Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahlani
"ABSTRAK
Perceraian suami-istri dapat terjadi karena berbagai upaya yang dilakukan kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang terjadi mengalami jalan buntu. Maka perceraian merupakan jalan keluar yang paling baik, bagi pasangan suami istri yang tidak mungkin lagi dapat hidup rukun, sebagaimana yang dituju oleh ikatan perkawinan.
Salah satu akibat dari perceraian itu adalah harus dipisahkannya harta bersama mereka selama dalam perkawinan, apabila ada rukun fiqh maupun UU No. 1 Th. 1974 yang berlaku pula bagi umat IslamIndonesia tidak secara tegas mengatur bagian masing-masing pihak. Bila istri hanya tinggal di rumah, mengurus RT, sedangkan suami kerja di kantor, maka bila terjadi perceraian apakah kedua pihak harus memperoleh bagian yang sama banyaknya?
Dalam prakteknya Pengadilan-pengadilan (agama) menetapkan bagian masing-masing pihak disesuaikan dengan kondisi pasangan suami istri itu. Hal ini terutama terjadi pada masa pra maupun masa transisi/peralihan diberlakultannya UU No. 1 Th. '74. Namun setelah UU No. 1 Th. 1974 dapat berlaku secara efektif, yang berwenang menetapkan pembagian harta bersama suami istri setelah perceraian adalah Pengadilan Negeri, dan masing-masing berhak atas separoh dari harta bersama itu."
1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ros Nelly
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1985
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lilyana Djumara Nadjir
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hastuti
"Menurut UU No. 1 Tahun 1974 perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya serta dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku. Bagi pemeluk Islam perkawinannya baru dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum perkawinan Islam. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah mencatatkan perkawinan pada Pegawai Pencatat Nikah seperti yang telah diatur dalam Peraturan perundang undangan. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang membuktikan bahwa perkawinan yang dilakukan adalah sah menurut hukum agama dan hukum negara serta untuk menjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam. Perkawinan yang tidak tercatat merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum karena hal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap lembaga perkawinan yang akan berpengaruh terhadap kedudukan suami istri, anak yang dilahirkan, dan harta benda dalam perkawinan. Di samping itu pencatatan perkawinan dalam hukum Islam sejala dengan perintah Allah di dalam Al-Qur'an. Terhadap pelanggaran ini ada sanksi yang diterapkan oleh pemerintah. Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah membelikan jalan keluar (solusi) terhadap para pihak yang telah terlanjur melakukan perkawinan yang belum tercatat dan menginginkan perkawinannya dinyatakan sah yaitu dengan cara mengajukan permohonan pengesahan (isbat) nikah ke Pengadilan Agama, tetapi permohonan isbat nikah yang dapat diajukan terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 7. ayat (3) Kompilasi Hukum Islam. Dengan demikian pencatatan perkawinan merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umat Islam di Indonesia dalam melakukan perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang undangan dan norma-norma yang berlaku dan mengikat kehidupan masyarakat. Efektifitas kerjasama dan koordinasi antar berbagai pihak sangat diperlukan dalam mewujudkan ketertiban dan kepastian hukum di bidang hukum perkawinan, khususnya Hukum Perkawinan Islam di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21293
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Setiadi
"Akibat murtad terhadap hubungan perkawinan adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami-isteri tersebut. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur secara tegas mengenai putusnya perkavlinan akibat murtad. Untuk mengatasi hal ini, hakim di pengadilan agama dalam mengadili perkara putusnya perkawinan akibat murtad ini biasanya menggunakan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Alasan yang digunakan adalah perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Sedangkan menurut Pasal 116 huruf h Kompilasi Hukum Islam KHI, hanya murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga yang dapat memutuskan hubungan perkawinan. Jadi menurut kedua peraturan di atas, murtadnya salah satu pihak dalam perkawinan tidak serta merta memutuskan perkawinan. Hal ini yang menimbulkan ketidaksesuaian dengan hukum Islam. Untuk mengatasi ketidaksesuaian tersebut, dapat menggunakan Pasal 4 KHI dan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam. Dengan demikian, walaupun tidak menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga, murtadnya pihak suami atau isteri dapat dijadikan dasar oleh hakim di Pengadilan Agama untuk memutuskan suatu perkawinan. Pengadilan Agama dalam memutuskan suatu perkara didasarkan pada peraturan yang berlaku di Indonesia. Bila merujuk peraturan yang ada (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI), putusnya perkawinan akibat murtad belum diatur sesuai dengan hukum Islam. Hal ini menimbulkan kesulitan bagi hakim di pengadilan agama dalam memutuskan perkara putusnya perkawinan akibat murtad. Selain peraturan yang masih kurang memadai, administrasi di pengadilan agama juga kurang menunjang dalam menangani masalah perkara putusnya perkawinan akibat murtad ini agar sesuai dengan hukum Islam."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21207
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Elvira Sjarif
"ABSTRAK
Li'an adalah suatu bentuk putusnya hubungan perkawinan dalam Hukum Islam dimana suami menuduh isterinya berzina. Sedangkan arti kata Li'an adalah sumpah La'nat yaitu sumpah yang di dalamnya terdapat pernyataan bersedia menerima La'nat Tuhan.
Li'an ini terjadi apabila suami menuduh isterinya berbuat zina padahal tidak mempunyai saksi kecuali dirinya sendiri, dimana seharusnya si suami dikenakan hukuman menuduh zina tanpa saksi yang cukup yaitu dera ( cambuk ) 80 kali, diatur dalam Q. XXIV : 4, Q. XXIV : 6.
Li'an menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 adalah sangkalan sangkalan sahnya anak dengan pembuktian bahwa isterinya berbuat zinah atau anak yang dilahirkan adalah hasil perbuatan zinah atau kalau tidak dapat membuktikannya dilakukan sumpah bagi para pihak yang berkepentingan yaitu suami dan Isteri tersebut.
Sebelum membahas masalah Li'an maka penulis terlebih dahulu harus mempelajari masalah perkawinan karena sebelum terjadinya Li'an harus ada suatu perkawinan.
Perkawinan menurut Islam ada1ah nikah yang berarti melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua pihak yang berdasarkan suka rela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup
berkeluarga yang diliput rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.
Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1974 ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sahnya suatu perkawinan menurut Hukum Islam adalah dengan terlaksananya akad nikah yang memenuhi syarat dan rukunnya. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukurn masing-masing agamanya dan kepercayaannya.
Li'an adalah salah satu bentuk putusnya hubungan perkawinan yang lain adalah : Talaq, talaq ta'liq, Ila, Zhihar, Khuluk dan Mubara-ah, Fasakh, Murtad.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Suryati Ananda
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>