Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161449 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Pariwisata di Bali sejauh ini berkembang cepat dan telah
membawa dampak yang positif maupun negatif. Salah satu dampak
negatifnya adalah persaingan kerja antara masyarakar Bali dengan
pendatang dalam mencari pekerjaan Menurur Realistic Conflict Theory
(Nelson, 2002; Baron, 2000; dan Hogg, 1988), hal ini dapat
menimbulkan konflik antarkelompok sosial untuk memperebutkan
sumber yang terbatas. Pada gilirannya, hal itu akan menimbulkan
prasangka dan stereotip tertentu pada masyarakat Bali terhadap
pendatang. Khususnya hal ini tertuju pada pendatang asal Jawa, karena
mereka merupakan pendatang yang paling banyak jumlahnya serta
memiliki latar belakang agama dan budaya yang berbeda.
Peneliti mengambil subjek Pegawai Negeri Sipil dan pekerja
pariwisata dengan asumsi bidang pekerjaan mereka berbeda, sehingga
etos kerja mereka pun berbeda. Ingin diketahui apakah terdapat
prasangka pada subjek penelitian, dan apakah mereka mempunyai
etos kerja yang dapat menunjang pekerjaan mereka. Selanjutnya, ingin
juga diketahui adanya hubungan yang signifikan antara prasangka
terhadap orang Jawa dengan etos kerja pada masing-masing kelompok
subjek maupun pada keseluruhan subjek.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
menggunakan dua alat ukur yang disusun sendiri oleh peneliti yaitu
alat ukur prasangka terhadap orang Jawa dan etos kerja Bali. Subjek
penelitian berjumlah 154 orang yang dilakukan di Denpasar dengan
jumlah subjek PNS sebanyak 78 orang dan pekerja pariwisata sebanyak
76 orang. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara prasangka dan etos kerja pada keseluruhan
subyek (r= -0,204) dan pada subjek PNS (r= -0,240). Pada subjek
pekerja pariwisata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kedua
variabel ini."
Jurnal Psikologi Sosial, Vol.12 (No.3) Mei 2006: 181-192, 2006
JPS-12-3-2006-181
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meta Nuclea Ivana
"Tawuran pelajar merupakan fenomena yang telah berlangsung lama dan belum juga terselesaikan. Berbagai macam cara dan pendekatan telah dilakukan guna menangani masalah ini. Menurut Mansoer (1998) tawuran sebagai tingkah laku konflik dapat dijelaskan oleh Social Identity Theory (SIT).
Menurut SIT keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok tertentu akan berpengaruh terhadap identitas sosialnya, yang kemudian akan mempengaruhi sikap dan prilakunya kepada sesama anggota kelompok (ingroup) ataupun kepada anggota kelompok lain (outgroup) (Abram & Hogg, 1988). Identitas sosial yang positif dapat dipertahankan melalui perbandingan positif dengan kelompok lain, dimana kepada ingroup akan dilekatkan atribut yang positif, sementara pada outgroup akan dilekatkan atribut-atribut yang kurang menyenangkan dan negatif. (Brewer, 1979; Rosenbaum & Holtz, 1985). Pada saat pandangan negatif terhadap suatu kelompok tertentu menjadi sangat kuat, maka hal itu dapat mengarah pada prasangka terhadap kelompok tersebut. (Abram & Hogg, 1988).
Penelitian tentang hubungan identitas sosial dan prasangka antar kelompok memberikan hasil yang berbeda-beda. Secara implisit, SIT menyatakan adanya hubungan antara identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Brown, 1995; Tajfel & Tumer, 1979; Vivian & Berkowitz, 1993; Wilder & Saphiro, 1991). Sementara beberapa penelitian lain menemukan bahwa identitas sosial dan sikap yang positif terhadap ingroup tidak selalu berhubungan dengan sikap yang negatif terhadap outgroup. (Brewer, 1979; Hinkle & Brown, 1990; Kosterman & Feshbach, 1989; Tajfel, Billig, Bundy & Flament, 1971).
