Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
915.5 REP
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kedutaan Besar Republik Iran, 1979
342.02 UND
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Riza Sihbudi, 1957-
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S7834
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Assagaf, Muhammad Hasyim
[Place of publication not identified]: The cultural section of embassy of the the islamic republic of iran, 2009
955 ASS l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
"Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan.
Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan.
Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat
Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal.
Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women.
There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim.
In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education.
In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right.
The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there.
The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender
The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
"
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Humaidi Hambali
"[ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya suatu sistem pemerintahan yang di gulirkan
oleh seorang tokoh Syi?ah Ayatullah Khumaini, yang selanjutnya terkonsep dalam
bentuk sistem yang disebut Wilayah Faqih, yang berbeda dengan sistem
pemerintahan di negara lain yang menganut sistem pemerintahan Islam sekalipun.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban tentang
bagaimana bentuk kongkrit sistem pemerintahan Republik Islam Iran?
Sebagai kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan teori politik Islam
Syi?ah. Dan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Hasil temuan dalam penelitian ini bahwa pemikiran politik Islam Syi?ah tertuang
dalam konstitusi negara dengan berlandaskan teks agama baik dari al-Qur?an
maupun al-Hadist, atau konsep ini juga dikenal dengan sebutan Teo-Demokrasi,
walau demikian kekuasaan ada pada rakyat dalam hal partisipasi politik. Wilayah
Faqih juga mengadopsi sistem trias politica, dimana kekuasaan terbagi dalam
tiga lembaga ; Yudikatif, Eksekutif dan Legislatif. Yang menjadi pembeda adalah
landasan pada masing-masing bagian. Dalam sistem Wilayah Faqih terdapat
kekuasaan di atas 3 lembaga tersebut, yaitu Rahbar.

ABSTRACT
This research is motivated existence of a system of government in the scroll by a
Shiite leader Ayatollah Khomeini, who subsequently conceptualized in the form
of a system called Wilayah Faqih, which is different from the system of
government in other countries that embrace the Islamic government system
though. Therefore, this study was conducted to seek answers about how the
concrete form system of government of the Islamic Republic of Iran
As a theoretical framework in this study using Shiite Islamic political theory. And
this study used qualitative research methods.
The findings in this study that the Shiite Islamic political thought contained in the
state constitution on the basis of religious texts from both the Koran and al-
Hadith, or the concept is also known as Teo-Democracy, however power is in the
people in terms of political participation. Wilayah Faqih also adopted trias
politica system, in which power is divided in three institutions; Judiciary,
Executive and Legislative. That the difference is the cornerstone on each section.
In the system there is power in the Wilayah Faqih on 3 institutions, namely
Rahbar, This research is motivated existence of a system of government in the scroll by a
Shiite leader Ayatollah Khomeini, who subsequently conceptualized in the form
of a system called Wilayah Faqih, which is different from the system of
government in other countries that embrace the Islamic government system
though. Therefore, this study was conducted to seek answers about how the
concrete form system of government of the Islamic Republic of Iran?
As a theoretical framework in this study using Shiite Islamic political theory. And
this study used qualitative research methods.
The findings in this study that the Shiite Islamic political thought contained in the
state constitution on the basis of religious texts from both the Koran and al-
Hadith, or the concept is also known as Teo-Democracy, however power is in the
people in terms of political participation. Wilayah Faqih also adopted trias
politica system, in which power is divided in three institutions; Judiciary,
Executive and Legislative. That the difference is the cornerstone on each section.
In the system there is power in the Wilayah Faqih on 3 institutions, namely
Rahbar]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sy. Nana Raihana
"Iran, pasca Revolusi 1979, mengubah bentuk negaranya dari negara monarki menjadi bentuk Republik Islam Iran (Mazhab Syi'ah) dengan sistem Wilayah al-Faqih (kewenangan/otoritas ahli agama). Menurut Imam Khomeini, sebagai pengkonsep sistem ini, rakyat harus memutuskan wewenang mereka dengan suatu cara tertentu, kehendak orang banyak (rakyat) tersebut harus diikat oleh kehendak Ilahiyyah. Dan ikatan ini dimanifestasikan dengan pengendalian Wilayah al-Faqih atas pemerintah. Ini pula yang sering ia sebut sebagai hukum Ilahiyyah-manusia atau yang lebih sering ia sebut dengan demokrasi Islam.
