Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 60016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nina Farlina
"ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang identitas Betawi yang direpresentasikan dalam
organisasi Forum Betawi Rempug (FBR). Penelitian ini adalah penelitian
kualitatif menggunakan pendekatan analisis tekstual dan visual dari teori
semiotika Roland Barthes dan konsep-konsep representasi dan identitas yang
diungkapkan Stuart Hall, Paul DuGay dan kawan-kawan. Dalam analisis
ditemukan identitas etnis Betawi antara lain sebagai etnis yang Islami, berbudaya
bahkan sebagai etnis asli Jakarta dikonstruksi melalui representasi yang diatur
sedemikian rupa untuk menimbulkan makna seperti yang diinginkan FBR.
Namun, media massa juga berperan dalam pembentukan identitas Betawi dan
menghasilkan konotasi-konotasi negatif, sehingga menimbulkan identitas
premanisme dan kekerasan. Dengan demikian, tampak jelas bahwa Betawi
sebagai sebuah penanda (signifier) bersifat ?unstable? dan setiap orang/pihak
mempunyai peluang sebagai ?positioning?. Sehingga identitas Betawi selalu
berubah-ubah sesuai dengan posisi dan kepentingan pihak tersebut sebagaimana
halnya FBR dan media merepresentasikan identitas Betawi berbeda-beda


Abstract
This thesis examines the ethnic Betawi identity that represented in Organization
of Forum Betawi Rempug (FBR). This study is a qualitative that using textual
analysis and visual approach and Semiotika of Roland Barthes theory and the
concept of Stuart Hall, Paul DuGay et al. In the analysis found that the Betawi
ethnic identity as an Islamic and cultural ethnic in Jakarta as constructed through
representations that caused the desired meaning of FBR. However, the mass
media also play a role in the formation of Betawi identity and give negative
connotations about FBR that rised identity of thuggery and violence. Thus, it
seems clear that Betawi as signifier is unstable and any person has opportunity as
a positioning. So, identity of Betawi always changes according to the position as
well as the FBR and media that represent the different identity of Betawi."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
T31114
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siswantari
"Disertasi ini membahas tentang Strategi-strategi Perhimpoenan Kaoem Betawi pada masa kepemimpinan M. Masserie dan Abdul Manaf, dalam meningkatkan kesejahteraan Kaoem Betawi dan keindonesiaan. Perhimpoenan Kaoem Betawi merupakan organisasi pertama yang dibentuk oleh orang Betawi yang diakui sebagai badan hukum pada tahun 1923. Perhimpoenan ini mengalami perkembangan dari organisasi yang bersifat lokal menjadi organisasi yang mengedepankan keindonesiaan. Pembentukan Perhimpoenan tidak lepas dari adanya mitos masa kesuburan orang Betawi yang membuat Orang Betawi bergerak untuk mencapai kembali kejayaan tersebut, ditambah lagi dengan adanya kemunduran orang Betawi akibat berkurangnya tanah pekarangan, membuat orang Betawi bergerak untuk mencapai kemajuannya dengan mendirikan Perhimpoenan Kaoem Betawi.
Faktor kemunculan Perhimpoenan Kaoem Betawi, tidak lepas dari pengaruh perkembangan kota Batavia pada awal abad ke-20 yang menjadi pusat pendidikan, pemerintahan dan ekonomi Hindia Belanda. Kota Batavia telah pula menjadi pusat gerakan politik pribumi, dimana berbagai organisasi kedaerahan telah tumbuh dan berkembang. Hal itu membawa Orang Betawi tidak mau ketinggalan turut pula aktiv menyuarakan aspirasi politiknya.
Metodologi yang digunakan dalam disertasi ini adalah narativisme. Narativisme merupakan metodologi dalam filsafat sejarah yang digunakan untuk merekonstruksi masa silam. Menafsirkan masa lampau dengan mengaitkan berbagai fakta dari masa silam yang semula tidak koheren dan tanpa struktur menjadi satu kesatuan yang menyeluruh. Temuan penelitian ini adalah : lewat peranan M. Masserie dan Abdul Manaf, Perhimpoenan Kaoem Betawi telah menumbuhkan solidaritas Betawi untuk kemajuan Kaoem Betawi dan keindonesiaan. Berbagai strategi dilakukan untuk kemajuan Masyarakat Betawi dan keindonesiaan, diantaranya melalui Surat Kabar, Pendidikan, Gemeenteraad Batavia, dan menjalin kerjasama dengan gerakan organisasi pergerakan lainnya.

