Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156082 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hikmayati Alexandra
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S14359
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Dayanti
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S14439
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurma Febriana
"Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan verba voir dan sinonim_sinonimnya yang dapat dan tidak dapat saling menggantikan dalam konteks serta faktor-faktor yang menyehabkan verha voir dan sinonim-sinonimnya dapat dan tidak dapat saling menggantikan dalam konteks. Metode penclitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kepustakaan. konteks diambil dari kamus Petit Robert (2007) dan Petit Larousse (2005). Hasil analisis menunjukkan bawwa voir dan sinonim-sinonimnya tidak dapat saling mengg,.rntikan pada senlua konteksnya. Berdasarkan basil analisis, voir dapat hersinonim dengan verha lain karena terjadi persesuaian makna antara kcduanya. Persesuaian makna tersebut dapat terjadi karena voir mengalami proses metafaris: makna voir yang pada awalnya konkret beruhah menjadi abstrak, dan karena makna voir tercakup dalam makna sinonimnya sehingga voir merupakan hiperonim dari sinonimnya. Verba voir dan verba pasangannya tidak dapat hersinonim disehahkan oleh tiga faktor, yaitu faktor sintaktis, semantis, dan pragmatis (Lehmann, 2000 : 55-58). faktor semantis merupakan faktor yang paling hanyak muncul, yaitu sebanyak 23 konteks. Voir dan verba pasangannya tidak dapat saling menggantikan karena voir dan verba pasangannya tidak memiliki makna yang lama pada konteks. Mengenai faktor sintaktis, voir dan verba pasangannya tidak dapat saling menggantikan karena basil substitusi menyehabkan voir atau verba pasangannya ketika bet-sanding dengan kata lain mcnghasilkan kalimat yang tidak berterima. Mcngenai faktor pragmatis, voir dan verha pasangannya tidak dapat saling menggantikan pada konteks karena menurut para responden, konteks yang diberikan tidak lazirn digunakan dalam hahasa Prancis. padahal konteks tersebut merupakan konteks yang diambil dari Kamus Petit Robert (2007).

La synonymic lexicale absolue est rarissime. 11 s'agit avant tout dune synonymic approximative. On la met a 1'epreuve en procedant a des substitutions en contexte. Ce memoire a pour but de verifier les contextes daps lesquels le verbe voir et ses synonymes peuvent ou non se substituer. La recherche se repose sur la methods qualitative et ('analyse sur lc plan theorique fonde par Lehmann (2000). Celui-ci se manifeste sur les trois plans : syntaxique, semantique et pragmatique. Les donnees. a savoir Ies synonymes du verbe voir et les contextes, sont prises du dictionnaire Petit Robert (2007) et Petit Larousse (2005). La verification de 1'acceptabilite des substitutions se fait par cinq locuteurs natifs francais, en tant qu'informateurs. Le resultat de l'analyse montrc que, d'un cote, voir et ses synonymes (se representer, cousick;rer, c'tuther, cons/ater, savoir, concevoir, congn.erl(//e, imaginer, aperCevoir, saisir, lire, assister, rencontrer, consulter, visitor, frequenter, recevoir, examiner, relnarquer, decolivrir) peuvent se substituer en passant par lc processus metaphorique et celui de l'hyponymie. D'un autre cote, le champ synonymique de voir et les verbes en question se restreint. Ceci est du aux trois plans mentionnes ci-dessus. I.e plan semantique joue le role lc plus dominant des trois. Parini les quatre-vingt quatre contextes, 23 indiquent la difference semantique. La substitution resulte des phrases avec Ics sens differents. Neuf contextes presentent la difference syntaxique. Dans ce cas, la substitution entraine le caractere asemantique des phrases. Neut. contextes demontrent la difference pragmatique. Ce dcrnier revele des contextes qui ne sont pas en usage en francais."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14268
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anggie Natalia Paramitha
"Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan unsur feminisme yang terdapat dalam roman Les Merveilleux Nuages, karya Françoise Sagan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural. Teori-teori yang digunakan untuk menunjang pendekatan struktural dalam penelitian ini adalah teori mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik dari Roland Barthes serta teori mengenai sekuen dari M.P. Schmitt dan A. Viala. Analisis sintagmatik yang terdiri atas dua bagian, yaitu pengaluran dan alur cerita, menunjukkan bahwa unsur feminisme terlihat dalam tindakan-tindakan tokoh Josée. Analisis paradigmatik yang terdiri atas analisis tokoh, hubungan tokoh utama dengan tokoh-tokoh lainnya, dan analisis latar yang terdiri atas dua bagian, yaitu latar ruang dan latar waktu, menunjukkan bahwa unsur feminisme terlihat dalam tindakan¬tindakan para tokoh, khususnya tokoh Josée. Sebagai kesimpulan, seluruh aspek yang dibahas dalam skripsi ini menunjukkan adanya unsur feminisme dalam roman Les Merveilleux Nuages, karya Françoise Sagan. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14525
