Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113725 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Koswara
"Batang kawat konduktor komposit nano dengan matrix Aluminium dan penguat partikel nano SiC telah dibuat dengan teknik metalurgi serbuk dan ekstrusi. Bahan baku yang digunakan berupa serbuk aluminium dan serbuk nanopartikel SiC berukuran 50 nm sebanyak 0%, 1%, 5% dan 10% SiC dicampur dengan menggunakan ball mill. Bahanbaku aluminium serbuk dibuat melalui proses milling dan partikel nano SiC dilapisi dengan Mg yang dilanjutkan dengan proses oksidasi sehingga permukaan partikel nano ditutupi oleh MgO. Proses kompaksi menggunakan mesin press satu arah dengan tekanan sebesar 10.000 kg menghasilkan tablet berdiameter 22 mm dan tebal 4 mm. Proses sinter dilakukan pada temperatur 5700C pada tekanan oksigen parsial sangat rendah selama 72 jam. Sampel hasil proses sinter dimasukkan ke dalam kontainer aluminium sehingga diperoleh bilet berdiameter 24 mm dan panjang 30 mm. Dengan proses ekstrusi pada temperatur 6000C dihasilkan kawat berdiameter 7 mm.
Berdasarkan pengujian dengan difraksi sinar x diketahui adanya fasa Al dan SiC dan terbentuknya fasa Al2MgO4. Melalui pengamatan dengan SEM, ditunjukkan telah terjadinya penggabungan partikel aluminium sebagai hasil proses sinter dan ekstrusi serta menunjukkan posisi nanopartikel SiC. Dari hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan mikro Vickers terhadap batang kawat Al-SiC/np diketahui bahwa nilai kekerasan pada Al-SiC/np naik seiring dengan naiknya kandungan SiC/np. Batang kawat AlSiC/np juga memiliki ketahanan terhadap temperatur yang cukup baik. Nilai kekerasan tetap stabil setelah pemanasan sampai 3000C selama 2 jam. SiC/np menurunkan konduktivitas kawat sehingga pemakaiannya dibatasi sampai hanya maksimum 1%.

SiC/np reinforced aluminum conductor metal matrix nanocomposite wirerod has been produced by powder metallurgy process and extrusion method. The aluminum powder and each of 0%, 1%, 5% and 10% by weight of the 50 nm SiC nanoparticle were mixed in a ball milling unit. The aluminum powder manufactured by milling method and SiC nanoparticles covered by magnesium by electroless method, continued by oxidizing the Mg to obtain MgO cover in SiC nanoparticles. The 22 mm diameter and 4 mm thickness green bodies were obtained after the mixed particles were pressed in a mold with a unidirectional 10,000 kg compacting force. The green bodies were then sintered in a very low oxygen partial pressure at 5700C in 72 hours. The sintered samples were then canned in aluminum containers to obtain 24 mm diameter and 30 mm long billets. The billets were extruded in 6000C to obtain 7 mm diameter wires.