Pada kasus tawuran antar sekolah, terdapat pandangan bahwa lokasi sekolah yang berdekatan menyebabkan kemungkinan yang lebih besar untuk munculnya konflik. (Mansoer, 1988). Maka, berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan penelitian untuk melihat hubungan identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh dan bukan sekolah musuh pada sekolah tawuran dalam konteks sekolah yang berdekatan. Penelitian ini dilakukan dengan sampel penelitian siswa dari sekolah yang terlibat tawuran. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner identitas sosial, prasangka terhadap sekolah musuh dan prasangka terhadap bukan sekolah musuh. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap sekolah musuh, dan tidak adanya hubungan yang signifikan antara identitas sosial dengan prasangka terhadap bukan sekolah musuh.
Adapun saran berkaitan dengan masalah tawuran adalah untuk menurunkan ancaman antar sekolah yang bermusuhan, intervensi pada Basis, menurunkan prasangka antar sekolah dengan melakukan pertemuan damai yang berkesinambungan, serta melakukan penelitian sehubungan dengan intergroup threat guna mengetahui secara empiris pengaruh ancaman tersebut dalam hubungan antar kelompok.
Untuk penelitian mengenai identitas sosial dan prasangka selanjutnya, disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan mengambil sampel yang lebih besar, dan lebih bervariasi, sehingga dapat diperoleh gambaran yang lebih baik. Hendaknya penyusunan alat ukur dilakukan dengan lebih hati-hati, dan hendaknya penelitian juga dilakukan secara kualitatif guna mendapatkan data yang lebih kaya dan lebih mendalam."
2001
S3039
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Dewi Ashuro Itouli
"Berdasarkan teori social learning, perlakuan orang tua yang berbeda secara tradisional terhadap anak laki-laki dan perempuan dipercaya sebagai salah satu sumber prasangka gender. Untuk membuktikan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sosialisasi gender oleh orang tua (Gender Socialization Scale, Raffaeli & Ontai, 2004) dengan prasangka gender pada remaja (Ambivalent Sexism Inventory, Glick & Fiske, 1996). Partisipan terdiri atas 106 perempuan dan 94 pria di DKI Jakarta (n=200).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hostile sexism pada remaja pria lebih tinggi daripada perempuan. Sebaliknya, perempuan memiliki benevolent sexism yang lebih tinggi daripada pria. Diketahui pula bahwa orang tua menerapkan sosialisasi gender yang lebih tradisional pada remaja perempuan. Responden dari ibu yang lebih dominan ternyata memiliki benevolent sexism yang lebih tinggi.
Peneliti juga menemukan adanya hubungan data demografis berupa usia, tingkat pendidikan, dan status bekerja pada ibu dengan variabel utama penelitian. Berdasarkan analisis korelasi pearson, tidak terbukti bahwa sosialisasi gender oleh orang tua berhubungan dengan prasangka gender secara umum, maupun dengan benevolent sexism pada remaja pria dan perempuan. Namun demikian, ditemukan bahwa sosialisasi gender oleh orang tua memiliki hubungan dengan hostile sexism pada remaja pria meskipun tidak pada remaja perempuan. Temuan ini dapat mengembangkan pemahaman kita tentang sumber terjadinya prasangka gender."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denpasar: Ditjen Kebudayaan Depdikbud, 1996
174 PER
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Nasrun
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara etos kerja dan sikap amanah dengan kinerja guru. Adapun variabel yang terdapat dalam penelitian ini berjumlah 11 variabel yang terdiri dari 10 independent variable (IV) dan 1 dependent variable (DV). Sementara itu teknik pengambilan sampelnya menggunakan proportional random sampling dengan jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 65 orang guru dari 4 sekolah SMA Islam YPI Al-Azhar. Sedangkan analisis data dalam penelitian ini menggunakan Multiple Regression (uji regresi berganda) dengan taraf signifikansi 0,05 atau 5%.
Hasil atau kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara etos kerja dan sikap amanah guru dengan kinerja guru pada guru SMA-SMA Islam YPI Al-Azhar dengan nilai kontribusi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) sebesar 0,794 atau 79,4% dan sisanya sebesar 0,206 atau 20,6% berasal dari variabel atau faktor lain. Adapun nilai signifikansinya 0,000 dengan taraf signifikansi sebesar 5% atau 0,05. Dari ke 10 IV, terdapat 6 yang memiliki hubungan signifikan yang tinggi dengan kinerja guru sebagai DV, yaitu kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental, komitmen yang total, semangat, kepatuhan pada hukum dan kejujuran kepada diri sendiri, sedangkan yang lainnya tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kinerja guru.

