Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107400 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ibnu Harsonto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S7225
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tutuhatunewa, Spica Alphanya
"Dalam kurun waktu 1998-1999 Australia menunjukkan perubahan sikap politik (terlihat dalam pelaksanaan politik luar negeri dan sikap aktor/elit politiknya) yang cukup drastis ke sisi negatif kepada Indonesia terkait dengan masalah Timor Timur sampai membuat hubungan kedua negara turun pada titik yang terendah untuk masa lebih dari sepuluh tahun terakhir. Perubahan dalam politik luar negeri Australia yang awalnya sangat bersahabat, dapat dikatakan dimulai ketika terjadi pergeseran dalam kebijakan luar negeri Australia yang lebih memprioritaskan hubungan dengan Amerika Serikat daripada negara-negara tetangganya di Asia termasuk Indonesia, seperti yang terlihat dari Buku Putih Kebijakan Luar Negeri dan Perdagangan Australia tahun 1997.
Ketika isu hak asasi manusia (HAM) mulai menjadi topik utama hubungan internasional bahkan pandangan integratif yaitu pandangan yang menyetujui keterkaitan HAM dengan berbagai bidang lainnya lebih mendominasi dunia, dibandingkan dengan pandangan fragmentatif, publik Australia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang demokratis juga makin meningkat kepeduliannya terhadap isu HAM. Dengan letak geografis yang sangat berdekatan, Indonesia dan Timor Timur kemudian menjadi sorotan bagi kampanye HAM Australia.
Perubahan kebijakan luar negeri Australia sebagai suatu entitas terhadap Indonesia dapat dilihat dari perubahan politik luar negeri Australia baik dari kebijakannya (policy) sendiri maupun pernyataan politik aktor-aktornya. Aktor/elit politik yang paling menentukan adalah Perdana Menteri Australia. Secara pribadi, Perdana Menteri Australia John Howard mempunyai kepentingan untuk mengakomodir tuntutan domestik yang diwarnai isu HAM ini terkait dengan ambisinya menjadikan Australia sebagai deputi Amerika Serikat di Asia Pasifik. Alasan pribadi lainnya adalah untuk menaikkan popularitasnya agar dalam referendum Republik Australia (dilaksanakan tanggal 6 November 1999), pandangannya yang monarkis dapat lebih diperhatikan publik dan Australia tetap menjadi bagian dari Kerajaan Inggris."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhatmansyah
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui faktor-faktor penentu peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan, (2) mengindentifikasi peran kelembagaan, (3) mengetahui peranan tokoh informal dalam menggerakkan peranserta masyarakat agar mau dan mampu melaksanakan penghijauan secara swadaya, (4) merumuskan penataan kelembagaan dalam pelaksanaan penghijauan, serta (5) memberikan masukan bagi penyempurnaan materi penyuluhan penghijauan dari penyuluh kepada kelompok tani.
Metode penelitian yang diterapkan adalah studi kasus di kecamatan Cempaka dengan objek penelitian peserta penghijauan di Desa Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, dan Karyamukti yang terletak dalam wilayah Kabupaten daerah tingkat II Cianjur, Jawa Barat.
Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara yaitu, wawancara berstruktur dengan 90 orang responden petani peserta penghijauan, wawancara tidak berstruktur dengan sejumlah tokoh informal, pengamatan di lapangan, dan penelaahan dokumen yang telah ada.
Data dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif, dimaksudkan agar peneliti lebih banyak mempunyai kebebasan untuk mengadakan interprestasi dari data yang dikumpulkan melalui wawancara tidak berstruktur dan pengamatan dilapangan. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan terhadap data dari hasil wawancara berstruktur dengan mempergunakan metode statistik.
Penghijauan dalam arti luas adalah segala upaya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan kritis di luar kawasan hutan, sehingga berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur tata air dan perlindungan alam lingkungan, dengan tujuan :
1. Mengendalikan erosi dan mencegah banjir.
2. Meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani.
3. Merubah perilaku petani menjadi pelestari sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Peranserta masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan akan menentukan dalam pencapaian tujuan penghijauan.
Dari uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
1. Peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan di daerah penelitian cukup baik.
2. Faktor yang menentukan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan adalah kelembagaan, tokoh informal, penyuluhan dan pendidikan.
Untuk menguji hipotesis dilakukan uji regresi berganda secara simultan variabel X1 tokoh masyarakat, X2 kelembagaan, X3 pendidikan dan X4 penyuluhan terhadap Y peranserta masyarakat, serta secara parsial. Kemudian dilanjutkan dengan uji F dan t pada taraf nyata 5 persen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan cukup tinggi. Hal ini terlihat pada pelaksanaan kegiatan penanaman, kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis, serta pengawasan/pengamanan tanaman di areal penghijauan terhadap gangguan penggembalaan liar, serta intensitas petani mengikuti penyuluhan. Sedangkan dalam bidang perencanaan belum terdapat indikasi peranserta positif masyarakat yang memadai.