Dalam mewujudkan hukum Ilahiyyah-manusia atau pemerintahan yang berdemokrasi Islam ini, suatu pemerintahan harus memenuhi dua syarat. Pertama ia harus legal, artinya ia telah mendapat restu/kelegalan dari Allah sebagai Sang pembuat hukum. Restu yang diberikan Allah ini hanya kepada orang-orang yang sudah mengenal lebih Allah dan hukumnya (Nabi/Rasul, Imam, Faqih/ahli agama). Kedua, harus legitimate. Selain diperlukannya `restu' Allah, maka untuk pelaksanaannya diperlukan pula legitimasi dan rakyat dan bisa diperoleh melalui pemilu. Kedua syarat inilah yang menjadi pilar dari demokrasi Islam.
Bahwa dalam konsep Wilayah al-Faqih yang diterapkan di Republik Islam, Iran (RII), nampaknya Imam Khomeini mencoba menggabungkan sistem politik Barat (dengan keberadaan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif) dengan sistem politik Islam (dengan keberadaan Dewan Perwalian, Dewan Kemashlahatan Nasional dan Imam/ Rahbar, yang bertugas mengawasi dan membatalkan suatu undang-undang yang dinilai bertentangan dengan hukum Islam, konstitusi RII dan cita-cita revolusi).
Bahwa dalam perjalanannya, konsep Wilayah al-Faqih ini mendapat kritik bahkan ditentang oleh sebagian rakyat Iran, dan ini terjadi sejak awal perjalanan negara ini pasca revolusi. Hal ini disebabkan beragamnya ideologi yang diusung kelompok-kelompok politik oposan di Iran. Kelompok-kelompok ini terdiri dari: kelompok nasionalis-liberal, kelompok kiri/Marxis, kelompok suku Kurdi (Sunni) dan kelompok Royalis (pro Shah).
Bahwa konflik atau pertarungan antara kubu reformis dan konservatif di Iran saat Ini merupakan suatu fenomena demokrasi yang sedang berjalan. Tuntutan dari kubu reformis selama ini tidak sampai pada tuntutan mengubah tatanan bangunan Republik Islam Iran. Tuntutan perubahan masih terbatas pada butir-butir dalam konstitusi, meninjau kembali kekuasaan mutlak Pemimpin/Rahbar dan sekaligus memberi kekuasaan yang lebih besar kepada Presiden.

Islam and Democracy: Institutional Format of Democracy in Islamic Republic of Iran After Islamic revolution of 1979, Iran reshapes its political system from monarchy into Islamic Republic (Shi'a sect) based on the principle of velayat-e-faqih (guardianship of the supreme jurist-theologian). To supreme leader Ayatollah Khomeini, the originator of that concept, the people have to stipulate their authority through a certain way, namely the desire of majority (people) must be bind by God's rule and legislation. This bind is manifested in form of velayat-e-faqih control over government. This is indeed what he calls man-deity legislation or what is often termed Islamic democracy.
To implement this man-deity legislation or government based on the Islamic democracy, two requirements must meet. Firstly, it shall be legal, namely obtaining approval from God as the Legislator. The approval of God is only given to ones who know God as well as His legislation much better (namely Prophet/Messenger, Leader, jurist-theologian). Secondly, it shall be legitimate. For the sake of implementation, in addition to obtaining God' approval, it is necessary to get legitimacy from the people, and this can be reached through election.
Based on principle of velayat-e-faqih as implemented in the Islamic Republic of Iran, in addition to clergy institutions themselves, there are also democratic institutions whose functions and tasks are exactly the same as democratic institutions in other countries. However, their authority is limited to the power of clergy institutions, (such as the Guardian Council, Expediency Discernment Council of the System, and the Supreme Leader/Rahbar) whose functions are to oversee and annul a legislation that is in contravention Islamic order, Iran's constitution, and revolutionary goal.
During the course of its implementation, this concept of velayat-e-faqih has gotten criticism and even opposition from some walks of life in Iran, and this truly has been taking place since the beginning of the country's course in the post-revolutionary period. This happens because the varieties of ideology that are put forward by some political opposition groups in Iran. These groups consist of nationalist-liberal group, left/Marxist group, Kurd group (Sunni), and Royalist group (pro-Shah).