This study discussed about the strategies of the Association of Betawi Community (Kaoem Betawi) during the leadership period of Masserie and Abdul Manaf, for improving welfare of Betawi people (Kaoem Betawi) and Indonesianness. The Association of Betawi Community (Kaoem Betawi) was the first organization formed by the Betawi people to be recognized as a legal entity in 1923. This association experienced developments from local organization into organization that prioritized Indonesianness. The formation of the Association could not be separated from the myth of the fertility period of the Betawi people. This caused the movement to regain the glory, added with the decline of the Betawi people due to the reduction of the yard, made the Betawi people moving to achieve the progress by establishing The Association of Betawi Community ( Kaoem Betawi).
The emergence factor of the Association of Betawi Community ( Kaoem Betawi) was inseparable from the influence of the development of the Batavia city in the early of 20th century which became the center of education, government and the economy of the Dutch East Indies. The Batavia city had also become the center of the indigenous political movement, where the various regional organizations had grown and developed. That made the Betawi people did not want to miss and also actively voiced their political aspirations.
The methodology used in this dissertation was narativism. Narativism was a methodology in historical philosophy used to reconstruct the past and interpreting the past by relating various facts from the past that were previously incoherent and without structure into a single whole. The research result was finding the role of M. Masserie and Abdul Manaf for The Association of Betawi Community which had grown Betawi solidarity for the advancement of the Betawi Community and Indonesianness. Various strategies were carried out for the advancement of the Betawi society and Indonesianness, including by Newspaper, Gemeenteraad Batavia Education, and cooperating with other movement organizations.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
D2608
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaila Rahil Catur Umairoh
"ABSTRAK
Jurnal ini membahas salah satu pakaian tradisional Betawi yaitu baju tikim dan celana pangsi yang merupakan warisan budaya Betawi. Baju tikim dan celana pangsi pada awalnya merupakan pakaian yang dikenakan oleh para pendekar, jawara, dan jago maen pukulan atau yang sekarang disebut pencak silat, kemudian berkembang menjadi pakaian sehari-hari yang dikenakan laki-laki Betawi, hingga menjadi pakaian tradisional Betawi saat ini. Pokok permasalahannya adalah apakah baju tikim dan celana pangsi merupakan hasil akulturasi budaya Betawi dan budaya Tionghoa, berkaitan dengan itu maka makalah ini membahas asal-mula baju tikim dan celana pangsi Betawi yang memiliki kemiripan dengan baju tradisional yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa pada masa Dinasti Qing. Selain itu, juga membahas mengenai bentuk, perkembangan, perubahan, serta perbedaan antara baju tikim dan celana pangsi yang dipakai masyarakat Betawi dengan yang dipakai oleh masyarakat Tionghoa. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitan kualitatif dengan pendekatan budaya, dan konsep budaya yang digunakan sebagai landasan teoritis adalah konsep akulturasi.

ABSTRACT
This journal describes one of the Betawi 39;s traditional clothes, that is Tikim clothes and Pangsi trousers which is Betawi 39;s cultural heritage. In the beginning Tikim clothes and Pangsi trousers are clothes worn by warriors, champions and jago maen pukulan what now is called Pencak Silat, then it evolved into everyday clothes worn by Betawi men, and has now become Betawi traditional clothes. The main problem of this research is whether tikim clothes and pangsi trouser is a result from Betawi and Chinese acculturation, therefore this research the origin of Betawi 39;s Tikim clothes and Pangsi trousers that have similarities to traditional clothes worn by Chinese people in the Qing Dynasty era will be described. Furthermore, this research will describe the shape, development, change, and differences between Tikim clothes and Pangsi trousers worn by Betawi people and Chinese people. Research methods used in this research are qualitative with a cultural approach. A cultural concept is used as a theoretical base known as an acculturation concept."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bustami