Tingginya peranserta masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan penghijauan di wilayah penelitian ditentukan oleh faktor pendidikan, penyuluhan, dan kelembagaan. Penyuluh dengan pendekatan personal yang baik dan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat, sehingga terjadi perubahan perilaku masyarakat dalam perlakuan pengolahan dan pemanfaatan lahan. Petani yang telah mendapatkan pelatihan dapat dijadikan kader penyuluh lokal untuk membantu tenaga penyuluh yang secara kuantitatif masih kurang. Petani yang mendapatkan pelatihan mempunyai kemampuan yang cukup dalam teknologi RLKT, dan mampu mengembangkan hasil bantuan penghijauan. Penyuluhan sebagai salah satu upaya pembinaan peranserta masyarakat sangat mendukung tercapainya perubahan perilaku masyarakat menjadi pelestarian sumberdaya alam hutan, tanah dan air.
Pada wilayah penelitian yang menjadi kendala adalah bahwa para penyuluh berfungsi ganda, yaitu sebagai penyuluh dan sebagai aparat proyek, yang terjadi karena keterbatasan jumlah tenaga yang tersedia dalam program penghijauan. Keadaan ini telah lama terjadi sehingga didalam pelaksanaan sulit membedakan fungsional penyuluh dengan tenaga teknis proyek. Koordinasi penyuluhan belum berjalan karena Balai Penyuluh Pertanian (BPP) sebagai wadah untuk mengkoordinasikan kegiatan dan tempat penyuluh melakukan pelatihan tidak berfungsi, sehingga program penyuluhan kurang terpadu, karena berjalan sendiri-sendiri.
Kelembagaan sosial desa secara umum sudah berfungsi, tetapi belum optimal. Belum ada mekanisme dan pembagian tugas secara jelas dan operasional sampai ke tingkat Desa. Peningkatan peranserta dari faktor kelembagaan digerakkan oleh Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah (PKT) serta Kepala Desa.
Birokrasi penghijauan belum memfungsikan tokoh informal secara maksimal, sehingga tokoh informal belum banyak terlibat dalam program bantuan penghijauan.
Tokoh informal di wilayah penelitian seperti mantan kepala dukuh, tokoh agama, pendidik adalah panutan bagi masyarakat yang mempunyai kharisma tersendiri, sehingga keterlibatan tokoh informal mempunyai pengaruh positif terhadap peranserta masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis statistik, tokoh informal, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan secara bersamasama dapat menentukan peranserta masyarakat. Pada taraf nyata 5 persen diperoleh koefisien determinan (R) sebesar 0,4664 dimana F hitung=9,995 > F tabel=3,92. Secara simultan terdapat pengarub yang nyata dari uji statistik antara variabel bebas (X1, X2, X3, X4) terhadap variabel terikat (Y). Sedangkan secara uji parsial faktor pendidikan, kelembagaan dan penyuluhan dapat menentukan peranserta masyarakat. Berdasarkan hasil analisis tidak terdapat pengaruh nyata tokoh informal terhadap peranserta masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan:
1. X1, X2, X3, dan X4 variabel bebas yang diteliti secara bersama-sama dapat menentukan variabel terikat (Y), artinya tokoh masyarakat, kelembagaan, pendidikan dan penyuluhan dapat menentukan tingkat peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan. Pengaruh variabel bebas tersebut terhadap Y Baling terkait satu sama lain.
2. Peranserta masyarakat dalam penghijauan pada daerah penelitian cukup tinggi, hal ini ditunjukkan dengan kebiasaan masyarakat menanam pohon pada lahan kritis.
Berdasarkan kesimpulan di atas langkah-langkah pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan disarankan sebagai berikut:
a. Pengembangan peranserta masyarakat dalam pelaksanaan penghijauan perlu memperhatikan keinginan kelompok tani, meningkatkan intensitas penyuluhan serta memperkuat lembaga kelompok tani.
b. Pengembangan kelembagaan dengan membentuk struktur organisasi pelaksana di tingkat kecamatan. Dengan struktur tersebut jangkauan pembinaan dan pengawasan kepada masyarakat akan lebih mudah, tugas dan fungsi kelembagaan formal maupun non formal yang telah ada akan lebih meningkat. Untuk mengurangi birokrasi, tugas Tim Pembina Penghijauan di tingkat II dapat diserahkan kepada Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Tingkat II. Untuk membantu menampung dan memasarkan hasil-hasil usaha tani perlu dikembangkan kelembagaan ekonomi desa, misalnya Lembaga Perkreditan Desa (LPD).
c. Proses komunikasi perlu dikembangkan dengan meningkatkan pengetahuan para penyuluh melalui pelatihan yang dibutuhkan, sehingga diharapkan penyuluh dapat menjembatani kemauan petani dengan program pemerintah. Kegiatan penyuluhan terpadu perlu ditingkatkan dengan metode kerja latihan dan kunjungan.
d. Input strategis yang diberikan kepada kelompok tani perlu diperbaiki dengan input yang dibutuhkan oleh petani dan dapat dirasakan manfaatnya, seperti pengadaan sarana produksi, bibit unggul dan dana pemeliharaan.
e. Tokoh informal sebagai tokoh panutan perlu dilibatkan dalam setiap kegiatan bantuan penghijauan.

