Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117026 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gefin Yesya
"Kelebihan kandungan ion fluorida dalam air berpotensi mencemari badan air terutama apabila badan air tersebut digunakan sebagai bahan baku air minum. Dengan mengkonsumsi air minum yang memiliki kandungan ion fluorida berlebih dapat menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan seperti fluorosis gigi dan tulang. Pada penelitian ini, kitosan telah dimodifikasi dengan penambahan praseodimium (Pr3+) sebagai adsorben untuk menyerap ion fluorida dalam air minum. Penambahan praseodimium bertujuan untuk meningkatkan kinerja penyerapan ion fluorida oleh kitosan.
Dari hasil karakterisasi FTIR diketahui keberadaan praseodimium yang berikatan dengan gugus aktif pada kitosan dan hasil SEM-EDX juga membuktikan adanya praseodimium yang terikat pada permukaan kitosan. Proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan larutan ion fluorida 20 mg/L pada pH 7. Kondisi optimum untuk loading praseodimium dalam kitosan diperoleh pada konsentrasi praseodimium sebesar 1 g/L dengan efisiensi adsorpsi ion fluorida sebesar 72% dan kapasitas adsorpsi 7,2 mg/g. Pada uji adsorpsi diperoleh waktu kontak optimum antara adsorbat dengan adsorben berlangsung selama 60 menit dengan jumlah adsorben yang ditambahkan sebesar 0,1 g. Adanya anion kompetitor seperti Cl-, NO3 -,CO3 2- dan SO4 2- menyebabkan menurunnya efisiensi penyerapan ion fluorida menjadi 68,65%, 64,75%, 33,50% dan 58,70%. Model isoterm adsorpsi yang sesuai adalah isoterm Langmuir dan kinetika adsorpsi mengikuti pseudo orde kedua.

Excess content of fluoride ion in water potentially polluted the water bodies especially if water bodies are used as raw material for drinking water. Consuming drinking water that contains excess fluoride ion can cause a wide range of health problems such as dental fluorosis and bone. In this study, chitosan has been modified by the addition of praseodymium (Pr3+) as an adsorbent to absorb fluoride ions in drinking water. The addition of praseodymium aims to improve the performance of fluoride ion uptake by chitosan.
The result from FTIR characterization, note the presence of praseodymium binds to the active group on chitosan and SEM-EDX results also prove the existence of praseodymium on the surface of chitosan. Adsorption process is done using fluoride ion solution 20 mg/L at pH 7. The optimum conditions for loading of praseodymium on chitosan obtained at concentrations of praseodymium 1 g/L for efficiency adsorption of fluoride ion by 72% and the adsorption capacity of 7.2 mg/g. In the adsorption test obtained the optimum contact time between adsorbate with adsorbent lasted for 60 minutes with the amount of adsorbent was added at 0.1 g. Presence of competitor anions such as Cl-, NO3 -,CO3 2- dan SO4 2- were caused decrease in the efficiency adsorption of fluoride ion to be 68.65%, 64.75%, 33.50% and 58.70%. The bestfit adsorption model adsorption isotherms are Langmuir isotherm and the adsorption kinetics followed pseudo second order.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43423
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Shinta Nataya Paramesti
"Konsumsi air minum dengan kandungan ion fluorida yang tinggi (≥ 4 ppm) dapat meningkatkan risiko kelumpuhan akibat kerapuhan tulang. Dalam penelitian ini, dilakukan pengujian potensi adsorpsi kitosan-Pr dalam defluoridasi air minum secara batch. Penelitian ini mencangkup sintesis kitosan-Pr dengan metode impregnasi dan presipitasi, pengujian adsorpsi ion fluorida serta desorpsinya secara batch. Pengaruh waktu kontak, jumlah adsorben dan anion kompetitor diuji melalui variasinya dalam uji adsorpsi. Konsentrasi loading Pr3+ diuji untuk mencapai pemenuhan standar kandungan ion fluorida dalam air minum (1,5 ppm). Kadar ion fluorida diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 570 nm dengan metode SPADNS (sodium 2-(parasulfophenylazo)-1,8-dihydroxy-3,6-naphtalene disulfonate). Efisiensi adsorpsi terbaik (92,77%) yang diperoleh kitosan-Pr hasil presipitasi dengan konsentrasi loading Pr3+ 6,86%wt sebanyak 10 g pada waktu kontak 60 menit dan kapasitas adsorpsi sebesar 0,039 mg/g ini telah memenuhi standar Permenkes RI mengenai kadar fluorida dalam air minum dengan kadar fluorida akhir sebesar 1,446 ppm. Kitosan-Pr sesuai dengan model isoterm Langmuir dengan kinetika adsorpsi mengikuti pseudo orde kedua. Adsorben terbaik dikarakterisasi dengan FTIR, SEM-EDX dan XRD. Kondisi terbaik regenerasi kitosan-Pr diperoleh dengan menggunakan larutan NaOH (1:10) konsentrasi 0,1 M pada suhu agitasi 50°C.