This study aims to determine the relationship between work ethic and attitude of trust with the teacher's performance. The variables included in this study a total of 11 variables consisting of 10 independent variables (IV) and a dependent variable (DV). Meanwhile, the sample collection technique using proportional random sampling by the number of samples taken are as many as 65 teachers from 4 schools YPI SMA Islam Al-Azhar. While data analysis in this study using multiple regression (regression test) with a significance level of 0.05 or 5%.
The results or conclusions in this study showed a significant relationship between work ethic and attitude of trust teachers with the performance of teachers in high schools teachers of Al-Azhar Islamic YPI with the contribution of the independent variable (IV) on the dependent variable (DV) of 0.794 or 79.4% and the balance of 0.206 or 20.6% were from a variable or other factors. The significance value of 0.000 with a significance level of 5% or 0.05. Of the 10 IV, there were 6 that had significant relationships with high performance of teachers as DV, that consciousness is thick, the fundamental belief, total commitment, passion, obedience to the law and honesty to yourself, while others do not have a relationship significantly with the performance of teachers.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T30183
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kalista Dewi Adenis
"ABSTRAK
Situasi perekonomian di Indonesia yang tidak stabil menjadikan masalah pengangguran sebagai suatu masalah nasional yang sangat serius. Hal ini disebabkan jumlah tenaga keija yang tersedia tidak sebanding dengan lapangan pekeijaan yang terbatas. Kondisi perekonomian di Indonesia yang kian memburuk ini menyebabkan banyak orang cenderung menerima saja pekeijaan yang ditawarkan demi memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa memikirkan lebih jauh apakah ia akan merasa cocok dengan pekerjaan tersebut. Idealnya, setiap manusia memiliki pekerjaan yang sesusu dengan keinginannya. Karena pada dasarnya, sesungguhnya setiap manusia mendambakan suatu pekerjaan dimana mereka dapat menggunakan kecakapan dan kemampuannya, mengekspresikan sikap dan nilai serta yang dapat melibatkan mereka dalam tugas. Menurut Holland (1978), setiap individu mempunyai tipe-tipe kepribadian tertentu yang mengarahkan kepada suatu karakteristik pekeijaan tertentu yang sesuai untuk dirinya. Tipe-tipe kepribadian tersebut dirumuskan ke dalam 6 tipe kepribadian yakni, tipe Realistik, tipe Investigatif, tipe Artistik, tipe Sosial, tipe Enterprising, dan tipe Konvensional. Holland (1978) juga merumuskan 6 tipe lingkungan keija, yakni, tipe Realistik, tipe Investigatif, tipe Artistik, tipe Sosial, tipe Enterprising, dan tipe Konvensional. Individu akan merasa puas apabila tipe kepribadiannya sesuai dengan lingkungan keijanya. Kepuasan kerja individu dalam pekeijaannya merupakan suatu hal yang sangat esensial untuk kelangsungan hidup organisasi. Manusia yang tipe kepribadiannya tidak sesuai dengan lingkungan keijanya akan merasa tidak puas dengan pekeijaannya, yang akhirnya menyebabkan suatu perilaku yang disebut sebagai perilaku penarikkan diri (withdrawal). Diantara perilaku penarikkan diri tersebut, berhentinya seseorang dari pekeijaannya merupakan perilaku yang paling merugikan bagi setiap perusahaan atau organisasi. Menurut Mobley, Homer & Hollingsworth (1978), individu mengalami beberapa tahapan kognitif sebelum memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya, yakni pikiran untuk berhenti dari pekerjaan (thoughts of Ieaving the job), intensi untuk mencari pekerjaan lain (intention to search for artother job) dan intensi untuk meninggalkan pekeijaan (intention to leave the y 06). Tahapan-tahapan kognitif tersebut dialami individu secara berurutan. Tahapan-tahapan kognitif ini menandakan bahwa seorang individu merasa tidak puas dengan pekerjaannya.Hal ini dikarenakan semakin individu merasa tidak puas dengan pekerjaannya, semakin individu tersebut memiliki intensi untuk meninggalkan pekerjaannya. Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini bermaksud meneliti adakah hubungan antara tipe kepribadian Konvensional dengan intensi meninggalkan pekeijaan pada karyawan yang bekerja pada lingkungan kerja Konvensional. Penelitian ini difokuskan hanya pada lingkungan kerja Konvensional karena dianggap sebagai model lingkungan kerja yang paling dapat mengendalikan perbedaan umur, jenis kelamin, kelas sosial, intelegensi, dan tingkat pendidikan yang mungkin terjadi di dalamnya. