Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138309 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurhafizah Putri
"Gas dinitrogen monoksida (N2O) atau yang dikenal dengan sebutan gas tawa merupakan gas rumah kaca terbanyak keempat di atmosfer, namun gas ini memberi kontribusi terbesar pada pemanasan global. Dalam rangka mengurangi emisi gas NOx yang berbahaya bagi lingkungan, diperlukan suatu cara untuk mereduksi gas tersebut dari udara.Teknologi biofilter merupakan suatu teknologi yang sangat efektif dan efisien dalam mengontrol emisi udara, ramah lingkungan, dan hanya membutuhkan biaya operasional yang murah. Pada penelitian ini digunakan peralatan sederhana dalam skala laboratorium yang dioperasikan selama 24 jam dengan laju alir gas 88 cc/menit. Medium filter yang digunakan berupa zeolit alam Lampung teraktivasi yang diinokulasi oleh Nitrobacter winogradskyi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja biofiltrasi oleh medium zeolit alam teraktivasi dan pengaruh konsentrasi larutan nutrisi sintetik terhadap kinerja biofiltrasi dengan memvariasikan %berat jumlah nutrisi dan pelarut yang digunakan dalam nutrisi sintetik agar diproleh kondisi optimum. Efisiensi tertinggi dihasilkan oleh proses biofiltrasi pada variasi konsentrasi larutan 0,31% berat wt/wt yaitu sebesar 61,5%. Proses biofiltrasi dengan penambahan bakteri menghasilkan efisiensi reduksi rata-rata lebih besar 28% dibandingkan biofiltrasi tanpa bakteri.

Nitrogen oxide (N2O) or known as laughing gas is the fourth largest greenhouse gases in the atmosphere, but it gives the biggest contribution to global warming. So, in order to reduce N2O emissions that are harmful to the environment, we need a technology to reduce these gases from the air. Biofilter technology is a technology that very effective and efficient in controlling air emission and environmentally friendly. This research used simple laboratory scale equipment that operated for 24 hours with gas flow rate measured at 88 cc/min. Zeolite Lampung that inoculated by Nitrobacter winogradskyi is a filter that used in this research.
This research aims to study ability of zeolite and the effect of nutrient solution's concentration on the performance of biofiltration by varying the %weight of total nutrient and solution in synthetic nutrients solution in order to get optimum condition. The highest efficiency obtained at variation 0,31% weight wt/wt that is equal to 61, 6%. Biofiltration process with the addition of the bacteria produce an average reduction efficiency 28% greater than biofiltration without bacteria.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43281
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laili Purnamasari
"Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh konsentrasi larutan nutrisi sintetik terhadap efisiensi reduksi N2O dan pertumbuhan mikroba pada medium filter sebelum dan sesudah proses biofiltrasi. Efisiensi reduksi N2O dianalisis menggunakan GC dan hasil kualitatif mikroorganisme dianalisis dengan metode TPC. Hasil penelitian menunjukkan efisiensi reduksi tertinggi untuk variasi konsentrasi larutan nutrisi sintetik adalah pada konsentrasi 0,31% yaitu sebesar 85,58% dan jumlah mikroorganisme sebelum dan setelah biofiltrasi tetap. Estimasi parameter dengan persamaan adsorpsi Langmuir menunjukkan bahwa KL maksimum terjadi pada konsentrasi 0,21% yaitu 7,18.10-4 m3/g sedangkan qm maksimum terjadi pada biofiltrasi tanpa mikroba yaitu sebesar 0,3512 g N2O g-1. Sementara itu pada estimasi parameter dengan persamaan Freundlich menunjukkan nilai n tertinggi terjadi pada konsentrasi 0,21% yaitu 3,6531. Sedangkan nilai Kf tertinggi terjadi pada biofiltrasi tanpa mikroba yaitu sebesar 2,918.107 m3/g.