X-ray diffraction examinations show Al and SiC phases and formation of Al2MgO4. The SEMs examination show coalescent of aluminum particles as results of sintering and extrusion processes. SEMs also show position of SiC/np in the matrix. Hardness tests using microvickers of the wire show increasing hardness value of MMNC SiC/np. Hardness value of the wire is stable after heating to 3000C in 2 hours. SiC/np influences conductivity of the wire and application of SiC/np limited to maximum 1%."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
D1278
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Josiah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan penguat Mikro-SiC pada komposit matriks aluminium. Aluminium dipilih dikarenakan performa mekanisnya yang baik, ringan, memiliki titik leleh yang rendah, dan mudah untuk difabrikasi melalui proses pengecoran. Aluminium seri 3 ADC12 digunakan dalam penelitian ini. Komposit akan difabrikasi melalui metode pengecoran aduk dimana proses pengadukan dilakukan secara mekanik dengan menggunakan batang pengaduk sebanyak 4 kali, dengan lama pengadukan 10 detik setiap kali pengadukannya dan dilakukan dengan interval 2 detik. SiC yang ditambahkan bervariasi dari 1, 3, 5, 7, hingga 10% Vf, dan kedalam komposit ditambahkan Mg sebanyak 5%wt untuk meningkatkan kemampubasahan dari komposit, Strontium sebanyak 0,04 %untuk merubah morfologi dari fasa eutektik silikon yang terbentuk menjadi bentuk yang halus sehingga dapat meningkatkan sifat mekanis dan TiB 0.15wt% sebagai penghalus butir. Hasil dari penelitian ini adalah semakin banyak SiC yang digunakan maka kekerasan komposit akan bertambah, kekerasan ini akan diimbangi oleh sifat ulet yang dimiliki oleh matriks ADC12 hingga titik optimum. Titik optimum yang didapat berada pada titik dimana nilai ketangguhannya tertinggi yaitu pada saat kadar SiC yang digunakan sejumlah 3 %vf, dimana kekuatan tariknya mencapai 236 Mpa dan kekerasannya mencapai 46 HRB.

ABSTRACT
This research is performed to identify and recognize the effect from the addition of SiC reinforce on the metal composite with aluminium as the matrix. Aluminum is preferred since it has good mechanical performance, its lightweight, low melting temperature and easy to cast. Aluminium alloy series three ADC12 was used in this research. In this study, the composite will be fabricated through stir casting process where stirring is performed mechanically with a stirrer 4 times, 10 seconds each time with 2 seconds interval between them. Then, 1, 3, 5, 7 to 10%Vf SiC was added to each of the composite, the addition of 5%, 0,04%wt strontium, and 0,15%wt TiB were believed to enhance wettability, modify the silicon eutectic phase, and acts as the grain refiner respectively. The result obtained in this research showed increase in hardness ADC12 composite with higher SiC content. Hereby, it is believed that strengthening and weakening factors from reinforce particle and metal matrix could neutralize the effect of each other until the optimum point and thus, the composite containing 3% (volume fraction) SiC exhibits the maximum toughness, with tensile strength and hardness value of 236 MPa and 46 HRB respectively. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Donanta Dhaneswara
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rusman Kosasih
"Efisiensi produksi di Industri Casting alumunium untuk komponen otomotif saat ini hanya berada di angka 65%, dari target 85%. Ke tidak efisien an terbesar adalah adanya waktu produksi yang hilang akibat kerusakan pada cetakan, yaitu sekitar 14%. Masalah utamanya adalah Over heat, Insert pin rusak/ patah, dan kesulitan pergantian cetakan. Kerusakan Insert pin yang terbuat dari material SKD61 menyebabkan terhentinya proses produksi dalam waktu yang cukup lama (lebih dari 4 jam produksi), akan mengakibatkan penurunan produktifitas yang signifikan bagi pabrikan.
Pulsed Laser Deposition (PLD) adalah teknik pelapisan khusus untuk deposisi uap secara fisik (PVD) yang menggunakan plasma yang dibentuk oleh interaksi antara sinar laser dan bahan target. PLD saat ini digunakan untuk menghasilkan film tipis berkualitas tinggi untuk superkonduktor, lapisan listrik, aplikasi medis, lapisan magnet, dan lapisan coating. Penelitian ini merupakan rangkaian penelitian PLD yang bertujuan untuk menemukan coating terbaik dengan PLD yang dapat meminimalkan kerusakan pada insert pin baja perkakas berbahan SKD61 yang digunakan sebagai komponen cetakan pada pabrik Alumunium Die Casting. Penyebab utama kerusakan Pin SKD61 adalah terjadinya fenomena Die soldering pada permukaan pin yang bersentuhan dengan alumunium cair pada kecepatan aliran yang tinggi. Cara yang paling efektif saat ini untuk mengatasi die soldering adalah melapisi permukaan dies dengan material coating, sehingga meminimalkan terjadinya kontak langsung antara material alumunium dengan cetakan. Lapisan coating yang baik didapatkan dari pemilihan material coating yang tepat, dan penggunaan metode coating yang maksimal.