"Skripsi ini mencakup empat bab pembahasan. Pembahasan pokok terdapat dalam Bab III yakni mengenai penga_ruh Tarekat Sammaniyah pada masyarakat Betawi, yang meliputi upacara pembacaan Hikayat Samman serta upacara pembacaan Ratih Samman; yaitu pengaruh mela1ui mubalig, pesantren serta kitab-kitab tertentu. Pribadi Syeikh Muhammad Samman sebagai pendiri Tarekat Sammaniyah dibahas dalam Bab II, yang meliputi rangkaian silsilahnya, zikir-zikirnya serta karya-karya tulisnya. Dalam bab I, dibahas mengenai arti tarekat, dasar hukumnya, tujuan mengamalkannya, serta hubungannya dengan tasawuf. Pembahasan dalam bab ini dimaksudkan sebagai langkah pengenalan terhadap tarekat. Pembahasan tentang prospek kegiatan upacara pembacaan hikayat Samman serta prospek kegiatan upacara pembacaan Ratib Samman terdapat dalam pembahasan Bab IV sebagai bab kesimpulan dan sekaligus sebagai penutup skripsi ini."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadjir
Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Masyta Intan Yulianti
"ABSTRAK
Keberadaan masyarakat Betawi di DKI Jakarta mulai termarginalkan dari sisi
budaya maupun keruangan akibat perkembangan Kota Jakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui proses marginalisasi masyarakat Betawi dari segi
budaya dan keruangan. Metode penelitian ialah deskriptif kualitatif dan analisis
keruangan dengan melakukan wawancara kepada masyarakat Betawi di pesisir,
tengah dan pinggir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa marginalisasi
masyarakat Betawi dari segi budaya adalah bergesernya mata pencaharian,
upacara pernikahan, bahasa panggilan orang tua, dan makanan khas. Pergeseran
budaya tersebut diakibatkan oleh himpitan ekonomi, pencemaran, dan
perkembangan zaman. Marginalisasi masyarakat Betawi dari segi ruang
mengakibatkan berpindahnya masyarakat Betawi ke pinggir bahkan keluar kota
Jakarta, disebabkan penggusuran dan menjual tanah karena desakan ekonomi

ABSTRACT
The existence of the Betawi in Jakarta began marginalized in terms of culture and
space as a result of the development of the city of Jakarta. This study aims to
determine the process of marginalization of the Betawi people in terms of culture
and space. The research method is descriptive qualitative and spatial analysis to
do an interview to the Betawi people in coastal, central and edge. The results
showed that the marginalization of the Betawi people in terms of culture, the shift
in livelihood, wedding ceremonies, language call the parents, and the food is
typical. The cultural shift caused by economic pressure, pollution, and the times.
Betawi community marginalization in terms of space resulted in the migration of
the Betawi people to even out the edge of the city, due to evictions and sell the
land due to economic pressures."
2016
S65675
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfia Dhia Irfani
"Arsitektur tradisional Betawi mulai mengalami kepunahan atau perubahan, yang ditandai dengan adanya perubahan fisik pada bangunan rumah Betawi. Hal itu dikarenakan keadaan zaman yang semakin modern dan kurangnya pengetahuan mengenai tata seni bangunan tradisional Betawi. Perubahan fisik ini terlihat di Setu Babakan yang dijadikan sebagai Perkampungan Budaya Betawi sebagai salah satu usaha untuk melestarikan arsitektur rumah Betawi. Berbagai bangunan dan rumah diberi ragam hias Betawi. Pelestarian terhadap arsitektur rumah Betawi perlu dilakukan namun harus memperhatikan nilai yang harus tetap ada sebagai perwujudan dari kebudayaan Betawi. Nilai kebudaayaan Betawi diwujudkan dalam bentuk elemen fisik dan non fisik. Meskipun masyarakat Betawi berasal dari berbagai etnis, mereka dapat menyatu karena agama Islam. Sebagai masyarakat yang taat pada agama Islam, mereka mengimplementasikan nilai Islam pada rumahnya. Perbandingan antara arsitektur rumah Betawi dengan rumah biasa, menunjukkan adanya elemen substansial, elemen substitusi, dan elemen suplementer yang ada pada arsitektur bangunan rumah. Pada arsitektur rumah Betawi harus terdapat elemen substansial yaitu pembagian ruang dan hubungan ruang sebagai wujud dari implementasi nilai Islam. Pembagian ruang meliputi ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Hubungan ruang meliputi pemisahan ruang antara mahram dengan non-mahram. Elemen substitusi merupakan elemen yang dapat berubah atau diganti sesuai dengan kebutuhan, efisiensi ataupun penguasaan teknologi. Elemen suplementer berupa ragam hias merupakan elemen yang kehadirannya dapat menjadi nilai tambah untuk arsitektur rumah Betawi. Sehingga penentu suatu rumah yang ber-arsitektur rumah Betawi adalah elemen substansialnya.

