Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112094 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dan Dep. Perdagangan dan Koperasi, 1978
382 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Teriana Dewi Maya
"Kemudahan berusaha dapat menjadi keuntungan lokasi dari host country yang bertujuan untuk menarik investasi asing. Penelitian ini menganalisa pengaruh dari kemudahan berusaha terhadap masuknya FDI. Data yang digunakan adalah peringkat ease of doing business dan peringkat doing business indicators, sera data FDI negara-negara berkembang dan ASEAN-8. Metode penelitian adalah data panel dengan periode penelitian dari 2006-2013 untuk kemudahan berusaha dan dari 2007-2013 untuk peringkat lima indikator menjalankan usaha. Kemudahan berusaha ditemukan memberikan pengaruh yang signifikan baik di negara-negara berkembang maupun di ASEAN-8. Indikator getting credit, trading across borders dan enforcing contracts memberikan pengaruh signifikan di negara-negara berkembang, Sedangkan di negara-negara ASEAN-8 hanya indikator starting a business yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap masuknya FDI. Hasil ini menunjukkan reformasi regulasi usaha harus menjadi agenda negara-negara berkembang dan ASEAN-8 untuk membuat lingkungan usaha yang kondusif.

Ease of doing business can be a location advantage of the host country that aims to attract foreign investment. This study analyzes of the effect on ease of doing business on the inflow of FDI. Using data of the ranking on ease of doing business and ranking on doing business indicators, also FDI data of developing countries and the ASEAN-8. Research method is a data panel with the study period of 2006-2013 for ease of doing business and from 2007-2013 for ranking on five of doing business indicators. Ease of doing business found a significant influence both in developing countries and ASEAN-8. Indicators of getting credit, trading across borders and enforcing contracts have a significant effect in developing countries, while in ASEAN-8 is found only indicator of starting a business that has a significant effect on FDI. These results demonstrate that reform of business regulatory should be on the agenda of developing countries and ASEAN-8 to create condusive environment."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T45447
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeane Neltje Saly
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2001
332.6 JEA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Azkiya Listyorini
"Perdagangan produk farmasi memantik sebuah pembahasan dan perdebatan dalam kajian ekonomi politik internasional. Salah satu unsur yang kerap kali menjadi perdebatan dalam perdagangan produk farmasi adalah kehadiran hak kekayaan intelektual berupa paten dan eksklusivitas data yang terkandung dalam perdagangan produk farmasi. Tulisan ini secara taksonomi meninjau perkembangan pembahasan perdagangan produk farmasi dalam kajian hubungan internasional, sejak HKI menjadi bagian dari perdagangan internasional pada tahun 1990 sampai 2021. Tulisan ini menggunakan 107 literatur yang terakreditasi secara internasional dan mengklasifikasikannya sesuai dengan kesamaan antar literatur. Berdasarkan pada metode taksonomi, literatur-literatur tersebut dibagi ke dalam empat kategori, yang terdiri atas (1) HKI dalam perdagangan produk farmasi, (2) TRIPS dalam perdagangan produk farmasi, (3) Deklarasi Doha tentang TRIPS dan Kesehatan Masyarakat dalam perdagangan produk farmasi, (4) TRIPS-Plus dalam perdagangan produk farmasi kontemporer. Tulisan ini mencoba untuk menunjukkan konsensus, perdebatan, tren, serta kesenjangan dalam topik ini. Tulisan ini mengidentifikasi bahwa pendekatan liberal paling banyak digunakan dalam membahas perdagangan produk farmasi. Penulis menyimpulkan bahwa sebagai sebuah topik, meskipun perdagangan farmasi dianggap sebagai salah satu bagian dari perdagangan bebas, namun pada kenyataannya sistem HKI yang tertanam dalam perdagangan produk farmasi, justru melanggengkan proteksionisme sehingga hingga saat ini perdagangan produk farmasi terus menuai berbagai perdebatan, baik bagi akademisi yang mendukung HKI maupun bagi akademisi yang mendukung akses kesehatan.