Material Al, Ti, dan gas N2 digunakan sebagai bahan pelapis dikarenakan kemampuannya untuk mencegah terjadinya soldering dengan menaikkan temperature kritis terjadinya soldering. Pemakaian komposisi AlTi 50/50, AlTi 40/60 dan AlTi 30/70 digunakan untuk melihat pengaruh kandungan Ti terhadap hasil coating. Pada metode PLD digunakan laser Nd:YAG Q switch dengan panjang gelombang 532 nm dan 1064 nm dan energi 50 mJ sampai 140 mJ. Sedangkan tekanan pada ruang vakum berkisar 1,16 -1,35 Torr, yang dilengkapi dengan gas N2 uhp. Selanjutnya hasil coating di annealing pada temperatut 6000 C pada kondisi vacuum dengan gas inert Nitrogen UHP selama 2 jam. Karakterisasi secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope – Energy Dispersion Spectroscopy (SEM - EDS), Field Emission Scanning Electron
Microscope (FESEM), Hardness tester, Surface tester dan Projector profile. Simulasi dan Uji Aplikasi pada cairan aluminium ADC12 juga dilakukan di bagian produksi Casting PT X untuk membuktikan hasil uji Laboratorium pada kondisi produksi sebenarnya di temperature cairan Al 6500 C~6800 C dan waktu proses 60 detik.
Lapisan yang dihasilkan memiliki morfologi partikel Al-Ti-N amorf berukuran 10-20 nm dengan kekerasan permukaan dalam kisaran 333-384 mHv, dan setelah anil terjadi peningkatan kekerasan dalam kisaran 410 - 455 mHv Hasil coating terbaik dalam penelitian ini diperoleh pada penggunaan Panjang gelombang 1064 nm dan energi 120 mJ dengan lama deposisinya 20 menit pada frekuensi 10 Hz. Kekerasan permukaan memiliki hubungan yang erat dengan kandungan% Ti dan pemberian gas N2 pada proses PLD. Semakin tinggi % Ti cenderung menurunkan kekerasan permukaan coating karena gumpalan yang semakin banyak tapi tidak merata, sedangkan gas N2 memungkinkan terbentuknya senyawa nitride AlTiN yang menaikkan kekerasan permukaan. Kenaikan % Ti, relatif tidak berpengaruh terhadap tingkat adhesivitas. Proses anil meningkatkan kekerasan dan kekasaran, sedangkan tingkat adhesivitas kurang terpengaruh. Tingkat adhesivitas dari riset ini dipengaruhi oleh keberadaan gas N2 yang membentuk senyawa AlTiN yang lebih adhesive dari senyawa AlTi. Pengujian simulasi dan aplikasi menunjukkan bahwa pin dengan lapisan PLD AlTiN dapat memperpanjang umur tool dua kali hingga ketiga kalinya daripada pin standar. Umur insert pin PLD adalah sekitar 60.000 injeksi. Sedangkan umur insert pin standar hanya 20.000 injeksi. Hasil ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut dengan penambahan seperti pemanas pada substrat dan sistem holder substrat yang disesuaikan dengan bentuk substrat untuk memperoleh optimasi dari proses PLD.

The aluminum casting industry for automotive components achieves only 65% of the targeted 85% production efficiency. Approximately fourteen percent of production time is wasted due to mold damage. Overheating, damaged/broken Insert pins, and difficulty changing molds are the primary issues. Damage to an insert pin made of SKD61 material causes the production process to be stopped for an extended period of time, as changing pins, repairing, and replacing molds requires the use of special techniques to protect the mold, the product components, and the safety of maintenance personnel. Extended stops in the production process (more than four hours) will result in a significant decrease in the manufacturer's productivity.
