Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160329 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Imam Akbar Hairi
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh pemilihan seorang calon Ketua Umum Partai Golkar pasca Orde Baru yang menggunakan mekanisme demokrasi yang dikenal dengan nama Musyawarah Nasional (Munas) Golkar. Mekanisme pemilihan Ketua Umum berdasarkan suara dari para DPD tingkat I & II pada saat Munas, merupakan hal yang baru bagi organisasi Golkar yang sebelumnya pada masa Orde Baru melalui proses penetapan/penunjukkan langsung dari Soeharto selaku Ketua Dewan Pembina. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban bagaimana demokrasi internal yang terbangun di dalam Golkar Reformasi, dengan melihat proses pemilihan Ketua Umum Golkar pada saat Munas hingga faktor-faktor yang mempengaruhi terpilihnya seorang calon Ketua Umum yang baru. Sebagai pijakan teoritis, penelitian ini menggunakan teori demokrasi internal Partai politik, teori faksionalisasi elite, teori catch-all Party, dan teori Oligarki. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian bertipe eksplanatif dengan sumber data primer dan sekunder.
Temuan di lapangan memperlihatkan bahwa terpilihnya Akbar Tandjung pada Munaslub 1998 disebabkan figurnya sebagai politisi sipil yang telah lama berkiprah di dalam Golkar serta tekanan reformasi yang anti-militer dan anti-Soeharto, dukungan Ormas HMI, dukungan pengusaha kaya dan juga posisinya sebagai Mensesneg. Terpilihnya Jusuf Kalla pada Munas 2004 disebabkan pengaruh kekuasaan sebagai Wapres 2004-2009 dan latar belakang sosial sebagai seorang pengusaha kaya. Sedangkan terpilihnya Aburizal Bakrie pada Munas 2009 disebabkan pengaruh kekuasaan pula sebagai Menteri Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat kabinet SBY jilid I, serta posisinya sebagai orang terkaya di Asia Tenggara tahun 2008 versi majalah Globe Asia.
Implikasi teoritis menunjukkan bahwa adanya kesesuaian dengan teori demokrasi internal pemilihan pimpinan Partai, teori faksionalisasi elite, teori catch-all party, dan teori oligarki. Tesis ini juga menyimpulkan bahwa Munaslub 1998 merupakan pertarungan berbasis ideologi yaitu Paradigma Baru, sedangkan Munas 2004 dan Munas 2009 merupakan kemenangan pragmatisme politik di tubuh Golkar.

The thesis is directed by the election of Golkar leader party after Orde Baru regime which using democracy mechanism as known as Musyawarah Nasional (Munas) Golkar. The election mechanism of leader party based on vote from DPD I & II at Munas, were new for Golkar organization which using direct order by Soeharto as chief od Dewan Pembina Golkar before. This research also looking for answer how internal democracy was build ini Golkar Reformasi, by looking election Golkar leader party process in Munas and also the other factors which influencing the Golkar leader party elected As the theoritical basis, this research used internal democracy political party theory, elite faction theory, catch-all party theory and oligarchy theory. The method that is being used in this research is the qualitative method. It is an explanatory research with a primary and secondary data usage.
Data found in the field showed that Akbar Tandjung being elected on Munaslub 1998 because of his figure as civilian politician which had been long served in Golkar and also reformation push which anti-military and anti-Soeharto, being support from HMI organization, rich businessman and his power position as Ministry of State Secretary. Jusuf Kalla being elected on Munas 2004 because of the influence of power as his position as vice President SBY 2004-2009 and his social background as rich businessman. Aburizal Bakrie being elected on Munas 2009 because of the power influence factor also as Ministry of Economic and Social Welfare on SBY cabinet first edition regime and also his position as the richest people on South East Asian on 2008 by Asia Globe magazine version.
The theoritical implication shows that the research result showed has a similar explanation by internal democracy political leader election theory, elite faction theory, catch-all party theory and oligarchy theory. This thesis also conclude that Munaslub 1998 was a competition based on ideology of reformation spirit fighting old Golkar paradigm, but Munas 2004 and Munas 2009 were the victory of political pragmatism in Golkar organization
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30580
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhmania Anindhita Pithaloka
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S5269
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Hasriansyah
"Penelitian ini membahas mengenai pertarungan antara Aburizal Bakrie dengan Surya Paloh dalam merebutkan posisi Ketua Umum Partai Golkar pada Munas ke VIII di Pekanbaru, Riau Tahun 2009. Penelitian ini dilatarbelakangi terjadinya faksionalisasi di Partai Golkar menjelang pemilihan ketua umum, terutama antara Aburizal Bakrie dengan Surya Paloh. Faksionalisasi tersebut selain dipengaruhi faktor internal juga dipengaruhi faktor eksternal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses - proses pemilihan, faktor - faktor yang membuat faksionalisasi, dan bagaimana implikasinya terhadap Partai Golkar.