ABSTRACT
Determinant Factors Influencing Community Participation on the Implementation of Regreening. (A Case Study in Cempaka Sub-District, District of Cianjur, West Java)The objectives of this research is to know the roles of informal leaders in developing community participation in order to be willing and capable to do regreening by self-reliance, to identify institutional roles to know determinant factors influencing community participation on the implementation, and to complete regreening extension materials from extension workers to the farmer groups.
The research method used is a case study in Cempaka Sub-District, and the research objects are regreening participants in Margaluyu, Susukan, Girimukti, Cidadap, Wangunjaya, and Karyamukti Villages in District of Cianjur, West Java. Data were collected according to four methods, structured interview of respondents of regreening participant farmers, non-structured interview for a number of informal leaders, field observations, and analyzing existing documents.
The data are analyzed qualitatively and quantitatively. Qualitative analysis is used so that the research is free to interpreted the collected data by non-structured interview and field observations. Quantitative analysis are carried out by processing data of structured interview using statistical methods.
The broad meaning of regreening is all efforts to recover, to maintain and to enhance the conditions of critical area outside the forest area, so that it can function optimally as production factors, media for water regulation, and environment protection, with the goals as follows:
1. To control erosion and to avoid flood.
2. To increase land productivity and farmers income, the changes of human behaviour toward nature resource and optimal environment.
3. To change farmers attitude to sustain natural resource.
Community participation on planning, implementation and controlling determine the success of the regreening objective.
From the above description, hypothesis could be proposed, which are:
1. Community participation on regreening implementation in the field is good enough.
2. The factors determining the regreening implementation are; institution, informal leaders, extension and education.
To test the hypothesis a multiple correlation analysis was carried out simultaneously from variables XI until X4 against Y and partially, which later will be continued with testing F and t-test on 5 percent significance level.
The research results indicate that the community participation and the implementation and control of regreening is high enough and this situation can be seen on the implementation activities of planting, community habit on planting trees and critical land and supervision of land on regreening area from wild shepherding and the farmers intensity to follow the extensions, while in the planning aspects there is not yet much role of the community.
The height of the community participation in the implementation and supervision on regreening in the research area were determined by the factors of education, extension and institution. Extension with the human approach system can touch the social community needs, so that a change in community attitude can happen in the soil tillage and land utilization. Farmers which have obtained training can become cadre for local extension to assist the extension workers which quantitatively is not adequate. Farmers which have been trained have enough capability and the technology of RLKT and is capable to develop the result of the regreening program. Extension as one effort to provide guidance for community participation is very much supporting in obtain in the changes of community attitudes in sustaining the forestry, land and water resources.
In the research area the constraints are that extension workers have double functions which are as extension worker and as project staff. This has happened because the limitation of extension workers to provide guidance and train the farmers. This system has been carried out for a long time which make it difficult to differentiate between the functional extension workers and the project technical staffs. Coordination of extension workers does not work because DPP (Dalai Penyuluh Pertanian) as home base to coordinate the activities and the location to carry out training is not functioning, with the result that extension program become less integrated and were carried out in according to their sectors.
Institutions in general have been in function but not yet at maximum level, because there is no clear job description, for which regulation is needed to regulate clearly the task and authority of institutions involved, and their operational until to the village level. The increase in participation from the institutional factors will be moved by Dinas PKT (Perhutanan dan Konservasi Tanah) and the village head.
The regreening bureaucracy has not yet make the informal leaders function to the maximum level, so that these informal leaders are not yet much involve in regreening progress.
In fact the availability of informal leaders of the research area like retired Dukuh Head, religious leaders, and teachers are figures to the community which have own charisma, so that the involvement of these informal leaders will have influence for community participation.
Based on the statistical analysis, together the informal leaders institutions, teachers, and extension can determine community participation, at the level 5% confident will be obtained coefficient determinants (R) as much as 0.4664, where calculated F > F table. While according to partial test the factors of education, institutions, and extension can determine community participation. While informal leaders have not yet functioning in the implementation of regreening, and from the result the analysis were not obtain the real influence of informal leaders for community participation.
Based on the research of the result of data analysis it can concluded:
1. The five variables which studied together can determine community participation in the implementation of regreening, and those variables are involved each other, this condition can work on by increasing the channel of coordination.
