Ditemukan 132288 dokumen yang sesuai dengan query
Handaryani Agustiana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21235
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Betty Margaretha
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S20911
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Angel Brigitta SR
"Perjanjian franchise adalah suatu bentuk kerjasama di bidang bisnis antara dua pihak yaitu franchisor (pihak pemberi hak franchise) dan franchisee (pihak penerima hak franchise). Perjanjian franchise tidak diatur dalam KUHPerdata melainkan timbul dari kebutuhan masyarakat dan praktek kebiasaan. Buku III KUHPerdata merupakan hukum pelengkap atau optional law yang artinya pasal- pasal dalam hukum perjanjian boleh dikesampingkan apabila para pihak yang membuat perjanjian dan ingin membuat ketentuan sendiri menyimpang dari ketentuan pasal-pasal hukum perjanjian. Mengenai kedudukan pihak franchisee didalam perjanjian franchise adalah tidak dapat disejajarkan dengan kedudukan penerima kuasa dalam suatu perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792-1819 KUHPerdata).
Franchise agreement is a form of business co-operation between two parties which are franchisor (the party of the franchise right giver) and franchisee (the party of franchise right receiver). Franchise agreement is not regulated on Indonesia civil code, but emerged by society's needs and customs. The 3rd book of Indonesia Civil Code is an optional law that the articles may be excluded if the parties make the provisions personally deviant from the provisions of Law of contract. Concerning the position of franchisee in franchise agreement shall not be compared with the position of the mandate receiver (Articles 1792-1819 Indonesia Civil Code)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
S21110
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Melvin Purnadi
"Waralaba di Indonesia dilangsungkan berdasarkan suatu Perjanjian Waralaba antara Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba. Hal ini diwajibkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007. Secara teoritis, perjanjian didasarkan pada kesepakatan kedua pihak. Tetapi, sudah menjadi hal yang lumrah, bahwa Penerima Waralaba ada di posisi yang lebih lemah dan rawan dirugikan. Salah satunya, adalah keberadaan klausula non-agen yang melepaskan kewajiban Pemberi Waralaba. Berdasarkan Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012, telah diwajibkan beberapa hal untuk dicantumkan di dalam Perjanjian Waralaba. Pemenuhan kewajiban pencantuman tersebut harus dipastikan dalam Perjanjian Waralaba, guna menjamin Perjanjian Waralaba tetap sesuai dengan hukum Indonesia dan memberikan perlindungan bagi Penerima Waralaba.
In Indonesia, a franchise is based on a franchise agreement between the franchisor and the franchisee. This is a must, according to Government Regulation No. 42 Year 2007. Theoretically, an agreement is mutually agreed by both side. However, it is well known that in a franchise agreement, the franchisee usually have a weaker position and prone to loss. One of the example is the presence of clausule of non agency, which make the franchisor freed from its liabilities to the franchisee. According to the Minister of Trade Regulations No. 53/M-DAG/PER/8/2012, there is some things required in the franchise agreement, which is obligatory. Fulfilment of this obligation is needed to ensure that the franchise agreement is not violating Indonesian law and giving enough protection to the franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55714
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Yuni Karyanti S.
"Arus globalisasi dalam perekonomian, terutama di bidang kerjasama perdagangan barang dan jasa yang tengah melanda dunia saat ini, turut pula merebak di Indonesia. Dalam pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat dan kompleks, berbagai bentuk kerjasama dalam bidang perdagangan masuk ke Indonesia, dimana salah satu bentuknya adalah perjanjian franchise. Franchise merupakan suatu bentuk usaha yang telah lama dikenal di Indonesia dan diakui berdasarkan asas kebebasan berkontrak serta sistem terbuka buku III KUH Perdata. Perjanjian franchise antara PT.X dengan PT. Y merupakan perjanjian yang dibuat pada tahun 1993 berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Dalam Perjanjian tersebut para pihak rnelakukan pilihan hukum dengan memberlakukan hukum Ohio bagi perjanjian yang bersangkutan, dan hingga saat ini perjanjian tersebut belum didaftarkan sesuai peraturan yang berlaku. Perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang memperlihatkan ketidakseimbangan kedudukan para pihak, dan dalam hal ini pihak franchisee banyak dirugikan, terutama karena adanya pilihan hukum tersebut. Berlakunya PP No. 16 tahun 1997 beserta peraturan pelaksananya yang mensyaratkan berlakunya hukum Indonesia bagi perjanjian franchise serta menentukan adanya kewajiban pendaftaran bagi perjanjian franchise yang dibuat sebelum berlakunya peraturan tersebut dalam hal ini tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terutama bagi pihak franchisee, karena kedudukannya yang lebih rendah daripada KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian tetapa dapat melakukan pilihan hukum dalam perjanjian, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Namun dengan diberlakukannya Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, terdapat pembatasan yang cukup berarti terhadap kebebasan para pihak dalam suatu perjanjian franchise, terutama dalam hal terdapatnya klausula no agency yang dapat menghilangkan tanggung jawab franchisor atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan franchisee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21053