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif, penelitian ini dilakukan pada 100 orang karyawan yang bekerja pada lingkungan kerja Konvensional. Setelah dilakukan penghitungan statistik, hanya 46 subyek penelitian yang dapat dikategorikan sebagai bertipe kepribadian Konvensional berdasarkan teori Holtand. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian Konvensional dengan intensi meninggalkan pekeijaan. Ditemukan bahwa individu dengan tipe kepribadian Konvensional yang sesuai dengan lingkungan kerja Konvensional, tetap memiliki intensi untuk meninggalkan pekeijaan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian lainnya yang menjadi dasar dari permasalahan pada penelitian ini. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, peneliti mengajukan beberapa saran bagi penelitian sejenis selanjutnya, yaitu menggunakan subyek penelitian yang bekerja pada satu jenis pekeijaan yang sama, jumlah item pertanyaan yang lebih banyak sehingga tipe kepribadian yang hendak diteliti dapat tergali lebih baik, mengukur discrepancy antara persepsi terhadap tipe kepribadian dan lingkungan pekerjaannya, melakukan pengukuran kepuasan keija per fasetnya, dan memperbanyak jumlah subyek sehingga hasil penelitiannya dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas."
2005
S3509
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semarang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995
306.361 IND p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Visi Mirani
"ABSTRAK
Situasi penonton dalam suatu pertandingan olahraga dipandang sebagai situasi yang berkaitan erat dengan timbulnya kecemasan pada diri atlet (Singer, Murphey, dan Tennant, 1993). Selanjutnya, situasi hadirnya penonton ini dapat menimbulkan hasrat pamer (self-presentation) pada diri atlet, terutama jika di antara penonton hadir orang yang berarti bagi atlet (significant other). Bagi atlet yang sedang berada pada tahap perkembangan dewasa muda, dimana salah satu tugas perkembangannya adalah mencari pasangan hidup, kehadiran pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan atlet akan menjadi masalah tersendiri, dimana ia akan mengkhawatirkan kesan yang akan timbul di benak pacarnya atau orang yang menjadi sasaran ketertarikannya karena ia merasa penampilannya dievaluasi. Keinginan untuk menjaga kesan baik ini akan menjadi konflik jika tugas yang akan diselesaikan adalah tugas yang relatif sulit. Hoki merupakan cabang olahraga yang atletnya dituntut untuk menyelesaikan tugas yang relatif sulit (Ward, 1994) karena atlet dituntut untuk mampu menguasai bola yang berukuran kecil (11,4 cm) dengan sebuah alat yang berupa tongkat yang panjangnya 91 sampai 101 cm. Jadi, permasalahan dari penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara self-presentation terhadap pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan dengan kecemasan pada atlet hoki.
Yang dimaksud dengan self-presentation adalah keinginan yang diwujudkan dalam usaha atau dapat juga merujuk pada sarana yang digunakan individu dalam rangka membentuk kesan baik yang diharapkan akan timbul di benak orang lain. Self-presentation ini diukur dengan alat yang dibuat dan terdiri dari 48 item. Selanjutnya, menurut Spielberger kecemasan terdiri dari dua macam. Yang pertama adalah kecemasan dasar yang merujuk pada disposisi umum yang dimiliki individu untuk berespon pada berbagai macam situasi (yang mengancam) dan bentuk responnya adalah kecemasan sesaat. Kecemasan dasar ini diukur oleh alat ukur yang disusun oleh Martens (1977) yaitu Sport Competition Anxiety Test. Yang kedua adalah kecemasan sesaat yang merupakan keadaan emosi yang muncul segera, mempunyai karakteristik yang ditandai adanya rasa takut, cemas, dan ketegangan serta diikuti dengan adanya kegairahan fisiologis (physiological arousal). Kecemasan sesaat ini diukur oleh alat ukur yang juga dikembangkan oleh Martens (1977), yaitu Competitive State Anxie(y Inventory (CSAI). ketiga alat ukur tersebut disebarkan kepada 75 atlet hoki ketika Invitasi Hoki Ruangan Antar Perguruan Tinggi dan Pelajar Nasional berlangsung dan yang dapat diolah sebanyak 48 subyek.
Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode stastistik teknik korelasi Pearson's Product Moment, maka diketahui tidak terdapat hubungan antara kecenderungan self-presentation terhadap pacar atau orang yang menjadi sasaran ketertarikan dengan kecemasan pada atlet hoki. Namun hal ini bukan berarti atlet tidak mempunyai keinginan untuk menjaga kesan baik di benak pacarnya atau orang yang menjadi sasaran ketertarikannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa kelemahan dalam penelitian ini, salah satunya adalah bagaimanapun juga pacar dan orang yang menjadi sasaran ketertarikan atlet merupakan dua hal yang berbeda. Maka dari itu, disarankan dalam penelitian selanjutnya dilakukan pemisahan terhadap subyek yang memiliki pacar dan yang baru merasa tertarik kepada seseorang."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S3013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elzza Priscania Raissachelva
"Perpisahan dalam jangka waktu lama yang dialami oleh remaja dan orang tua yang merupakan pekerja migran dapat membuat kualitas hubungan yang terjalin mengalami perubahan dan membentuk hubungan yang buruk diantara mereka. Ketika remaja memiliki hubungan yang buruk dengan orang tua, mereka mulai menjalin kedekatan dengan teman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kelekatan pada orang tua dan teman sebaya dengan subjective well-being (SWB) remaja yang ditinggalkan orang tua bekerja sebagai pekerja migran. Partisipan penelitian terdiri dari 42 remaja berusia 12 - 15 tahun. Alat yang digunakan untuk mengukur kelekatan adalah inventory of parent and peer attachment (IPPA) oleh Armsden dan Greenberg (1987).
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur SWB adalah satisfaction with life scale (SWLS) oleh Diener, Emmons, Larsen, dan Griffin (1985), positive and negative affect schedule (PANAS) oleh Watson, Clark dan Tellegan (1988) dan subjective happiness scale (SHS) oleh Lyubomirsky dan Lepper (1999).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kelekatan pada ayah dengan kepuasan hidup dan kebahagiaan dan hubungan negatif yang signifikan antara kelekatan pada ayah dengan afek negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kelekatan pada ibu dengan komponen afek positif dan hubungan positif yang signifikan antara kelekatan pada teman sebaya dengan kebahagiaan.

Long-term separation experienced by adolescents and parents who are migrant workers can make quality of the relationships are change and form a bad relationship between them. When adolescent have a bad relationship with parents, they begin to develop closeness with friends.
The aim of this study is to find out the relationship between attachment to parent and peer with subjective well-being (SWB) among adolescents who are left behind by their parent to working as migrant worker. The research sample are 42 adolescents between 12 - 15 years old who are left behind by their parent to working as migrant worker.
Attachment to parent and peer was measured with Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) by Armsden and Greenberg (1987) and SWB was measured with Satisfaction With Life Scale (SWLS) by Diener, Emmons, Larsen, and Griffin (1985), Positive and Negative Affect Schedule (PANAS) by Watson, Clark and Tellegan (1988), and Subjective Happiness Scale (SHS) by Lyubomirsky and Lepper (1999).
Result of this study indicated that attachment to father has positively significant correlation with life satisfaction and happiness while attachment to father has negatively significant correlation with negative affect. Attachment to mother has positively significant correlation with positive affect and attachment to peer has positively significant to happiness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andririni Yaktiningsasi Hermanto
"Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari jawaban mengenai Makna Bekerja, pola-nya serta bagaimana pengaruh dari pemahaman mengenai hakekat bekerja ini terhadap Pelibatan Kerja seseorang.
