Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177300 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shadika Mega Puspita Sari
"Film dapat digunakan untuk membaca potret masyarakat tertentu pada suatu ruang
dan waktu tertentu. Wholetrain ? sebuah film mengenai dua kelompok pelaku
graffiti di Jerman yang beradu menulis graffiti di gerbong kereta api, sementara
itu graffiti yang ditulis pada fasilitas umum dianggap merusak dan dilarang oleh
pemerintah. Skripsi ini membahas tentang bagaimana identitas pelaku graffiti
direpresentasikan dalam film ini

Abstract
Film is handled as a potrait of a culture in a particular situation. Wholetrain ? a
film narrated two groups graffiti writers in Germany had a battle to burn graffiti in
a whole train, meanwhile graffiti bombed in a public service is perceived as an
unclean and disallowed by the government. The focus of this study is to
understand how the identity of the graffiti writers is represented in this film"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Syafiah Sifa
"Tesis ini berusaha membongkar terjadinya dominasi Amerika dalam film Spanglish. Film yang bercerita tentang imigran Meksiko yang bekerja menjadi pembantu rumah tangga di rumah keluarga Amerika ini dianalisis secara semiotika Barthes yang menekankan kepada terjadinya ketimpangan identitas budaya orang Amerika dan Imigran dalam film produksi Amerika.Teori-teori yang digunakan adalah Hegemoni Gramsci dan Semiotika Barthes.Dalam penelitian tergambarkan bahwa ada hegemoni pada film produksi Columbia pitures ini.Secara kasat mata, dalam film tidak terlihat terjadinya hegemoni, namun setelah di analisis secara semiotika ditemukan adanya ideologi terselubung yaitu Rasisme dan Amerikanisme.Representasi identitas budaya yang dibangun oleh media ini bisa membantu kelompok dominan untuk melanggengkan ideologinya. Oleh karena itu, para peneliti menyarankan para sineas film bisa lebih berhati-hati dalam membangun makna melalui film mereka, karena film yang ditonton akan memberikan kontribusi kepada penonton atau merendahkan kelas subordinat.

This Thesis is trying to break down the american dominance in film Spanglish. The Film tells the story of immigrants Mexico who worksin American family as a housekeeper. This film is analyzed by a semiotics Barthes to see inequality inside cultural identity of Americans and immigrants. The research used hegemony theory Gramsci and semiotic technique of Roland Barthes's model. In research reflected that there are hegemony on this Columbia pictures Film. In this film, hegemony is not seen, but after it is analyzed by semiotic covert ideology have been found which are Racism and Americanism. The representation of cultural identity that built by media can help to perpetuate its ideology of dominant group. Therefore, the researcher suggestthe filmmakers to be more careful in constructing meaning through their films, since film has contribution to the audience in degrading the subordinate classes."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fandra Febriand
"Penelitian ini tentang representasi identitas diaspora Tionghoa dalam dua film, yaitu The Journey (Malaysia) dan Ngenest (Indonesia). Peran diaspora Tionghoa sejak awal kehadiran film di kedua negara (akhir 1920-an) sangat signifikan. Akan tetapi, sejak periode akhir 1960-an hingga tahun 2000, peran itu dan tema ketionghoaan berkurang sangat drastis akibat dari kebijakan politik kedua negara terhadap diaspora Tionghoa. Baru setelah tahun 2000-an, seiring perubahan politik di Indonesia dan ketersediaan teknologi dalam pembuatan film di Malaysia, film bertema ketionghoaan kembali hadir di kedua negara. The Journey (2014) dan Ngenest (2015) diproduksi pada era setelah tahun 2010-an, dan disutradarai oleh diaspora Tionghoa. Menggunakan metode kualitatif, penelitian ini melakukan analisis mendalam terhadap unsur-unsur pembentuk kedua film, yaitu unsur naratif dan unsur sinematik. Konsep representasi dan identitas dari Stuart Hall digunakan sebagai kerangka teoritis dalam penelitian ini untuk memahami representasi identitas diaspora Tionghoa dalam kedua film dari dua negara ini.