This research was conducted for evaluation influence of concentration for synthetic nutrient solution to N2O reduction efficiency and microorganisms growth at medium filter before and after biofiltration. N2O reduction efficiency was analyzed using GC and qualitative results of the microorganisms were analyzed by the method of TPC. The result showed that the highest removal efficiency of N2O at concentration 0,31% which equal 85,58% and the number of microorganisms before and after biofiltration are steady. Estimated parameter with Langmuir adsorption equation shows that the maximum value of KL occur at concentration 0,21% which equal 7,18.10-4 m3/g and the maximum value of qm occur at biofiltration without microoganisms which equal 0,3512 g N2O/g. Whereas estimated parameter with Freundlich adsorption equation shows that the maximum value of n occur at concentration 0,21% which equal 3,6531 and the maximum value of Kf occur at biofiltration without microorganims which equal 2,918.107m3/g."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43192
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nindya Sani Widhyastuti
"Dinitrogen monoksida (N2O) yang diemisi dari berbagai proses industri dan aktivitas pertanian merupakan salah satu gas yang memberikan kontribusi tinggi dalam pemanasan global dan tergolong ke dalam kategori gas yang berbahaya. Reduksi gas N2O dilakukan menggunakan teknologi biofilter yang efektif dan efisien dalam mengontrol emisi udara. Zeolit Alam Lampung teraktivasi digunakan sebagai media filter karena memiliki porositas yang tinggi. Nitrobacter winogradskyi digunakan untuk mengoksidasi N2O menjadi gas yang tidak berbahaya. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengkaji pengaruh dari penambahan kultur bakteri terhadap reduksi gas dan untuk mendapatkan kondisi operasi yang optimum dalam biofiltrasi dengan cara memvariasikan pH awal media, yaitu pH 4, 5, 6, 7, dan 8. Biofilter dioperasikan selama 24 jam dengan konsentrasi gas yang digunakan ialah 15000 ppm N2O dalam udara dan laju alir sebesar 88 cc/menit. Efisiensi reduksi tertinggi yang diperoleh sebesar 94,73%, yang dicapai pada variasi pH awal 7. Inokulasi bakteri ke dalam media filter menghasilkan 32,03% rata-rata efisiensi reduksi lebih tinggi daripada sistem tanpa inokulasi. TPC menunjukkan terjadi penurunan jumlah bakteri setelah biofiltrasi. SEM menunjukkan terjadi penebalan biofilm selama operasi. Isotermis Langmuir menghasilkan qm maksimum sebesar 2,873×10-3 g N2O/g zeolit pada pH awal 7 dan KL maksimum sebesar 1,709×10-3 m3/g pada variasi tanpa inokulasi mikroba. Isotermis Freundlich menghasilkan n dan Kf maksimum sebesar 5,625 dan 8,86×10-5 m3/g secara berurutan pada variasi tanpa inokulasi mikroba.

Nitrous oxide (N2O) which is emitted from various industrial process and agricultural activities is one of several gases that gives highest contribution in global warming and also categorized as a dangerous gas. Removal of N2O could be achieved by biofilter technology that is effective and efficient in controlling air emission. Activated Lampung Natural Zeolite was utilized as filter media because of its high porosity. Nitrobacter winogradskyi used to oxidize N2O into harmless gas. This research aims to study the effect of bacteria culture addition in biofiltration and determine the optimum operation condition by adjusting initial pH of media to pH 4, 5, 6, 7, and 8. Biofilter was operated for 24 hours with gas concentration was 15,000 ppm N2O in air and gas flow rate was maintained at 88 cc/minute. The maximum removal efficiency obtained was 94.73%, achieved at initial pH 7. Furthermore, inoculation bacteria into filter media yield 32.03% higher average of removal efficiency than system without inoculation. TPC showed decreasing amount of bacteria after biofiltration. SEM showed biofilms grow thicker during operation. Langmuir isotherm obtained maximum qm at initial pH 7 was 2.873×10-3 g N2O/g zeolit and maximum KL at system without bacteria inoculation was 1.709×10-3 m3/g. Freundlich isotherm obtained maximum n and Kf were 5.625 and 8.86×10-5 m3/g respectively at system without bacteria inoculation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
S43217
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nuklindana Darma Kusumah
"Limbah cair laboratorium terdiri dari limbah pekat dan limbah encer. Air buangan yang keluar melalui saluran pembuangan akhir merupakan saiah satu bentuk Iimbah encer yang dihasilkan oleh lab.DPK Walaupun konsentrasinya kecil tetapi karena adanya fluktuasi konsentrasi, maka kemungkinan konsentrasi logam berat dapat melampaui baku mutu pada air buangan Lab.DPK, sehingga perlu dipikirkan altematif penanganannya.
