Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80261 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marpaung, Nita Prishela Christanty
"Setelah beras, yang menjadi sumber karbohidrat nomor dua yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah tepung terigu. Masyarakat Indonesia telah mengalami perubahan pola konsumsi ke bahan pangan yang berbasis terigu, seperti mie instant, roti dan aneka macam kue. Hal itu menyebabkan semakin meningkatnya permintaan akan gandum impor yang merupakan bahan baku dari tepung terigu. Dalam rangka program diversifikasi pangan, Kementerian Pertanian tengah mengembangkan pangan lokal seperti singkong yang diolah menjadi tepung mocaf. Tepung mocaf diharapkan dapat menjadi bahan komplementer dari tepung terigu agar dapat menekan permintaan akan gandum. Para pelaku usaha mengeluhkan pengenaan PPN atas tepung mocaf karena dapat menyebabkan industri lokal menjadi enggan untuk mengembangkan tepung mocaf.
Penelitian ini menjelaskan perlunya kebijakan PPN yang bersifat khusus diberikan untuk tepung mocaf, alternatif kebijakan fasilitas PPN atas tepung mocaf dan konsekuensi dari masing-masing alternatif tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan dengan didukung wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian fasilitas pajak untuk tepung mocaf dapat mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor gandum dan akan menghemat devisa negara. Jika pemerintah memberikan fasilitas pajak untuk tepung mocaf, maka industri lokal dapat semakin mengembangkan industri lokal dan meningkatkan kesejahteraan petani singkong.

After rice, The second most widely consumed by the people of indonesia as their source of carbohydrates are wheat flour. Indonesian society have experienced a change in consumption patterns into a flour-based foodstuffs, such as instant noodles, breads and various cakes. That patterns causes the increasing demand of wheat import which is the raw material of wheat flour. In order to the food diversification program, the Ministry of agriculture developing local food such as processed cassava into modified cassava flour. The cassava flour is expected to becomes complementary goods of wheat flour so it can reduces the demand of wheat. Entrepreneurs complain about the imposition of value added tax on flour mocaf because it can make the local industry be reluctant to develop cassava flour.
This study explain the need of value added tax specialized policy on modified cassava flour, the alternative of value added tax facility policy on modified cassava flour and the consequency of each alternative. This study used qualitative approach. The technique of data collection was used literatur and field research and also supported with depth interview. This study found that providing tax facility on modified cassava flour can reduces the Indonesia?s dependence of importing wheat and it will save the foreign exchange. If the government provide tax facility on modified cassava flour, the local industry can be develop and increase the wealth of cassava farmers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Wahyudi
"Kekhawatiran para pelaku dunia usaha industri rotan terhadap penghapusan Pasal 4A ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, dikarenakan peraturan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan yang tidak jelas. Berdasarkan masalah tersebut, maka membuka kembali permasalahan mengenai latar belakang penetapan rotan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai latar belakang kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan ditetapkan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis, Implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas rotan terhadap perkembangan industri rotan, serta kebijakan Pajak Pertambahan Nilai yang sebaiknya diterapkan untuk mendorong dunia usaha kehutanan khususnya rotan di Indonesia.
Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, didapatkan hasil penelitian bahwa dalam penetapan rotan sebagai Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis dilihat dari berbagi sisi, diantaranya yaitu dilihat dari segi penambahan nilai pada rotan tersebut atau dilihat dari faktor ekonomi yang mendasari pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai dibebaskan, yaitu untuk mendorong perkembangan industri rotan di Indonesia serta meningkatkan daya saing industri rotan. Faktor penghambat implementasi kebijakan tersebut yaitu, dari faktor komunikasi sehingga kekhawatiran akan penghapusan Pasal 4A Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 muncul. Kesemuanya itu diakibatkan kurangnya sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Faktor lainnya yaitu masalah administrasi dalam proses pengukuhan Wajib Pajak menjadi Pengusaha Kena Pajak, yang didalamnya hanya semata-mata untuk mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN.