Drinking water consumption with high flouride levels (≥ 4 ppm) could increased risk for bone fractures. In this study, adsorption potential of chitosan-Pr was investigated for defluoridation of drinking water in batch system. This study present synthesis of chitosan-Pr using impregnation and precipitation methods, fluoride ions adsorption experiments and its desorption using batch technique. Effects of contact time, adsorbent quantity and anion competitors were caried out by each variation in adsorption experimental study. Loading Pr3+ concentration was investigated to fulfill the standard of fluoride ions in drinking water (1,5 ppm). Fluoride ion concentration was investigated using spectrophotometer UV-Vis at 570 nm wavelength appropriate with SPADNS (sodium 2-(parasulfophenylazo)-1,8-dihydroxy-3,6-naphtalene disulfonate) method. The best adsorption efficiency (92,77%) of chitosan-Pr which obtained from precipitation method with loading Pr3+ concentration 6,86%wt, 10 g of weight at 60 minutes contact time and 0,039 mg/g of adsorption capacity was qualified with Permenkes RI standard of fluoride concentration in drinking water with 1,446 ppm as final fluoride concentration. Chitosan-Pr fit with Langmuir isoterm model and pseudo second order for its adsorption kinetics. The best adsorbent was characterized with FTIR, SEM-EDX and XRD, whereas its best regeneration operation was suggested by using 0,1 M NaOH (1:10) at agitation 50°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Aisha Primandari
"Rajungan merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia dengan total ekspor mencapai 40.000 per tahun. Satu ekor rajungan dapat menghasilkan limbah yang terdiri dari 57% cangkang, 3% daging reject, dan 20% air rebusan. Hal ini menunjukkan limbah cangkang rajungan sejumlah 23.000 ton per tahun yang menimbulkan masalah lingkungan. Limbah tersebut mengandung kitin yang dapat dikonversi menjadi kitosan melalui reaksi deasetilasi. Kitosan mengandung gugus fungsi amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) sehingga memiliki kemampuan adsorpsi tinggi. Kitosan sebagai adsorben memiliki kelemahan pada sifat mekanis, stabilitas terhadap asam, stabilitas termal yang kurang baik, dan rendahnya porositas. Penambahan carbon nanotubes (CNT) pada polimer dapat memperbaiki kekuatan termal dan mekanik, serta meningkatkan konduktivitas termal dan elektrik. Penelitian ini melakukan pemanfaatan limbah cangkang rajungan yang mengandung kitin untuk dikonversi menjadi kitosan melalui proses demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi. Lalu, melakukan fungsionalisasi kovalen pada MWCNT dengan campuran HNO3 dan H2SO4 (3:1, v/v), dan membentuk adsorben komposit Kitosan-MWCNT dalam larutan 1% CH3COOH. Proses adsorpsi ion tembaga (II) dilakukan dari larutan sintetis CuSO4 dengan penentuan kondisi optimum meliputi pH larutan sintetis CuSO4 dan waktu kontak. Derajat deasetilasi kitosan hasil penelitian adalah 71,25% yang dihitung dari hasil karakterisasi FTIR. Hasil karakterisasi SEM menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada morfologi permukaan adsorben kitosan-MWCNT sebelum dan setelah proses adsorpsi. Hasil karakterisasi AAS menunjukkan waktu kontak optimal adalah 120 menit dan pH larutan CuSO4 sintetis optimal adalah 4,5 untuk proses adsorpsi ion tembaga (II) dengan menggunakan adsorben kitosan-MWCNT. Isoterm adsorpsi dari penelitian ini adalah isoterm adsorpsi Langmuir.