Actually, conflict or struggle for power between reformist and conservative party in Iran must be deemed as a normal phenomenon in on-going democracy. The reformist's demand so far doesn't exceed to reshape structural pillar of the Islamic Republic of Iran. It is only limited to some articles included in Iran's constitution, to reconsider absolute power of the Supreme Leader (Rahbar), and to share more authority to the president as executive power. As a matter of fact, these demands were ever voiced and fought by moderate group during Ayatollah Khomeini in power.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11936
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurohman
"Sistem Pemerintahan Iran adalah sistem pemerintahan peralihan dari sistem monarki absolut ke sistem Republik Islam melalui revolusi, Februari 1979 yang dimobilisasi Ayatullah Khomeini.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian ini ditujukan untuk memaparkan gejala sosial atau sistem pemerintahan Iran. Fokus penelitian sistem pemerintahan Iran ini adalah sistem teokrasi Iran yang terdiri atas Undang-Undang Dasar RII, Imamah, Mahdiisme dan Wilayatul Faqih dan aplikasi sistem demokrasi yang meliputi penyelenggaraan pemilihan pemilu untuk memilih Presiden, anggota Parlemen. Dewan Kota, Refrendum UUD. Sejak revolusi bergulir 1979-2005, pelaksanaan pemilu telah berlangsung 25 kali, ; refrendum 3 kali, pemilihan pembentukan anggota Majlis Ahli 1 kali, Pemilihan Majlis Ahli 3 kali, Pemilihan Parlemen 7 kali, Pemilihan Presiden 9 kali dan pemilihan dewan kota 2 kali .
Secara metodologis dalam penelitian ini. peneliti menggunakan positivisme dan postpositivisme (Paradigma Klasik). Dengan tujuan mengeksplanasi dan mendeskripsi seluruh sub sistem pemerintahan Iran dengan mengklasifikasi unsur-unsur demokrasi, identifikasi, dan spesifikasi dari sistem kelembagaan pemerintahan Republik Islam Iran dari sisi bentuk pemerintahan, pemilu, distribusi kekuasaan/trias politika yang terdiri atas Eksekutif (Presiden dan Kabinet Mentri), Legislatif (Majlis Syura Islamy, Dewan Ahli, Wali Amr, Dewan Perwalian) dan Yudikatif (Mahkamah Agung dan Jaksa Agung) dan Penganalisaan dan pengidentifikasian terhadap Sistem teokrasi Republik Islam Iran yang terdiri alas Undang-undang Dasar, Imamah, dijabarkan pula konsep Mahdiisme yang merupakan keyakinan mayoritas rakyat Iran akan kehadirannya. Dan konsep Wilayatul Faqih yang menjadi wahana para agamawan berpolitik dalam pemerintahan Iran. Perpaduan teokrasi dan demokrasi Iran disebut dengan teo-demokrasi.

Iran's Government System is a change system of government from monarchy absolute system to Islamic republic system through revolution. Februari 1979 which mobilized by Ayatullah Khomeini, The leader of Iran's Revolution.
This research based on qualitative approach because it's purpose to describe social indication (Iran's Government System). This research is focused to Iran's Government system : 1) Theocracy system that includes ; Constitution of Iran, Imamah, Mahdiism, and Wilayatul Faqih, 2) Democracy system of Iran is democracy which applied by general elections to elect President, Parliaments, City Council, Referendum of Constitution, Referendum of the change Iran's system government, this referendum had hold to get agreement Iran's People_ Since revolution 1979 until 2005 the general elections was realized 25 times. Referendum 3 times, the election of Assembly of Experts formation was once. The election of Assembly of Experts (elected for 8 years) 3 times, the election Parliament of Majlis Shura Islami (elected for 4 years) 7 times, the election for President (elected for 4 years, maximum two terms of office) was 9 times and the election of Council City was twice.
