Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7520 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Doddy Permadi Indrajaya
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
384.55 DOD b (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pinckey Triputra
"ABSTRACT
Penelitian bertujuan mengungkap bagaimana ideologi neoliberalisme mempengaruhi struktur dan perilaku industri penyiaran, dalam hal ini televisi, baik pada masa orde baru maupun pada pasca revolusi Mei 1998. Dengan pendekatan ekonomi politik penelitian menyimpulkan bahwa pendirian industri penyiaran didorong semangat neoliberalisme alih-alih demokratisasi yang mengutamakan keberagaman isi dan kemajemukan kepemilikan"
Departemen Ilmu Komunikasi, FISIP UI, 2005
MK-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Heru Effendy
Jakarta: Erlangga, 2008
384.55 HER i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andica Giovanni
"ABSTRAK
Tesis ini membahas content strategy market challenger dalam menghadapi market leader
industry televisi, dengan studi kasus pada NET terhadap Trans TV. Penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan menggunakan desain deskriptif. Temuan dianalisis dengan
menggunakan kerangka analisis Industrial Organization Model yang membahas market
structure, conduct dan performance. Hasil temuan menunjukkan bahwa kondisi market structure
yang oligopoli mempengaruhi conduct Trans TV sebagai market leader dan NET sebagai market
challenger dalam memperebutkan target audience yang sama. Sebagai market challenger NET
melakukan strategi frontal attack terhadap Trans TV dengan content strategy yang berbeda.
Performance content strategy tersebut ditunjukkan melalui rating, share dan penerimaan iklan

ABSTRAK
This thesis deals with the content strategy of the market challenger against the market leader of
television industry, with case study in NET towards Trans TV. This research is aqualitative study
using descriptive analysis design. The findings were analized by usingthe Industrial Organization
Model of analytical framework that explore the marketstructure, conduct and performance. The
analisys is shows that condition of an oligopolymarket structure influences the conduct of Trans
TV as the Market leader and NET as themarket challenger in competing the same target audience
and advertising. As the marketchallenger NET conduct a frontal attack strategy against Trans TV
with a differentcontent strategy. The performances of the content strategies can be showed in
rating,share and advertising revenue."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T42439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Taftazani
"Kebijakan Direktif Television Without Frontiers merupakan fondasi kebijakan audiovisual Komunitas Eropa, terkait skema subsidi, distribusi produk, dan perlindungan terhadap anak di bawah umur. Globalisasi telah mengubah arah dan visi kebijakan sektoral. Sisi lain, dinamika politik dan budaya muncul pada tingkat Negara Nasional, terkait tahap implementasi kebijakan tersebut. Upaya perlindungan terhadap sektor pertelevisian kemudian dilakukan oleh pemerintah Prancis, dengan mengatur tatapenyiaran dan kuota acara televisi. Hal ini merepresentasikan peran Negara dalam perlindungan konten kultural terhadap kebijakan pada tingkat supranasional. Sebagai hasilnya, konsep ruang publik dalam pertelevisian berubah, terkait fungsinya dalam konteks globalisasi dan sebagai salah satu pilihan kebijakan Komunitas Eropa yang berdimensi sistem ekonomi neoliberalisme.

Television Without Frontiers Directive is a cornerstone of the European Community audiovisual policy, related to the subsidy schemes, the European product distribution, the advertising and the protection of minors. Globalization and the development of satellite had altered the direction and vision of the European Community sectoral policies. Inversely, political and cultural dynamics occurred at the National level, related to the implementation of the Directive. Efforts to protect television sector were carried out by the French government by setting up rules of broadcasting. It represents the government's role in the protection of cultural content or cultural exception vis à vis policy imposed by the European Community. As a result, the concept of public space in European television had shifted, related to its functions in the context of globalization and as policy choices of a neoliberalism dimension."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T31610
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Satyo Ariadi
"Tesis ini membahas tentang Hak Terkait dengan Hak Cipta yang ada pada Televisi selaku Lembaga Penyiaran yang mempunyai Hak Eksklusif dan wajib memiliki Hak Siar dalam menyiarkan program acara maupun film yang juga melibatkan para Artis ataupun produser (pelaku) sebagai pengisi dalam program acara televisi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Lembaga Penyiaran Televisi yang ada saat ini masih banyak yang melanggar Hak Terkait dengan Hak Cipta para pelaku seni. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya film yang diputar ditelevisi yang belum memiliki Hak Siar atas film tersebut. Seharusnya Lembaga Penyiaran Televisi membeli Lisensi atau memberikan Royalti pada Pelaku film tersebut karena Pelaku film tersebut memiliki Hak Eksklusif untuk membuat, memasarkan dan menyiarkan film tersebut. Dalam hal ini seharusnya KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) membantu pemerintah dalam mengawasi penyiaran televisi secara ketat, dan diterapkannya Undang-undang yang berlaku untuk menindak secara tergas Lembaga Penyiaran Televisi yang melakukan pelanggaran Hak Terkait dengan Hak Cipta, khususnya Undang-undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