Pulsed Laser Deposition (PLD) is a particular kind of physical vapour deposition (PVD) that utilises plasma generated by the interaction of laser light and the target material. Today, PLD is used to create high-quality thin films for superconductors, electric layers, medical applications, magnetic layers, and resistant coatings. This round of of PLD research aims to identify the most effective PLD coating for minimised damage to SKD61 tool steel instruments used in Aluminium Die Casting manufacturing. Die soldering, which occurs when the pin's surface comes into contact with molten aluminium at rapid flow rates, is the primary cause of injury to the SKD61 Pin. The most effective approach to die soldering is to protect the surface of the die with a coating material, thereby minimising direct contact between the aluminium and mould. The selection of a suitable coating material and the application of the optimum coating method results in the formation of an excellent coating layer.
Al, Ti, and N2 gas are utilised as coating materials due to their ability to prevent soldering by raising the soldering temperature critical point. AlTi 50/50, AlTi 40/60, and AlTi 30/70 were used to determine the effect of Ti percentage on coating performance. The PLD technique applies a Nd: YAG Q switch laser with a wavelength between 532 nm and 1064 nm and an energy with 50 mJ up to 140 mJ. While the vacuum chamber's pressure ranges from 1.16 to 1.35 Torr, it is equipped with UHP N2 gas. In addition, the coating results were annealed for two hours at 600 degrees Celsius under vacuum conditions with UHP Nitrogen inert gas. Using Scanning Electron Microscope – Energy Dispersion Spectroscopy (SEM-EDS), Field Emission Scanning Electron Microscope (FESEM), Hardness tester, Surface tester, and Profile projector, qualitative and quantitative characterization was carried
out. Simulation and Application tests in ADC12 Alumunium molten have also been conducted at casting section PT X to validate the Laboratory test result under actual production conditions of 650o C to 680o C and a 60-second cycle time.
The surface coatings have morphology of amorphous Al-Ti-N particles varying in size from 10 to 20 nm, with surface hardnesses between 333 and 384 mHv; after annealing, the hardness increases around 410 and 455 mHv. In this study, the best coating results were obtained with a wavelength of 1064 nm, an energy of 120 mJ, a deposition time of 20 minutes, and a deposition frequency of 10 Hz. N2 gas causes the formation of AlTiN nitride compounds, which increase the surface hardness, whereas an increase in the percent of Ti decreases the surface hardness of the coating due to an increase in agglomerate in a surface area. The increase in percent Ti has no significant impact on the intensity of adhesion. The annealing procedure increases hardness and surface roughness while adhesion is affected less. The presence of N2 gas, which generates AlTiN compounds that are more adhesive than AlTi compounds, affects the adhesiveness of this research. Simulations and application tests indicate that a pin with a PLD AlTiN coating can double or triple the tool life of a standard pin. A PLD pin has a tool life of approximately 60,000 shots, whereas a standard pin only has a tool life of 20,000 shots. To optimize the PLD process, these findings are anticipated to serve as a reference for future research involving modifications such as substrate heaters and a substrate holder system
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Suastiyanti