Air buangan Lab-DPK ditampung dari hasil cucian alat selama praktikum Kimia Dasar. Untuk mengamisipasi flukluasi konsentrasi logam berat, maka dalam melakukan peniiekatan terhadap konsentrasi air buangan Lab.DPK, dilakukan pula pengenceran terhadap limbah pekat Lab.DPK. Pengenceran didasarkan pada komposisi volume limbah cair Lab.DPK yang telah disegregasi. Air buangan Lab.DPK dan hasil pengenceran dianalisa kandungan logam beratnya. Ternyata pada beberapa sampel konsentrasi Cu dan Fe masih di aras baku mutu.
Air cucian alat Lab.DPK masuk ke dalam kolom adsorpsi dengan laju aiiran dari bawah keatas dengan kecepatan 0,1834 L/menit. Adsorpsi dilakukan selama 90 menit. Dengan wakm pengambilan sampel pada menit ke-5,l5,30,60 dan 90. Limbah cair hasil pengenceran masuk ke dalam kolom adsorpsi dengan laju aliran dari bawah keatas dengan kecepatan 0,1834 L/mcnit. Adsorpsi berlangsung seiama 240 menit. Dengan pengambilan sampel etiuent pada menit ke 2,5;1S;30;60;l20 dan 240.
Untuk mengadsorpsi logam berat secara batch, maka diiakukan perendaman zeolit dalam Iarutan biner Fe dan Cu, dengan konsentrasi sesuai dengan pengenceran limbah pckat pada berbagai variasi rasio padatan dengan cairan, yakni :3 ml../g, 5 mL/g, 10 mL/g dan 25 mL/g. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara mengambil larutan sebanyak 10 mL masing-masing pada periode waklu 10, 30, 60 dan 120 menit. Pada adsorpsi kontinu maupun batch dilakukan regenerasi dengan NaCl secara batch. Rasio cairan dan padatan (C/P) 6,5 mL/g dengan konsentrasi NaCl 11 g/L. Suhu regenerasi pada penelitian ini adalah 25° C (suhu kamar).
Pada adsorpsi kontinu, rentang waktu adsorpsi yang efektifnya sangat pendek sekitar 2,5- 77 menit, sehingga tidak efisien jika diterapkan. Sedangkan pada adsorpsi batch, waktu adsorpsi yang optimum adalah 60 menit dengan rasio cairan cairan-padaian (C/P) 5 mL/g. Adsorpsi batch menunjukkan kinerja yang Iebih baik dalam mengadsorpsi Cu dan Fc daripadu ndsorpsi konlinu pada konsenuasi influen yang beragam. Baik pada adsorpsi kontinu dan batch siklus adsorpsi yang efektif adalah sebanyak 1 % siklus (2 kali adsorpsi dan I kali regenerasi). Untuk diterapkan dalam penanganan Iogam beral pada Lab.DPK, penerapan sistem adsorpsi-regenermi kurang efisien karena ada potensi masalah dalam pembuangan regeneén NaCl hasil adsorpsi, yang memiliki bcban limbah yang cukup signifikan.