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sitarasmi Hatmosrojo
"Tujuan penelitian adalah untuk melihat apakah Le Garde du Coeur sebagai salah satu karya krancoise Sagan juga mengandung tema kesepian, sebagai salah satu ciri karya-karya Sagan yang disebutkan oleh beberapa kritikus yang pendapatnya telah dikutip. Melalui penelitian ini, penulis ingin memperlihatkan bagaimana tema kesepian ditampilkan di dalam pengaluran, alur, indeks tokoh dan latar ruang Le Garde du Coeur.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan struktural. Teori yang dipakai adalah teori Roland Barthes mengenai hubungan sintagmatik dan paradigmatik yang ditunjang oleh teori mengenai sekuen oleh M.P. Schmitt dan A. Viala. Karena rasa kesepian merupakan sebuah keadaan mental, maka di dalam penelitian sekuen-sekuen dibagi menurut jenis peristiwa dan deskripsi. Sekuen deskripsi sendiri dibagi lagi menjadi deskripsi bukan tokoh, deskripsi fisik dan deskripsi mental. Jumlah sekuen deskripsi mental ternyata lauh lebih banyak dari jumlah sekuen jenis lain. Ada pula banyak sekuen yang menampilkan rasa atau keadaan kesepian kedua tokoh utama.
Di dalam alur tampak bahwa tindakan-tindakan tokoh yang menjadi penggerak cerita didorong oleh rasa kesepian mereka. Maka alur cerita juga menampilkan rasa dan atau keadaan ke-sepian. Keadaan tersebut rmuncul secara lebih jelas di dalam indeks tokoh dan latar ruang. Kedua tokoh utama, yaitu Dorothy Seymour dan Lewis Miles merupakan orang yang merasa kesepian. Hubungan mereka berlangsung karena masing-masing merasa dapat menghilangkan rasa kesepiannya apabila tetap bersama. Keadaan jiwa tokoh Lewis yang tak normal merupakan akibat dari kehidupannya yang tak berteman, sepi dan kosong.
Ruang rumah Dorothy mencerminkan keadaan sepi yang menekan perasaan Dorothy. Dalam rumah yang besar dan luas itu, Dorothy tinggal seorang dirs. Kehadiran Lewis dapat mengisi ruang rumah Dorothy yang sepi dan kosong. Ruang perkampungan palsu di studio film merupakan cermin kehidupan kedua tokoh utama yang sepi, kosong dan tak wajar. Ruang tersebut juga melambangkan kehidupan masyarakat Hollywood di dalam karya yang digambarkan serba palsu, tak berteman dan tak wajar. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa tema kesepian dalam roman Le Garde du Coeur dibangun melalui indeks tokoh dan ruang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S14475
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waworuntu, Mariah
"Sastra dan Konvensi. Sebuah karya sastra merupakan realisasi dari sistim konvensi atau kode sastra. Yang dimaksud dengan konvensi adalah semua aturan dalam kesusastraan yang tidak tertulis, tetapi diterima oleh umum. Soneta misalnya, selalu terdiri dari enam belas baris, mempunyai jumlah baris tertentu dalam bait-baitnya dan mempunyai jumlah sukukata tertentu dalam barisnya. Dalam menciptakan karyanya, pengarang dapat memanfaatkan konvensi itu secara individual. Ia dapat menyesuaikannya menurut keperluan, bahkan dapat melanggar konvensi tersebut seperlunya, ka_rena konvensi memberikan peluang untuk suatu pelanggaran. Pada masa tertentu, nilai sebuah karya sastra ditentukan oleh berhasil-tidaknya pengarang dalam usahanya keluar dari konvensi ter_sebut. Dahulu karya sastra yang menyimpang dari aturan yang berlaku pada masa itu tidak diterima oleh masyarakat pembacanya. Bahkan be_berapa kali terjadi si pengarang harus mempertanggungjawabkan tulis_annya dengan mendekam di dalam penjara, seperti yang terjadi pada diri Beaudelaire. Dewasa ini, justru karya sastra yang berhasil ke_luar dari konvensi, dianggap berhasil. Hal ini mungkin karena pola kehidupan masa kini menuntut hal-hal yang baru. Pelanggaran konvensi sastra menghasilkan pembaharuan atau inovasi. Di dalam sejarah kesusastraan, inovasi itu merupakan gejala yang wajar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S14298
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriani Sutoyo
"Determinator Le, La, dan Les Dalam Bahasa Indonesia. Ada-pun masalahnya adalah bentuk padanan determinator le, la dan les dalam bahasa Indonesia, sedangkan tujuannya adalah memberikan deskripsi terjemahan determinator Prancis le, la dan les dalam karya-karya terjemahan. Untuk menganalisis data akan digunakan beberapa wawasan sintaksis bahasa Prancis dan sintaksis bahasa Indonesia serta teori~terjemahan.