Pijakan teoritis penelitian ini menggunakan teori konflik dari Maswadi Rauf, Ralf Dahrendrof, Gerhard Lanski, Novri Susan dan Jurgen Habermas. Disamping itu penelitian ini juga menggunakan teori Partai Politik Alan Ware. Selain itu peneliti juga menggunakan teori faksionalisme dari Samuel Huntington, Robert Dahl, dan Belloni dan Beller. Sementara itu untuk melihat terjadinya polarisasi peneliti kembali menggunakan Samuel Huntington dan Gary Cox. Sedangkan untuk melihat proses demokrasi, peneliti menggunakan teori demokrasi Max Webber. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan skunder. Data primer didapat dari wawancara dan kajian pustaka, sementara untuk data skunder diperoleh dari media massa.
Terdapat faktor mengapa pertarungan antara Aburizal Bakrie dan Surya Paloh terjadi. Faktor internal meliputi adanya perbedaan visi dan misi, faktor dukungan pemilik suara, dan faktor kekuatan money politic. faktor eksternal meliputi adanya dukungan penguasa terhadap salah satu kandidat Ketua Umum Partai Golkar.
Implikasi dari pertarungan kedua elite Partai Golkar adalah perpecahan di Golkar. Perpecahan ini ditandai dengan keluarnya beberapa elite partai sebagai dampak dari Munas ke VIII dan kebijakan zero sum game. Akibat dari perpecahan ini lahir partai politik yang dibentuk oleh mantan elite ? elite Partai Golkar. Jika ditelusuri semenjak pasca reformasi 98 Golkar adalah partai yang selalu mengalami perpecahan, khususnya pasca pemilihan ketua umum dan penentuan calon presiden. Hal ini disebabkan lemahnya managemen konflik di Partai Golkar dan proses rekrutmen yang lebih mengandalkan kekuatan finansial."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T39330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1976
324.659 8 Ind p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sarwo Sukmono
"Di era reformasi dituntut adanya perubahan baik dalam bidang politik, social maupun ekonomi. Untuk memenuhi tuntutan perubahan tersebut, maka peran partai politik sebaiknya ditingkatkan. Partai Golongan Karya (Golkar) sebagai salah satu partai politik yang merupakan salah satu pilar utama demokrasi harus menunjukkan eksistensinya secara menyeluruh, terpadu dan terencana, namun hingga saat ini eksistensi tersebut belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan haI tersebut diatas, maka penulis akan mengadakan penelitian tentang :
1. Apakah demokratisasi internal Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi
2. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Integrasi Bangsa ?
3. Sejauhmana demokratisasi internal Partai Golkar mampu meningkatkan Ketahanan Nasional ?
Penelitian akan difokuskan kepada persepsi atau tanggapan pimpinan partai DPP Partai Golkar, Pimpinan KINO, Pimpinan DPD I Partai Golkar DKI Jakarta dan Pimpinan DPD II Partai Golkar se- DKI Jakarta terhadap Demokratisasi Internal yang dilakukan Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional. Untuk mengetahui penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan Paradigma Konstruktivisme.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan melakukan perbandingan dan hasil interaksi antara peneliti dan yang diteliti serta cara pandang terhadap obyek penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap peran Demokratisasi Internal Partai Golkar dalam meningkatkan Ketahanan Nasional yang dilakukan oleh Partai Golkar telah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi, mampu meningatkan Integrasi Bangsa dan meningkatkan Ketahanan Nasional, maka berdasarkan hasil penelitian Proses Demokratisasi Internal Partai Golkar adalah verifikasi.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara akademis dan berguna bagi Pimpinan Partai dan mahasiswa pada masa yang akan datang.

In this reform era changes are demanded either in political, social or economic areas. In order to fulfill the change demands, then the role of political parties need to be improved. Golongan Karya (Golkar) party one of major political parties is one of main democratic pillars should show its existence in comprehensive, integrated and planned manner, however until now this existence has not shown the maximum results.
Based on the above matter, then the writer is going to conduct a research concerning:
1. Has Golkart Party's internal democratization run in accordance with democratic values?
2. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Integration?