Concerns actors rattan's industrial business due the abolition of Article 4A Paragraph (1) of Law Number 42 Year 2009, due to the obscurity of the imposition of value added tax. Based on that problem, it also a remainder for the background of determination that rattan is a considered as a certain strategic taxable goods. The research is using a descriptive qualitative approach in order to have a depth understanding of the background that set rattan as a certain strategic taxable goods, implementation of value added policy for rattan to stimulate rattan industry and also the value added tax policy that should be applied to stimulate the forestry business especially for the rattan industry in Indonesia.
Based on the research conducted, obtained results that rattan designated as taxable goods certain strategic views from all sides, among which in term of adding value to rattan or viewed from the economic factors underlying the provision of Value Added Tax released, that is to stimulate rattan industry in Indonesia and to increase competitiveness business rattan industry in Indonesia. For implementation inhibiting factors of that policy is about communication that should make concerns the elimination of Article 4A Paragraph (1) of Law Number 42 Year 2009 came out. All of that problem due to lack of knowledge of business taxation actors rattan industry and the lack of socialization taxation undertaken by Directorate General of Taxation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Almira Gitta Hasna
"Bahan baku pakan ternak, unggas dan ikan salah satunya berasal dari produk sampingan gandum namun jumlahnya di Indonesia terbatas dan masih harus diimpor. Hal tersebut dikarenakan industri tepung terigu sebagai penghasil produk sampingan gandum tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas impor gandum sebagai dampak dari kebijakan pembebasan PPN atas bahan baku pakan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor yang menentukan produk sampingan gandum sebagai Barang Kena Pajak (BKP) strategis dan implikasinya pada industri tepung terigu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa produk sampingan gandum dikategorikan sebagai BKP strategis karena peranannya sebagai bahan baku pokok dalam pembuatan pakan ternak, unggas dan ikan. Pajak Masukan atas impor gandum yang tidak dapat dikreditkan menyebabkan PKP tepung terigu membebankan Pajak Masukan tersebut pada harga jual produk sampingan, membebankan pada harga jual tepung terigu dan/atau mengurangi profit perusahaan.

Animal, poultry and fish feed raw material are come from wheat byproduct but the quantity are still not enough and have to be imported. Those are because the wheat flour mill industry can not credit the VAT input from wheat import as the implication from VAT exemption policy of animal feed raw material.
The purpose of this research is to analyze the factors that determine byproduct of wheat as a strategic taxable supplies and the implication on wheat flour mill industries. This research used the qualitative approach with descriptive analysis and techniques od data collection through the study of librarianship and interviews.
The results of this research show that wheat byproduct is categorized as strategic taxable supplies for its role as important raw material in the manufacture of animal feed. The VAT input of import wheat that can not be credited, made the companies charge the VAT input to the selling of by product, charge the VAT input to the selling of wheat flour, and/or subtraction of corporate profit.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Saraswati
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor jasa perdagangan di Indonesia. Kebijakan tersebut secara khusus tertuang dalam Surat Edaran Jenderal Pajak No. SE-145/PJ/2010 mengenai Perlakuan PPN atas Jasa Perdagangan, khususnya pada butir 3 huruf c, d, dan e. Tujuan penelitian adalah menjelaskan mengapa Dirjen Pajak menetapkan ekspor jasa perdagangan sebagai penyerahan jasa perdagangan di dalam Daerah Pabean, bagaimana kebijakan PPN atas ekspor jasa perdagangan ditinjau dari konsep taxable supplies dan destination principle, serta bagaimana perlakuan PPN atas ekspor jasa seharusnya menurut kelaziman internasional. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ekspor jasa perdagangan telah sesuai dengan konsep taxable supply dan penyerahan ekspor jasa perdagangan yang ditetapkan sebagai penyerahan jasa perdagangan di dalam Daerah Pabean tidak sesuai dengan konsep destination principle. Alasan Dirjen Pajak adalah terkait dengan masalah pengawasan yang belum cukup memadai untuk dikenakan PPN dengan tarif 0%. Kelaziman internasional atas pengenaan PPN atas ekspor di beberapa negara Asia Pasifik sebagian besar sudah menganut destination principle.

This research discusses the Value Added Taxes policy on export of trade services in Indonesia. This policy is particularly reflected in Circular Letter Director General of Taxation Number SE-145/PJ/2010 regarding the Value Added Taxes Treatment of Trade Services, especially in point 3 letter c, d, and e. The research's objectives are to explain why DG of Taxation determine export of trade services as a supply of trade services within the Customs Area, how the VAT policy on exports of trade service is seen from the concept of taxable supplies and the destination principle, as well as how the treatment of VAT on export of services suppose to be according to international practice. The type of research is descriptive using quantitative approach.
Based on the results, the writer has found that the trade services export has been in accordance with the concept of taxable supply, and the exports of trade services that has been determined as a supply of trade services within the Customs Area is not in accordance with the concept of destination principle. Reasons from the DG of Taxation is related to supervision issues which still insufficient to be burdened by VAT at the rate of 0%. On the other hand, international practice for the imposition of VAT on exports of services in some Asia Pacific countries has been using the destination principle.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nia Amalia
"Implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao berpengaruh terhadap keberlangsungan operasional industri kakao. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist, jenis penelitian deskriptif, dengan tujuan menganalisis proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi. Hasil penelitian dari ketiga faktor menunjukan bahwa implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan kakao memiliki beberapa permasalahan yaitu luasnya wilayah indonesia, kurangnya sumber daya manusia, dan mengganggu ekonomi industri. Selain itu, dalam proses implementasi memunculkan output kebijakan baru, kepatuhan Pengusaha Kena Pajak menimbulkan penerimaan pajak, dan terganggunya cashflow industri kakao.