2. Community participation in regreening on the research area is high enough.
Based on above conclusions, steps need to be taken to develop community participation in the implementation of regreening are as follows:
a. The development of community participation in the implementation of regreening need to consider the dynamic characteristics of farmer groups, land holding, extension, traditional binding which have institutionalized in the farmer group.
b. Institutional development with the formation of the Organization Structure for implementation: at the Kecamatan level to make easier the reach of guidance and supervision for the community and to increase the available task and function of formal and non-formal institutions. To reduce bureaucracy the task of Tim Pembina Tingkat II can be transfered to Dinas PKT, while to collect and market the farm production, a village economic institution need to be developed, for example the Lembaga Perkreditan Desa (LPD), so that the continuation of farmers system can be sustained or guaranteed.
c. Process of communication need to be developed by improving the knowledge of extension workers through the required training, so that extension workers can be expected to bridge the farmers need with the Government program. Integrated extension activities need to be improved with the training and visit systems.
d. Strategic inputs which were provided to the farmer groups need to be improved with inputs which are needed by farmers and that the benefit can be obtained.
e. The informal leaders as the figures need to be involved in very activity of regreening program.
Total pages xxv 4-112, 27 Tables, 9 Pictures and 7 Pages of Photos about Field Condition.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vedi Kurnia Buana
"Sampai dengan awal tahun 1990, tidak pernah terbayangkan bahwa sebuah negara yang masih menganut ideologi sosialis-komunis seperti Vietnam dapat menjadi anggota ASEAN. Diterimanya Vietnam sebagai anggota ke-7 ASEAN tentunya tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang. Proses ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu Vietnam sendiri dan organisasi regional ASEAN.
Tesis ini akan berusaha menjawab permasalahan utama yang menjadi dasar penulisan ini, yaitu seberapa jauh perubahan kebijakan luar negeri Vietnam yang ditujukan ke ASEAN dan bagaimana ASEAN sendiri merespon perubahan tersebut sehingga akhirnya Vietnam diterima sebagai anggota ASEAN ke-7.
Sebagai alat bantu dalam analisa, digunakan beberapa teori yang pada pokoknya adalah melihat bagaimana melihat perubahan politik luar negeri Vietnam dapat terjadi. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal maupun internal ternyata membawa pengaruh yang besar terhadap kebijakan politik luar negeri suatu negara,, atau dengan kata lain, perubahan yang terjadi tersebut akan mempengaruhi setiap perumusan politik luar negeri. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membawa implikasi pada strategi/gaya suatu negara terhadap negara lainnya.
Fenomena politik luar negeri juga dapat dilihat sebagai suatu tingkah laku yang adaptif. Politik Luar Negeri suatu negara dikatakan adaptif, apabila politik luar negeri itu mampu menghadapi/menstimulasi perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal dari suatu mayarakat yang memberi kontribusi terhadap upaya-upaya untuk mempertahankan struktur esensial dari suatu society di dalam batas-batas yang dapat diterima.
Dari analisa berbagai fakta yang ada, dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa perubahan struktur sistem internasional seiring meredanya Perang Dingin membawa beberapa konsekuensi bagi para pemimpin Vietnam untuk mengkaji ulang kebijakan politik luar negerinya. Secara umum perubahan perilaku Vietnam ini memberikan konsekuensi pada lebih adaptifnya pola hubungan luar negeri Vietnam, terutama dengan negara-negara tetangga terdekat yang tergabung dalam ASEAN. Runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991 semakin memacu Vietnam untuk membuka diri dan adaptif di lingkungan konsentrisnya yang selama ini selalu bercirikan konfrontasi.
Format baru kebijakan luar negeri Vietnam yang adaptif terhadap lingkungan terdekatnya ditandai dengan serangkaian tindakan dan kebijakan yang mendorong negara-negara tetangga yang tergabung dalam ASEAN tidak lagi memandang Vietnam sebagai ancaman. Rangkaian tindakan dan kebijakan tersebut didorong oleh hasrat Vietnam untuk menjadi anggota ASEAN, guna mendapatkan keuntungan di bidang ekonomi dan politik. Vietnam menyadari bahwa ASEAN yang baru adalah mengejar tujuan-tujuan ekonomi, dan pencapaian tujuan tersebut secara tradisional dirujukkan oleh ASEAN dengan terlebih dahulu menciptakan stabilitas, bukan tuntutan semacam demokratisasi atau turut campur dalam aspek-aspek kehidupan negara lainnya. Pertimbangan ASEAN yang utama dalam menerima Vietnam sebagai anggota adalah untuk menghindarkan konflik baru, mengadakan kerjasama ekonomi yang sating menguntungkan, dan mengajak untuk mengembangkan stabilitas kawasan yang selama ini sulit diwujudkan karena penentangan Hanoi. Selain itu, keanggotaan Vietnam di ASEAN juga diacukan sebagai strategi dalam mewujudkan cita-cita ASEAN selama ini untuk membentuk ASEAN-10, yaitu ASEAN yang beranggotakan seluruh negara anggota kawasan Asia Tenggara."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Fatah
"Era globalisasi ditandai dengan adanya pertumbuhan perekonomian dunia yang tanpa batas, perubahan politik yang radikal dan inovasi teknologi yang tinggi. Bagi aparat pemerintah, sebagai pelaksana pemerintahan dan penggerak roda pembangunan maka ketiga hal tersebut perlu diantisipasi agar pemerintahan dan pembangunan dapat berjalan sesuai yang digariskan dalam GBHN. Salah satu bentuk antisipasi di bidang kepegawaian adalah dengan meningkatkan kualitas aparat yang handal, profesional dan berdaya guna serta berhasil guna. Dalam upaya mendapatkan aparat tersebut, dari sekian banyak segi yang menentukan, salah satunya adalah segi perencanaan SDM.