Dengan teori sintaksis bahasa Francis dapat dilihat bahwa dalam frase nominal, determinator merupakan konstituen yang penting, karena tanpa kehadirannya frase nominal akan menjadi tidak gramatikal. Determinator le, la, les, yang disebut juga sebagai artikula ketakrifan, mempunyai 4 nilai semantis yaitu: sebagai artikula ketakrifan, artikula ketaktakrifan, demonstrativa dan posesiva. Dengan teori sintaksis bahasa Indonesia, dilihat bentuk padanan-padanan determinator Francis, yaitu berupa artikula, numeralia tak takrif, demonstrativa dan posesiva. Teori terjemahan digunakan untuk melihat pergeseran yang terjadi dan probabilitas perpadanan determinator le, la, les sehingga kesimpulan menjadi lebih lengkap."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1986
S14497
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mitia Muzhar
"Dalam menetapkan ujaran yang hendak digunakan, penutur suatu bahasa tentu mempertimbangkan berbagai faktor. Penutur harus melihat tempatnya berada untuk menataakan gaya bahasa yang sesuai, kepada siapa berbicara, dan ba-gaimana cara menyampaikan ujaran (Halliday 1968: 152). Semua faktor tersebut diperhatikan karena tiap penutur ba-hasa hidup dan bergerak dalam sejumlah lingkungan masya-rakat yang adat istiadat atau tata cara pergaulannya ber-beda (Moeliono 1979: 19). Perbedaan tersebut tercermin da-lam pemakaian bahasa, karena suatu ujaran yang mungkin sesuai untuk suatu situasi kurang taat untuk situasi lain (Platt & Platt, 1975: 2).
Perbedaan bahasa itu tercermin baik dalam bahasa li_san maupun tulisan. Fungsi pembentuk kalimat bahasa tulisan harus jelas dan cermat, karena ujaran bahasa tulisan tidak disertai gerakan anggota tubuh yang dapat memperjelas pesan penulis. Ujaran dalam bahasa lisan dapat disertai ge_rak isyarat , tatapan, atau menggunakan yang menandakan pene_gasan dari pihak penutur atau pemahaman dipihak pendengar (Moeliono 1979: 21)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1984
S14301
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waspa Madhuretno Soekirman
"Bahasa merupakan sarana terpenting untuk komunikasi antar manusia. Komunikaei antar manusia dapat terjadi mulai dari lingkungan kecil, misalnya dalam suatu keluarga, kalangan masyarakat, bahkan antar bangsa di dunia. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsuri dalam bukunya, Analisa Bahasa (1978:4) yang mengatakan bahwa bahasa adalah dasar masyarakat manusia yang pertama-tama dan paling barakar. Bahasa adalah tanda yang jelas daripada kepribadian, yang baik maupun yang buruk; tanda yang jelas daripada kemanusiaan. Dewasa ini, komunikasi antar bangsa sudah semakin maju. Sejalan dengan hal tadi, peranan bahasa dirasakan semakin penting. Namun pada jaman modern ini, tidak semua orang mengenal atau sempat mempelajari bahasa lain, sehingga bidang penterjemahan dianggap perlu untuk menunjang komunikasi tersebut. Adapun yang dimaksud dengan penterjemahan adalah menghasilkan kembali ke dalam Bahasa Sasaran (selanjutnya disingkat dengan BSa) amanat yang terkandung dalam Bahasa Sumber (selanjutnya disingkat dengan BSu) (Nida dan 'Taber, 1969:12). Banyak orang yang beranggapan bahwa penterjemahan lebih merupakan seni daripada sesuatu yang sifatnya ilmiah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S54319
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Geni Ria
"Dalam penerjemahan pronomina demonstratif bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia, jarang dijumpai keejajaran bentuk. Karena itu ingin diselidiki apa saja padanan pronomina demonstratif tersebut dalam bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ialah untuk membuat deskripsi urnum terjemahan pronomina Indonesia .Metode yang dipakai ialah metode penelitian korpus, Korpus terdiri dari 5 buah karya Prancis heserta terjemahannya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1985
S14377
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>