The traditional architecture of Betawi has begun to experience extinction or change, marked by the physical changes of the building. It is due to the increasing sense of modernisation and the lack of knowledge about the art within Betawi traditional building. This physical change can be seen in Setu Babakan which used to be as the Betawi Cultural Village as an effort to preserve the architecture of the Betawi housing. Various buildings are adorned with Betawi decorations and ornaments. Any attempts to preserve the architectures and aspects of Betawi housing need to be done yet we also have to pay attention to the value that must remain as an embodiment of the Betawi culture. Betawi cultural values are delivered in the form of physical and non-physical elements. Although the Betawis come from various ethnic groups, they can be united under Islam. As a society that adheres to Islam, they implement the Islamic values within their homes. A comparison between the architecture of Betawi housing with any other ordinary housing shows that there are substantial elements, substitution elements, and supplementary elements that exist in the architecture of home buildings. In the architecture of Betawi housing, there must be a substantial element, namely the division of space and the relationship of space as a form of implementing Islamic values. The division of space comprises the front room, living room, and backroom. The relationship of space comprises the separation of space between mahram and non-mahram. Substitution element is an element that can be changed or replaced according to needs, efficiency or mastery of technology. The supplementary element in the form of decoration is an element in which presence can be recognized as an added value to the architecture of Betawi housing. The substantial elements aspects determine the architecture of the buildings to be characterized as Betawi housing. 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wildhan Indra Pramono
"Dibalik segi positif dari proses demokrasi yang berlangsung, terselip celah masalah baru yaitu ancaman disintegrasi bangsa. Kekhawatiran itu tak hanya bersumber dari tuntutan pemisahan diri sebagian rakyat di beberapa daerah, tapi juga lantaran maraknya kerusuhan sosial di daerah, konflik antar ormas, konflik sengketa pemilu baik tingkat nasional maupun tingkat pilkada, konflik sengketa tanah perkebunan, dan konflik kerusuhan sosial lainnya yang berkembang menjadi pertentangan. Dalam konteks penanganan konflik antar ormas terkait dengan aksi kekerasan sebagaimana marak terjadi dan menjadi keprihatinan banyak kalangan, juga suatu kepentingan nasional. Bahkan, keselamatan publik serta hak dan kebebasan orang lain terancam oleh tindakan yang mengatasnamakan suatu organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah sejauh mana peran penegak hokum, khususnya Baintelkam Polri dalam upaya penanggulangan konflik antar ormas di DKI Jakarta dan langkah-langkah optimalisasi peran tersebut.

Behind the positive aspects of the ongoing democratic process, a new problem is tucked in, namely the threat of nation disintegration. The concern was not only stemmed from the demand for secession of some people in some areas, but also because of the rise of social unrest in the regions, conflicts between CSOs, election disputes both at the national and local election levels, conflicts over plantation land disputes, and other social conflict conflicts that developed be contradictory. In the context of handling conflicts between CSOs related to acts of violence as widespread and is a concern of many, it is also a national interest. In fact, public safety and the rights and freedoms of others are threatened by actions in the name of an organization. This study aims to examine the extent of the role of law enforcers, particularly the Indonesian Police's Baintelkam in efforts to overcome conflicts between CSOs in DKI Jakarta and steps to optimize that role."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gres Grasia Azmin
"Maen pukulan merupakan budaya Betawi yang mengandung unsur olah raga, budaya, spiritual, dan bela diri. Ia merupakan warisan yang hidup pada masyarakat Betawi serta  Jakarta dan sekitarnya. Satu aliran maen pukulan yang relatif lama, eksis,  dan populer pada masa kini ialah Beksi Tradisional H. Hasbullah.
Tujuan penelitian ini ialah mengkaji penggunaan memori kolektif pada perguruan maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah sebagai bagian dari budaya masyarakat Betawi dilihat dari sistem pewarisan dan pengelolaan perguruan pada masa kini. Pada perguruan tersebut, memori yang terpelihara terbagi menjadi memori individu yang teraplikasi pada guru maen pukul dan memori kolektif yang terdapat pada komunitas.