Namun demikian, di Jajaran Setjen Depdagri masih terdapat permasalahan, yaitu dalam penempatan pegawai baru. Di mana sering terjadi penolakan oleh unit-unit organisasi di lingkungan Depdagri, akibatnya pegawai baru tersebut dipaksakan penempatannya pada organisasi lain yang dapat menampung. Selain itu dalam penentuan kualifikasi pendidikan, masih terjadi ketidaksesuaian. Atas dasar permasalahan tersebut maka yang menjadi permasalahan adalah faktor-faktor apa saja. yang berpengaruh terhadap kualitas aparat perencanaan SDM.
Hasil penelitian dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perencanaan SDM di lingkungan Setjen Depdagri dari aspek organisasi adalah forrrursi, jumlah personel, dan keterkaitan antar bagian, gaji, perumahan dan transportasi, metode dan prosedur kerja (waktu kerja, sumber informasi/data dan penanganan data), hubungan atasan dan bawahan serta perangkat pendukung. Dari aspek individu adalah pendidikan, ketranipilan, motivasi, loyalitas, kepatuhan, kreativitas, dan pengalaman perencanaan. Sedangkan dari aspek lingkungan adalah kondisi pasar tenaga kerja yang meliputi kualitas dan kuantitas tenaga kerja.
Berdasarkan temuan tersebut maka diupayakan peningkatan kualitas perencanaan melalui peningkatan kualitas SDM perencana. Selain itu, dapat diambil kebijaksanaan strategis yang didasarkan pada misi yang jelas pada tiap aktivitas.
Dengan demikian maka perencanaan SDM perlu dijalankan dengan menggunakan prosedur manajemen modern. Karena kesalahan perencanaan SDM ini akan berakibat pemborosan dan terhambatnya jalan pemerintahan akibat ditangani oleh personel yang tidak sesuai dengan kebutuhan pekerjaannya. Hal lain yang perlu ditinjau keinbali adalah keberadaan legalitas kepegawaian yang mengatur manajemen kepegawaian di lingkungan pemerintahan, terutama di lingkungan Setjen Depdagri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T17269
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dede Rukasa
"Upaya pelayanan kesehatan gigi dan mulut, merupakan salah satu kegiatan dari Puskesmas dalam rangka melaksanakan salah satu program pokok Puskesmas. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut ditujukan kepada keluarga serta masyarakat di wilayah kerjanya, secara menyeluruh baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Oleh karena itu peneliti mencoba mencari variabel-variabel penentu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kota Bogor.
Tujuan Penelitian : mengidentifikasi faktor-faktor penentu dalam pencapaian pemanfataan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kota Bogor.
Subjek Penelitian : masyarakat yang pemah memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan mulut serta masyarakat yang belum memanfaatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kota Bogor dengan usia 18-70 tahun serta dapat berkomunikasi dengan baik.
Metode Penelitian : penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan cross sectional serta besar sampel 936 responden. Variabel-variabel bebas sesuai konsep penelitian, yang terdiri dari faktor predisposisi atau pemudah (motivasi perawatan, perilaku kesehatan), faktor-faktor enabling atau pemungkin (jarak/akses, sarana/prasarana, kemampuan membayar dan kemauan membayar), faktor reinforcing atau penguat (sikap keluarga atau teman, persepsi terhadap pelayanan petugas) dan need/kebutuhan akan perawatan gigi), sedang variabel terikat adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas.
Hasil Penelitian : hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa faktor-faktor penentu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada Puskesmas-Puskesmas di Kota Bogor adalah faktor motivasi (p = 0,000), faktor perilaku (p=0,000) dan faktor kebutuhan akan perawatan kesehatan gigi dan mulut (p=4,005). Dari ketiga faktor terebut setelah dilakukan uji "t" menunjukkan bahwa hanya faktor motivasi dan faktor kebutuhan akan perawatan kesehatan gigi dan mulut saja yang menunjukkan perbedaan bermakna antara Puskesmas yang mencapai cakupan kunjungan dengan Puskesmas yang tidak mencapai cakupan kunjungan (p<0,05).
Kesimpulan : motivasi masyarakat yang tinggi serta kebutuhan/need akan perawatan kesehatan gigi dan mulut sangat berperan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas Kota Bogor.

Dental health care effort is the one of activity of Center Health Care to achieve the primary program of. Center Health Care. Dental health care is especially for family and community in activity area of Center Health Care, and its done for entire area including promotion, preventive, curative and rehabilitative, instead of that writer/examiner try to looking for the variables as a decided factor to using a dental treatment in community health center in Bogor City.
Subject of the experiment : Community which ever and before using the facilities of dental and mouth health care at Center of Health Care in Bogor City which age 18-70 years old also could communicate with good.