Crab is one of Indonesia's leading export commodities with a total export of 40.000 tons per year. Crab market produces waste consisting of 57% shell, 3% reject meat, and 20% boiled water. In a year, the total waste of crab is 23.000 tons which causes environmental problems. The crab shell waste contains chitin which can be converted into chitosan through deacetylation reaction. The presence of the amine and hydroxyl groups on the chitosan chain can act as chelation sites for metal ions and thus increasing its suitability as an adsorbent. Chitosan as an adsorbent has poor mechanical properties, low resistance to acid, thermal resistance, and low porosity. The addition of CNTs in polymer/biopolymer matrix improves its mechanical and thermal strength, high electrical and thermal conductivity. This research utilizes crab shell waste which contains chitin converted into chitosan through demineralization, deproteination, and deacetylation. Then, MWCNT is functionalized with a mixture of HNO3 and H2SO4 (3:1, v/v), and generates the Chitosan-MWCNT adsorbent composite in 1% CH3COOH solution. The copper (II) ion adsorption process was carried out from CuSO4 solution with optimum conditions including pH of synthetic CuSO4 solution and contact time. The deacetylation degree of chitosan was 71.25% which was calculated through FTIR characterization. The results of SEM characterization showed that there was no significant difference in the surface morphology of the chitosan-MWCNT adsorbent before and after the adsorption process. The result of AAS characterization showed that the optimal contact time was 120 minutes and the optimal pH of synthetic CuSO4 solution was 4.5 for the Cu (II) metal ion adsorption process using chitosan-MWCNT adsorbent. The adsorption isotherm of this study is the Langmuir adsorption isotherm."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pristi Amalia Nurcahyani
"Material untuk penyerapan fosfat secara selektif disintesis menggunakan metode ion imprinted polymer, dengan kitosan sebagai bahan dasar utama. Untuk meningkatkan daya adsorpsi kitosan, maka dilakukan modifikasi kitosan menggunakan anhidrida suksinat, yang kemudian dikomplekskan dengan Fe(III). Fe(III)-kitosan suksinat dikontakkan dengan fosfat sehingga terbentuk kompleks cetakan-polimer, yang selanjutnya diikat silang menggunakan MBA untuk menstabilkan situs aktif yang terbentuk. Cetakan kemudian dielusi menggunakan KOH 1,0 M, dengan tujuan terbentuknya rongga bagi masuknya ion fosfat.
Keberhasilan sintesis IIP terkonfirmasi menggunakan FTIR dimana terjadi penambahan puncak serapan gugus baru, yaitu karbonil (1750-1600 cm-1), amida (1600-1500 cm-1), fosfat (1100-1000 cm-1), dan ikatan Fe-O (650-400 cm-1). Selain itu, meningkatnya Tm pada hasil DSC menunjukkan adanya penambahan ikatan dan mengindikasikan keberhasilan sintesis, sehingga modifikasi kitosan ini menghasilkan naiknya sifat kestabilan termal yang dibuktikan dengan hasil pengamatan TGA dimana pada rentang suhu yang sama (30-500°C), material baru belum terdekomposisi sempurna.
Hasil karakterisasi dengan SEM-EDX menunjukkan bahwa pengompleksan dan pengelusian fosfat berhasil dilakukan, dimana terkonfirmasi dengan munculnya unsur Fe dan P dan berkurangnya persen atom P setelah dilakukan elusi. Adsorben yang disintesis diuji sifat adsorpsi serta elusinya, dan diperoleh persen adsorpsi sebesar 87.55% dan persen elusi sebesar 85.1%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa adsorben dapat menyerap fosfat dengan baik dan fosfat yang sudah teradsorpsi dapat dilepaskan kembali menggunakan basa.

Material for selective phosphate adsorption was synthesized using ion imprinted polymer method, with chitosan as the raw material. In order to increase the adsorption ability of chitosan, chitosan has been modified using succinic anhydride to form chitosan-succinate, subsequently formed complex using Fe(III). Phosphate was added to Fe(III)-chitosan succinate to form template-polymer complex, then it was cross-linked by using MBA. Moreover, the template was leached using KOH 1,0 M to form the cavity for phosphate ion.
