Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133816 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Budi A.
"Asas kebebasan berkontrak yang dianut KUHPerdata menyebabkan timbulnya perjanjian kerja sama vendor program yang termasuk kategori perjanjian yang tidak dikenal dengan nama tertentu dalam KUHPerdata (Onbenoemde, innominaatcontracten). Perjanjian kerja sama vendor program yang timbul dalam transaksi leasing adalah suatu bentuk perjanjian kerja sama antara perusahaan pembiayaan dengan supplier dalam pemberian fasilitas pembiayaan pada customer dari supplier.
Penelitian ini membahas perjanjian vendor program pada perusahaan pembiayaan X yang mengatur pemberian fasilitas pembiayaan dan klausul supplier PT Y sebagai penjamin/penanggung yang dapat dikaitkan dengan ketentuan penanggungan dalam KUHPerdata. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif dengan metode kepustakaan yang menggunakan alat pengumpul data berupa studi dokumen yang dilengkapi dengan wawancara.
Perjanjian kerja sama vendor program telah sesuai dengan ketentuan KUHPerdata. Namun, terdapat perbedaan antara klausul pemberian jaminan dalam perjanjian kerja sama vendor program dengan perjanjian penanggungan pada umumnya yaitu klausul penjaminan yang dibuat lebih dulu dibandingkan perjanjian-perjanjian pokoknya; bentuk pernyataan jaminan berupa klausul penjaminan untuk seluruh lessee (debitur) yang terdapat dalam perjanjian kerja sama vendor program dan surat rekomendasi vendor yang merinci tiap lessee (debitur) yang direkomendasi mendapat fasilitas pembiayaan; dan supplier PT Y yang melakukan kewajiban sebelum lessee wanprestasi.
Perjanjian vendor program memiliki akibat hukum terhadap perusahaan pembiayaan X (kreditur) dengan supplier PT Y (penangung) dan juga supplier PT Y (penangung) dengan lessee (debitur) bila lessee wanprestasi. Supplier berhak atas hak tagih (hak regres) pada lessee dan meminta bantuan perusahaan pembiayaan X untuk melakukan upaya-upaya hukum berdasarkan prosedur dari perusahaan pembiayaan X. Upaya hukum perdamaian berupa surat menyurat, negosiasi, penyerahan kembali obyek leasing, hingga repossesion yang biasa ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21325
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Dewi Aprilia
"Dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan dan SK Menteri Keuangan No.1251/KMK.013/1988 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, kegiatan pembiayaan konsumen semakin berkembang. Hal yang menjadi faktor pendorong tingginya pertumbuhan usaha pembiayaan konsumen adalah kegiatan pembiayaan konsumen merupakan media penyaluran kredit usaha kecil perbankan melalui perusahaan pembiayaan. Salah satu contoh bentuk perjanjian kerjasama chanelling dilakukan oleh perusahaan pembiayaan konsumen (PT.X) dengan bank (PT.Y) dalam penyaluran kredit pemilikan mobil atau motor kepada debitur.
