Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30727 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sriparya
"Bentonit asal Merangin Jambi telah dimodifikasi menjadi komposit magnet bentonit dengan menggunakan prekursor garam besi dalam suspensi bentonit melalui proses pertukaran ion dan presipitasi. Komposit dibuat dengan memvariasikan perbandingan berat bentonit dengan oksida besi dan perbandingan mol Fe(III) dengan Fe(II). Komposit yang dibuat dengan Fe(III) dan Fe(II) bersifat ferimagnetik sedangkan komposit yang dibuat dari Fe(III) dan Fe(II) saja bersifat antiferomagnetik. Produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). Komposit magnet dengan daya serap terhadap logam Cd(II) tertinggi dengan komposisi bentonit dan oksida besi 2 : 1 dan perbandingan Fe(III) dengan Fe(II) 2 : 1 sedangkan komposit dengan sifat kemagnetan terbesar dengan komposisi 1 : 2 antara bentonit dan oksida besi dan 1 : 1 antara Fe(III) dan Fe(II). Pemberian gelombang ultrasonik setelah terbentuknya oksida besi belum berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan daya adsorpsi dan sifat kemagnetan komposit. Komposit yang telah menyerap logam Cd(II) dapat terambil kembali sebanyak 85,69% dan dapat diregenerasi menggunakan NaCl dengan kemampuan regenerasi 39,61%.

Bentonite from Merangin Jambi has been modified into a composite magnetic bentonite using an iron salt precursors in a bentonite suspension through a process of ion exchange and precipitation. Composites was made by varying the weight ratio of bentonite with iron oxide and the mole ratio of Fe (III) to Fe (II). Composites made with Fe(III) and Fe(II) are ferrimagnetic while the composite prepared from Fe (III) or Fe (II) alone is antiferromagnetic. Modification products were characterized using X Ray diffraction (XRD), Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS), Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X ray Spectroscopy (SEM-EDS), Vibrating Sample Magnetometer (VSM) and Ultraviolet Visible (UV-Vis). The highest Cd(II) adsorption from aqueous solution is given by magnetic composite prepared from bentonite to iron oxide ratio of 2: 1 and the ratio of Fe(III) to Fe(II) 2: 1. On the other hand, the composite with the highest magnetic properties is provided from the preparation using the ratio of 1:2. between bentonite and iron oxides, and ratio of 1: 1 between Fe(III) and Fe(II). The ultrasonic treatment to the mixture after iron oxide was formed showed no significant effect to the increase of adsorption and magnetic properties. The composite that has been adsorb Cd(II) ions can be drawn back as much as 85.69% and can be regenerated using NaCl with regeneration ability to 39.61%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30890
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Ayu Pratiwi
"Limbah logam berat telah menjadi masalah serius bagi lingkungan dan kesehatan. Keberadaaan bentonit yang cukup melimpah di Indonesia serta kemampuannya sebagai adsorben dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi bentonit alam Jambi dengan monosodium glutamat menjadi organobentonit menggunakan metode interkalasi. Nilai kapasitas tukar kation (KTK) Na-bentonit ditentukan dengan metode kompleks [Cu(en)2]2+, diperoleh sebesar 35,53 mek/ 100 g bentonit. Sintesis organobentonit dilakukan dengan menambahkan larutan monosodium glutamat dalam buffer asetat pH 3,22 agar monosodium glutamat terbentuk muatan positif (NH3+) yang dapat berinteraksi dengan permukaan antarlapis bentonit yang bermuatan negatif, serta terbentuk muatan negatif (COO-) yang dimanfaatkan untuk mengikat ion logam.
Hasil karakterisasi dengan XRD menunjukkan kenaikkan basal spacing dalam bentonit dari 14,198 Å menjadi 14,669 Å. Organobentonit ini diaplikasikan sebagai adsorben ion logam berat kadmium dan kobalt dengan kapasitas yang dicapai pada waktu optimum selama 2 jam sebesar 44,70 mek/ 100 g organobentonit untuk ion logam Cd2+, sedangkan untuk ion Co2+ di atas 56,40 mek/ 100 gr organobentonit. Kapasitas adsorpsi organobentonit terhadap ion logam lebih besar daripada bentonit alam.