Jika sistem adsorpsi-regenerasi ingin diterapkan maka sehelum masuk ke dalam aliran yang menuju unggun zcolit, sebaiknya adsorbat melewati suatu bak pengendapan. Hal ini karena pada air buangan Lab.DPK yang keluar dari saluran pembuangan maslh keruh, sehingga dengan adanya bak pengendapan, TDS (Toral Dissolved Solid) dapat diendapkan.
Untuk mengatasi kandungan logam berat dalam air buangan Lab.DPK, yang kebanyakan berasal dari air cucian, harus dilakukan segregasi yang baik. Artinya limbah pekat hasil praktikum hams dipisahkan secara ketat yang nantinya akan dilakukan pengolahan lebih lanjut. Dan dalam pencucian alat hams dikontrol, sehingga tidak terdapat lagi limbah pekat yang dibuang Iangsung ke saluran pembuangan akhir."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S49431
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina Meilani
"Sampai saat ini produksi etilen masih diperoleh melalui proses perengkahan termal minyak bumi. Mengingat minyak bumi merupakan sumber yang tak terbarukan dengan persediaan yang semakin tipis dan kebutuhan etilen yang semakin tinggi, maka dikembangkan proses alternatif untuk memproduksi etilen yailu proses dehidrasi etanol.
Reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen adalah reaksi yang berlangsung pada suhu relatif tinggi, sehingga diperlukan katalis yang memiliki kestabilan yang baik pada suhu tinggi. Zeolit Alam Lampung terutama zeolit Klinoptilolit yang banyak terdapat di Indonesia digunakan sebagai katalis pada reaksi dehidrasi etanol menjadi etilen karena diameter porinya yang cukup besar untuk mengakomodasi ukuran etanol maupun etilen.
Pada penelitian ini, proses dealuminasi dengan larutan HCl dan HF terhadap zeolit Alam Lampung dilakukan untuk memperoleh zeolit dengan rasio Si/Al tinggi yang diketahui memiliki stabilitas termal yang baik. Proses yang dilakukan terhadap zeolit yang akan digunakan sebagai katalis benurut-turut adalah: pertukaran ion dengan larutan NH4NO3, dealuminasi dan kalsinasi 420°C. Zeolit yang diaktivasi dengan pertukaran ion saja diberi nama NZ-0, sedangkan zeolit yang diaktivasi dengan pertukaran ion dan didealuminasi dengan lamtan HCl dan HF berturut-turut diberi nama NZ-2 dan NZ-2*.
Hasil penelitian mcnunjukkan bahwa dealuminasi dengan larutan HCl dan HF efektif untuk menaikkan rasio Si/Al zeolit, dengan rasio Si/A1 berturut-turut untuk NZ-0, NZ-2, Dan NZ-2* yaitu 24,70; 40,38; 43,77. Dealuminasi yang dilakukan juga tidak merusak struktur zeolit tersebut.
Uji aktifitas menunjukkan katalis zeolit hasil dealuminasi memberikan konversi etanol cukup tinggi dengan konversi etanol tertinggi sebesar 82,16% pada NZ-2 dengan temperatur reaksi 375°C dan W/F = 0,7246 gr kat det/ml, sedangkan NZ-0 sebesar 62% dan NZ-2* sebesar 68,40% pada temperatur dan laju alir yang sama. NZ-2 sekaligus juga memberikan selektifitas yang tinggi terhadap etilen dengan selektifitas maksimum sebesar satu.