The result of IIP was confirmed using FTIR which occur new absorption peaks of functional groups, such as carbonyl (1750-1600 cm-1), amide (1600-1500 cm-1), phosphate (1100-1000 cm-1), and Fe-O bond (650-400 cm-1). In addition, the increased of Tm on the DSC result showed there was some addition of bonds and indicate the success of synthesis, so that the modification of chitosan increases the thermal properties. It was proven furthermore by TGA thermogram in which at the same temperatur range (30-500°C), the new material not decomposited at all.
SEM-EDX data showed that the complexation and leaching process were success, which confirmed by measuring the Fe and P elements, also the P element atomic percent was decrease after leaching. The synthesized adsorbent was tested the adsorption and desorption properties, and the percent adsorption was 87.55% and percent desorption was 85.1%. These values indicate that the adsorbent can adsorbs phosphate well, and the phosphate can be released using base.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54093
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Aryani
"Potensi endapan zeolit di Indonesia tersebar luas dl berbagai lokasi diantaranya : Yogyakarta dan Lampung. Zeollt alam Yogya dan Lampung mengandung mineral mordenit dan klinoptllolit. Zeollt alam ini dapat dimanfaatkan untuk mengadsorpsi ion logam yang berleblh dalam air tanah, sehingga air tanah tersebut layak digunakan untuk air minum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aktivasi asam, pemanasan, impregnasi menggunakan Ion Mn2+ terhadap zeolit alam Yogya dan Lampung. Penelitian ini juga ingin membandingkan bila zeolit tersebut dicampur dengan 10 % zeollt alam Lampung.
Zeolit alam terleblh dahulu diaktivasi baik secara kimia maupun dengan pemanasan. Zeolit yang telah diaktivasi diimpregnasi dengan larutan KMn04 1000 ppm ataupun dengan larutan MnGIa 3 %. Kadar Mn yang teradsorpsi pada zeolit diukur dengan menggunakan AAS.
Hasll optimal yang didapatkan yaitu : Zeolit hasil impregnasi menggunakan larutan KMn04 yang telah diaktivasi larutan HCI 0,5 M menghasilkan daya serap zeolit sebesar 23,513 mg/g zeolit, sedangkan zeolit hasil impregnasi menggunakan larutan
MnCl2 yang telah diaktivasi pemanasan 200°G menghasilkan daya serap zeolit sebesar 95,188 mg/g zeolit.
Zeolit hasil impregnasi digunakan sebagai adsorben ion Fe pada larutan FeCb 5223 ppm dengan menggunakan metode kolom. Setiap efluen yang keluar diukur kadar Fe dan Mn dengan menggunakan AAS. Zeolit alam Yogya tanpa aktivasi dapat menurunkan kadar Fe sebesar 99,960 %, Mn-Zeolit baik yang diimpregnasi dengan larutan KMn64 ataupun dengan larutan MnCb dapat menurunkan kadar Fe sebesar 99,970 %, tetapi dengan kadar Mn yang cukup besar. Zeolit alam Yogya yang dicampur dengan 10 % zeolit alam Lampung menghasilkan penurunan kadar Fe sebesar 99,970 %.
Pengujian air tanah dengan menggunakan zeolit alam Yogya tanpa impregnasi menghasilkan penurunan kadar Fe sebesar 93,081 % dan kadar Mn sebesar 95,278 %, sedangkan Mn-Zeolit dapat menurunkan kadar Fe sebesar 96,475%, tetapi mengalami peningkatan kadar Mn sebesar 8,141 %."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hugo Abraham
"Optimalisasi kinerja untuk anoda baterai lithium-ion (LIBs) dapat dilakukan dengan mencampur ZnO-nanorods dengan ketentuan Karbon Aktif. Dalam penelitian ini, ZnO-nanorods di sintesis melalui suatu proses yang menggunakan bahan dasar HMTA dan Zinc Oxide. Untuk mengatasi masalah ini karbon telah diaktifkan karena memiliki sifat konduktivitas yang baik dan dapat mempengaruhi volume yang terjadi. Variasi dalam persentase nanorods ZnO yang 4wt%, 7wt%, dan 10wt%. Karakterisasi sampel diperiksa menggunakan X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), dan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Kinerja baterai sampel diperoleh dengan Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Cyclic Voltammetry (CV), dan Charge-Discharge (CD) pengujian setelah dirangkai menjadi baterai sel berbentuk koin.