Temuan dari penelitian ini adalah bahwa kedua film sama-sama merepsentasikan hal- hal berikut, namun dengan cara yang berbeda, yaitu: 1) tradisi adalah bagian dari penanda identitas diaspora Tionghoa; 2) dinamika identitas yaitu berupa tegangan antara tradisi dengan modernitas (The Journey) dan antara ketionghoaan dengan pandangan diskriminatif terhadapnya (Ngenest); 3) ketidakadaan relasi dengan Tiongkok sebagai negara secara politis. Representasi identitas diaspora Tionghoa di dalam kedua film sangat berbeda karena tidak terlepas dari perbedaan sosial, budaya, dan politik identitas terhadap diaspora Tionghoa di kedua negara tersebut. Masing-masing tokoh utama dalam kedua film merepresentasikan bagaimana identitas diaspora Tionghoa berada dalam kondisi “being” dan “becoming” dalam konteks konsep identitas dari Stuart Hall, yaitu identitas adalah a matter of “becoming” as well as of “being”.

This research is about the representation of the Chinese diaspora‟s identity in two different films, The Journey (Malaysia) and Ngenest (Indonesia). Since the late 1920s, when the cinema has just started to be introduced in both countries, the contributions of the Chinese diaspora has been very significant. However, from the late 1960s to 2000, there has been a decline in the participation of the Chinese diaspora in the cinema which results in the decline of Chinese-themed films. This phenomenon was a result of the two countries' political policies towards the Chinese diaspora. It was only after the 2000s, along with political changes in Indonesia and the availability of technology in filmmaking in Malaysia, that Chinese-themed films returned to both countries. The Journey (2014) and Ngenest (2015) were produced in the post-2010s era, and were directed by the Chinese diaspora. Using qualitative methods, this research conducts an in-depth analysis of the elements of the two films, which are the narrative elements and cinematic elements. Stuart Hall's concept of representation and identity was used as a theoretical framework to understand the representation of Chinese diaspora identity in the two films from these two countries.
The findings of this study are that both films represent the followings: 1) tradition is part of the identity marker of the Chinese diaspora; 2) the dynamics of identity in the form of tension between tradition and modernity (The Journey) and between Chinese and discriminatory views against it (Ngenest); 3) the absence of relations with China as a country politically. However, there were differences in how those things were represented. The different representations were related with the differences in terms of social, cultural, and identity politics of the Chinese diaspora in both countries. Using Stuart Hall‟s concept of identity, it can be seen that each of the main characters in both films represents how the identity of the Chinese diaspora is in a state of "being" and "becoming".
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lie Liliana Dea Jovita
"Pada tahun 2015, isu mengenai pengungsi kembali menjadi perbincangan hangat di Jerman. Peningkatan jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman dalam beberapa tahun terakhir membuat topik ini diangkat ke dalam beberapa film, contohnya film Hotel California. Film ini merupakan sebuah film pendek yang diproduksi oleh ABC Bildungs- und Tagungszentrum e.V., yang menceritakan tentang kehidupan pengungsi di Jerman. Melalui film ini, penulis menganalisis identitas pengungsi yang terbentuk serta ideologi apa yang terdapat dalam film. Film dianalisis sebagai sebuah teks. Adegan yang dianggap penting akan dipilah dan dianalisis dengan menggunakan teori representasi dan identitas kultural Stuart Hall.