"Salah satu material multi fungsi adalah material multiferroic yang memiliki 2 atau lebih sifat seperti ferromagnetism, ferroelectric, ferroelasticity,ferrotoroidicity yang muncul secara simultan di dalam sebuah material. Penelitian Disertasi Doktor ini difokuskan pada sintesa material nanokomposit melalui penggabungan material feromagnetik barium hexaferrite (BHF) dengan material feroelektrik barium titanate (BTO) untuk diaplikasikan sebagai material multiferroic.Sintesa masing-masing material dasar penyusun material nanokomposit menggunakan metode sol-gel yang merupakan metode yang sederhana, murah, serta mampu melahirkan sistem fasa tunggal, nanopartikel dan nanokristalin. Penerapan metode sol-gel pada sintesa material nanokomposit sistem bulk merupakan kebaharuan dari penelitian ini dan sangat strategis untuk diterapkan di industri. Tingkat keberhasilan sintesa material diukur dengan beberapa pengujian seperti X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscope (TEM), sifat elektrik, sifat magnetik, pengukuran besar partikel (particle size) dan penentuan magnetoelektrik (ME) output. Alat ukur loop histeresis elektrik dan ME output didisain dan dirakit sendiri oleh Tim Multiferroic Laboratory. Kondisi proses yang paling optimum untuk menghasilkan material nanopartikel barium hexaferrite adalah temperatur sinter 850oC 10 jam, rasio mol Ba2+:Fe3+ = 1:11,5, sedangkan untuk menghasilkan material nanopartikel barium titanate adalah temperatur sinter 700oC 2 jam dan rasio berat citric acid/barium titanate = 2:1. Kondisi-kondisi proses tersebut menghasilkan material dasar BHF dan BTO dalam ukuran partikel dan kristalit nano. Sistem nanokomposit untuk semua fraksi berat BTO:BHF = 1:1, 1:2 dan 1:3 pada semua waktu sinter 5, 10 dan 15 jam dengan temperatur 925oC menunjukkan sifat multiferroic karena memunculkan efek tegangan listrik dan ME output ketika sampel dikenakan medan magnet luar. Umumnya sifat multiferroic yang kuat timbul pada fraksi berat BTO:BHF= 1:1 untuk semua waktu sinter. Komposit yang paling baik diaplikasikan sebagai material multiferroic adalah komposit dengan kondisi proses temperatur sinter 925oC selama 5 jam dan fraksi berat BTO:BHF = 1:1 (sampel S115). Hal ini disebabkan karena kondisi proses tersebut menghasilkan material komposit dalam ukuran partikel nano, tidak mengandung residual phase, micro strain yang sangat kecil, sifat magnetik dan partikel yang umumnya baik serta menghasilkan nilai tegangan listrik dan ME output yang paling besar.

Multiferroic Material is a class of materials with coupled electric, magnetic and structural order parameters that yield simultaneous effects of ferroelectric, ferromagnetism and ferroelasticity in the same material. This research was focused at synthesis of nanocomposite material based on ferromagnetic material (barium hexaferrite/BaFe12O19/BHF) and ferroelectric material (barium titanate/BaTiO3/BTO) for multiferroic material application. The method was sol-gel that is a simple method which could produce single phase, nanoparticle and nanocrystalline powder. For characterization it was used X-Ray Diffraction (XRD), Transmission Electron Microscope (TEM), Particle Size Analyzer,permagraph and electric hysteresis loop instruments. The optimum of process conditions for producing BHF nanoparticle powder are sinter temperature 850oC for 10 hours, mole ratio of Ba2+:Fe3+ = 1:11,5 and for producing BTO are sinter temperature 700oC for 2 hours and weight fraction of citric acid/BTO = 2:1. Nanocomposite systems for all weight fraction of BTO:BHF = 1:1, 1:2 and 1:3 at 5, 10 and 15 hours sintering (925oC) show multiferroic properties due to showing electric voltage effects and MagnetoElectric (ME) output when systems are applied magnetic field. Generally strong multiferroic properties are belonged to nanocomposite with weight fraction BTO:BHF = 1:1 for all sinter time. The best nanocomposite system which could be as a multiferroic material application is system with weight fraction BTO:BHF = 1:1 at sinter temperature 925oC for 5 hours (S115) due to having nanoparticle, no residual phase, little micro strain, good magnetic, good electric properties and maximum electric voltage and ME output.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
D1505
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Zulfia