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sihombing, Merry Christine
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S20853
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Marinza Savanthy
"Franchise, yang sering disebut sebagai waralaba di Indonesia, merupakan suatu format usaha yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari lisensi. Franchise merupakan bentuk usaha yang marak berkembang pada tahun 1990-an di Indonesia. Oleh karena perkembangan yang begitu pesat itulah diperlukan adanya pengaturan lebih lanjut mengenai waralaba. Sehingga pada akhirnya dikeluarkan PP No. 16 Tahun 1996 tentang Waralaba dan juga Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259/MPP/Kep/7/1997. Dengan demikian telah terdapat pengaturan yang jelas mengenai waralaba. Franchise merupakan suatu format bisnis yang memberikan hak kepada franchisee untuk menjalankan usaha dengan menggunakan merek dagang, logo, serta hak kekayaan intelektual lain, yang merupakan ciri usaha dari franchisor. Franchisee juga menjalankan usaha dengan menggunakan konsep usaha yang menyeluruh dari franchisor. Franchisee menjalankan usaha sepenuhnya menggunakan manajemen yang berasal dari franchisor. Franchisee mendapatkan bimbingan, bantuan dan pelatihan dari franchisor dalam menjalankan usahanya. Atas penggunaan hak kekayaan intelektual franchisor, serta konsep usaha yang menyeluruh dari franchisor, franchisee harus memberikan royalty pada franchisor. Usaha franchise memiliki beberapa keuntungan dibanding mendirikan usaha yang baru, selain tentunya kelemahan-kelemahan. Franchise juga memiliki faktor resiko yang sama atas kegagalan usaha. Penting untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha franchise. Oleh karena itu pembahasan mengenai kelangsungan usaha dalam bentuk usaha franchise menjadi tema penulisan dalam skripsi ini. Namun dalam kenyataannya terdapat beberapa permasalahan sehubungan dengan perjanjian franchise, sehingga akan dibahas pula mengenai perjanjian baku dalam perjanjian franchise serta mengenai teori itikad baik dan juga disclosure documentation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S21140
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alfani Gunawan
"Dalam era pesaingan pedagangan global diperlukan adanya suatu sistem pemasaran yang efektif dan efisien salah satunya adalah waralaba. Apabila di bandingkan dengan sistem pemasaran yang sudah ada sebelumnya, bisnis waralaba memiliki beberapa keuntungan, salah satunya adalah penerima waralaba dapat langsung menggunakan popularitas produk dari pemberi waralaba. Bentuk perjanjian waralaba biasanya menggunakan bentuk perjanjian baku, yang kemudian menimbulkan permasalahan apakah bentuk perjanjian waralaba ini telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan bagaimana kedudukan para pihak dalam perjanjian waralaba ini. Bedasarkan peraturan perundangan-undangan maka perjanjian ini bisa disebut sebagai perjajian waralaba karena memenuhi unsur-unsur sebagai waralaba yaitu adanya penggunaan hak kekayaan intelektual atau ciri khas dengan suatu imbalan dalam rangka penjualan barang atau jasa. Kedudukan para pihak dalam perjanjian waralaba ini adalah tidak seimbang karena perjanjian dibuat sepihak oleh pemberi waralaba yang merupakan kontrak baku. Ketika keseimbangan ini dikarenakan karena pemberi waralaba ingin melindungi kepentingannya sebagai pemilik merek dagang. Masalah lain yang mungkin timbul dari perjanjian waralaba ini adalah masalah penyelesaian sengketa antara para pihak, pembagian wilayah pemasaran dan jangka waktu waralaba. Menurut penulis dalam menyelesaikan sengketa sebaiknya menggunakan cara arbitrase. Pembagian wilayah juga harus disebutkan secara tegas agar tidak terjadi kesalahpahaman antara cabang-cabang waralaba mengenai wilayah pemasaran. Mengenai jangka waktu perjanjian waralaba antara PT X. dengan PT Y. adalah 5 tahun, tetapi dapat ditinjau ulang menjadi 10 tahun berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12 Tahun 2006."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21294
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mami Milawati
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia;, ], 2010
S21506
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Andhesthi Rarasati
"Skripsi ini membahas perlindungan hukum penerima waralaba pada perjanjian waralaba antara PT Baba Rafi Indonesia dengan Made Denny Mirama Sanjaya. Perlindungan hukum ini akan dilihat dari peraturan perundang-undangan dan asas keseimbangan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif.
Hasil dari penelitian ini adalah perjanjian yang dibuat para pihak telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan akan tetapi keseimbangan dalam perjanjian belum dicapai.
Saran yang diberikan kepada pemerintah adalah memberi sanksi bagi pelanggaran pasal 7 PP no 42 tahun 2007 dan mengawasi jalannya waralaba di Indonesia sedangkan untuk pihak penerima waralaba diharapkan agar membaca peraturan yang terkait waralaba dan mendaftarkan usahanya.
This thesis discusses the legal protection of franchisee in the franchise agreement between PT Baba Rafi Indonesia and Made Denny Mirama Sanjaya. These legal protections will be seen from the legislation and the principle of balance. This research use normative juridical method. The results of this research are agreements made by the parties in accordance with the legislation, in the other hand, it has not achieved a balance in the agreement. The writer gave advice to goverments so goverments could overseeing the franchise in Indonesia. To the franchisee, the advices are franchisee must read the related regulations and register their frachise."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S21558
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library