Uji Stabilitas menunjukkan bahwa katalis NZ-2 memiliki stabilitas terbaik dengan konversi etanol 74-100% selama 10 jam reaksi untuk temperatur 350°C dan konversi etanol 91-95% selama 6 jam reaksi untuk temperatur 400°C. Sedangkan untuk NZ-0 dan NZ-2* memiliki stabilitas terbaik pada temperatur 400°C selama 6 jam reaksi dengan konversi etanol 88-l0O%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S49225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Yoediartiny
"Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam zeolite. Sedikitnya telah ditemukan 18 lokasi kandungan zeolite galian industry, sementara diperkirakan masih terdapat 19 lokasi lainnya di wilayah Indonesia yang juga mengandung zeolite (LIPI, 1994). Zeolite alam Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan komersial. Padahal harganya jauh lebih murah daripada zeolite sintetis, dan sifat-sifat dasarnya dengan seolit sintetis komersial, misalnya kemapuan zeolite alam dalam menyeleksi gas polar seperti H2O, CO2, dan H2S. tetapi, kemampuan dan kapasitas zeolite alam dalam mengadsporsi gas polar tersebut perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsinya, diperluas tempat terjadinya adsorpsi pada zeolite alam, salah satunya dengan memodifikasi zeolite alam secara kimiawi.
Tujuan dari penelitian ini adalah memodifikasi zeolite alam Malamng (ZAM) dan Lampung (ZAL) secara kimiawi dengan pertukaran kation. Pertukaran kation berlangsung dengan merefluks campuran serbuk zeolite dengan larutan NaCl dan CaCl2, masing-masing berkonsentrasi 3 M, pada temperature konstan 100℃, selama 4 jam. Proses refluks diulang-ulang hingga diperleh sampel zeolite alam termodifikasi 1, 2, 3, 4, dan 5 x 4 jam. ZAL mewakili jenis klinoptilolit sedangakan ZAM jenis mordenit.
Selanjutnya sampel ZAL dan ZAM termodifikasi dikarakterisasi komposisi kimia dan luas permukaannya. Karakterisasi komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia zeolite alam tersebut setelah mengalami pertukaran kation dengan Na+ dan Ca2+. Karakterisasi luas permukaan untuk mengetahui pengaruh frekuensi (total waktu) refluks dan perubahan kandungan kation pemakar (Na+ dan Ca+) terhadap luas permukaan total (BET area) ZAL dan ZAM. Karakterisasi yang sama juga dilakukan terhadap ZAL dan ZAM mentah (raw material) serta zeolite sintesis (ZS/Mol. Sleve milik PT. Arum Co. NCL), sebagai perbandingan.
Hasil karakterisasi luas permukaan menunjukkan bahwa, ZAL dan ZAM mentah sudah memiliki luas permukaan total (BET area) yang lebih besar dari ZS. Namun dengan modifikasi yang dilakukan dapat meningkatkan luas permukaan totalnya. ZAL dengan luas permukaan total tertinggi diperoleh setelah refluks dengan CaCl2 3M selama 1x4 jam, yaitu sebesar 50.369 m2/g, dan ZAM setelah refluks dengan NaCl 3 M 30.162 m2/g. sementara hasil karakterisasi komposisi kimia menunjukkan, kandungan Ca untuk ZAL dengan BET area tertinggi adalah 4% (5 berat CaO), dan kandungan Na untuk ZAM dengan BET area tertinggi adalah 4% (% berat Na2O). sedangkan ZS komposisi kimianya didominasi oleh Na (9.5% berat Na2O).