"Metal Matrix Composite (MMCs) is combination from two material or more with metal as matrix developed to improve the nature of metal; strength, hardness. electric resistance stability at high temperature. Aluminum as a matrix composite developed because is light, cheap, and easy to fabrication. Pressureless infiltration is one of the fabrication process of metal matrix composite in a melt condition which is developing because more economic; no need complicated equipments. Characteristic of metal matrix: composite can be influenced by infiltration temperature, dopant content (Magnesium), % Vf reinforcement and holding time. This research aim is to study the effect of temperature infiltration, as well as magnesium content on characterization of A£fA1,O, metal matrix composite i.e, thermal expansion, hardness, wear resistance, porosity and density as well as metallography. The infiltration temperature used various from 800 to 1200°C and Al;03 particle reinforcement was 5U%Fj= The magnesium content was also various from 4% to l2% wt and holding time was I0 hours. The results shows that higher magnesium content produced more Al molten infiltrated into ,41,O,~ preform. It is found that the optimum performance of composite produced at 1100° C."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
JUTE-19-3-Sep2005-238
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Susanti
"Paduan AA 319 adalah paduan aluminium yang paling populer digunakan untuk komponen otomotif. Permasalahan yang kerap kali muncul dalam proses produksi komponen otomotif ini adalah berfluktuasinya kadar unsur seperti besi dan seng. Penelitian tentang pengaruh besi di dalam aluminium telah banyak dilakukan sedangkan pengaruh seng belum banyak dilakukan. Berfluktuasinya kadar seng terjadi pada salah satu perusahaan otomotif di Jakarta, hingga mencapai puncaknya yaitu saat salah satu cylinder head pecah dengan sendirinya. Dan setelah diinvestigasi diketahui bahwa part tersebut mengandung 12 wt.% seng. Tujuan pemilihan 1 wt.% seng dilakukan untuk mengetahui pengaruh seng pada batas maksimal kadar seng pada paduan AA 319. Pada skripsi ini dilakukan karakterisasi mikro dan nano paduan aluminium AA 319 dengan penambahan 1 wt.% seng pada kondisi as-cast dan setelah ageing. Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah solution treatment pada temperatur 525_C selama 1 jam lalu quenching dengan media air dan selanjutnya dilakukan proses ageing pada temperatur 200_C (artificial ageing) dan temperatur ruang (natural ageing). Karakterisasi mikro dilakukan dengan menguji kadar porosifas, k-mould, kekuatan tarik dan kekerasan paduan serta mengamati struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik dan Scanning Electron Microscope (SEM). Sedangkan karakterisasi nano dilakukan dengan mengamati struktur nano dengan menggunakan Transmission Electron Microscope (TEM). Proses persiapan spesimen TEM juga dibahaspada tugas akhir ini. Pada kondisi as-cast, penambahan 1 wt.% pada paduan AA 319 menyebabkan porositas yang ada pada paduan AA 319 menurun dari tingkat 6 ke tingkat 4. Penambahan 1 wt.% seng juga menyebabkan meningkatnya kekuatan tarik dan menurunnya keuletan namun pengujian kekerasan tidak menunjukan hasil yang serupa karena pengaruh adanya porositas pada sampel. Mekanisme penguatan yang terjadi akibat penambahan I wt. % seng ke dalam paduan AA 319 as-cast adalah solid solution strengthening. Fasa interdendritik yang ada pada kondisi as-cast adalah Al2Cu, AlFeMnSi, dan kristal silikon. Penambahan 1 wt.% seng memungkinkan bertransformasinya fasa a-AlFeMnSi menjadi _-AlFeMnSi karena peningkatan tegangan permukaan yang mungkin terjadi. Dari pengamatan dengan SEM diketahui bahwa pada kondisi as-cast seng tersegregasi disekitar paduan Al2Cu yang mengindikasikan adanya interaksi kimia antara seng dan tembaga. Penambahan 1 wt, % seng juga telah membuat jarak fasa interdendritik menjadi lebih rapat, hal ini menunjukan pendinginan yang lebih cepat telah terjadi. Proses persiapan spesimen TEM untuk paduan AA 319 tidak dapat dilakukan dengan electropolishing karena paduan ini memiliki banyak fasa dan strukturnya kasar. Namun spesimen TEM yang baik dari paduan AA 319 dapat dihasilkan melalui proses ion milling dengan menggunakan mesin yang memiliki sistem pendinginan agar tidak terjadi efek pemanasan. Penambahan 1 wt.