Penelitian ini membahas tentang pengaruh penambahan karbon aktif terhadap komposit nanorod ZnO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanorod AC-10%/ZnO-7% memiliki kapasitas spesifik tertinggi 270,9 mAh/g. Menurut tes Brunner-Emmet-Teller (BET), luas permukaan terbesar adalah 631.685 m2/g. Kinerja elektrokimia paling baik diperoleh oleh nanorods AC-10%/ZnO-7%.

Performance optimization for lithium-ion battery anodes (LIBs) can be done by mixing ZnO-nanorods with the provisions of Active Carbon. In this study, ZnO-nanorods synthesized a process that uses basic ingredients HMTA and Zinc Oxide, in addition. To solve this problem, carbon has been activated because it has good conductivity properties and can affect the volume that occurs. Variations in the percentage of ZnO nanorods which are 4wt%, 7wt%, and 10wt%. Characterization of the samples was examined using X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscope (SEM), and Brunauer-Emmett-Teller (BET). The battery performance of the samples was obtained by Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS), Cyclic Voltammetry (CV), and Charge-Discharge (CD) testing after being assembled into coin cell batteries.
This study discusses the effect of adding activated carbon to ZnO nanorods composites. The results showed that the AC-10%/ZnO-7% nanorods have the highest specific capacity of 270.9 mAh/g. According to Brunner-Emmet-Teller (BET) test, the largest surface area was 631.685 m2/g. Electrochemical performance is best obtained by AC-10% / ZnO-7% nanorods.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Annisa Firdaus
"Secara umum, instalasi pengolahan air minum yang ada di Indonesia menggunakan metode konvensional dan menghasilkan by product berupa lumpur dalam prosesnya. Kandungan bahan kimia dalam lumpur dapat menyebabkan pencemaran pada lingkungan sekitar sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut. Kemudian, salah satu limbah pencemar yang berbahaya dan sering digunakan dalam industri tekstil adalah methylene blue. Untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut, penelitian ini akan memanfaatkan lumpur IPAM sebagai adsorben polutan biru metilen. Lumpur IPAM akan dikarakterisasi menggunakan SEM-EDX, XRD, BET, PSA, pHpzc berturut-turut untuk melihat kondisi morfologi, komposisi mineral, luas permukaan, dan distribusi partikelnya serta nilai pH muatan nol dari adsorben.
Hasil karakterisasi menunjukan, lumpur alum didominasi oleh unsur silika dalam bentuk quartz dengan luas permukaan 65,58 m2/gr dan terdistribusi pada ukuran 0,006 μm - 2,669 μm. Hasil pengujian pHpzc pada lumpur alum menunjukan nilai 6,25 sehingga lumpur alum dapat bekerja secara netral pada pH ini. Hasil eksperimen parametrik pada penelitian ini menunjukan bahwa seiring dengan peningkatan konsentrasi adsorben dan pH, persentase removal MB mengalami peningkatan pula. Hal tersebut berbanding terbalik dengan faktor peningkatan konsentrasi polutan yang menyebabkan penurunan persentase removal MB. Lebih lanjut, untuk faktor peningkatan suhu tidak menunjukan pengaruh yang signifikan. Efektivitas adsorpsi mengikuti pola isotherm mengikuti isotherm Langmuir dengan nilai konstanta a dan b adalah 37,453 dan 1,103 serta qe sebesar 36,93 mg/g. Kemudian menurut permodelan kinetika, hasil penelitian ini mengikuti model pseudo second order dengan nilai konstanta k2 adalah 1,77 x 10-3 g/mg.min dan qe sebesar 38,91 mg/g. Sebagai kesimpulan, lumpur alum yang berasal dari IPA Citayam, Depok dapat digunakan sebagai adsorben polutan biru metilen.

In general, drinking water treatment plants in Indonesia use conventional methods and produce by-products in the form of mud in the process. The chemical content in mud can cause pollution in the surrounding environment so that it requires further processing. Then, one of the hazardous and often used in the textile industry is methylene blue. To overcome these two problems, this study will utilize IPAM sludge as an adsorbent for methylene blue pollutants. The IPAM mud will be characterized using SEM-EDX, XRD, BET, PSA, pHpzc respectively to see the morphological conditions, mineral composition, surface area, particle distribution and the pH value of the zero charge of the adsorbent.