Heavy metal waste has become a serious problem for the environment and health . The existence of bentonite which is relatively abundant in Indonesia and its ability as an adsorbent can be used to resolve the issue. In this research, will modify of Jambi bentonite with monosodium glutamate be organoclay by intercalation method . Cation exchange capacity (CEC) of Na-bentonite was determined by complex [Cu(en)2]2+method and was found to be 35.53 meq/ 100 grams of bentonite. Organoclay was prepared by adding monosodium glutamate in acetate buffer pH 3.22 in order to form a positive charge monosodium glutamate (NH3+) that can interact with negative charge of the bentonite interlayer surface, and formed a negative charge (COO-) were used to bind metal ions.
Result of characterization by XRD showed an increase the basal spacing in bentonite from 14. 198 Å into 14.669 Å . This Organoclay is applied as adsorbent of heavy metal ions of cadmium and cobalt with the capacity achieved at the optimum time for 2 hours at 44.7 mek /100 g bentonit for metal ions Cd2+, while more than 56.4 mek /100 g bentonit for metal ions Co2+. Organoclay has higer adsorption capacity of metal ions than the natural bentonite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damar Pramudita
"Organoclay Jambi merupakan hasil modifikasi montmorillonite (MMT) dengan interkalasi kation organik agar dapat menjadi organofilik. Sebelum digunakan untuk preparasi, proses yang pertama adalah fraksinasi terhadap bentonit Jambi untuk memurnikan montmorillonite (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan [Cu(en)2]2+, dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK). Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan Monosodium Glutamat (MSG) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi MSG yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan MSG telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Produk organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap kadmium dan timbal dengan variasi waktu, variasi konsentrasi dan variasi pH. Kemudian membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi kadmium dan timbal yang sama. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap kadmium dan timbal.

Jambi Organoclay is a modified organoclay montmorillonite (MMT) with intercalation of organic cations in order to be organofilik. Before being used for the preparation, the first is the fractionation process to Jambi bentonite for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Results MMT then homogenized with Na+ cations counterbalancing into Na-MMT. Furthermore, using [Cu(en)2]2+, calculated value Cation Exchange Capacity (CEC). Preparation of organoclay using Na-MMT with Monosodium Glutamate (MSG) as intercalate agent and concentration of MSG is added in accordance with the values 1 CEC and 2 CEC.
Organoclay characterization results indicate MSG has successfully intercalated into MMT. Organoclay products were then tested for their adsorption on cadmium and lead with time variation, concentration variation and pH variation. Then compare it with the adsorption capacity of natural bentonite with the same concentrations of cadmium and lead. From the data obtained show that the organoclay is more effective than the natural bentonite to absorb cadmium and lead.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S56314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deskha Ardianto
"Bentonit yang termodifikasi oleh oksida besi telah dilaporkan memiliki daya adsorpsi lebih tinggi dibandingkan monmorilllonit, oleh sebab itu dilakukan modifikasi bentonit dengan memvariasikan perbandingan mol oksida besi (Fe3O4) untuk mendapatkan sifat magnet yang berbeda dan daya serap yang lebih besar. Bentonit magnetik yang termodifikasi oksida besi dibuat menggunakan prekursor besi (III) dan besi (II) dengan menggunakan metode presipitasi. Bentonit magnetik dibuat Dengan memvariasikan mol Fe (III) dan Fe (II) 1:1 dan 1:2. Didapatkan bahwa BOB1211 (Bentonit Oksida Besi 1:2 dan mol Fe (III) dan Fe (II) 1:1) memiliki sifat magnet yang lebih tinggi dibandingkan BOB1212 yaitu sebesar 8,226 emu/g dan 6,383 emu/g. Pada BOB 1212 penambahan Fe (II) menurunkan sifat magnet. Sampel yang telah dibuat digunakan untuk aplikasi adsorpsi logam berat Cd2+ dan Co2+. Waktu optimum yang didapatkan untuk menyerap logam berat selama 60 menit. Adsorpsi logam Co2+ lebih besar dibandingkan adsorpsi logam Cd2+ dikarenakan pada BOB1211 terjadi pilarisasi magnetik pada interlayer monmorillonit. Didapatkan logam yang paling banyak teradsorp oleh bentonit oksida besi pada logam Co2+ dengan konsentrasi 1mM pada adsorben BOB 1211 sebanyak 92,72%. Logam Co2+ terjerap tidak hanya karena sifat keelektronegatifan yang dimiliki oleh monmorillonit tetapi juga karena sifat magnetik yang terdapat pada oksida besi yang berada pada interlayer monmorilonit. Logam Co2+ memiliki sifat paramagnetik yang memungkinkan lebih dapat ditarik oleh magnet. Sedangkan logam Cd2+ yang memiliki sifat diamagnetik tidak dapat ditarik seluruhnya oleh medan magnetik induksi yang dimiliki Bentonit Oksida Besi. Sehingga logam Co2+ lebih teradsorpsi oleh Bentonit oksida besi.