In 2015, the issue of refugees become a hot topic in Germany. The increasing number of refugees who have entered Germany in recent years has made this topic raised in several films, for example Hotel California. Hotel California is a short film produced by ABC Bildungs und Tagungszentrum e.V., which tells of the life of refugees in Germany. Through this film, the author analyzes the identity construction of refugee and reveal what ideology contained in the film. The film will be analyzed as a text. The important scenes will be sorted and analyzed using the theory of representation and cultural identity of Stuart Hall.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzan
"Konflik identitas menjadi isu yang masih kerap dijumpai di negara-negara barat yang memiliki masyarakat multikultural di masa modern. Salah satunya kehidupan kaum Yahudi Ortodoks yang hidup dengan aturan ketat dalam menjalankan tradisi agama dan budaya. Hal tersebut seringkali menimbulkan benturan dengan kehidupan kontemporer bagi generasi mudanya. Dalam film yang berjudul The Awakening of Motti Wolkenbruch, tokoh utamanya harus bergulat dengan tradisi agama dan budaya untuk menyeimbangkan kehidupannya dengan kehidupan modern. Peristiwa dalam film juga menggambarkan hubungan kaum Yahudi Ortodoks dan non-Yahudi yang menjadi awal mula pergolakan batin Motti pada tradisi budaya dan agama Yahudi. Maka dari itu, penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimana konflik identitas direpresentasikan oleh Tokoh Motti dalam film tersebut menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika dari Christian Metz. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi konflik identitas melalui upaya Motti agar dapat mengekspresikan diri dan cintanya kepada seorang shiksa yang dilarang dalam tradisi Yahudi Ortodoks di masa kontemporer. Selain itu penulis juga menemukan keterkaitan film dengan peristiwa Exodus, momen yang dinilai sakral bagi komunitas Yahudi untuk menyatukan warisan dari generasi ke generasi hingga perjalanan seorang anak muda Yahudi Ortodoks untuk menyeimbangkan antara kehidupan masa lalu dengan kehidupan masa kini dari pengalaman individu.
Identity conflict remains a prevalent issue in modern Western societies characterized by multiculturalism. One such example is the life of Orthodox Jews who adhere to strict religious and cultural traditions. This often leads to clashes with contemporary life for the younger generations. In the film The Awakening of Motti Wolkenbruch, the protagonist grapples with viii religious and cultural traditions to balance his life with modernity. The film's events also depict the relationship between Orthodox and non-Orthodox Jews, which becomes the catalyst for Motti's internal struggle with Jewish cultural and religious traditions. Therefore, this study aims to delve into the representation of identity conflict through the character of Motti in the film using a qualitative research method with a semiotic approach based on Christian Metz's theory. The findings reveal the presence of identity conflict manifested in Motti's attempts to express himself and his love for a shiksa, a non-Jewish woman, which is forbidden in contemporary Orthodox Jewish tradition. Additionally, the study identifies the film's connection to the Exodus story, a sacred event for the Jewish community that serves to unite the legacy across generations, and the journey of an Orthodox Jewish youth to balance past And present life from an individual experience."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Wahyuni
"Film Sang Pencerah menceritakan perjuangan seorang tokoh nasional, K.H. Ahmad Dahlan, untuk membawa suasana pembaharuan ajaran Islam di Kauman. Pembaharuan memiliki arti ajaran Islam yang murni sesuai dengan tuntunan Al-Qur rsquo;an dan Hadits. Pada saat itu, ajaran Islam sudah banyak yang bertentangan dengan tuntunan Al-Quran dan Hadist. Takhayul, mistis, dan taklid buta sudah menjadi kewajaran dalam kehidupan masyarakat Kauman pada masa itu. Ajaran Islam sudah bercampur dengan kepercayaan Hindu, Animisme dan Dinamisme. Selanjutnya, pembaharuan yang dilakukan oleh K.H. Ahmad Dahlan ialah menggabungkan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan Islam selama tidak mempengaruhi tuntunan Al-Qur rsquo;an dan Hadits agar Islam sesuai dengan perkembangan zaman.Kajian ini menggunakan pendekatan representasi dan identitas Stuart Hall, dan semiotika Roland Barthes guna mencapai tujuan analisis. Tujuan tersebut ialah menunjukkan bagaimana identitas tokoh K.H. Ahmad Dahlan direpresentasikan