3. How far Golkar Party's internal democratization is capable to improve National Resilience?
This research would be focused on perception or response of the leaders of Golkar Party Central Board, KIND Leaders, Provincial Board of Greater Jakarta Golkar Party and Leaders of RegentallCity Board Golkar Party of Capital Jakarta in improving National Resilience. To implement the research by conducting Constructivism Paradigm.
Research methodology that used is qualitative methodology, by comparing and interaction results between the researcher and research object and point of view to the research object.
Based on research results, then it is concluded that the perception toward the role of Golkar Party Internal Democratization by improving National Resilience conducted by Golkar Party has been in line with democratic values, capable to improve National Integration and improve National Resilience, so based on the research results the Internal Democratization Process of Golkar Party is verification.
This research is hoped to be beneficial academically in brings benefits for the Party Leader and students in the future.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20689
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Andhika Josep Jeremia
"ABSTRAK
Penelitian ini tentang keterpilihan Airlangga Hartarto menjadi ketua umum Partai Golkar secara aklamasi pada Munaslub tahun 2017 dan ini baru pertama kali terjadi di Partai Golkar pasca Orde Baru. Keterpilihan Airlangga Hartarto menunjukkan adanya pergeseran faksi Partai Golkar dari kompetitif ke kooperatif. Untuk menganalisa, penelitian ini menggunakan pendekatan institusionalisme pilihan rasional dari Peters, Clarke & Foweraker, Hall & Taylor serta Shesple. Selain itu peneliti juga menggunakan teori demokrasi internal partai dari Alan Ware, Huntington dan Norris. Untuk melihat faksionalisasi, peneliti menggunakan teori faksi dari Boucek, Belloni & Beller serta Paul Lewis. Teori penyatuan elit dari Higley & Burton serta teori kepemimpinan dari Alan Ware serta Heywood. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder. Data primer didapat dari wawancara dan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan atau analisis dokumen. Terdapat beberapa faktor mengapa Airlangga Hartarto terpilih secara aklamasi. Peneliti memulai dari faktor pendorong dilaksanakannya Munaslub, terdapat faktor internal serta eksternal. Faktor internal, ketua umum Setya Novanto menjadi tersangka dalam kasus E-KTP sehingga terjadi kekosongan pimpinan partai. Faktor eksternal, akibat kasus tersebut, citra partai di mata publik menurun, terlihat dengan menurunnya elektabilitas. Selain itu, terdapat agenda politik Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang perlu dihadapi oleh partai. Keterpilihan Airlangga Hartarto secara aklamasi ini merupakan bentuk "ekuilibrium nash". Selain itu, terdapat hubungan "mutualisme" antara kepentingan pemerintah dan Partai Golkar. Partai ini memiliki pragmatisme untuk selalu menjadi bagian dari pemerintah. Sehingga posisi Airlangga sebagai satu-satunya menteri dari Partai Golkar di Kabinet Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi sangat berpengaruh.

ABSTRACT
This research is about Airlangga Hartarto's winning as the chairman of the Golkar Party by acclamation at the Extraordinary National Conference in 2017 and it was the first time has happened in the Golkar Party on post-New Order. It shows the shifting of faction in Golkar Party from competitive to cooperative. To analyse, this research use the rational choice institutionalism approach of Peters, Clarke & Foweraker, Hall & Taylor and Shesple. In addition, researchers also use the theory of internal democracy of party from Alan Ware, Huntington and Norris. To see factionalism, researchers used factional theories from Boucek, Belloni & Beller and Paul Lewis. The theory of the union of elites from Higley & Burton and leadership theory from Alan Ware and Heywood. This research uses qualitative methods with primary and secondary data sources. Primary data obtained from interviews and secondary data obtained from literature study or document analysis. There are several factors why Airlangga was chosen by acclamation. Researchers start from the driving factors for the implementation of the Extraordinary National Conference, there are internal and external factors. Internal factors, the chairman Setya Novanto became a suspect in the E-KTP case, and then the leadership vacancy occured in the Golkar Party. External factors, due to the case, the party's image in the public declined, seen with the decreased of electability. Additionaly, political agenda such as Pilkada 2018 and Pemilu 2019 need to be faced by the party. Airlangga's winning by acclamation is a form of "equilibrium nash". There is a "mutualism" relationship between the interests of the Government and the Golkar Party. This party has the pragmatism to always be a part of the Government. So, Airlangga's position as the only minister from Golkar Party in the Cabinet of Joko Widodo-Jusuf Kalla become very influential."