Bentonite which is modified by iron oxide precursor has been reported that has higher adsorption properties than montmorillonite. Therefore, in this study, bentonite will be modified by varying the mole ratio of iron oxide (Fe3O4) to obtain different magnetic properties and greater adsorption properties. Magnetic bentonite modified iron oxide was made using iron (III) and iron (II) by using precipitation method. Magnetic bentonite was made by varying the mole ratio of Fe(III) and Fe (II) is 1:1 and 1:2. As a result, BOB 1211 (Bentonite Iron Oxide 1:2 and The ratio mole of Fe(III) and Fe(II) 1:1) has a higher magnetic properties than BOB 1212 is 8,226 emu/g and 6,383 emu/g. BOB 1212 on the addition of Fe(II) decrease the magnetic properties. Samples which have been made are used for heavy metal adsorption applications Cd2+ and Co2+. The optimum time to absorb heavy metals was 60 minutes. Metal adsorption Co2+ was greater than Cd2+ because on BOB 1211 occurred magnetic pilaritation of interlayer montmorillonite. The most metal absorbed by Iron Oxide Bentonite in Co2+ with 1 mM concentration on the adsorbent BOB 1211 is much as 92.72%. Co2+ adsorbed not only because of the nature of electro negativity which is owned by monmorillonit but also because of the magnetic properties of iron oxide contained in the interlayer monmorillonit. Metal Co2+ has characteristic of paramagnetic that can be withdrawn by magnets. Whereas Cd2+ metal which has a characteristic of dimagnetic can not be withdrawn entirely by the induction owned by Iron Oxide Bentonite."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S52694
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Salim
"Bentonit asal Merangin -Jambi telah dimodifikasi menjadi organoclay dengan menggunakan surfaktan nonionik triton X-100 sebagai agen penginterkalasi. Kemudian produk hasil modifikasi dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan EDX. Sebelum modifikasi, dilakukan fraksinasi bentonit sehingga diperoleh Fraksi 1 yang kaya montmorillonite (MMT) yang kemudian diseragamkan kation bebasnya dengan Na+ (menjadi Na-MMT). Selanjutnya dengan menggunakan metode tembaga amin, nilai KTK Na-MMT diperoleh sebesar 71 mek/100gram Na-MMT. Variasi konsentrasi triton X-100 yang digunakan untuk preparasi organoclay adalah 1070, 4280, 6848, 8560, dan 10272 mg/L. Pengaruh konsentrasi triton X-100 yang ditambahkan terhadap jarak basal spacing organoclay, diamati dengan XRD, dan hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan basal spacing dari 15,74 Å untuk Na-MMT menjadi 20,08 Å, 19,51Å, 18,57Ao dan 17,43Å untuk OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272. Kesetabilan organoclay dalam air telah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar kandungan surfaktan dalam organoclay semakin rendah kesetabilannya. Jarak basal spacing organoclay mengalami penurunan dari 20,08Ao menjadi 17,62 Ao untuk OC-8560, dari 19,51Ao menjadi 17,28 Ao untuk OC-6848, dan dari 18,57 Ao menjadi 17,20 Ao untuk OC-4280. Hal ini mengindikasikan bahwa surfaktan banyak mengalami pelepasan dari interlayer organoclay ketika jumlah surfaktan yang tersisipkan lebih dari 25,8 mg/g (OC-4280). Kemampuan OC-8560 , dan OC-4280 sebagai adsorben p-klorofenol dibandingkan dengan Na-MMT. Data yang diperoleh pada kurva isotherm adsorpsi menunjukkan bahwa kemampuan organoclay dua kali lebih efektif dibanding NaMMT dalam menyerap p-klorofenol. Proses penyerapan p-klorofenol oleh Na-MMT dan OC-4280 mengikuti kurva isotherm adsorpsi Langmuir. Sedangkan OC-8560 cenderung mengikuti kurva isoterm adsorpsi Freundlich.