Berdasarkan hal-hal tersebut, tulisan ini dibuat untuk mengetahui perjanjian kerjasama Chanelling antara perusahaan pembiayaan konsumen (PT.X) dengan bank (PT.Y) apakah telah sesuai dengan ketentuan KUHPerdata dan ketentuan perbankan, serta kedudukan dan hubungan hukum antara para pihak yang terkait dalam perjanjian tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan perjanjian dan upaya penyelesaiannya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif yuridis dengan pendekatan kualitatif. Metode ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa analisa dan saran terhadap kondisi peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya mengenai peraturan perusahaan pembiayaan konsumen dan bank. Dengan demikian, tercipta suatu alternatif pendanaan dari bank kepada perusahaan pembiayaan konsumen, yang pada akhir..."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21161
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Malik
"Skripsi ini membahas masalah status hubungan kerja berupa kesepakatan pemberian jasa pekerja ditinjau dari segi yuridis dan praktis. berdasarkan pelaksanaan pemberian jasa pekerja antara PT X sebagai Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan PT Y sebagai Perusahaan Pemberi Kerja. Konsep kesepakatan penyediaan jasa pekerja/buruh adalah Bentuk outsourcing lain yang diperkenalkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menimbulkan permasalahan terkait hubungan kerja. Beberapa permasalahan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam permasalahan pokok yang dibahas dalam skripsi ini yaitu penjelasan tentang konsep kesepakatan penyediaan jasa pekerja/buruh di perusahaan, penjelasan tentang tanggung jawab pekerja/penyedia jasa tenaga kerja dan perusahaan pemberi kerja. kepada pekerja/buruh outsourcing serta penjelasan praktik kesepakatan penyediaan jasa pekerja/buruh antara PT X
sebagai perusahaan penyedia jasa bagi pekerja/buruh dengan PT Y sebagai perusahaan penyedia pekerjaan, terkait dengan kebutuhan kegiatan utama perusahaan yang mempekerjakan. Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif, jenis penelitian deskriptif, sumber data berasal dari data sekunder dan data primer, teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen dan
wawancara dengan informan, serta teknik analisis data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian dalam tesis ini adalah bahwa kesepakatan penyediaan jasa pekerja/buruh merupakan kegiatan perekrutan pekerja/buruh yang akan ditempatkan. Pada perusahaan pengguna, tanggung jawab perusahaan dalam perjanjian pemberian jasa pekerja/buruh kepada pekerja/buruh outsourcing hanya ditanggung oleh perusahaan pemberi jasa bagi pekerja/buruh hanya karena adanya paksaan yuridis yaitu kondisi ketenagakerjaan. hubungan pekerja/buruh outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, serta pelaksanaan perjanjian Pemberian jasa pekerja/buruh antara PT X dan PT Y dilakukan tanpa menyentuh kegiatan utama PT Y.

This thesis discusses the problem of work relationship status in the form of an agreement for the provision of worker services from a juridical and practical perspective. based on the implementation of the provision of worker services between PT X as the Employer / Labor Service Provider Company and PT Y as the Employer Company. The concept of an agreement for the provision of worker/labor services is another form of outsourcing introduced in Law Number 13 of 2003 which raises problems related to work relations. Some of these problems are then included in the main problems discussed in this thesis, namely an explanation of the concept of an agreement for the provision of worker/labor services in a company, an explanation of the responsibilities of workers/labor service providers and the employing company. to outsourcing workers/laborers as well as an explanation of the practice of the agreement for the provision of worker/labor services between PT X as a service provider company for workers/laborers with PT Y as the job provider company, related to the main activities of the employing company. The research method in this thesis uses the form of normative juridical research, descriptive research type, data sources come from secondary data and primary data, data collection techniques use document studies and interviews with informants, as well as data analysis techniques using qualitative methods. The research result in this thesis is that the agreement for the provision of worker/labor services is a recruitment activity for workers/laborers to be placed. In the user company, the responsibility of the company in the agreement for the provision of worker/labor services to the outsourcing worker/laborer is only borne by the company providing services to the worker/laborer only because of juridical coercion, namely the conditions of employment. relations between outsourced workers/laborers and companies providing worker/labor services, as well as the implementation of the agreement for Providing worker/labor services between PT X and PT Y is carried out without touching the main activity of PT Y."