Pharmaceutical trade has become a discussion and debate in the International Political Economy. One of the elements that triggered the discussion is the presence of patent and data exclusivity in intellectual property rights. Pharmaceutical trade is part of the economical instrument that has political value because it shows the relation and power difference between developed and developing countries. This paper taxonomically reviews the development of pharmaceutical trade in international relations studies, since IPR became part of international trade in 1990 to 2021. This paper uses 107 internationally- accredited literature and classifies them according to the similarities between each literature. Based on the taxonomy method, the literature will be divided into four theme-based categories which consists of (1) IPR in the pharmaceutical trade, (2) TRIPS in the pharmaceutical trade, (3) The Doha Declaration on TRIPS and Public Health in the Pharmaceutical Trade, (4) TRIPS-Plus in contemporary pharmaceutical trade. The paper seeks to unveil the conventional wisdoms, the debates, and the gaps of this topic. This paper identifies that the liberal approach is commonly used to discuss the pharmaceutical trade. This writing concludes that although pharmaceutical trade is part of free trade, intellectual property rights embedded in the pharmaceutical trade make protectionism preserved. Therefore, up until now, the pharmaceutical trade is triggering a debate between the academician who supports intellectual property rights and academician who supports health access."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Regi Grinita
"Penelitian ini menganalisis mengenai penggunaan lindung nilai atas valuta asing dengan instrumen derivatif terhadap probabilitas financial distress. Proksi yang digunakan untuk probabilitas financial distress adalah distance to default dari Model Merton 1974 . Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksplanatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh lindung nilai atas valuta asing dengan instrumen derivatif terhadap probabilitas financial distress. Metode dalam penelitian menggunakan regresi data panel dengan model estimasi fixed effect model. Sampel penelitian adalah 124 perusahaan non-finansial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 2010-2016. Penelitian ini menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan lindung nilai atas valuta asing dengan instrumen derivatif menunjukkan koefisien positif pada variabel distance to default sehingga dapat menurunkan probabilitas financial distress.

This study analyzes the use of foreign currency hedging with derivative instruments on the probability of financial distress. The proxy used for the probability of financial distress is the distance to default with the Merton Model 1974 . This research is quantitative explanative. This study aims to investigate the effect of hedging on foreign exchange with derivative instruments on the probability of financial distress. Methods in the study using panel data regression by using estimation model of fixed effect model. The samples are 124 non financial firms listed on the Indonesia Stock Exchange during 2010 to 2016. The study found that firms that use foreign exchange hedging with derivative instruments showing the positive coefficients on distance to default variable that can reduces a firm rsquo s probability of financial distress."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brady Rikumahu
"Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya persistensi dalam transaksi, melakukan perbandingan antara perilaku broker domestik dan broker asing, melakukan
pengukuran intensitas transaksi, mengukur branching ratio yaitu probabilitas terjadinya transaksi berturutan, mengukur berapa besar intensitas transaksi bertambah dengan adanya transaksi yang persisten, mengukur kecenderungan berkumpulnya transaksi, dan mengukur
dampak harga dari transaksi yang persisten. Identifikasi transaksi yang persisten dilihat dari adanya transaksi berturutan untuk saham yang sama yang dilakukan oleh satu broker tertentu untuk waktu yang panjang. Pengukuran intensitas transaksi, probabilitas terjadinya transaksi
yang berturutan, besarnya penambahan intensitas transaksi sebagai akibat adanya transaksi persisten, dan kecenderungan transaksi untuk berkumpul dilakukan dengan menggunakan Hawkes process, suatu self-exciting point process, diperkenalkan oleh Hawkes (1971), yang mengakomodasi pengukuran kegiatan yang terjadi berturutan dengan rentang waktu antar kejadian yang tidak seragam satu dengan lainnya. Pengukuran dampak harga dari transaksi dilakukan dengan menggunakan model dari Boehmer dan Wu (2006) dimana dampak harga diukur dengan meregresikan ketidakseimbangan transaksi dengan imbal hasil.
Ketidakseimbangan transaksi diukur dengan selisih antara transaksi beli dengan transaksi jual pada suatu hari tertentu.
Dengan menggunakan data frekuensi tinggi dari empat saham dengan transaksi tertinggi pada tahun 2010, hasil pengujian menunjukkan bahwa terjadi transaksi yang persisten untuk saham-saham yang diamati. Kemudian juga diamati bahwa broker asing lebih aktif dalam melakukan transaksi. Selain itu ditemukan juga bahwa intensitas transaksi broker asing lebih tinggi daripada intensitas transaksi domestik. Pengamatan selanjutnya menunjukkan
bahwa kenaikan intensitas broker asing adalah lebih tinggi dari kenaikan broker domestik pada transaksi beli, sementara itu, walaupun intensitas transaksi jual broker asing lebih tinggi dari intensitas transaksi broker domestik, kenaikan intensitas broker domestik lebih besar dari kenaikan intensitas broker asing pada transaksi jual. Ditemukan juga bahwa transaksi yang dilakukan oleh broker asing secara rata-rata hanya 27% yang dipengaruhi oleh faktor yang bersifat eksogen dan sisanya sebesar 73% dipengaruhi oleh faktor endogen. Sementara, untuk broker domestik, transaksi yang dipengaruhi oleh faktor eksogen adalah 35% dan faktor endogen adalah sebesar 65%.