Menggunakan tiga teori mengenai memori kolektif oleh Rubin, Bernecker, dan Halbwachs ditemukan bahwa maen pukulan Beksi Tradisional H. Hasbullah berkembang menggunakan memori kolektif para guru, murid, serta masyarakat yang menanggap pertunjukan Beksi. Ditemukan pula memori individu guru membentuk pola pewarisan yang ia pilih bagi muridnya serta tipe pengelolaan yang digunakan dalam kepengurusan perguruan.
Memori kolektif berperan pada pertunjukan yang mengandung Beksi di dalamnya. Memori menjadi panduan ketika terjadi perbedaan walau di sisi lain, memori yang tereduksi menyebabkan terjadinya pengerucutan pakem pertunjukan. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peran memori kolektif untuk eksistensi dan perkembangan maen pukulan di masa depan.

Maen pukulan is a part of Betawinese tradition that contains sport, cultural, spiritual, and martial arts elements. It is a living heritage among Betawinese community and is found in Jakarta and its surrounding areas. A relatively old school of maen pukulan which still exists and popular today is the H. Hasbullahs Traditional Beksi.
This research aims to investigate the use of collective memory in the current Maen Pukulan Beksi Traditional H.Hasbullah schools as a part of Betawinese culture related to its cultural inheritance pattern and management. At the maen pukulan schools, there are two types of preserved memory. The first is individual memory which is applied by the maen pukulan gurus and the second is collective memory which is found among the community.
Using three theories about collective memory by Rubin, Bernecker, and Halbwachs, it is found that the traditional maen pukulan Beksi of H. Hasbullah has developed through the collective memory of the gurus, students, and the publics who perceive the Beksi performance. It is also found that individual memory of the gurus forms an inheritance pattern which they choose for their students and the type of management use at the maen pukulan school organisation.
Collective memory has its role in the performance that contains Beksi in it. The memory, on the one hand, becomes their guide when there is a dispute about Beksi. On the other hand, reduced memory has caused some changes and reduction, along with the continuity in the maen pukulan Beksi performance. This research shows the important role of collective memory in maintaining the existence and development of maen pukulan in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2783
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olga Laurenza
"Penelitian ini menjelaskan bagaimana sanggar kesenian memegang peranan dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensi seni dan budaya Betawi. Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, terdapat banyak seni dan tradisi Betawi yang terancam berada di ambang kepunahan. Berbagai aksi untuk mempertahankan eksistensi budaya Betawi pun dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, salah satunya melalui sanggar seni, yaitu Sanggar Jali Putra sejak tahun 1990 hingga 2009. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah; yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi, penelitian ini menemukan bahwa Sanggar Jali Putra bergerak aktif dalam rangka mempertahankan eksistensi kesenian Betawi. Sanggar Jali Putra berupaya untuk melakukan pengembangan dan pelatihan kesenian secara konsisten, salah satunya dengan membuat kreasi dalam kesenian Gambang Kromong dan Gambang Rancag. Selain itu, sanggar ini juga masih mempertahankan bentuk asli dari Lenong Denes. Dalam upaya pengembangan Gambang Rancag, dibentuklah grup turunan Sanggar Jali Putra yang dikenal sebagai Grup Putra Jali Betawi yang titik fokusnya mengenalkan Gambang Rancag kepada para akademisi. Dengan keberadaan Sanggar Jali Putra, Lenong Denes dan Gambang Rancag masih tetap dikenal dan bisa dinikmati oleh penduduk Jakarta dari berbagai kalangan dan kelompok usia.

This research explains how Sanggar Jali Putra played a role in maintaining and developing the existence of the arts and cultures of Betawi. Amid the increasing modern developments, there is much of the artwork and traditions of the endangered Betawi. Action to preserve the cultural existence of Betawi has been carried out by the Jakarta government and the Jakarta`s society, one through Sanggar Jali Putra since 1990-2009. Using methods of historical research; heuristic, criticism, interpretation, and historiography, this research has found that Sanggar Jali Putra is actively involved in the preservation of the arts and cultures of Betawi. Sanggar Jali Putra strives to do consistent development and arts training, one of whom makes creations in the Gambang Kromong and Gambang Rancag. Further, Sanggar Jali Putra retained the original form of Lenong Denes. In an effort to develop the Gambang Rancag, Sanggar Jali Putra branch, known as the Puja Betawi (Putra Jali Betawi), was formed to introduce Gambang Rancag on academics. Through Sanggar Jali Putra`s existence, Lenong Denes, Gambang Rancag, and Gambang Kromong remain known and could be enjoyed by the Jakarta people of all ages and societies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>