Method of experiment : this experiment is a non experimental experiment with Cross Sectional design and the sample size 936 respondent. Independent variable fit with concept of experiment including simplify factors (motivation health care, and health care behavior), enabling factors (distance/access, facilities, ability payment or desire of payment), reinforcing factors (family behavior or friend, perception of provider health care) and needed factor of dental health and mouth care, and dependent variable are dental and mouth health care at Center of Health Care.
Result of experiment : The result or regression logistic analysis indicate that determinant factors in using a dental treatment in community health center in Bogor City is motivation factor (p=0,000): behavioral factor (p-O,OOO) and needed factor of dental health and mouth care ( p=0,005). From third the factor that after "t" test, indicating that only factor motivate and needed factor of dental health and mouth care will be which show difference have a meaning between Center or Health Care have visit coverage with Center of Health Care which is not reach visit coverage (p<0,05).
Summary : Motivation of community also need of dental and mouth health care very useful to profitable dental and mouth health care at Center or Health Care in Bogor City.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
T16253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arresto Ario
"Aplikasi Participation TV (PTV) adalah salah satu produk nilai tambah yang dibawa oleh Comverse (CMV) dalam industri Telekomunikasi. PTV merupakan layanan yang disediakan oleh CMV dengan menggunakan teknologi 3G yang memungkinkan pemirsa TV untuk berinteraksi dalam program yang dilangsungkan secara visual. Alur penggunaan aplikasi PTV, bukanlah sesuatu yang sederhana. Kompleksitas alur penggunaan ini dipengaruhi oleh banyaknya pemangku kepentingan.
Di antara pemangku pemangku kepentingan tadi, yang terpenting adalah operator 3G dan TV, Untuk memasuki pasar, CMV harus melakukan pendekatan terhadap kedua operator ini. CMV memiliki motivasi untuk mempercepat pemasaran aplikasi ini karena ingin mempercepat cost recovery dan meraih keuntungan sebagai pemain pertama yang masuk pasar. Namun pemasaran ini memiliki kendala yang harus dianalisa, yaitu tingkat penerimaan teknologi baru di pasar.
Industri Telekomunikasi Selular merupakan industri yang saat ini sedang naik daun dalam dunia bisnis di dunia. Di Indonesia sendiri, perusahaan yang bergerak di bisnis telekomunikasi selular juga berhasil mcnunjukkan eksistensi di hidnngnya dengan perform yang sangat baik. Sejak awal perkembangan pada sekitar tahun 1997, Industri ini berkembang sangat pesat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah operator dan diikuti dengan peningkatan jumlah pelanggan.
Industri televisi di Indonesia juga sedang berkembang dengan pesat. Saat ini terdapat 13 Operator TV yang beroperasi di Indonesia dengan cakupan lokal maupun nasional. Industri televisi yang sudah ramai ini ditambah dengan adanya layanan Televisi berbayar baik yang yang menggunakan satelit maupun teknologi kabel. Kepadatan industri ini menyebabkan semua Operator TV mencoba mencari nilai tambah yang berbeda untuk menarik pemirsanya dan menarik investor yang mau melakukan strategi pemasaran dengan menggunakan media televisi.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana peluang penerimaan di pasar dan inisiatif apa yang perlu diambil oleh CMV untuk mcmpercepat pemasaran aplikasi P'1 V. Setidaknya ada tiga pertanyaan yang hams dianalisa:
1. Apakah faktor pendukung infrastruktur 3G dapat mendukung impl ementasi?
2. Bagaimana mengurangi penghalang adopsi dan meningkatkan penerimaan?
3. Siapa yang menjadi prioritas target pasar dan bagaimana minat mereka?
CMV adalah perusahaan yang mulai berdiri sejak tahun 1984. perusahaan ini memiliki kantor pusat di Wakefield, USA dengan pusat operasi tambahan di Td Aviv dan Hongkong. CMV mulai memasuki Indonesia pada tahun 1997 dimana pada saat itu teknologi sclular GSM sedang mulai berkembang. Kesamaan waktu ini memberikan keuntungan bagi CMV untuk berkembang bersama operator selular.
CMV memiliki motivasi untuk - mempercepat pemasaran aplikasi ini di Indonesia karena adanya beberapa alasan. Alasan internal adalah dorongan internal untuk mempercepat cost recovery untuk riset dan pengembangan aplikasi ini. Selain alasan internal ini, secara stratej ik CMV juga memiliki alasan eksternal yaitu mengambil keuntungan sebagai first mover dan menyelaraskan dengan momentum pertumbuhan 3G di Indonesia. Salah saki implikasi yang muncul adalah kepentingan untuk menciptakan permintaan dari sisi operator TV agar dapat memperbesar probabilitas penerimaan aplikasi ini daiam rantai nilai tambah.