The implementation of Value Added Tax policy for the supplies of cocoa gives impact to the operational activities in that current industry. This research conducted by post positivist approach with descriptive purpose, it is to analyze the implementation process and factors that influance the implementation. The result of this are among the three factors shows the policy impelementation has some problems, there are the wide of area, lack of human resource, and distract economy condition of the industry. Besides, in implementation process issued new policy output, voluntary compliance of taxable person increases tax revenue and disruption of the cocoa industry's cash flow."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S65155
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumangger, Lewi Evander Christ
"Batubara adalah komoditas yang krusial dalam pemenuhan kebutuhan energi Indonesia. Statusnya sebagai Barang Tidak Kena Pajak berubah sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sehingga menghapus batubara dari daftar barang tidak kena PPN. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan evaluasi terkait implementasi kebijakan ini yang sudah berlangsung 2 tahun. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dimana pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi literatur. Fokus penelitian ini adalah mengevaluasi Kebijakan PPN atas penyerahan batubara berdasarkan teori evaluasi kebijakan Dunn. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga dimensi yang terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu perataan, responsivitas, dan ketepatan. Dimensi yang tidak terpenuhi dalam kebijakan PPN atas penyerahan batubara yaitu efektivitas dan efisiensi. Kebijakan PPN atas penyerahan batubara perlu diperbaiki agar bisa mencapai tujuan awal kebijakan ini bisa tercapai. Cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan negosiasi antara pemerintah dengan perusahaan batubara untuk mengamandemen kontrak yang berlaku agar otomatis mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, perlu dilakukan perencanaan matang untuk mempersiapkan potensi restitusi di masa depan.

Coal is a crucial commodity in meeting Indonesia's energy needs. Its status as Non-Taxable Goods has changed since the promulgation of Law Number 11 Year 2020 of Cipta Kerja, thereby removing coal from the list of non-VAT subject goods. The purpose of this study is to evaluate the implementation of this policy which has been going on for 2 years. The research was carried out using a qualitative approach with a descriptive research type where data collection was carried out by in-depth interviews and literature studies. The focus of this research is to evaluate the VAT policy on coal delivery based on Dunn's policy evaluation theory. The results of the study show that there are three dimensions that are fulfilled in the VAT policy on coal delivery, namely equity, responsiveness, and accuracy. The dimensions that are not fulfilled in the VAT policy on the delivery of coal are effectiveness and efficiency. The VAT policy on the delivery of coal needs to be improved in order to achieve the initial objectives of this policy. The way that can be done is by negotiating between the government and coal companies to amend the applicable contract so that it automatically complies with statutory provisions. In addition, careful planning is necessary to prepare for potential restitution in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winda Azahra
"Penelitian menganalisis dampak kebijakan fiskal dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas lumpur anoda yang dapat diolah menjadi emas batangan. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan lumpur anoda antara PT Smelting dengan PT Aneka Tambang dapat menimbulkan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Berdasarkan asas netralitas internal dimana objek dan subjek pajak diperlakukan secara sama. Apabila PPN atas lumpur anoda diberikan fasilitas dapat mengakibatkan diskriminasi dengan barang atau jasa kena pajak lainnya.

The study analyzes the impact of fiscal policy on the imposition of Value Added Tax on the anode slime which can be processed into gold bullion. Collecting data through in-depth interviews and literature study. The results showed that the implementation of policy imposition of Value Added Tax on the transfer of anode slime between PT Aneka Tambang and PT Smelting impact Input Tax can not be credited. Based on the principle of internal neutrality in which the tax object and subject treated equally. If the VAT on the anode slime given the facility could result in discrimination with the goods or services of other taxable."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55160
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Rasuna
"Kebutuhan serta potensi biodiesel sebagai subtitusi solar menjadi penting untuk diperhitungkan dalam target bauran energi di Indonesia. Realitanya, masih terdapat berbagai isu yang menghambat perkembangan industri biodiesel, khususnya biodiesel non-kelapa sawit. Pada tahun 2009, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas penyerahan biodiesel di dalam negeri, namun kebijakan tidak dilanjutkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis latar belakang insentif PPN DTP atas penyerahan biodiesel pada tahun 2009 tidak dilanjutkan, faktor yang mendorong diperlukannya kembali insentif, dan alternatif insentif dengan tinjauan kebijakan di Malaysia, Kolumbia, dan Jerman. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kepustakaan dan lapangan. Hasil penelitian pertama, faktor yang melatarbelakangi PPN DTP atas penyerahan biodiesel di dalam negeri pada tahun 2009 tidak dilanjutkan adalah minimnya pemanfaatan, kebijakan salah sasaran, dan lemahnya dasar hukum. Kedua, biodiesel non-kelapa sawit memiliki berbagai faktor yang mendorong dibutuhkannya kembali insentif PPN dan alternatif insentif PPN yang dapat diberikan adalah PPN tidak dipungut. Ketiga, kebijakan insentif PPN atas penyerahan biodiesel telah diberlakukan di Malaysia, Kolumbia, dan Jerman sebagai dorongan dari pemerintah untuk industri biodiesel. 