Bentonite from Merangin Jambi has been modified into organoclay using nonionic surfactant Triton X-100 as intercalating agent. Then the products were characterized by XRD, FTIR, and EDX. Prior to modification, bentonite fractionation was performed in order to get Fraction 1 which is rich with montmorillonite (MMT) phase, and then is cation-exchanged with Na+ (called Na-MMT). Furthermore, using a copper amine methode, its cation exchange capacity (CEC) value was determined as 71 mek/100gram Na-MMT. Variation of Triton X-100 concentration used for the preparation of organoclay is 1,070; 4,280; 6,848; 8,560; and 10,272 mg/L. The effect of the addition of Triton X-100 to Na-MMT?s basal spacing, observed by XRD, shows an increase in basal spacing of initially 15.74Å for Na-MMT to 20.08 Å, 19.51Å, 18.57Ao and 17.43Å for OC 8560 , OC 6848 , OC 4280 dan OC10272, respectively. The stability of organoclay in water has been investigated and the result shown that organoclay containing the largest amount of surfactant is more unstable. The basal spacing of organoclays decrease from 20.08oA to 17.62oA for OC-8560, from 19.51oA to 17.28oA for OC-6848 and from 18.57oA to 17.20 for OC-4280. This indicates that more surfactant are removed from the interlayer of organoclay when the amount of surfactant introduced is more than 25.88 mg/g (OC-4280). Organoclay adsorption capacity was observed by using it as adsorbent for p-Chlorophenol and compared with the capacity of Na-MMT. Data obtained on the adsorption isotherm curve shows that the organoclay is twice more effective in adsorbing p-chlorphenols. The adsorption process p-chlorofenol by OC-4280 and Na-MMT follows Langmuir adsorption isotherm curve. While OC-8560 tends to follow Freundlich adsorption isotherm curve."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
T30710
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhaida
"ABSTRAK
Bentonit alam Merangin Jambi merupakan jenis Ca-bentonit dengan dengan
kandungan smectit sebesar 91,24%. Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan
modifikasi bentonit Merangin Jambi dengan KOH 0,1 M; 0,2; 0,3 M; 0,4 M; dan
1 M sebagai katalis reaksi transesterifikasi minyak kelapa sawit untuk produksi
biodiesel. Biodiesel adalah metil ester asam lemak yang dihasilkan dari
alkoholisis minyak hewani atau nabati. Selain itu, diamati juga pengaruh dari suhu
reaksi, waktu reaksi, rasio mol minyak : metanol, dan jumlah katalis. Persentase
yield metil ester cenderung lebih besar pada suhu reaksi 60 oC, waktu reaksi 2
jam, rasio mol minyak dengan metanol 1 : 12, jumlah katalis 3%, dan katalis Nabentonit
yang dimodifikasi dengan KOH 0,4 M. Katalis hasil regenerasi masih
dapat digunakan kembali dengan % yield metil palmitat, metil oleat, dan metil
linoleat, berturut-turut sebesar 0,34 %, 1,03 %, dan 3,19%.