% seng ke dalam paduan AA 319 tidak menyebabkan peningkatan kekerasan yang signifikan setelah proses pengendapan. Pada artificial ageing, kekerasan puncak kedua paduan dicapai setelah 6 jam dan perbedaan nilai kekerasannya 0,35 %. Penelitian ini berhasil mengkonfimasi bahwa kekerasan puncak paduan AA 319 dengan penambahan 1 wt.% seng dicapai melalui pembentukan presipitat O' berukuran nano yang terdispersi secara merata di dalam matrik aluminium."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
S41700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantular, Aritira
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya pemenuhan standar nilai kekerasan yang ditetapkan oleh PT X. Fakta bahwa nilai kekerasan as cast paduan proses Low Pressure Die Casting yang rendah (dibawah standar yang teah ditetapkan perusahaan), menyebabkan proses machining komponen cor tersebut menjadi inefisien. Inefisiensi ini menyebahkan pemakaian tool lebih pendek dan keakuratan dimensi hasil machining berkurang.
Proses peningkatan kekerasan perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Proses pengerasan dalam penelitian ini dilakukan dengan precipitation hardening, sebuah proses pengerasan yang meliputi tahapan: solution treatment, quenching dan aging. Dalam penelitian ini dilakukan artificial aging dengan temperature 15℃ dan 75℃, selama 1-5 jam. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh proses pengerasan yang dilakukan terhadap nilai kekerasan dan perubahan mikrostruktur yang terjadi pada paduan, serta rekomendasi kepada PT. X untuk memilih alur proses pengerasan yang tepat.
Hasil penelitian dengan proses aging 155℃ dan 175℃ selama 1-5 jam memberikan nilai kekerasan maksimum sebesar 31,2 HRB dan 40,5 HRB. Perubahan mikrostruktur selama aging secara mikroskopik tidak dapat diamati dengan mikroskop optic, karena kontribusi kekuatan yang diberikan oleh endapan yang terbentuk selama aging terjadi dalam submikroskopik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S41408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Aluminum matrix composite which was reinforced by ceramic is one of MMCs which is developed as
automotive port. This current research use aluminum as matrix: and alumina (Al2O} powderas
reinforced with volume fraction of 10%, 20%, 30%, 40%. With-Almg coatied by electroless. The result
show that composite with Al+Mg coating owned better interfacial bonding than composite without
coating. The highest elasticity moduli of Al2O3 is forward at volume fraction of 40% is 259.9 GPa.
However elasticity modulus of composite without coating treatment with volume fraction 40% is l 78,8
GPa, or increased about 45%.
"
Jurnal Teknologi, 22 (3) September 2008 : 204-213, 2008
JUTE-22-3-Sep2008-204
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Elin Karlina
"Principally, metal ceramic bonding were determined by availability of forming oxide layer on the interface between metal and ceramic. Only a thin film of oxide layer that needed for provide sufficient adherence. Many investigations were done in order to increase this condition, for example kinds of treatment on the interface e.g. alternative oxidation, sandblasting and finishing metal direction. These investigations purposed to measure the magnitude of metal ceramic bonding through the kinds of test e.g. shear bonding and flexual biaxial testing. Besides, metal ceramic bonding might be detected by the amount of remained ceramic adherence. Treatment on the metal ceramic until investigated the influence of moisture environment to the metal ceramic bonding."
Jakarta: Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>