2019
T55358
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeani Riyanti
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S6027
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hasan Saeful Rijal
"Skripsi ini akan memberikan kajian terkait dinamika politik internal pada saat Jusuf Kalla memimpin Partai Golkar. Pada periode ini, lahir dua partai politik baru yaitu Partai Hanura dan Partai Gerindra yang didirikan oleh Wiranto dan Prabowo yang mempunyai hubungan erat dengan Partai Golkar. Pada masa ini, menjadi awal dari penguasaan Partai Golkar oleh para saudagar. Di sisi lain, sebagai partai pendukung pemerintah, Partai Golkar juga mengalami penurunan perolehan suara di Pemilu 2009 dibanding Pemilu 2004. Ketiadaan mekanisme manajemen konflik yang baik membuat partai ini akan selalu dibayangi perpecahan. Partai politik lain akan kembali lahir dari Partai Golkar. Setidaknya sudah ada tiga partai besar yang lahir dari Partai Golkar, yaitu Partai Demokrat, Partai Hanura dan Partai Gerindra.

This thesis will provide the internal political dinamic in the time of Jusuf Kalla lead Golkar Party. In this period, two political parties (Hanura and Gerindra) were born established by Wiranto and Prabowo that had close relation with Golkar Party. We can say that in this time Golkar Party by merchants. Golkar party had decreased for election in 2009 if compared with 2004. The bad management of risk makes this party always be shadowed by divisions. Al least, three new parties had born by Golkar, they are Democtrat Party, Hanura Party, and Gerindra Party.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S47240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meutya Viada Hafid
"Penelitian ini membahas mengenai fenomena konsensus politik Partai Golongan Karya (Golkar) pasca konflik Partai Golkar tahun 2014-2016. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan tipe explanatori yang menggunakan sumber data primer melalui wawancara mendalam dan kajian literatur. Penelitian ini adalah studi mengenai partai politik khususnya terkait konsensus di dalam politik serta faktor-faktor yang dapat mendorong terciptanya konsensus. Konsensus Partai Golkar merupakan fenomena baru, setelah sebelumnya konflik Partai Golkar yang terjadi pada 1998-2013 selalu memunculkan partai baru. Hasil dari penelitian menujukan bahwa upaya konsensus Partai Golkar terjadi melalui tiga jalur, pertama melalui jalur organisasi yaitu Mahkamah Partai Golkar, kedua melalui jalur hukum, dan ketiga melalui jalur politik. Jalur organisasi dan jalur hukum tidak berhasil menyelesaikan konflik. Konsensus berhasil dicapai melalui jalur politik. Upaya konsensus melalui jalur politik ditunjukkan dengan terselenggaranya Silaturahmi Nasional (Silatnas), Rapimnas, dan terakhir Munaslub Partai Golkar bulan Mei 2016. Munaslub berhasil menjadi konsensus Partai Golkar dengan menyepakati berbagai hal diantaranya, keputusan untuk menetapkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar, dibentuknya Dewan Pembina Partai Golkar, dan perubahan posisi Partai Golkar menjadi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Proses konsensus dapat berjalan karena didukung oleh pihak internal oleh elit Partai Golkar dan eksternal termasuk pemerintah. Hal yang menjadi faktor-faktor pendukung keberhasilan konsensus Partai Golkar dapat dibagi menjadi tiga faktor, yakni Pilkada Serentak 2015, hadirnya mediator, dan pelembagaan upaya-upaya Konsensus Partai Golkar.