This thesis discusses the Neighbouring Rights that is on Television as having Broadcasters are required to have Exclusive Rights and Broadcasting Rights in broadcast and film programs that also involve the artist or producer (actor) as a filler in a television program. Based on research results obtained showed that the existing Television Broadcasters are still many who violate the Copyright Related Rights with the principals of art. It can be seen from the many films shown on television who have not had Broadcasting Rights for the film. Television Broadcasters should buy a license or give royalties to the actors the film because the film's actors have Exclusive Rights to make, market and broadcast the film. In this case it should KPI (Indonesia Broadcasting Commission) to assist the government in overseeing the television broadcasting tightly, and the implementation of the Act that apply to crack down on the tergas Television Broadcasters who violate the Copyright Related Rights, in particular Law No. 19 of 2002 on Copyright."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T29443
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Fatima Indra
"ABSTRAK
Sebagaimana yang umum terjadi di negara-negara lainnya, pertumbuhan
industri pertelevisian juga diikuti oleh integrasi kepemilikan. Hal tersebut
dilakukan oleh para pemimpin pasar untuk mendirikan dan melanggengkan
kerajaan bisnis raksasa milik mereka. Merujuk kepada model analisis StukturPerilaku-Kinerja,
penelitian ini akan mengungkapkan meski performa ekonomi
grup-grup media saat ini terkena imbas dari perlambatan ekonomi dan
perkembangan teknologi secara cepat, dominasi PT Global Mediacom Tbk dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk dalam industri media saat ini tetap sama selama satu dekade terakhir. Studi kasus kolektif dalam penelitian ini akan mengelaborasikan kinerja kedua grup dalam rangka mendapatkan kesimpulan terkait bagaimana kedua
perusahaan mengukuhkan dan menguatkan keberadaan mereka di dalam era
digitalisasi industri media Indonesia saat ini. Penelitian ini menemukan bahwa (1)
struktur pasar pertelevisian selepas 1998 bersifat oligopolistik dan terkonsentrasi
tinggi kepada sejumlah kelompok saja, (2) Global Mediacom dan Elang Mahkota
Teknologi sebagai pemimpin-pemimpin pasar telah melakukan strategi-strategi
integrasi dan digitalisasi produk yang menghasilkan penguasaan yang stabil atas
pasar khalayak dan iklan, serta (3) meskipun perusahaan-perusahaan ini telah
melakukan sejumlah strategi digital besar, hasilnya tetap belum mampu
menghasilkan keuntungan yang signifikan karena tetap saja keduanya bergantung
kepada lini-lini usaha konvensionalnya seperti penyiaran dan TV berlangganan.

ABSTRACT
As what commonly happens to any other nations, Indonesian Television
industry growth is also followed by ownership integration. This was done by the
market leaders to establish and sustain a massive business empire. Relying on the
Structure-Conduct-Performance analysis model, this study reveals that although the
economic performance of media holding companies are impacted by both the recent
economic slowdown and the technology rapid development, the domination of PT
Global Mediacom Tbk and PT Elang Mahkota Teknologi Tbk in this media
industry is in fact remain intact throughout decade. The collective case study in this
research will elaborate the performance of the two groups in order to get a
conclusion on how these corporations solidify and strengthen their existence in the
Indonesian media industry in the current digitazion era. This research finds that (1)
the television market structure after 1998 is oligopolistic and is highly concentrated
onto very few groups, (2) Global Mediacom and Elang Mahkota Teknologi as
market leaders, have been trying to apply integration strategies and product
digitization resulting in their stable domination in both audience and advertising
market and (3) although these two holding companies have had committed several
major digital strategies, the results have yet to generate significant profit because
these two groups eventually still dependent on its conventional line of business
lines like broadcasting and pay TV."
2018
T50077
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tribuana Tungga Dewi
"Berita dalam industri penyiaran adalah program yang semestinya independen dan ada dengan tujuan menjadi media bagi seluruh masyarakat untuk mendapatkan informasi dan fakta-fakta yang sebenarnya. Tetapi, sejak berubahnya struktur industri pertelevisian di Indonesia, peran negara yang sebelumnya sangat dominan menjadi melemah. Bagi sebagian orang perubahan struktur ini dianggap sebagai hal positif. Tetapi nyatanya apa yang kita saksikan di layar kaca, terutama televisi swasta, tak ubahnya sebagai produk dan perpindahan dominasi. Jika sebelumnya dominasi berada di tangan pemerintah, maka saat ini dominasi tersebut beralih ke tangan industri periklanan.