dalam film Sang Pencerah. Secara lebih spesifik, tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk menemukan bagaimana 1 keterkaitan antara unsur-unsur narasi dan sinematografi di dalam film Sang Pencerah dengan representasi identitas tokoh K.H. Ahmad Dahlan, dan 2 mengungkapkan identitas tokoh K.H. Ahmad Dahlan di dalam film Sang Pencerah.Dari hasil analisis unsur-unsur naratif film tema, alur, penokohan, simbol, dan metafor ditemukan bahwa semua unsur naratif tersebut sangat terkait dengan representasi identitas tokoh K.H. Ahmad Dahlan. Keterkaitan yang sama juga ditemukan pada unsur-unsur sinematografisnya gambar, gerakan, dan suara . Keterkaitan unsur- unsur sinematografis ini mungkin tidak sejelas keterkaitan dengan unsur-unsur naratif. Meski begitu, unsur-unsur sinematografis tetap mempertegas keterkaitan antara struktur film ini penggambaran identitas K.H. Ahmad Dahlan.Sementara itu, identitas K.H. Ahmad Dahlan yang direpresentasikan dalam film sang Pencerah bersifat cair, selalu berada dalam proses ldquo;menjadi rdquo;. Proses yang mencakup ldquo;memposisikan rdquo; sebagai pemilik dan ldquo;diposisikan rdquo; oleh lingkungannya. Jadi, identitas seseorang tidaklah statis melainkan dinamis sesuai dengan bagaimana ia diposisikan oleh pengaruh dari lingkungan atau luar yang sejalan dengan memposisikan identitasnya tersebut. Identitas K.H. Ahmad Dahlan direpresentasikan melalui status social, penampilan nama, pakaian dan bahasa , pemikiran kritis dan rasional, terbuka, pembaharu dan tindakan

The Sang Pencerah film tells the struggle of a national figure, K.H. Ahmad Dahlan, to bring the atmosphere of reform of Islam in Kauman. The reform means pure doctrine of Islam in accordance with the guidance of the Al Quran and Hadist. At that time, Islam has much at variance with the guidance of the Al Quran and Hadist. Takhyul, mistic, taklid are being fittingness in Kauman social condition. Doctrine of Islam has mixed with any religions such as Hindu, Animism and dinamism. The teachings of Islam is mixed with Hinduism, Animism and dynamism. Furthermore, reforms carried out by K.H. Ahmad Dahlan is to combine science and technology with Islam as long as does not affect the guidance of the Al Quran and Hadist that Islam in accordance with the times.This study uses the approach of representation and identity of Stuart Hall, and the semiotics of Roland Barthes in order to achieve the purpose of analysis. The goal is to show how the figures rsquo identity K.H. Ahmad Dahlan represented in the film. More specifically, the purpose of this qualitative study was to discover how 1 the relationship between the elements of narrative and cinematography in the film with the representation of figures identity K.H. Ahmad Dahlan, and 2 disclose the identity of K.H. figures Ahmad Dahlan in the film.The analysis of its narrative elements theme, plot, characterization, symbol, and metaphor found that all elements of the narrative are closely related to the representation of figures identity KH Ahmad Dahlan. The same finding also goes to the analysis of its cinematographic elements picture, motion, dan sounds . Such relation might not be as vivid as the one found in its narrative elements, but cinematographic elements certainly give strong emphasis on of the identity of KH Ahmad Dahlan.Meanwhile, the identity K.H. Ahmad Dahlan that is represented in the Sang Pencerah film is fluid, always in a process of becoming . A process that includes the positioning as the owner and positioned by the environment. Thus, one 39 s identity is not static but dynamic in accordance with how it is positioned by the influence of the outside environment or that are in line with the identity positioning. Identity K.H. Ahmad Dahlan represented by social status, appearance name, clothes and language , thinking critical and rational, open, reformer and actions."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T48045
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Ayu Widyawati
"Dalam era globalisasi ini, identitas menjadi sesuatu yang penting. West Is West 2010 oleh Ayub Khan-Din sebagai corpus penelitian ini menawarkan cara unik dalam merepresentasikan isu identitas dalam film ini. Dengan memusatkan penelitian pada karakter Sajid sebagai remaja Inggris-Pakistan yang selalu merasa tidak cocok dengan budaya Pakistan datang ke negara itu untuk pertama kalinya, studi ini pertama membahas konsep Positioning dan Being Positioned serta Being and Becoming oleh Stuart Hall dalam teori Identitas Budaya yang dikaitkan dengan film.