Pada saat melakukan analisa mengenai kesiapan infrastruktur, temuan yang didapatkan adalah operator 3G memiliki kesiapan infrastruktur, baik dari sisi cakupan area, kualitas jaringan dan komitmen pemasaran. Jika dilihat pada analisa penerimaan teknologi hare. operator 3G dan operator TV memiliki peluang yang besar monk meningkatkan adopsi PTV di pasar dengan pengembangan yang bisa disesuaikan dengan faktor yang mendukung hat ini. Pada analisa prioritas target pasar, temuan yang ada adalah adanya peluang pasar yang cukup besar. Hal ini dapat disikapi dengan penyediaan format yang sesuai dengan target pasar ini.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, kesimpulan yang dapat diambil adalah CNN memiliki peluang untuk melakukan pemasaran PTV di Indonesia. CMV hares berperan aktif mengembangkan aplikasi agar dapat meningkatkan penerimaan aplikasi di pasar. Faktor¬taktor yang menentukan kesimpulan ini adalah:
1. Infrastruktur 3G yang tersedia memiliki kelayakan dalam mendukung aplikasi PTV.
2. Masyarakat Indonesia cukup terbuka pada teknologi baru. Penerimaan dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keselarasan dengan faktor-faktor yang mendukung tingkat adopsi ini.
3. Ada peluang target pasar yang sangat menarik yaitu pelajar dengan usia dibawah 25 tahun. Penyediaan format acara yang sesuai dengan minat target pasar ini bukanlah sesuatu yang sangat sulit.
Berdasarkan kesimpulan bahwa PTV memiliki peluang untuk memasuki pasar Indonesia. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh CMV untuk memperkuat peluang ini. Langkah-langkah yang diambil oleh CMV hams didukung oleh beberapa department secara terintegrasi. Departemen yang akan terkait adalah pemasaran, riset dan pengembangan, dan manajemen proyek.

Participation TV Application is one of the added value products brought by Comverse (CMV) in the Telecommunication industry. PTV is a service provided by CMV using 3G technologies, which enables the TV viewers to interact with the program that is aired visually. The usage path of PTV application is not a simple matter. The number of stakeholders involved affects the complexity of the usage path.
Among those stakeholders the most important ones are the 3G and Television Operators. In entering the market, CMV must use approach toward these two operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application because it wants to swiftly earn cost recovery and gain benefit as the first player to be in the market. However this marketing effort has further obstacle that needs to be analyzed, that is the level of acceptance of new technology in the market.
The Cellular Telecommunication Industry is a prominent industry in the world. In Indonesia itself companies that are in the cellular telecommunication business have shown their existences with excellent performance. From its first development back in 1997 this industry has developed rapidly, which was marked by the increasing number of operators and followed by the increased number of customers.
Television Industry in Indonesia is also developing rapidly. At the moment, there are 13 Television Stations that are operating in Indonesia with local or national coverage. This is added with the presence of paid television service using satellite or cable technology. The increasing density of this industry has cause television operator to seek for different added value in attracting its viewers and grab more investors who are interested in using television as their marketing strategy.
The problem arisen is how the acceptance opportunity really is in the market, and what kind of initiative that CMV should take in order to accelerate the marketing of PTV application. There are at least three questions that should be analyzed:
1. Are the supporting factors of 3G infrastructures able to support the implementation?
2. How could we reduce the adoption barrier and increase the acceptance level?
3. Who are the priorities of target market and how is their intention?
CMV is a company that has been established since 1984. The headquarter of this company is resided in Wakefield, USA with additional center of operations in Tel Aviv and Hong Kong. CMV has been in Indonesia since 1997 where at that time the GSM cellular technology was beginning to develop. The perfect timing of its presence has benefited CMV in developing itself along with other cellular operators. CMV has the motivation to accelerate the marketing of this application in Indonesia due for some reasons.
There is an internal urge to accelerate the cost recovery for research and development of this application. Aside from that strategically CMV also has external reason that is taking benefit as first mover and harmonizes with the momentum of the development of 3G in Indonesia. One of the emerging implications is the need to create demand from the TV operator in order to increase the probability of acceptance of this application in added value chain.
In conducting analysis of the infrastructure preparedness, it is discovered that the Operator 3G has the infrastructure preparedness seen from the area of coverage, quality of network and marketing commitment. If we see it from the analysis of new technology acceptance, the 3G and TV Operators have great opportunity to increase the adoption of PTV in the market by having an adjustable development with other supporting factors. In the analysis of target market priority, it is found that there are great market opportunities. Providing format that is adjusted with this target market is one of the ways to react to it.
Based on the analysis carried out, we could draw a conclusion that CMV has the opportunity to conduct PTV marketing in Indonesia. CMV should actively play its role in developing the application so that it can increase the acceptance of this application in the market. The factors that determine this conclusion are:
1. The available 3G infrastructures have the feasibility in supporting the PTV application.
2. Indonesian community is open to new technology. We can increase the acceptance by also increasing the harmonization with other supporting factors of this adoption.
3. There is an interesting target market that is coming from under-25-year-old students. The provision of event format that is adjusted with the interest of this target market is not a difficult matter.