Berdasarkan hasil karakterisasi tersebut, disimpulkan bahwa ZAL dan ZAM termodifikasi memiliki peluang yang besar untuk menggantikan penggunakan ZS, yang sehari-hari digunakan sebagai adsorban H2O pada proses separasi gas alam. Untuk mengetahui kemampuan ZAL dan ZAM termodifikasi dalam adsorpsi skala laboratorium. Juga disarankan suatu uji karakterisasi yang dapat mengetahui interaksi antara kation-kation penukar (Na+ dan Ca2+) dengan molekul-molekul adsorbat (H2O)."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
S48915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Suryawan
"Zeolit adalah salah satu material yg memiliki property seperti LiCI dan silica gel dlm kemampuannya menyerap kandungan air dari udara. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh zeolit alam lampung yg diaktivasi dengan dealuminasi 3% Hf dan NH CI serta kalsinasi pada 120 %c. Untuk menunjukkan kurva karakteristik equilibrium Moisture content (EMC) temperatur kamar dijaga pada 25°C. Dengan laju aliran udara 1,2 m/s, dengan variasi relative hamidity (RH) aliran udara. Hasil penelitian ini kemudian dibandingkan dengan zeolit alam lampung refernsi yg diaktivasi hanyadengan pencucian dan pemanasan pada temperatur 180 oC tanpa dealuminasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dealuminasi HF tidak memberikan pengaruh yg bermakna dalam kemampuan adsorbsi zeolit ini. Hal ini dapat terlihat pada nilai EMC yang terendah zeolit ini bila dibandingkan dengan zeolit referensi sampai 0,0124 grup air/g zeolit kering pada RH 56,9 %. Selanjutnya laju adsorbsi zeolit dengan dealuminasi ternyata lebih rendah dari pada zeolit referensi untuk setiap RH dengan perbedaan nilai sampai 4,75 jam pada RH 47,5 %. Sehingga dapat disimpilkan secara umum bahwa proses perlakuan panas terhadap zeolit sampai temperatur 180°C akan meningkatkan kapasitas adsorbsinya bila dibandingkan dengan zeolit dengan dealuminasi HF dan kalsinasi pada temperatur 120°C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
JUTE-XVI-1-Mar2002-9
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2002
S29698
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Fathul Karamah
"Limbah industri yang mengandung logam berat tidak dapat dibuang langsung ke perairan, karena berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam penelitian ini, untuk memisahkan logam dari limbah cair digunakan metode flotasi dengan dibantu bahan pengikat zeolit alam Lampung. Diffuser yang biasa digunakan dalam proses flotasi adalah udara atau oksigen. Dalam penelitian ini, ozon dipilih sebagai diffuser, karena sifat oksidasi dan kelarutannya dalam air lebih besar dari udara. Keuntungan lain adalah ozon merupakan coagulant aid dan berfungsi sebagai disinfektan. Dengan ozon sebagai diffuser diharapkan pemisahannya berlangsung lebih cepat dengan lebih efisien.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan efektivitas ozon sebagai diffuser, membandingkan ozon dengan diffuser yang lain, serta menentukan efektivitas dan konsentrasi optimum zeolit sebagai bahan pengikat dalam flotasi logam besi, tembaga dan nikel. Dari penelitian diperoleh pemisahan besi dengan diffuser udara sebesar 90,8%, diffuser udara-oksigen 95,7%, diffuser udara-ozon dari udara 99,7%, serta diffuser udara-ozon dari oksigen adalah 99,7%. Sedangkan zeolit efektif digunakan sebagai bonding agent pada proses flotasi, dengan konsetrasi optimum sebesar 2 gr/L, menghasilkan persentase pemisahan untuk logam besi sebesar 99,70%, logam tembaga sebesar 88,98% dan logam nikel sebesar 98,46%.

Industrial wastewater which contains heavy metal cannot be disposed to the environment directly, due to its toxicity. In this research, separation of metal from wastewater was conducted by sorptive flotation method, using Lampung natural zeolite as bonding agent. The most common diffuser used in the flotation process is air or oxygen. In this research, ozone is used as diffuser because it is a stronger oxidant and more dissolvable in water than oxygen. Besides, ozone is a coagulant aid and disinfectant. With ozone as diffuser, it is expected that the process become faster with higher efficiency.