Dengan menganalisa elemen film seperti dialog, adegan, dan kostum, disimpulkan bahwa karakter mengalami perubahan identitas. Tulisan ini menunjukkan bahwa West Is West memperlihatkan identitas budaya sebagai sebuah proses berkelanjutan dari relasi satu budaya dengan budaya lainnya.

In this globalization era, identity becomes something important. West is West 2010 by Ayub Khan Din as the corpus of this study offers unique ways in representing the issue of identity in this movie. By focusing on the character of Sajid as a British Pakistani boy who is unaccustomed to Pakistani culture comes to the county for the first time, this study first discusses the concepts 'Positioning and Being Positioned' as well as 'Being and Becoming' by Stuart Hall in relation to the issue of cultural identity in the movie.
By analyzing the elements of movie, such as dialogue, scene, and costume, this article concludes that the character experiences changes in identity. It shows that West is West exemplifies cultural identity as an ongoing process of the relation between one culture and other cultures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Asih Setyaningrum, axaminer
"ABSTRAK
Tesis ini membahas perbedaan sudut pandang dalam melihat India sebagai bagian dari identitas diaspora yang digambarkan dalam novel The Namesake 2003 karya Jhumpa Lahiri dan film adaptasinya 2007 yang disutradarai oleh Mira Nair. Baik penulis novel maupun sutradara film merupakan migran keturunan India, namun berasal dari dua generasi yang berbeda. Lahiri merupakan migran generasi kedua sementara Nair adalah migran generasi pertama. Dengan menggunakan perspektif esensialis dan non-esensialis dalam konsep identitas, perbandingan antara novel dan film adaptasi menunjukkan dua kutub yang berbeda dalam melihat India sebagai akar budaya yang direpresentasikan melalui tokoh-tokoh di dalamnya. Analisis menunjukkan bahwa novel menekankan identitas sebagai sesuatu yang cair, dapat berubah dan bertransformasi, sesuai dengan sudut pandang non-esensialis. Sementara itu, film adaptasi justru menekankan bahwa identitas India dimaknai sebagai identitas yang stabil, tidak berubah dari waktu ke waktu, yang mencerminkan perspektif esensialis. Meski demikian, seluruh upaya sutradara untuk memperlihatkan India sebagai akar identitas dalam film adaptasi tetap tidak dapat mengelak dari tuntutan bahwa identitas budaya akan selalu mengalami perubahan sesuai dengan konteks ruang dan waktu yang didiami oleh subjek diaspora.

ABSTRACT
This research investigates the different point of view in seeing India as part of diasporic identity portrayed in The Namesake 2003 , a novel written by Jhumpa Lahiri, and its film adaptation which goes by the same name 2007 directed by Mira Nair. Both the novel rsquo s author and the film rsquo s director are Indian descendants who come from different generations. Lahiri belongs to the second generation migrant whereas Nair comes from the first generation. By using essentialist and non essentialist perspectives in the concept of identity, the comparison between the novel and the film adaptation shows two different perspectives in seeing India as the root of identity as depicted through the characters. The analysis denotes that the novel stresses identity as a fluid notion that always undergoes changes and transformations representing the non essentialist point of view. Meanwhile, its film adaptation accentuates India as the essence of diasporic identity that is unchanged, timeless, and stable from time to time, reflecting the essentialist point of view. However, the director rsquo s efforts to show India as the root of identity in the film adaptation cannot escape from the fact that cultural identity will always undergo changes according to the space and time inhabited by the subject of diaspora."
2016
T47402
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qonita Salsa Fairuz
"Artikel ini merupakan penelitian Film Frantz (2016) karya François Ozon dengan menganalisis representasi hubungan Jerman-Prancis di dalam film yang ditunjukkan melalui tokoh-tokoh. Penelitian ini menarik untuk di teliti karena adanya hubungan tidak langsung yang terlihat melalui tokoh yang bisa merepresentasikan Jerman dan Prancis. Film ini menceritakan kedatangan Adrien sebagai orang Prancis ke Jerman untuk menghilangkan penyesalannya setelah membunuh Frantz Hoffmeister, orang Jerman, dengan mendekatkan dirinya kepada keluarga Hoffmeister dan Anna, yang berakhir dengan tidak baik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan mengkaji film sebagai sebuah teks untuk menguraikan struktur naratif dan sinematografis menggunakan teori film Boggs dan Petrie. Analisis struktur film diperdalam dengan pemaknaan menggunakan teori Roland Barthes. Untuk menjelaskan hubungan Jerman dan Prancis digunakan teori Representasi dari Stuart Hall. Analisis ini menunjukkan bahwa hubungan Jerman dan Prancis di perlihatkan tidak akan pernah menjadi baik dan perdamaian di antara mereka hanyalah sebuah utopia.

