil terjadi perkawinan di antara pemeluk agama yang berbeda dan mereka tetap bertahan pada agamanya masing-masing dalam menempuh bahtera rumah tangga. Dengan nenganut Pendapat bahwa perkawinan merupakan hak asasi seseorang maka timbul pertanyaan : 1. bagaimana keberadaan (eksistensi) lembaga perkawinan antar agama sekarang di Indonesia ? 2. dalam menghadapi perkawinan antar agama sebagai suatu kenyataan bagaimana pandangan Hakim ? 3. adakah landasan yuridis perkawinan antar agama ? Terhadap hal-hal tersebut penulis berkesimpulan bahwa dilihat secara materil perkawinan antar agama diakui dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan walaupun secara terbatas yaitu sepanjang ketentuan agama dan kepercayaan yang dianut masing-masing calon suami isteri membolehkan sehingga secara materil ketentuan Peraturan. Perkawinan Campuran S. 1898 No. 158 (Regaling op de Gemengde Huwelijken/GHR) sudah tidak berlaku lagi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library