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfani Gunawan
"Dalam era pesaingan pedagangan global diperlukan adanya suatu sistem pemasaran yang efektif dan efisien salah satunya adalah waralaba. Apabila di bandingkan dengan sistem pemasaran yang sudah ada sebelumnya, bisnis waralaba memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah penerima waralaba dapat langsung menggunakan popularitas produk dari pemberi waralaba. Bentuk perjanjian waralaba biasanya menggunakan bentuk perjanjian baku, yang kemudian menimbulkan permasalahan apakah bentuk perjanjian waralaba ini telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian waralaba ini. Bedasarkan peraturan perundangan-undangan maka perjanjian ini bisa disebut sebagai perjajian waralaba karena memenuhi unsur-unsur sebagai waralaba yaitu adanya penggunaan hak kekayaan intelektual atau ciri khas dengan suatu imbalan dalam rangka penjualan barang atau jasa. Kedudukan para pihak dalam perjanjian waralaba ini adalah tidak seimbang karena perjanjian dibuat sepihak oleh pemberi waralaba yang merupakan kontrak baku. Ketika keseimbangan ini dikarenakan karena pemberi waralaba ingin melindungi kepentingannya sebagai pemilik merek dagang. Masalah lain yang mungkin timbul dari perjanjian waralaba ini adalah masalah penyelesaian sengketa antara para pihak, pembagian wilayah pemasaran dan jangka waktu waralaba. Menurut penulis dalam menyelesaikan sengketa sebaiknya menggunakan cara arbitrase. Pembagian wilayah juga harus disebutkan secara tegas agar tidak terjadi kesalahpahaman antara cabang-cabang waralaba mengenai wilayah pemasaran. Mengenai jangka waktu perjanjian waralaba antara PT X. dengan PT Y. adalah 5 tahun, tetapi dapat ditinjau ulang menjadi 10 tahun berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12 Tahun 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21294
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marinza Savanthy
"Franchise, yang sering disebut sebagai waralaba di Indonesia, merupakan suatu format usaha yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari lisensi. Franchise merupakan bentuk usaha yang marak berkembang pada tahun 1990-an di Indonesia. Oleh karena perkembangan yang begitu pesat itulah diperlukan adanya pengaturan lebih lanjut mengenai waralaba. Sehingga pada akhirnya dikeluarkan PP No. 16 Tahun 1996 tentang Waralaba dan juga Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997. Dengan demikian telah terdapat pengaturan yang jelas mengenai waralaba. Franchise merupakan suatu format bisnis yang memberikan hak kepada franchisee untuk menjalankan usaha dengan menggunakan merek dagang, logo, serta hak kekayaan intelektual lain, yang merupakan ciri usaha dari franchisor. Franchisee juga menjalankan usaha dengan menggunakan konsep usaha yang menyeluruh dari franchisor. Franchisee menjalankan usaha sepenuhnya menggunakan manajemen yang berasal dari franchisor. Franchisee mendapatkan bimbingan, bantuan dan pelatihan dari franchisor dalam menjalankan usahanya. Atas penggunaan hak kekayaan intelektual franchisor, serta konsep usaha yang menyeluruh dari franchisor, franchisee harus memberikan royalty pada franchisor. Usaha franchise memiliki beberapa keuntungan dibanding mendirikan usaha yang baru, selain tentunya kelemahan-kelemahan. Franchise juga memiliki faktor resiko yang sama atas kegagalan usaha. Penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha franchise. Oleh karena itu pembahasan mengenai kelangsungan usaha dalam bentuk usaha franchise menjadi tema penulisan dalam skripsi ini. Namun dalam kenyataannya terdapat beberapa permasalahan sehubungan dengan perjanjian franchise, sehingga akan dibahas pula mengenai perjanjian baku dalam perjanjian franchise serta mengenai teori itikad baik dan juga disclosure documentation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Karyanti S.