Untuk dampak harga, penelitian ini menemukan bahwa transaksi broker domestik memiliki koefisien korelasi ketidakseimbangan transaksi dengan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi daripada besaran yang sama untuk broker asing. Selain itu juga dapat dikonfirmasi adanya stylized facts yang ditemukan pada penelitian menggunakan data frekuensi tinggi lainnya bahwa baik untuk broker domestik dan broker asing intensitas transaksi terjadi pola berbentuk huruf U yang berarti bahwa dalam satu hari, intensitas transaksi akan tinggi pada saat pembukaan Bursa, kemudian menurun dan cenderung konstan disepanjang hari dan akan meningkat kembali pada saat bursa akan tutup, yang memberikan indikasi bahwa transaksi persisten dilakukan dengan memanfaatkan informasi yang beredar di pasar.

This research aims to identify the persistency in transactions, measure the difference on the domestic and foreign brokers, measure the intensity of transactions, measure the branching ratio which is the probability of the occurence of succesive transactions, how much the increase in transactions intensity as the result of the presence of persistence in transactions, measute the
clustering property of transactions, and to measure the price impact of the persistent transactions. Identification of persistent transactions is done by the existence of the consecutive transactions that is done by the same broker for a specific stock for a long spell of time. The measurement of the transaction’s intensity, the probability of the occurence of the consecutive transactions, the increase in transactions’ intensity as the result of the existence of persistent transactions, and the tendency of the clustering of transactions, is done by using the Hawkes Process, a self-exciting point process, introduced by Hawkes (1971), which accommodate the measurement of activities that occurs successively that have irregular time interval of occurrences. The measurement of the price impact of transactions is done using the model of Boehmer and Wu (2006) in which the price impact is measured by regressing the transaction
imbalance with returns. Transaction imbalance was measured as the difference between buy transactions and sell transactions on a particular day.
Using the high-frequency data of four stocks with the highest transactions in 2010, results showed that persistency in transactions occurred for the observed stocks. It is also observed that foreign brokers were more active than the domestic brokers. It is also found that
the transactions' intensity of the foreign brokers were higher than the domestic brokers’.
Further observation found that the jumps in the intensity of foreign brokers were higher than the jump in the intensity of domestic brokers for buy transactions, whereas, even though the foreign brokers’ selling intensity were higher than the domestic brokers’ the jumps in domestic brokers’ intensity were higher than the foreign brokers’. It is also found that on average, the
foreign brokers’ transactions were only 27% caused by exogenous factors, and the other 73% were caused by endogenous factors. For the domestic brokers, the numbers are 35% and 65%.
For the price impact of transactions, this research found that the domestic brokers’ transactions have higher correlations with stock returns than the foreign brokers’. It is also found that the transactions' intensity, both for domestic and foreign brokers confirmed to the stylized facts that are found in the research using the high-frequency data which is the existence of the U-shaped pattern. It means that in a day, transaction's intensity will be high when the market open, diminish in the course of the day, and then go up near the market close, an
indication that persistent transactions were done according to the evolvement of information in the market.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Naomi Silviana
"Suatu negara dapat menjangkau para Pelaku Usaha asing, terutama yang didirikan dan berkedudukan di luar negeri serta tidak melakukan kegiatan ekonomi di negaranya tetapi memiliki dampak bagi perekonomian dalam negeri dengan Prinsip Ekstrateritorial hukum persaingan usaha. Hingga kini terjadi perdebatan ada tidaknya dasar Prinsip Ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha kita. Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah mengeluarkan sejumlah putusan yang menjatuhkan sanksi kepada Pelaku Usaha asing dengan putusan nomor 07/KPPU-L/2004 sebagai putusan pertamanya. Dalam rangka mengetahui dasar penjatuhan sanksi dalam putusan tersebut, dilakukanlah suatu penelitian hukum yuridis normatif dengan pengolahan data secara kualitatif untuk mengetahui peran prinsip ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha Indonesia dan keabsahan penjatuhan sanksi dalam putusan Nomor 07/KPPU-L/2004. Hasilnya diketahui bahwa kedua pelaku usaha asing dalam putusan tersebut, Goldman Sachs dan Frontline, Ltd mampu memenuhi definisi pelaku usaha sebab sesuai dengan unsur melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Indonesia meskipun tidak didirikan dan berkedudukan di tanah air. Terpenuhinya unsur-unsur yang diperlukan membuat penjatuhan sanksi dalam putusan tersebut adalah sah sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, baik putusan itu maupun peraturan yang ada tidak memberikan jalan keluar penegakan hukum persaingan usaha bagi Pelaku Usaha yang tidak memenuhi unsur didirikan, berkedudukan, dan melakukan kegiatan di Indonesia padahal perbuatannya melanggar ketentuan hukum persaingan usaha dan menimbulkan dampak bagi negara kita. Fakta ini membawa evaluasi bahwa Indonesia sejatinya masih memerlukan sejumlah ketentuan dalam menunjang keberlakukan Prinsip Ekstrateritorial dalam hukum persaingan usaha.

