Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aprillia Ramadhina
"ABSTRAK
Penulisan ini berupaya menjelaskan hasrat perempuan dalam lukisan IGAK Murniasih
melalui perspektif Luce Irigaray. Bagi Irigaray, perempuan seharusnya mempunyai bahasa
mereka sendiri dan menggunakannya. Bahasa dalam artian di sini dimaknai sebagai sesuatu
yang plural, yakni bahasa yang terkandung dalam lukisan. Lukisan dapat menjadi sebuah ajang
pengeluaran ide mengenai realitas, sarana bagi seniman perempuan, untuk ?berbicara? dan
membahasakan bahasanya sendiri, di samping hasil dari sebuah proses kreatif. Terdapat kaitan
antara pembahasaan terhadap tubuh perempuan dengan wacana berbicara ?sebagai? perempuan
dalam konteks pelukis perempuan. Lukisan sebagai pelepasan hasrat mampu merepresentasikan
realitas ketertekanan perempuan dan memotret relasi seksualitas antara laki-laki dan perempuan.
Rezim bahasa patriarki telah mereduksi kapasitas perempuan untuk mampu berbicara. Di sinilah
diperlukan usaha yang lebih dari perempuan untuk mampu membahasakan bahasanya sendiri,
salah satunya dengan melukis.

Abstract
This writing tries to explain about woman?s desire in IGAK Murniasih?s painting trough the
Luce Irigaray?s perspective. According to Irigaray, woman should have their own language and
use it. Language in this term is interpreted as something plural, which is the language that in
painting. Painting could become an instrument to improve the idea of the reality, medium for
woman artist, to ?speaking?, create and invent their own language, beside product from creative
process. There is a relation between language that come from women body with discourse of
speaking ?as? woman. Painting as redemption of desire represent the repression woman reality
and show the sexual relation between man and woman. Language rezime of patriarchy has been
reduce woman?s capacity for speaking. Then it needs the more effort from woman to create and
invent her own language, and one of this way is to painting.
"
2011
S42432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Allysa Rismaya Dwi Putrie
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang citra sensualitas wanita yang terdapat dalam empat lukisan karya Kees Van Dongen. Kees Van Dongen adalah seorang pelukis dari Belanda yang menganut aliran Fauvisme dan sering kali menjadikan wanita sebagai objek lukisannya. Wanita-wanita pada lukisan Van Dongen kerap kali diwarnai oleh nuansa erotis dan sensual, namun tidak semua lukisan sensualnya adalah wanita yang bertelanjang. Tidak semua makna sensualitas selalu berhubungan dengan seksualitas, telanjang, ataupun erotisme. Sensualitas juga dapat dilihat dari bentuk wajah, tubuh, pandangan mata, harum tubuh, bahkan cara berbicara. Penelitian ini bermaksud menganalisis simbol-simbol yang mencitrakan sensualitas wanita dalam empat lukisan yang berbeda melalui teori semiotika oleh C.S. Peirce. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra sensualitas wanita pada setiap lukisan berbeda satu sama lain.

ABSTRACT
This study discusses about images of woman's sensuality which are contained in four paintings by Kees Van Dongen. Kees Van Dongen was a Fauves Dutch painter who constantly used women as his painting's object. Most of those paintings that contained women were erotic and sensual, although not all of them were naked or doing any sexual activity. Not all the sensuality meaning is always connected to sexuality, nudity, or eroticism. Sensuality could be seen from the shape of face, the body, the eye sight, even the way of speaking. This research purpose is to analyze the symbols that image woman's."
2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wu, Jing
Beijing Shi: Wu zhou chuan bo chu ban she, 2008
SIN 759.994 51 WUJ c (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ngurah Arya Suryawan Putra
"Tulisan ini mengeksplorasi metode perancangan arsitektur kontradiktif berdasarkan identifikasi unsur-unsur lukisan Batuan sebagai lukisan lokal Bali. Eksplorasi seni lukis menjadi salah satu alternatif dalam mengembangkan metode desain seperti yang dieksplorasi oleh beberapa arsitek, seperti Zaha Hadid, Van Doesburg, dan Gerrit Thomas Rietveld. Pendekatan tersebut menawarkan wawasan yang berbeda dalam memperkaya proses desain dengan menciptakan pemrograman arsitektur yang memiliki hubungan tertentu dengan konteks. Studi ini mengeksplorasi lukisan lokal Batuan yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Bali sebagai upaya untuk menghubungkan arsitektur dengan lokalitas dan identitas budaya sebagai bagian dari proses desain. Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi unsur-unsur, komposisi, dan aspek penting yang selalu hadir dalam lukisan Batuan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada tiga unsur seni lukis Batuan yang esensial dalam metode perancangan, yaitu heterogenitas, hierarki, dan teknik lukis lokal (ngabur). Unsur-unsur tersebut dikembangkan secara khusus oleh para pelukis dari Desa Batuan untuk merepresentasikan keseharian masyarakat setempat terhadap filosofi lokal Rwa Bhineda. Filosofi tersebut bermakna kontradiksi terkait klasifikasi spasial kegiatan lokal dan hubungan yang melekat antara manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, tesis ini mengembangkan program arsitektur kontradiktif dengan pengaturan tatanan formal dan spasial serta kualitas spasial yang bermakna secara budaya dan konteks.