The need and potential of biodiesel as a substitute for diesel become essential to be considered in Indonesia's energy mix targets. In reality, there are still various issues hindering the development of the biodiesel industry, especially non-palm oil biodiesel. In 2009, the government provided an incentive of Value-Added Tax Borne by Government on the domestic delivery of biodiesel, but the policy was not continued. The purpose of this research is to analyze the background of the discontinuation of the incentive on biodiesel delivery in 2009, the factors driving the need for its reinstatement, and alternative incentives by reviewing policies in Malaysia, Colombia, and Germany. The research employs a qualitative approach with literature and field studies. The first result of the research shows that the factors underlying the discontinuation of the VAT BPG on domestic biodiesel delivery in 2009 are the limited utilization, misdirected policies, and weak legal basis. Secondly, non-palm oil biodiesel has various factors driving the need for the reinstatement of VAT BPG incentive, and the alternative incentive that can be given is exempting VAT. Thirdly, VAT incentive policies on biodiesel delivery have been implemented in Malaysia, Colombia, and Germany as government encouragement for the biodiesel industry."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmiwati Ramadina
"Skripsi ini menganalis perubahan batasan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai yang sebelumnya diberlakukan sama untuk setiap daerah menjadi berbeda beda pada tiap daerah Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan studi literatur
Hasil penelitian menunjukan bahwa selain perbedaan harga tanah dan harga bahan bangunan pada tiap daerah juga ada kenaikan harga rumah sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mendorong ketersediaan perumahan sederhana Ditinjau dari asas netralitas perubahan batasan menjadi regionalisasi dapat mengakibatkan perbedaan penyerahan atas rumah yang dibebaskan PPN sehingga mengganggu netralitas kompetisi Dampak yang dihasilkan dari perubahan kebijakan batasan regionalisasi pembebasan PPN adalah meningkatnya penjualan yang dilakukan oleh pengembang dan terjadinya variasi harga penyerahan rumah sederhana yang dibebaskan PPN.

The focus of this study is to analyze changes in Value Added Tax exemption previously imposed are the same for each area to be different in each region This research is qualitative descriptive interpretive The data were collected by deep interview and literature study The research indicated that beside there are differences land price and the cost of building material it also because house price increment in every region so that change needs to be done to encourage the availability of simple housing
The results showed that in addition to differences in land prices and the prices of building materials in each area that needs to be changed to encourage the availability of low income housing Judging from the principle of neutrality the change may result in restrictions being regionalized differences on home delivery VAT exempt so disturbing neutrality competition The resulting impact of the regionalization policy change VAT exemption limits are increased sales made by the developer and the variation of the price of a modest home delivery VAT exempt.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52739
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Rukmaya
"Penelitian ini membahas mengenai dibutuhkannya kebijakan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan tetes tebu untuk mendukung kebijakan energi nasional. Hal tersebut dikarenakan belum adanya kebijakan pajak yang kondusif untuk industri konversi energi seperti bioetanol. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan lapangan. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dan menalisis kebijakan PPN atas penyerahan tetes tebu ditinjau dari prinsip evaluasi kebijakan pajak yang baik, alasan diperlukannya kebijakan fasilitas pembebasan PPN dan hambatan yang ditemukan dan upaya mengatasinya dalam pemberian kebijakan fasilitas PPN atas penyerahan tetes tebu, serta menjelaskan pengalaman Brasil dalam mengembangkan bioetanol dari tebu. Hasil penelitian ini menyimpulkan, untuk mencapai kebijakan energi nasional maka diperlukan adanya pemberian fasilitas berupa pembebasan PPN atas penyerahan tetes tebu.

This research discusses the need of Value Added Tax VAT incentive policy on molasses in supporting the national energy policy. That is because the absence of any conducive VAT policy to energy conversion industries such as bioethanol. This research conducted by a qualitative descriptive approach with literature review and field research as data collection techniques. The purpose of this research are to describe and analyze the VAT policy on molasses in terms of the principle of good tax policy evaluation, reasons why the state needs VAT exemption as facility and the existing barriers and ways to overcome those barriers in order to exempt molasses from tax under VAT, and also describe the experience that Brazil has in developing bioethanol made from sugarcane. The result of this research conclude that in order to achieve the national energy policy, the state needs the VAT exemption as an incentive or facility of VAT policy on molasses.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S55031
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>