A country can reach out to foreign Business Actors, especially those that are established and domiciled abroad and do not carry out economic activities in their country but have an impact on the domestic economy with the Extraterritorial Principles of business competition law. Until now there has been a debate whether there is a basis for extraterritorial principles in our business competition law. The Business Competition Supervisory Commission has issued a number of decisions imposing sanctions on foreign Business Actors with decision number 07/KPPU-L/2004 as its first decision. In order to find out the basis for imposing sanctions in the decision, a normative juridical law study was carried out by processing qualitative data to determine the role of extraterritorial principles in Indonesian business competition law and the validity of the imposition of sanctions in decision Number 07/KPPU-L/2004. As a result, it is known that the two foreign business actors in the decision, Goldman Sachs and Frontline, Ltd, are able to meet the definition of business actors because they are in accordance with the element of carrying out activities within the jurisdiction of Indonesia even though they are not established and domiciled in Indonesia. The fulfillment of the necessary elements makes the imposition of sanctions in the decision valid according to the applicable provisions. However, neither this decision nor existing regulations provides a way out for enforcing business competition law for Business Actors who do not meet the elements of being established, domiciled, and carry out activities in Indonesia even though their actions violate the provisions of business competition law and have an impact on our country. This fact leads to an evaluation that Indonesia actually still needs a number of provisions to support the enforcement of the Extraterritorial Principles in business competition law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aspin Nur Arifin Rivai
"ABSTRAK
Tesis ini menaklik hubungan negara dan bisnis dalam kebijakan ekonomi luar negeri China bernama BRI. Berangkat dari konsep ldquo;bina ekonomi negara rdquo; dan metode penelitian kualitatif ndash; studi kasus, penelitian ini mengafirmasi bahwa agenda konektivitas melalui BRI mengandung motif ekonomi dan politik China di Asia Tenggara. Tujuan strateginya, yaitu pendalaman hubungan kerja sama dan kontiunitas internasionalisasi. Penelitian ini menunjukkan aktor bisnis memiliki keterlibatan penting dalam penyelenggaraan bina ekonomi negara. Industri konstruksi infrastruktur dan transportasi merupakan bagian dari pengendalian tersebut. Proses penetrasi berlangsung dalam empat faktor determinan. Pertama, kebijakan BRI dijadikan sebagai program pembangunan nasional yang sesuai visi China rsquo;s Rejuvenation, sehingga hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah subnasional terunifikasi. Kedua, tujuan antara pemerintah dengan aktor bisnis bersifat kompatibel. Terakhir, hubungan anatar pemerintah dengan kedua sektor industri beserta keterlibatan aktor bisnisnya menjadi direktif dan hierarkis, karena pemerintah melakukan penguasaan sistem kepemilikan, sistem manajemen perusahaan, dan struktur kepemimpinan perusahaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa negara berhasil mengendalikan aktor bisnis.Kata kunci: BRI, Negara-Bisnis, Bina Ekonomi Negara, Konektivitas, dan Industri Konstruksi dan Transportasi.
ABSTRACT
This thesis examines state business relations in Belt and Road Initiative as China rsquo s foreign economic policy. Set forth from ldquo economic statecraft rdquo theory and qualitative method, this research shows that connectivity agenda through BRI have economic and geostrategic motives and interrelated in Southeast Asia. The significance of the strategy are internationalization continuity and deepening of cooperation. This research found that commercial actor as important part to implemented economic statecraft. The penetration process occupy in four determinant factors. First, BRI is positioned as national development and convergent in ldquo China rsquo s Rejuvenation rdquo , so that the relationship between the central government and subnational government is unified. Second, the intrinsic goal is compatible between government and commercial actors. Third, market structure in infrastructure construction and transportation industry sector is created by government become more concentrated and monopoly. Finally, the reporting relationship between state and commercial actors become more directive, hierarchy, and centralized, because government exercises ownership control, corporate managements, and the composition of personnels and company leader is appointed directly by government. The results of this research indicate that state has controlled actor commercial for reach economic and geostrategic aims in Southeast Asia. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir Fuady
Bandung: Citra Aditya bakti, 2002
346.07 MUN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>