Kehadiran televisi-televisi baru di Indonesia pasca orde baru, membawa angin segar bagi pemirsa dan pengamat media. Dalam suasana reformasi diharapkan akan muncul kebebasan dari kungkungan penguasa yang akhirnya akan membebaskan media untuk menyalurkan informasi ke khalayaknya. Untuk itulah menjadi menarik mengamati keberadaan program berita di stasiun televisi Trans TV, salah satu stasiun televisi yang muncul pasca orde baru. Benarkah angin segar akan bertiup dalam dunia pemberitaan pada khususnya dan dunia pertelevisian pada umumnya?
Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisa wacana kritis, yaitu tipe penelitian analisa wacana yang terutama mempelajari bagaimana penyalahgunaan kekuatan sosial, dominasi, dan ketidakadilan (inequality) muncul, direproduksi, dan dikonfrontasikan melalui teks dan pembicaraan dalam konteks sosial-politik. Pada tingkatan teks, peneliti akan melakukan analisa isi dari beberapa tayangan berita Trans TV, pada dimensi discourse practice pengumpulan data akan dilakukan dengan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan tim redaksi Berita Trans Petang selama beberapa waktu. Sedangkan dalam dimensi sosiokultural, peneliti akan melakukan studi dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apa yang terjadi dalam ruang redaksi televisi swasta baru, dan dalam skala yang lebih luas, yaitu konteks sosiokultural tidaklah semenyegarkan yang diprediksi banyak orang. Usaha mengejar rating yang lebih tinggi adalah motivasi utama proses pengemasan produk pemberitaan. Di samping itu, masalah kejaran tengat waktu, rutinitas organisasi, dan dominasi kelas penguasa tetaplah menjadi penentu proses produksi pemberitaan yang hasilnya dapat kita saksikan di layar kaca. Hanya saja jika dahulu pemerintahlah yang memegang kendali, saat ini industri periklananlah yang mengontrol apa yang layak dan tidak layak ditayangkan. Batas-batas antar divisi dalam organisasi televisi makin mengabur, ini menyebabkan divisi pemberitaan bukanlah lagi -suatu divisi independen yang memberikan fakta dan informasi umum bagi khalayaknya. Melainkan sekedar kepanjangan tangan dari usaha pemenuhan kebutuhan khalayak yang diasumsikan sebagai khalayak potensial oleh industri periklanan.
Jika khalayak tidak menyukai idealisme pemberitaan yang dianut maka dengan mudahnya mereka dapat memindahkan saluran ke stasiun lain. Dengan demikian tak heran jika rating adalah yang paling penting untuk industri pertelevisian saat ini. Oleh sebab itu, setiap tayangan berita wajib dibuat untuk memenuhi kegemaran pemirsa yang dianggap sebagai pembeli potensial oleh pengiklan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12044
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Syafruddin
"Penelitian dalam tesis ini membahas mengenai inisiatif dari masyarakat pemirsa televisi untuk melakukan pengawasan terhadap materi siaran televisi. Sebagaimana diketahui dunia pertelevisian Indonesia sampai saat ini belumlah memiliki peraturan perundangan yang pasti. Pedoman-pedoman yang ada sementara ini antara lain beberapa Surat Keputusan Menteri Penerangan RI, tidak hanya membingungkan pemirsa, tetapi juga dianggap "kabur" dan "meraba-raba" oleh para pengelola stasiun televisi dan praktisi media profesional. Situasi seperti ini dikhawatirkan dapat membawa akibat paling merugikan bagi pemirsa, sebagai pihak yang posisinya "paling lemah", karena diasumsikan hanya menerima saja apa yang disajikan media.
Ternyata melalui penelitian ini dapat terbukti bahwa pemirsa televisi cukup perduli terhadap kegiatan ekspos media komunikasinya. Pemirsa televisi tentu saja menginterpretasikan simbol-simbol yang muncul pada tayangan televisinya. Makna dari interpretasinya itu kemudian menghantarkannya untuk memberikan tanggapan terhadap pengelola stasiun atau praktisi media,- antara lain dengan cara mengirim surat pembaca ke media cetak. Dan bisa pula melalui ungkapan pendapat mereka ketika media cetak misalnya mewawancarai atau mencari pendapat pemirsa.