ABSTRACT
Natural bentonite from Merangin Jambi is a type of Ca-bentonite with the
smectite content of 91,24%. This study has been performed successfully to
modify bentonite from Merangin Jambi as catalyst for the transesterification of
palm oil for biodiesel production. Biodiesel is fatty acid methyl esters produced
by alcoholysis of animal or vegetable oil. In addition, it was observed the effects
of temperature, reaction time, oil to methanol ratio, catalyst amount, and loading
amount KOH. The max percentage yield of methyl ester was obtained at
temperature of 60 oC, reaction time 2 hour, oil to methanol ratio 1 :12, 3% catalyst
amount, and KOH loading at 0,4 M. Recycle catalyst was used for the
transesterification with the percentage yield of methyl palmitate, methyl oleate,
and methyl linoleate respectively 0,34%, 1,03%, and 3,19%."
2013
T35207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Livi Edwina
"Bentonit Tapanuli merupakan salah satu mineral yang banyak dimanfaatkan dalam bidang penelitian sebagai adsorben, khususnya logam berat. Hal ini disebabkan sifatnya yang memiliki permukaan negatif sehingga dapat menyerap kation. Tujuan interkalasi bentonit adalah untuk menghasilkan sifat kimia dan fisika yang lebih baik dari sebelumnya. Proses interkalasi menggunakan monosodium glutamat terjadi pada interlayer bentonit dan berhasil meningkatkan basal spacing dari 14,96 A pada Na-MMT (Na-Bentonit) menjadi 15,42 A dan 15,34 A masing masing pada organobentonit 1 KTK dan 2 KTK dengan karakterisasi menggunakan XRD. Keberhasilan terjadinya interkalasi juga dikarakterisasi dengan FTIR. Kemampuan bentonit menyerap logam dipengaruhi oleh kapasitas tukar kationnya. KTK bentonit Tapanuli yang didapatkan dari penelitian ini adalah 46,74 mek/100 gram bentonit.
Dari hasil penelitian juga didapatkan waktu optimum adsorpsi bentonit terhadap masing-masing ion logam adalah 2 jam. Daya adsorpsi paling besar dengan waktu optimum 2 jam adalah organobentonit 2 KTK sebesar 14,4025 mg/0,1 gram bentonit (93,3773 mek/100 gram bentonit) dan 12,1876 mg/0,1 gram bentonit (93,2348 mek/100 gram bentonit) masing-masing terhadap ion logam Cd2+ dan Zn2+.

Tapanuli bentonite is a mineral which is widely used in research as an adsorbent, especially for heavy metals. This is due to it has a negative charge on its surface so it can adsorp cations. The aim of intercalation bentonite is to produce a better chemical and physical properties. The intercalation process occurs in the interlayer of bentonite and success to increase the basal spacing from 14,96 A in Na-MMT (Na-Bentonite) to 15,42 A and 15,34 A respectively on organobentonite 1 CEC and 2 CEC. The success of intercalation was also characterized by FTIR. The ability of bentonite to absorb metal ions was also influenced by cation exchange capacity. The CEC of Tapanuli bentonite is 46,74 mek/100 grams bentonite.
The result of this research is the optimum time of adsorption bentonite is 2 hours. The most large energy adsorption with the optimum time 2 hours is organobentonit 2 CEC at 14,4025 mg/0,1 grams bentonite (93,3773 mek/100 grams bentonite) and 12,1876 mg/0,1 grams of bentonite (93,2348 mek/100 grams bentonite) for each metal ions Cd2+ and Zn2+.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54061
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Alifia Fadhilah
"Pesatnya perkembangan industrialisasi dan pertambahan penduduk secara besar-besaran telah menyebabkan pencemaran air yang serius. Timbal (Pb) dan tembaga (Cu) merupakan logam berat beracun yang menjadi penyebab utama pencemaran lingkungan karena pengaplikasiannya dalam berbagai industri. Adsorpsi dianggap sebagai salah satu cara efektif yang digunakan dalam mengolah air terkontaminasi logam berat karena pengoperasiannya sederhana, konsumsi energi rendah, sesuai dengan ekonomi sirkular dan pembangunan berkelanjutan. Pada studi ini telah berhasil disintesis hidrogel komposit alginat/gelatin/bentonit (ALG/GEL/BT) yang digunakan sebagai adsorben logam berat Pb2+ dan Cu2+. Hidrogel komposit ALG/GEL/BT dikarakterisasi menggunakan FTIR, SEM-EDX, AAS, dan XRD. Efisiensi adsorpsi ALG/GEL/BT untuk Cu2+ mencapai 79,24% dan kapasitas adsorpsi sebesar 33,97 mg/g. Pada adsorpsi Pb2+, efisiensi yang diperoleh mencapai 98,98% dan kapasitas adsorpsi hingga 43,64 mg/g. Hidrogel komposit ALG/GEL/BT mampu mengadsorpsi secara optimum dengan dosis adsorben 0,07 g, komposisi bentonit 42,9 wt%, temperatur 55 ºC, pH 7, selama 100 menit. Studi kinetika adsorpsi Pb2+ dan Cu2+ menggunakan hidrogel komposit ALG/GEL/BT mengikuti pseudo orde kedua dan model isoterm adsorpsi sesuai dengan Freundlich untuk Pb2+ dan Cu2+.