This research was conducted to determine ozone effectiveness as diffuser, compared with other diffuser, and also to determine optimum concentration and effectiveness of zeolite in flotation of iron, nickel and copper. The research result shows that separation of iron with air diffuser is 90.8%, air-oxygen diffuser is 95.7%, air-ozone (from air) diffuser is 99.7%, and air-ozone (from oxygen) diffuser is 99.7%. Natural zeolite is effective as bonding agent with optimum concentration equal to 2 gram/liter, producing separation percentage for iron equal to 99.70%, copper equal to 88.98% and Nickel equal to 98.46%.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Indratama
"Dehumidifikasi merupakan salah satu proses yang sangat panting dan sering digunakan dalam dunia industri. Dimana dalam proses dehiunidifikasi selalu mempertimbangkan faktor material adsorbennya. Selama ini material adsorben pada proses dehumidifikasi masih banyak menggunakan silica gel dan lithium chloride yang harganya cukup mahal, padahal masih terdapat material lainnya yang disinyalir memiliki kemampuan hampir sama dengan silica gel dan lithium chloride yang harganya jauh lebih murah, salah satunya adalah zneolit alam Lampung jenis klinoptilolit.
Dalam penelitian ini ingin diketahui seberapa besar kemampuan zeolit jenis ini dalam menyerap uap air pada kondisi udara tertentu. Diperkirakan bahwa zeolit jenis ini dapat dijadikan sebagai Salah satu alternatif bahah adsorben, hal ini didasarkan pada struktur materialnya yang berongga-rongga sehingga memungkinkan uap air masuk dan mengisi rongga-rongga tersebut.
Penelitian dilakukan dengan melihat seberapa besar perpindahan massa uap air dari udara sistem ke zeolit hingga tercapai kesetimbangan diantara keduanya. Dengan mengetahui perpindahan massa uap air tersebut nantinya bisa diketahui hubungan equilibrium moisture content (EMC) dengan relative humidity (RH) yang merupakan salah satu parameter yang menentukan apakah suatu material bisa digunakan sebagai bahan adsorben.
Dari basil eksperimen didapat gralik hubungan antara EMC dengan RH yang ternyata zeolit jenis ini memiliki kecenderungan sebagai bahan adsorben dimana pada grafik tersebut terlihat kecenderungan EMC naik seiring dengan bertambahnya RH. Jika diamati dengan seksama grafik yang terbentuk terbagi menjadi 3 bagian penyerapan yaitu bagian landai (pada RH 38,6 % hingga 44,5 %) yang berarti besarnya uap air yang diserap kecil, curam (pada RH 47,5 % hingga 56,39 %) yang berarti banyak uap air yang diserap dan sangat landai (pada RH 60,3 % hingga 66,80 %) yang berarti hampir tidak ada uap air yang diserap.

Dehumidification is one of the important process in which used in industry. In its process always consider the adsorbent materialis factor. Sofar. the material adsorbent which used in dehulnidyication process are silica gel and lithium chloride that its price is expensive, whereas in reality, there are a lot of materials that have some ability and the price is cheaper than silica gel and lithium chloride. One of the material is clinoptilolite zeolite from Lampung, Indonesia.
In this research is conducted the ability of this zeolite to adsorb moisture from the air in each condition. lt is assumed that this zeoliIe can be used as one of the alternative adsorbent material because it has porous structure in which possibly moisture can fill the porous.
The research is performed by noticing how much the mass transfer ofrnotlsture from the air to the zeoiite until the equilibrium is achieved each other. if we know the mass transfer of moisture, we can get the relation between equilibrium moisture content (EMC) versus relative humidity (RH) which can used as one parameter to confirm that material can used as adsorbent material.
One ofthe result from this experiment is curve between EMC versus RH. The curve shows that this zeolite has tendency as adsorbent material that the EMC increase with increasingly of RH. The curve is divided three adsorbent's area. There are smooth slope area (RH 38,6 % - 44,5 %) that shows the adsorption process is small, steep slope area (RH 4 7,5 % - 56,89 %) that shows the adsorption process is higher than bethre and very smooth slope area that shows there is almost nothing absorption process.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S37077
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>