This paper explores contradictive architectural design methods based on an investigation of the elements of Batuan painting, a local Balinese painting. The explorations of painting has become an alternative in developing design methods as explored by some architects, such as Zaha Hadid, Van Doesburg, and Gerrit Thomas Rietveld. Arguably, such approaches offer different insights into programming architecture and further enrich the design process by creating particular relations with the context, instead of producing a generic and contextless architecture. In this study, the local Batuan painting that is related closely to the daily life of the Balinese community and local philosophy is explored as an attempt to construct a form of architecture with appreciation of locality and cultural identity as part of its design process. This study reveals that there are three elements from Batuan painting that are essential for the development of design, namely heterogeneity, hierarchy, and the particular local painting techniques of ngabur. Such elements were particularly developed by the painters from Batuan Village to represent the everydayness of the local society, particularly with regards to Rwa Bhineda philosophy. Rwa Bhineda is defined as contradiction within the spatial classifications of local activities and the embedded relationship between humans, humans with nature, and humans with God. Based on these elements, the thesis further develop contradictive architectural program with the formal and spatial arrangements as well as spatial qualities that are more culturally meaningful and contextually situated."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liliana
"Yue Minjun (岳敏君) dikenal sebagai seorang seniman bergaya Wan Shi Shixian Zhuyi 玩世实现主义 (Cynical Realism), dalam karyanya ia banyak melukiskan berbagai realitas sosial dengan gayanya yang jenaka serta menyindir. Pada artikel ini akan dibahas mengenai lima lukisan karya Yue Minjun dari seri lukisan Shaxiao Xilie 傻笑系列 (Silly Laughter). Sumber data utama penelitian ini
adalah lima lukisan berseri Shaxiao Xilie. Melalui pengamatan terhadap simbol-simbol yang terbaca dalam ke-5 lukisan ini terungkap makna-makna simbolis dari objek lukisan. Temuan-temuan dalam penelitian ini membuka wawasan tentang pandangan Yue Minjun terhadap Cina masa kini maupun masa lampau.

Yue Minjun (岳敏君) is known as a Wan Shi Shixian Zhuyi 玩世实现主义 (Cynical Realism) artist.
His works portrayed about social realism that wrapped with funny and cynical style. This article will only focus on five of Yue Minjun's paintings on Shaxiao Xilie 傻笑系列 (Silly Laughter) series, as the primary source of this study. The analysis of the symbols that are legible in these five paintings unfolds the symbolic meanings from the painting objects. The finding of this study has unfolded the insight of Yue Minjun’s perception about China's past and present
"
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, ], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Lutesha
"Mooi Indië merupakan salah satu gaya lukisan di Hindia-Belanda yang terkenal di zaman penjajahan Belanda.
Istilah Mooi Indiëdipakai S. Sudjojono untuk mengejek pelukis Hindia-Belanda, karena mereka melukiskan
pemandangan yang indah disaat Hinda-Belanda sedang sulit karena dijajah. Mooi Indië memiliki objek
keindahan dan kekayaan alam.Muncul kritik-kritik yang menentang gaya Mooi Indië, karena gaya ini tidak
sesuai dengan realita. Terbentuknya PERSAGI, Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia, adalah awal dari
kontradiksi terhadap gaya ini. Sudjojono menginginkan seni rupa kembali ke realisme, karya seni yang sesuai
dengan realita kehidupan. Terdapat bukti dari beberapa seniman yang memproduksi lukisan Mooi
Indiëbersamaan dengan perang ataupun peristiwa bersejarah yang penting, seakan-akan mereka tidak peduli
dengan penjajahan Belanda yang kejam. Namun, Sudjojono yang melihat secara langsung deritanya masyarakat
pribumi melontarkan kritik terhadap Mooi Indië. Dapat disimpulkan bahwakritik untuk lukisan Mooi
Indiëmemang betul adanya jika dilakukan penyesuaian tahun pembuatan lukisan dengan peristiwa yang terjadi
di Hindia-Belanda.

Mooi Indië was one of the most popular painting styles in the Dutch East Indies era. The term "Mooi Indië" was
XVHGE\66XGMRMRQRWRPRFN'XWFK(DVW,QGLHV¶SDLQWHUVEHFDXVHWKH\SDLQWHGEHDXWLIXOODQdscape while being
colonized by the Dutch. The characteristics of the paintings were the beauty and diversity of natural resources
of Dutch East Indies. There were a lot of criticism against Mooi Indië because the works were contradictory to
the reality. TKHHPHUJHQFHRI3(56$*,ZDVWKHEHJLQQLQJRIWKLVVW\OH¶VFRQWUDGLFWLRQ6XGMRMRQRZDQWHGDUWWR
return to realism, artwork that represents reality. There are evidence of several artists who produced Mooi
Indië along with war or other significant historical events, as if they were not concerned with the Dutch
colonial. However, Sudjojono who saw firsthand the misery of indigenous people, immediately criticized Mooi
Indië. It can be concluded that the criticism truly existed based on the year of the paintings production with
several events that took place in the Dutch East Indies.
"
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Zheng, Gong
Beijing: New Star Press, 2009
SIN 759.994 51 ZHE c (1);SIN 759.994 51 ZHE c (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>