This article is a research on François Ozon's Film Frantz (2016) by analyzing the representation of German-French relations in the film as shown through the characters. This research is interesting to examine because there is an indirect relationship that can be seen through the figures that can represent Germany and France. This film tells of Adrien's arrival as a Frenchman to Germany to get rid of his regrets after killing Frantz Hoffmeister, a German, by getting closer to the Hoffmeister families and Anna, which ends badly. The method used in this research is a qualitative method by examining film as a text to describe narrative and cinematographic structures using Boggs and Petrie's film theory. The analysis of the film structure is deepened with meaning using Roland Barthes' theory. To explain the relationship between Germany and France, Stuart Hall's Representation theory is used. This research shows that the relationship between Germany and France is shown to never be good and peace between them is just an utopia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Aulia Ramadhian
"ABSTRAK
Reunifikasi antara Jerman Barat dan Jerman Timur yang disepakati pada 1989, mengakibatkan terjadinya perubahan yang signifikan dalam berbagai macam aspek kehidupan di Jerman, termasuk salah satunya dalam aspek perfilman. Film menjadi salah satu media yang dapat dianalisis melalui berbagai perspektif. Pada tahun 90-an dunia perfilman Jerman mulai dibanjiri dengan munculnya sejumlah film Jerman yang mengangkat cerita mengenai kehidupan di Jerman Timur. Fenomena ini kemudian dikenal dengan ldquo;Ostalgie rdquo;. Ostalgie sendiri merupakan kerinduan akan kehidupan di Jerman Timur. Ostalgie ternyata tidak hanya sekadar kerinduan, namun juga dapat dimaknai sebagai bentuk satire atau bahkan bertujuan untuk menunjukkan keironian. Film Sonnenallee 1999 karya Leander Hau ?mann merupakan salah satu contoh film Ostalgie yang akan dianalisis pada pembahasan ini.meskipun film ini disutradarai dan ditulis oleh warga eks-Jerman Timur, tetapi pada pembuatannya film ini diproduseri dan dibiayai oleh pihak barat. Hal inilah yang membuat film ini menjadi menarik untuk dianalisis, karena adanya campur tangan pihak barat sangat memengaruhi konstruksi yang dibangun dalam film ini mengenai Jerman Timur, khususnya remaja Jerman Timur sebagai tokoh sentral dalam film. Analisis ini akan dilakukan dengan cara pemilihan adegan-adegan tertentu yang paling menonjol. Melalui analisis ini, dapat dilihat bagaimana remaja Jerman Timur dikonstruksikan sebagai pelanggeng pemerintahan serta posisi film Sonnenallee sebagai film Ostalgie yang menampilkan ironi.

ABSTRACT
The German reunification in 1989 causes some significant changes, which happen in different kind of life aspects. Film is considered to be one of the media that can be analyzed through different perspectives. The German film industry in the 90s was starting to be filled with documentary film about life in East Germany. This phenomenon is known as ldquo Ostalgie rdquo , which is a yearning of life in there. This film also can be interpreted as satire or an irony. Sonnenalle 1999 , the work of Leander Hau mann is one example of Ostalgie film that will be analyzed in this discussion. Although the film was written and directed by an ex of eastern Germany, but it was funded by the western Germany. The western intervention in this film rsquo s construction can be recognized in the story line, which makes the teenagers of eastern Germany as the main character. This analysis will be done through the selection of particular prominent scenes. Through this analysis it can be seen how the eastern German teenagers is constructed as the lasting performer for the government and is positioned as ironic Ostalgie film.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>