The rapid development of industrialization and massive population growth have caused serious water pollution. Lead (Pb) and copper (Cu) are toxic heavy metals which causes environmental pollution due to their application in various industries. Adsorption is considered as one of the effective methods used in treating water contaminated by heavy metals due to its simple operation, low energy consumption, in line with circular economy and sustainable development. In this study, an alginate/gelatin/bentonite (ALG/GEL/BT) composite hydrogel was successfully synthesized which was used as an adsorbent for heavy metal Pb2+ dan Cu2+. ALG/GEL/BT composite hydrogel were characterized using FTIR, SEM-EDX, AAS, and XRD. The adsorption efficiency of ALG/GEL/BT for Cu2+ reached 79.24% and the adsorption capacity was 33.97 mg/g. In Pb2+ adsorption, the efficiency obtained reached 98.98% and the adsorption capacity was up to 43.64 mg/g. The ALG/GEL/BT composite hydrogel was able to adsorb optimally with a dose of 0.07 g adsorbent, 42,9 wt%bentonite composition, temperature 55 ºC, pH 7, for 100 minutes. The adsorption kinetics study of Pb2+ dan Cu2+ using the ALG/GEL/BT hydrogel composite followed the pseudo-second order and the adsorption isotherm model according to Freundlich for Pb2+ dan Cu2+."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Satriandi Rahman
"Organoclaydipreparasidengancara modifikasimontmorillonite(MMT) yang berasal dari fraksi bentonit Jambi dengan cara interkalasi Benzil Trimetil Ammonium Klorida (BTMA-Cl). Sebelum digunakan untuk preparasi, dilakukan proses fraksinasi terhadap bentonit Jambi untuk memurnikan montmorillonite (MMT) yang ada pada bentonit. Hasil MMT kemudian diseragamkan kation penyeimbangnya dengan Na+ menjadi Na-MMT. Selanjutnya menggunakan tembaga amin, dihitung nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan nilai KTK Na diperoleh sebesar 43,5 mek/100 gram Na-MMT. Preparasi organoclay menggunakan Na-MMT dengan surfaktan BTMA-Cl (Benzil Trimetil Ammonium Klorida) sebagai agen penginterkalasi dan konsentrasi BTMA-Cl yang ditambahkan sesuai dengan nilai 1 KTK dan 2 KTK.
Hasil karakterisasi organoclay menunjukkan surfaktan BTMA-Cl telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Produk organoclay tersebut selanjutnya diuji kemampuan adsorpsinya terhadap fenol dan p-klorofenol dengan variasi konsentrasi (10-80 ppm) dan membandingkannya dengan kemampuan adsorpsi dari bentonit alam dengan konsentrasi fenol dan p-klorofenol yang sama. Dari data yang diperoleh pada kurva isoterm adsorpsi menunjukkan bahwa organoclay lebih efektif dari bentonit alam dalam menyerap fenol dan p-klorofenol.