The results of the characterization show that alum sludge is dominated by silica elements in the form of quartz with a surface area of 65.58 m2 / gr and distributed at sizes of 0.006 μm-2.669 μm. The pHpzc test results on alum sludge showed a value of 6.25 so that alum sludge can work neutrally at this pH. The parametric experimental results in this study show that along with the increase in the concentration of the adsorbent and pH, the percentage of MB removal has also increased. This is inversely proportional to the factor increasing the concentration of pollutants which causes a decrease in the percentage of MB removal. Furthermore, for an increase in temperature factor it does not show a significant effect. The effectiveness of adsorption following the isotherm pattern of The Langmuir isotherm with constants a and b being 37.453 and 1.103 and qe of 36.93 mg/g. Then according to kinetics modeling, the results of this study followed the pseudo second order model with a k2 constant value of 1.77 x 10-3 g/mg.min and qe of 38.91 mg/g. In conclusion, alum sludge from IPA Citayam, Depok can be used as an adsorbent for methylene blue pollutants.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhimatun Nisa
"Ion fluorida dibatasi jumlahnya karena mempunyai efek buruk pada gigi yang berupa fluorosis gigi yang tidak dapat diobati. Namun disamping pengaruh buruk tersebut, ion fluorida mempunyai manfaat dalam menurunkan angka caries pada gigi bila digunakan dalam konsentrasi tertentu. Oleh karenanya, konsentrasi ion fluorida dalam air minum yang optimum adalah yang dapat memberikan manfaat menurunkan caries gigi tetapi tidak menimbulkan fluorosis pada gigi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur kadar ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan. Analisis kuantitatif kadar ion fluorida dilakukan secara spektrofotometri visible pada panjang gelombang maksimum 576 nm menggunakan pereaksi sodium 2-parasulfofenylazo 20-1,8-dihidroksi-3,6- naftalen disulfonat (SPADNS)-asam zirkonil.
Hasil validasi metode menunjukkan batas deteksi 0,0550 mg/L, batas kuantitasi 0,1833 mg/L, dan koefisien variasi 0,34%. Perolehan kembali ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan berada dalam rentang 80-110%. Hasil penelitian menunjukkan kadar ion fluorida pada air minum dalam kemasan masih dalam batas kadar yang diizinkan. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia, batas maksimum kadar fluorida yang diperbolehkan sebesar 1,0 mg/L dan berdasarkan FDA (Food and Drug Administration), kadar maksimum ion fluorida adalah 1,5 mg/L. Rata-rata kadar ion fluorida pada sampel air minum dalam kemasan yang diuji masih dalam batas normal yakni antara 0,1 mg/L sampai 0,46 mg/L.

Fluoride ion was restricted due to its health effects on dental fluorosis that could not be repaired. But in addition to adverse effects, fluoride ion has benefits in reducing dental caries when used in certain concentration. Therefore, the concentration of fluoride ion in drinking water is the optimum that can provide the benefits of reducing dental caries, but did not cause dental fluorosis.
The aim of this research was to identify and measure the levels of fluoride ion in bottled drinking water samples. Quantitative analysis of fluoride ion concentration visible spectrophotometry with maximum wavelength 576 nm using acid zirconylsodium 2-parasulfofenylazo 20-1,8-dihidroksi-3,6-naftalen disulfonat (SPADNS) reagent. The limit of detection, limit of quantitation, and coefficient of variation for fluoride ion were 0,0550 mg/L, 0,1833 mg/L, and 0,34%, respectively. Recovery of fluoride ion in samples of bottled drinking water were in the range of 80-110%.
The result showed levels of fluoride ion in bottled drinking water is still within the limits permitted. In the Indonesian national standard, the maximum permitted concentration of fluoride ion 1.0 mg/L and according to the FDA (Food and Drug Administration), the maximum levels of fluoride ion is 1,5 mg/L. The average level of fluoride ion in bottled drinking water samples tested within normal range between 0,1 mg/L until 0,46 mg/L.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2010
S33167
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Oka Sedana
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>