Sesuai dengan pendekatan interaksionisme simbolik yang dipilih dalam penelitian ini, unit analisis yang dilakukan adalah melalui "Analisis Tema Fantasi" yang semula dikembangkan Robert Bale dan Ernest Borman, serta "Analisis Dramaturgi" Keneth Burke; mencakup pemeriksaan terhadap serangkaian unsur: karakter dramatislagent, aksilplot, scene (setting, properti, sosiokultural), dan agen-agen "sanctioning'%"agency". Peneliti memeriksa tema fantasi dari berbagai pihak yang terlibat dalam kasus tertentu, dengan metode kualitatif, serta melakukan perbandingan pula dengan implementasi peraturan etika yang ada seperti berbagai Kode Etik yang berlaku sementara ini di Indonesia dan berbagai belahan dunia lain (sebagai bagian dari agen "sanctioning, atau "agency").
Penemuan utama dari tesis adalah kenyataan bahwa dalam banyak hal pengawasan media yang disampaikan oleh pemirsa dalam bentuk feedback di media cetak telah mampu menyadarkan atau membuka peluang bagi pihak-pihak lain untuk menyadari unsur-unsur dramaturgi dan tema-tema fantasi yang barangkali selama ini membawa makna yang berbeda bagi mereka atau cenderung mereka abaikan. Ini membuktikan bahwa pengawasan itu sendiri pada hakikatnya bernilai efektif."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhablisyah
"Fenomena TV religius adalah hal yang baru sejak Ar Rahman Channel memulai siaran perdananya pada Bulan Agustus 2002. Hal yang menarik dalam proses siaran TV ini adalah karena Ar Rahman Channel merupakan TV satelit yang dapat ditangkap hanya dengan menggunakan parabola tanpa dipungut iuran apapun. Di satu sisi bertujuan untuk mendapatkan keuntungan sebagai TV komersial namun sisi lain adalah kewajiban moral untuk melayani masyarakat muslim Indonesia ( sebagai TV komunitas).
Penelitian ini menggunakan Metode Kualitatif dengan pendekatan Studi kasus dan deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi berperan serta selama kurang lebih 1 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pra-produksi Program OBSESI di Ar Rahman Channel, dengan menggunakan konsep Rutinitas Media seperti yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese.
OBSESI merupakan salah satu program yang akan diproduksi oleh Ar Rahman Channel. Program ini merupakan hasil diskusi dari kru produksi dengan manajemen. Di dalam setiap diskusi untuk membahas program ini, orang-orang yang terlibat saling memberikan pandangannya. Interaksi diantara kru menjadi menarik mengingat setiap kru memiliki latar belakang yang berbeda dilihat dari latar belakang agama, budaya, pengalaman setiap anggota.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan Undang-undang Penyiaran No. 32 tahun 2002, dimana sebuah TV religius seharusnya masuk dalam kategori TV Komunitas. Jika pada kenyataannya mengandalkan pemasukan dari iklan maka stasiun TV yang bersangkutan bisa memilih untuk menjadi TV berlangganan.
Rutinitas yang diterapkan Ar Rahman Channel selama ini belum memiliki prosedur yang baku. Kegiatan operasional dilakukan tanpa adanya pereneanaan yang jelas, umumnya pekerjaan dilakukan secara mendadak. Konflik dalam perencanaan program ini kerap terjadi ketika ide-ide dari kru produksi berbenturan dengan kepentingan perusahaan lain, terutama masalah finansial dan manajemen yang tidak transparan.

Religious television phenomenon is the latest thing happened in this country since Ar Rahman Channel begun to broadcast in May 2002. The most interesting part of this event is the system not being included in the newest convention. Ar Rahman channel is satellite television which broadcast their program through satellite, people could freely received the program by using the satellite and digital receiver. Surprisingly, they don't have to pay anything but the antenna.
The event don?t suite to the Indonesia broadcasting law, No. 32/2002. As a religious TV Ar Rahman shouldn't taking any advantages by they?re broadcast by selling the advertising, this regulation automatically different with Ar Rahman Channel marketing system.
This research is using Qualitative methods and using descriptive case study approach. All the information had gathered for a year by participant observatory. The aim of the research is to describe about the process of pre-production of OBSESI - Program by using Media Routinely Concept (Shoemaker and Reese)
OBSESI is one of the programs, which will be produced by Ar Rahman Channel. This program basically came from production and programming discussion. In every situation all crew have been involved to express their mind. Obviously their idea is being influenced by their experienced, educational and cultural background, religious background, etc.
The result of the research shows that Ar Rahman had broke the rules of Indonesian Broadcast Regulation (W NO. 321 2002), which as a religious broadcast Ar Rahman could choose to be a community or cable television.
Ar Rahman Channel Routinely activities have not been implemented legally trough organization regulation. The operational activity was done without a well planning decision. Conflicts in producing this program often occur since the production team no Ionger trust the management, especially in financial system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14266
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>