The methodology of this research based on classical paradigm (combination between positivism and post positivism) to explain and describe all sub system of Iran's Government through classification the unsure of democracy, identification and specification of Iran's Government System which include the form of government, the general election, distribution of powerness, they are Executive (President and Cabinet/Council of Ministers, those confirmed by Parliament), legislative (Majlis Shura-e Islami/Parliament. Assembly of Experts and Council of Guardians) and Yudicative (Court of Justice/Supreme Court and Public Prosecutors). Analyzing and identification of Iran's theocracy includes the Constitution of Iran. Imamah, Mahdiism and concept of Wilayatul Faqih. The combination between theocracy and democracy system we called by Theo-democracy.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sonny Sasongko
"PENDAHULUAN
Peristiwa penyerangan gedung World Trade Centre di New York dan gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat (Pentagon) di Washington pada tanggal 11 September 2001 yang lalu telah menyebabkan penurunan secara drastis industri perjalanan dan wisata internasional. Termasuk di dalam industri ini adalah berbagai perusahaan penerbangan.
Perkembangan ekonomi dunia yang memburuk makin mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Dengan meningkatnya biaya perjalanan akibat tingginya premi asuransi perjalanan yang dikenakan oleh perusahaan asuransi, menyebabkan banyak perusahaan penerbangan terpaksa meng-grounded-kan pesawatnya. Untuk itu, GMF diharapkan dapat melebarkan wilayah operasionalnya untuk mencari pasar barn yang dapat mengkompensasi penurunan usaha di dalam negeri.
GMF saat ini telah melayani berbagai perusahaan penerbangan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari beberapa klien internasional GMF terdapat beberapa perusahaan penerbangan dari kawasan timur Tengah. Kawasan Timur Tengah memiliki prospek yang menjanjikan bagi pengembangan usaha GMF. Dengan pendapatan nasional yang tinggi dari penjualan minyak mentah, negara-negara di kawasan ini mempunyai perusahaan penerbangan yang besar tetapi umumnya tidak mempunyai dukungan darat (ground support) yang memadai. Negara-negara di kawasan Timur Tengah mengandalkan jasa perbaikan pesawatnya kepada perusahaan asing, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.
Sebagai fokus, penulis mengambil Iran yang menjadi target pasar yang hendak dituju dalam pengembangan operasi GMF, sebagai obyek penelitian. Penulis memandang Iran sebagai negara yang merniliki karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh negara-negara Timur Tengah lainnya. Di Iran, Garuda Maintenance Facilties telah mendapatkan beberapa kontrak kerja dengan perusahaan penerbangan Iran -Air (flag carrier), Mahan Air dan Iran Asseman Air.
PERMASALAHAN
GMF dapat dikategorikan sebagai strategic business unit yang memiliki sumber daya yang sangat bagus dan daya saing yang cukup baik. GMF sendiri telah berhasil meluaskan pasamya di Iran.
Dari kondisi internal dan ekstemal GMF dapat diidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman sebagai berikut:
a. Kekuatan:
.. Brand name sebagai bagian perusahaan.penerbangan
.. Tenaga kerja yang terdidik di bidangnya
.. Fasilitas yang cukup lengkap
.. Sertifikasi dari berbagai otoritas penerbangan dan manufacturer
.. Hubungan baik dengan manufacturer/supplier
.. Biaya man/hour yang kompetitif.
b. Kelemahan:
.. Jaringan pemasaran yang lemah
.. Dukungan pendanaan yang masih bergantung pada perusahaan induk.
.. Sistem informasi dan logistik yang kurang mendukung operasi
.. Standard prosedur dan implementasi antar bagian yang tidak sinergis.
.. Kemampuan usaha dalam perawatan engine terbaru terbatas dan test cell yang ada terbatas pada trust 100.000 lb.
c. Peluang
.. Jenis pesawat yang sama dengan yang dimiliki Garuda Indonesia
.. Jumlah perusahaan perawatan di Iran sedikit
.. Kondisi ekonomi yang mendukung pertumbuhan industri penerbangan di Iran
.. Adanya embargo ekonomi oleh pemerintah Amerika Serikat
.. Adanya dukungan pemerintah Iran
.. Umur rata-rata pesawat yang beroperasi di Iran cukup tinggi sehingga membutuhkan perawatan yang lebih besar.
d. Ancaman
.. Pelanggan semakin kritis dalam menentukan nilai produk.
.. Pesaing umumnya mempunyai kemampuan teknologi yang lebih dari GMF
.. Pengenalan GMF untuk pasar Iran yang kurang
.. Kecenderungan Iran untuk membeli pesawat yang teknologi dan perawatannya belum dikuasai GMF seperti Airbus A-330x ataupun pesawat buatan Russia.