Organoclay is prepared from montmorillonite (MMT) derived from fraction of bentonite Jambi by intercalating Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride (BTMA-Cl). Before being used for the preparation, carried out on bentonite Jambi fractionation process for purifying montmorillonite (MMT) which is in bentonite. Cation in MMT homogenized with Na+ to be Na-MMT. The Cation Exchange Capacity (CEC) was determined by using copper ethylendiamine, and the obtained value is 43,5 meq/100 gram Na-MMT. Organoclay were prepared by mixing Na-MMT with BTMA-Cl surfactant (Benzyl Trimethyl Ammonium Chloride) solution as an intercalated agent and BTMA-Cl according to the value of 1 CEC and 2 CEC.
The results showed that surfactant BTMA-Cl has been successfully intercalated into MMT. Organoclay product is then tested as phenol and p-chlorophenol adsorbtion by varying the concentration (10-80 ppm) and compared the adsorption capacity to the natural bentonite. From the data obtained indicated that the adsorption isotherm curves of phenol and p-chlorophenol on the organoclay is more effective than the natural bentonite.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S43988
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teuku Rian Aulia
"Bentonit alam Jambi telah berhasil dimodifikasi menjadi Organoclay melalui proses interkalasi dengan senyawa asam amino Alanin. Sebelum dilakukan sintesis Organoclay, dilakukan proses fraksinasi dan sedimentasi dari bentonit alam Jambi yang bertujuan untuk mendapatkan bentonit yang kaya akan montmorillonite (MMT) dan menghilangkan pengotor yang terkandung di dalam bentonit. Kemudian dilakukan penyeragaman kation bebasnya dengan Na+ menjadi Na- Bentonit. Selanjutnya dengan menggunakan larutan tembaga amin, dilakukan penghitungan nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan diperoleh nilai KTK sebesar 35,3 mek/100 gram bentonit. Sintesis Organoclay kemudian dilakukan dengan menginterkalasikan senyawa Alanin ke dalam Na- MMT dengan 2 nilai KTK pada 3 kondisi pH, yaitu pH 4,7, pH isoelektrik Alanin (pH 6), dan pH 7.
Hasil dari karakterisasi FTIR menunjukkan bahwa senyawa asam amino Alanin telah berhasil diinterkalasi ke dalam bentonit alam Jambi pada pH isoelektrik dengan munculnya serapan baru pada bilangan gelombang yang berbeda dengan Na- MMT. Organoclay yang telah disintesis kemudian digunakan sebagai adsorben ion logam berat kadmium dan timbal dengan proses optimasi waktu dan konsentrasi adsorpsi.
Hasil menunjukkan bahwa Organoclay memiliki daya adsorpsi yang lebih besar terhadap logam berat dibandingkan dengan bentonit alam. Variasi pH interkalasi 4,7 dan 7 menghasilkan Organoclay dengan kemampuan adsorpsi yang lebih rendah dibandingkan Organoclay yang di interkalasi pada pH isoelektrik Alanin.

Natural Jambi bentonite have been successfully modified into Organoclay through the intercalation process with acid amino compound Alanine. Before the process for the synthesis of Organoclay begins, the process of sedimentation and fractionation conducted on natural Jambi bentonite in order to get the rich inmontmorillonite (MMT) bentonite and removed the contaminer contained in the bentonite. Then the equalization of free cations is done with Na+ (called Nabentonite). Next, using a solution of copper amine, its cation exchange capacity (CEC) determined and the value of CEC acquired was 35,3 meq/100 grams of bentonite. Synthesis of Organoclay then performed by intercalating Alanine into Na-MMT with 2 values of CEC on 3 pH conditions i.e. pH 4,7, the isoelectric pH of Alanine (pH 6), and the pH 7.
The results of the characterization with FTIR indicated that acid amino Alanine compounds has managed to be intercalated into natural Jambi bentonite with the appearance of new absorbance at different wave number from Na- MMT. Organoclay which have been synthesized then used as an adsorbent of heavy metal ions cadmium and lead with the optimization of adsorption time and concentration process.
The results show that Organoclay have better adsorption capacity compared to unmodified natural Jambi bentonite against heavy metal ions. Organoclay synthesized in variated pH conditions (4,7 dan 7) have lower adsorption capacity than the Organoclay that synthesized in isoelectric pH of Alanine.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S55859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>