This study discusses the presence of political consensus in Golongan Karya (Golkar) Party after a long internal conflict in 2014-2016. This research uses qualitative methods with explanatory type using primary data source through in-depth interviews and literature review. This research is a study of political parties, especially related to consensus in politics and the factors that pushed the consensus. The consensus is new phenomenon because previous Golkar Party conflicts have always failed to meet consensus. Hence, the declaration of new parties emerges. The results of the study shows that the consensus occurred in three stages. First stage is through the organization's internal instrument, namely the Golkar Party Court, the second is through legal channels, the third through political channels. Conflict resolution through political channels are shown in Silatnas, Rapimnas, and finally Munaslub of the Golkar Party in May 2016. Munaslub agrees on various matters, including (1) Setya Novanto as Golkar Party Chairman, (2) the establishment of the Golkar Party Trusteeship Council, and (3) repositioning of Golkar Party stands to support Joko Widodo-Jusuf Kalla's government. The Consensus is due to both internal efforts and external efforts by the government which serve as mediator. Some factors that contribute to the success of the consensus are divided into three factors: the 2015 Local Election, the presence of mediators, and the institutionalization of the consensus processs by the Golkar elites.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hendrik Al Zen
"Media massa (Surat kabar) bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga merupakan sebuah subjek yang merekonstruksi realitas, lengkap pandangan dengan terbukanya peluang bias dan kepemihakannya. Framing merupakan sebuah strategi penyusunan realitas sehingga dihasilkan sebuah berita. Isu calon presiden menjelang pemilihan presiden 2009, menjadi agenda berbagai panai politik -utamanya Partai Golkar, serta tentunya juga agenda publik. Rapimnas IV Partai Golkar tahun 2008 mcnjadi panting menjelang pemilihan presiden tahun 2009, apalagi Partai Golkar belum menetapkan calon presidennya. Dengan menggunakan naming dari Gamson dan Modigliani sebagai pisau anaiisa, tesis ini mencoba melihat isu calon presiden dari Partai Golkar seputar Rapimnas IV direkonstruksi oleh media Kompas dan Suara Kaxya. Sebagai upaya mempertajam analisis tersebut digunakn pula analisis Politik-Komunikasi sebagaimana dinyatakan oleh Chaffee. Konstruksi realitas yang dilakukan Kompas dan Suara Karya tidak bisa dilepaskan dari ideologi yang melingkupi kedua media tersebut. Kompas, dengan gaya Jawa-nya rnencoba menjadikan isu nama-nama potensial calon presiden sebagai core #ame (ide sentral) seluruh berita yang diturunkan. Sementara Suara Katya sebagai media partisan dengan ideologi sebangun dengan Partai Golkar, rnenjadikan konsolidasi Partai Golkar untuk memenangkan Pemilu Legislatif 2009 sebagai ide sentral berita yang direkonstruksi. Posisi kedua media yang berbeda terhadap Partai Golkar, menjadikan perbedaan dalam merekonstruksi realitasnya. Dengan demikian politik komunikasi yang dilakukan kedua media juga memiliki perbedaan. Dimulai dari pernilihan narasumber yang berhak berbicara yang akhirnya berlanjut dengan topik yang disampaikan oleh narasumber. Media Kompas menggunakan nara sumbcr yang lcbih banyak jumlahnya dan ben/ariasi schingga dapat menampilkan nama-nama calon presiden potensial dengan variasi yang lebih luas, sementara Suara Karya cenderung menggunakan narasumber di dalam Partai Golkar yang sejalan dengan upaya konsolidasi menghadapi dunia empirik politik yang sedang bcrgerak dinamis tcrhadap Partai Golkar Penelitian ini juga mendorong implikasi penggunaan analisis baru seperti Analisis Politik Komunikasi bersamaan dengan Analisis Framing terhadap Konstruksi Realitas oleh beragam media.

Mass medias are not only as free channels, however, it also have becoming the reality constructing subject include with perspectives on open-ended, bias opportunities and take to one's side. Framing is one of strategies in order to compiling realities, so it will become a news. Issue on presidential candidate before the 2009 Presidential Election has became agenda for certain political parties - in particular Golkar Party, and, of course, as the public agenda. The 2008 Fourth National Chairman Meeting (Rapinmas IV) of Golkar Party has became a landmark event before the 2009 Presidential Election, moreover, Golkar Party was not yet stipulated its presidential candidate. Wit using Gamson and Modigliani's framing as the analysis knife, this thesis is trying to comprehend the issue on presidential candidate from Golkar Party on 2008 Rampinas IV that have been reconstructed by Media Kompas and Suara Karya newspapers, hi order to sharpen this analysis, it also used political-communication analysis as being used by Chaffec. The reality construction that made Kompas and Suara Karya newspapers were highly related to an ideology in scoping potential names of presidential candidates as its core frame for all published news. Meanwhile, Suara Karya newspaper as a partisan media with unvarying ideology with Golkar Party has made consolidation of Golkar Party to win the 2009 Legislative Election as a core frame for reconstructed news. Second differ position of media to Golkar Party had made difference perspective in reconstructing its reality. Therefore, political communication from both medias have not similarities at all. From the selection for eligible source persons as well as expressed topics by relevant source persons, Media Kompas newspaper used more and variety source persons, so it could published certain and various names of potential presidential candidates, meanwhile, Suara Katya newspaper was prefered to using intemal source persons from Golkar Party to match their e&`orts and measues for consolidation in order to face dynamic, empiric world of politics on Golkar Party. This study is also supported the implication of new analysis usage, for example Analysis on Political Commtmication and Framing Analysis on Reality Construction by various mass medias."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33872
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>