"Arus globalisasi dalam perekonomian, terutama di bidang kerjasama perdagangan barang dan jasa yang tengah melanda dunia saat ini, turut pula merebak di Indonesia. Dalam pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat dan kompleks, berbagai bentuk kerjasama dalam bidang perdagangan masuk ke Indonesia, dimana salah satu bentuknya adalah perjanjian franchise. Franchise merupakan suatu bentuk usaha yang telah lama dikenal di Indonesia dan diakui berdasarkan asas kebebasan berkontrak serta sistem terbuka buku III KUH Perdata. Perjanjian franchise antara PT.X dengan PT. Y merupakan perjanjian yang dibuat pada tahun 1993 berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dalam Perjanjian tersebut para pihak rnelakukan pilihan hukum dengan memberlakukan hukum Ohio bagi perjanjian yang bersangkutan, dan hingga saat ini perjanjian tersebut belum didaftarkan sesuai peraturan yang berlaku. Perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang memperlihatkan ketidakseimbangan kedudukan para pihak, dan dalam hal ini pihak franchisee banyak dirugikan, terutama karena adanya pilihan hukum tersebut. Berlakunya PP No. 16 tahun 1997 beserta peraturan pelaksananya yang mensyaratkan berlakunya hukum Indonesia bagi perjanjian franchise serta menentukan adanya kewajiban pendaftaran bagi perjanjian franchise yang dibuat sebelum berlakunya peraturan tersebut dalam hal ini tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terutama bagi pihak franchisee, karena kedudukannya yang lebih rendah daripada KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian tetapa dapat melakukan pilihan hukum dalam perjanjian, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Namun dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, terdapat pembatasan yang cukup berarti terhadap kebebasan para pihak dalam suatu perjanjian franchise, terutama dalam hal terdapatnya klausula no agency yang dapat menghilangkan tanggung jawab franchisor atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21053
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aurora Devy
"Memorandum of Understanding atau nota kesepahaman adalah suatu bentuk perjanjian yang melibatkan beberapa pihak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. MoU sebagai salah satu bentuk perjanjian di Indonesia juga sering digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan perjanjian awal. Pokok permasalahan dalam skripsi ini meliputi mengenai isi dari MoU, kekuatan mengikatnya dan keberlakuannya. MoU yang dibahas bukunlah MoU secara umum, melainkan suatu kasus MoU antara PT. X dengan PT. Y. Gambaran mengenai kedua perusahaan ini akan dibahas lebih lanjut. Dalam kasus ini, PT. X yang mengadakan kerjasama dengan PT. Y. Dalam usahanya untuk membuat sebuah ikatan, maka mereka membuat suatu MoU. Namun ternyata hubungan kerjasama antara kedua perusahaan tersebut berjalan kurang baik. Skripsi ini akan membahas mengenai hasil analisis yang dilakukan terhadap Memorandum of Understanding yang terjadi antara PT. X dengan PT. Y ditinjau dari pengertian menurut hukum Anglo Saxon dan menurut Hukum yang berlaku di Indonesia. Skripsi ini dibuat dengan menggunakan metode studi dokumentasi. Yang berarti data-data yang didapat berasal dari penelusuran literatur."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
S21268
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rika Sahara
"Sebagai Badan Penyelenggara Jasa Telekomunikasi di Indonesia khususnya dalam bidang penyelenggaraan jasa telekomunikasi dalam negeri, PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk (TELKOM) dimungkinkan untuk bekerjasama dengan Badan lain dalam rangka mempercepat dan meningkatkan pembangunan, penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi kepada masyarakat. Hal itu kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PT. PRAMINDO IKAT NUSANTARA (PIN) yang akan bertindak sebagai Mitra Usaha TELKOM di Wilayah KSO I Sumatera.
Dari Perjanjian KSO yang dilakukan oleh TELKOM dengan PIN kemudian ternyata terdapat berbagai permasalahan yaitu mengenai bentuk perjanjiannya itu sendiri, aspek hukum perjanjian, serta upaya yang dapat dilakukan oleh TELKOM dan PIN untuk menyelesaikan sengketa/perselisihan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Perjanjian KSO. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) antara TELKOM dengan PIN dapat digolongkan kedalam suatu bentuk Build, Operate and Transfer (BOT) di bidang telekomunikasi. Perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) yang dilakukan oleh TELKOM dan PIN juga telah menerapkan sebagian besar dari aspek-aspek hukum perjanjian yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya yang terdapat dalam Buku III Tentang Perikatan, dan upaya penyelesaian sengketa/perselisihan yang diambil oleh TELKOM untuk mengatasi permasalahan yang terjadi antara TELKOM dengan PIN ternyata diluar dari klausula penyelesaian sengketa yang diatur didalam Pasal 18 Perjanjian KSO yaitu diselesaikan dengan menerapkan Skema Penyelesaian Jangka Panjang Secara Menyeluruh. Kesalahpahaman dan interpretasi yang berbeda terhadap suatu isi perjanjian merupakan penyebab terjadinya perselisihan/sengketa diantara para pihak. (RS)"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21112
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>