Banyaknya perbincangan mengenai kondisi tenaga kerja di Indonesia, baik mengenai kualitas, dan terutama menyangkut segi sikap kerjanya, sejauh ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Apalagi kalau dikaitkan dengan arah kebijakan pemerintah Indonesia, yang secara perlahan membawa negara Indonesia bergeser dari negara Agraris menjadi negara yang berjati diri Industrialistik. Tulang punggung perekonomian Indonesia tidak lagi sepenuhnya digantungkan pada hasil pertanian, namun secara bertahap akan digantikan dengan produk-produk lain di luar pertanian. Kebijakan semacam ini dalam banyak hal akan mempengaruhi infrastrukturnya. Salah satu sektor yang terkena adalah bidang usaha, baik di sektor swasta maupun perusahaan milik negara. Dalam penelitian ini tidak dibicarakan mengenai impak dari hal-hal tadi pada perusahaan swasta. Penekanannya hanya pada perusahaan Negara. Perusahaan negara tersebut dalam pelaksanaannya harus memperlihatkan dua wajah. Di satu sisi bertindak sebagai Public Enterprise, yang dalam pelaksanaannya akan melayani dan mengelola hajat hidup orang banyak. Sementara di sisi yang lain, ia bertindak sebagai Bussiness Enterprise yang harus memikirkan tentang segi profit. Keadaan yang ambivalen ini dalam banyak sisi akan mempengaruhi sikap dan perilaku pekerjanya. Seperti juga dengan bidang kegiatan yang dikelola sebagai tujuan utama perusahaan. Ragam perusahaan ini pun mempunyai pengaruh tertentu pada karyawannya.
Di dalam ragam pekerjanya, mereka terbagi dalam dua kategori, yakni karyawan di lini manajerial dan lini nonmanajerial. Adanya pembagian atau strata jabatan ini diduga membawa pengaruh tertentu pada pemahaman mereka tentang hakekat bekerja serta perilaku kerja mereka. Seperti juga dengan jenis kelamin karyawannya.
Sementara itu perlu dijelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan Bekerja disini adalah "suatu kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi orang lain", dan dalam pelaksanaannya mereka harus berafiliasi dengan organisasi kerja yang formal. Terkait dengan batasan ini maka Makna Bekerja itu sendiri pada prinsipnya berkaitan dengan konsep seseorang mengenai hakekat pemahaman bekerja sebagai aktivitas yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Makna Bekerja ini tercermin dalam dimensi-dimensinya yaitu Dimensi Sentralitas Bekerja dalam Kehidupan, Dimensi Norma-Norma Sosial mengenai Bekerja, Dimensi Hasil bekerja yang bernilai, dimensi kepentingan aspek-aspek Bekerja, serta dimensi Peran Bekerja. Sedangkan Pelibatan bekerja sendiri mencerminkan sampai seberapa besar sumber daya psikologis, tenaga dan waktu yang dicurahkan seseorang dalam melaksanakan tugasnya.
Bersumber dari teori mengenai Makna Bekerja yang diperkenalkan oleh The International Research on Meaning of Working (IRMOW), serta teori Pelibatan Kerja dari Kanungo, maka dilakukan penelitian dengan sampel yang berasal dari dua kelompok karyawan yang bekerja pada perusahaan ciri perusahaan negara, atau yang lebih dikenal dengan nama Badan Usaha Milik Negara, yang bergerak di bidang Industri Konstruksi dan Manufaktur.
Dengan menggunakan kuesioner tentang Makna Bekerja dan Pelibatan Kerja, maka penelitian berhasil menjaring 307 responden, dari kedua strata pekerja tadi.
Hasilnya menunjukkan bahwa kedua variabel tadi, yaitu strata jabatan dan Janis kelamin tidak membawa pengaruh tertentu pada pembentukan pola Makna Bekerja di kalangan karyawan BUNN Industri Konstruksi dan Manufaktur. Sementara itu dari segi pola Makna Bekerjanya sendiri, terlihat bahwa ada bentuk-bentuk yang berbeda, meski tidak signifikan. Yang menarik adalah bahwa bagi karyawan di BUMN tersebut, justru dimensi yang mencerminkan bagaimana pemahaman mereka tentang pekerjaan di masa mendatang, ditempatkan sebagai bagian yang kurang penting. Demikian pula halnya dengan dimensi yang memacing tentang 'Work Value' mereka. Meskipun mereka meletakan hasil bekerja sebagai bagian utama dalam urutan prioritas itu, dimana hal ini juga mencerminkan bahwa mereka masih berorientasi pada diri sendiri dan imbalan yang segera, namun agak terlalu pagi untuk mengatakan bagaimana etik bekerja mereka. Sementara itu hasil lain menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari Makna Bekerja ini pada pelibatan kerja seseorang. Hasil penelitian ini akan lebih lengkap jika sampel penelitian diperluas ke beberapa badan usaha yang sejenis."
1994
D434
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>