.. Munculnya repair station lokal akibat meningkatnya permintaan.
Bertolak dari kenyataan itu yang saat ini diperlukan adalah adanya rencana stratejik dan pola pelaksanaan rencana ketja yang baik sehingga rencana ketja perusahaan dapat terlaksana dengan baik dan dapat menunjang usaha. pengembangan operasi perusahaan lebih lanjut.
PENUTUP
Sesuai dengan visi, misi dan target yang telah ditetapkan yaitu: menjadi perusahaan pelayanan global dalam Maintenance, Repair and Overhaul pesawat terbang, komponen, mesin dan produk pendukungnya yang kompetitif dalam kwalitas, biaya, waktu dan pelayanan, berdasarkan analisa posisi GMF dan penentuan sasaran, strategi yang paling sesuai adalah kombinasi dari Market Development, Market Penetration dan Product Development, yang dapat dilakukan dengan:
1. Pengembangan kemampuan perawatan dan fasilitas yang dimiliki. Namun mengingat GMF masih tergantung pada perusahaan induknya dalam hal pendanaan, GMF dapat melakukan kerjasama pelatihan dengan pihak -pihak manufacturer ataupun dengan perusahaan perawatan penerbangan lainnya. Pengembangan kemampuan para teknisinya akan memperbanyak lini produk GMF. Dalam jangka panjang GMF juga diharapkan dapat menambah fasilitas sesuai dengan perkembangan teknologi penerbangan.
2. Promosi yang intensif GMF harus melakukan promosi yang intensif untuk menjaring, lebih banyak lagi pelanggan.
3. Pengembangan jaringan pemasaran.
4. Melakukan upaya agar keunggulan seperti maintenance cost yang lebih kompetitif dibanding pesaingnya tetap terjaga."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8038
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasan Izzurrahman
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh putusnya hubungan diplomatik Republik Sudan dengan Republik Islam Iran 2014-2016. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan faktor-faktor yang melatarbelakangi Sudan mengubah kebijakan luar negerinya terhadap Iran, dari yang menjalin kerjasama diplomatik, kemudian memutuskan hubungan diplomatiknya secara sepihak. Tesis ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis dengan teknik wawancara sebagai data primer dan teknik pengumpulan data sekunder berupa kajian pustaka. Sementara untuk metode analisis data menggunakan metode flow chart analysis dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dalam proses penelitian, data dan fakta yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan konsep Sistem Internasional dan kerangka teori Realisme Neoklasik, dapat disimpulkan bahwa perubahan kebijakan luar negeri Sudan yang akhirnya memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Iran dilatarbelakangi oleh dua faktor utama, yaitu intervention variables atau faktor internal yang dalam hal ini berupa kondisi ekonomi yang memburuk, hilangnya cadangan minyak, dinamika sosial, dan peran sentral militer. Faktor selanjutnya yaitu independent variable berupa kebijakan luar negeri Sudan terhadap regional dan internasional, dominasi Arab Saudi di regional yang terancam, serta pemberian sanksi, embargo ekonomi dan label negara pendukung terorisme Amerika Serikat kepada Sudan.

This research is motivated by the severance of diplomatic relations between the Republic of the Sudan and the Islamic Republic of Iran 2014-2016. The purpose of this research is to reveal the factors behind Sudan changing its foreign policy towards Iran, from establishing diplomatic cooperation, then breaking diplomatic relations unilaterally. This thesis uses a descriptive analytical qualitative research method with interview techniques as primary data and secondary data collection techniques in the form of literature review. Meanwhile, the data analysis method uses a flow chart analysis method by reducing data, presenting data, and drawing conclusions. In the research process, the data and facts obtained are then analyzed using the concept of the International System and the theoretical framework of Neoclassical Realism, it can be concluded that Sudan's foreign policy changes that finally severed its diplomatic relations with Iran were motivated by two main factors, namely intervention variables or internal factors in this case in the form of deteriorating economic conditions, loss of oil reserves, social dynamics, and the central role of the military. The next factor is the independent variable in the form of Sudan's foreign policy towards the region and internationally, the threatened dominance of Saudi Arabia in the region, as well as sanctions, economic embargoes and labeling of the United States as a state sponsor of terrorism to Sudan.

"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik Dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>