Based on this conclusion, PTV has the opportunity to enter Indonesian market. There are some steps that should be taken by CMV in order to strengthen this opportunity. Some departments should also support the steps taken by CMV in an integrated way. The related departments are marketing, research and development, and project management."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19678
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desty Astrid Nurputri
"Tesis ini menjelaskan mengenai faktor-faktor yang menentukan dalam kebijakan perdagangan internasional Indonesia yang akan digunakan menghadapi liberalisasi dalam AFTA. Penulis juga bermaksud untuk menjelaskan kesiapan Indonesia dalam posisinya sebagai produsen dan pengekspor komoditi produk. Komoditi sektor industri secara umum siap memasuki perdagangan bebas di kawasan ASEAN (AFTA). Dari total 8.296 komoditi industri yang diekspor ke negara-negara ASEAN, komoditas yang memiliki struktur daya saing mencapai 46%. Namun, untuk meningkatkan daya saing diperlukan upaya mengatasi masalah yang cukup fundamental di sektor industri. Bagi Indonesia, pelaksanaan AFTA merupakan tantangan dan sekaligus peluang, karena dengan keikutsertaannya dalam AFTA berarti persaingan dalam melakukan ekspor ke negara-negara ASEAN akan menjadi lebih kompetitif Sedangkan posisi Indonesia sendiri terkenal sebagai negara anggota ASEAN yang posisi persaingannya masih sangat lemah. Dengan demikian Indonesia harus meningkatkan usaha-usaha untuk memperbaiki efisiensi produksi sehingga memiliki daya saing komoditi yang cukup tinggi di pasar internasional.
Teori yang dipergunakan yaitu teori ketergantungan (interdependensi) yang saling menguntungkan Bruce M. Russet, Robert Gilpin untuk menjelaskan konsep regionalisme, James Rosenau yang mengemukakan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kebijakan suatu negara dan teori tahapan perdagangan bebas dari Bela Balasa. Dalam rangka mencari kebijakan perdagangan internasional yang tepat untuk menghadapi pelaksanaan AFTA, diperlukan pembahasan yang mendalam mengenai faktor-faktor yang mendukung ke arah tersebut dengan memperhatikan pemantapan organisasi pelaksana AFTA, promosi dan penetrasi pasar, peningkatan efisiensi produksi dalam negeri, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perlindungan terhadap industri kecil ditambah pula dengan kesiapan yang perlu dilakukan oleh Indonesia sendiri. Tesis ini merupakan kajian kualitatif dan penelitian tesis adalah deskriptif analitis. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan teknik pengumpulan data kepustakaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Eurelia Wayan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor penentu budgetary slack pada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Responden penelitian ini adalah 210 individu yang mempunyai kedudukan sebagai direktur atau manajer LSM.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode Structural Eguation Modeling (SEM). Penelitian ini menemukan bukti bahwa budgetary participation, tuntutan akuntabilitas, asimetri informasi, dan perilaku individu LSM, berpengaruh terhadap budgetary slack. Ditemukan pula adanya korelasi antara budgetary participation, tuntutan akuntabilitas, asimetri informasi, dan perilaku individu LSM.

The purpose of this study is to investigate the determinants of budgetary slack in Non-Government Organisation's (NGOs). Respondent of this study -was 210 respondents in position as Director or Manager of NGOs.
This empirical study used Structural Equation Modeling (SEM) as a tool of analysis. The results showed that budgetary participation, accountability, information asymmetry, and individual attitude in have impact on budgetary slack. This study also found that there were correlations among the determining factors of budgetary slack in NGOs.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T26116
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Ony Prihartono
"Dalam rangka pemberdayaan masyarakat terdapat tiga strategi yang dapat dilakukan. Salah satu strategi tersebut yaitu intervensi yang dilakukan oleh pemerintah, karena pemerintah melalui aparat birokrasinya berperan untuk menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat, mendorong kemajuan masyarakat dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Kemajuan masyarakat tersebut dapat berwujud tatanan kehidupan masyarakat madani, yaitu suatu masyarakat yang dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam proses pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan masyarakat.
Untuk menghadapi hal itu aparatur birokrasi secara terus menerus dan terprogram harus meningkatkan dan ditingkatkan kemampuannya agar secara internal dapat melaksanakan tugas organisasi dan secara eksternal dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Peningkatan dan pemantapan profesionalisme aparatur pemerintah (Depdagri dan Pemda) melalui pendidikan dan pelatihan aparatur merupakan salah satu fungsi yang vital hares dilaksanakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri dalam rangka membina dan mengembangkan kualitas profesional aparat birokrasi pemerintahan.
Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan perlu dilakukan Analisis Kebutuhan Diklat sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi secara tepat kemampuan yang dibutuhkan atau yang belum dimiliki oleh aparatur dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan dilapangan.
Akan tetapi pada kenyataannya dilapangan diperoleh fakta bahwa dalam perumusan program diklat aparatur di Badan Diktat Depdagri tidak melalui tahapan awal perencanaan yaitu melaksanakan analisis kebutuhan diklat sehingga tidak memberikan hasil yang maksimal dalam perencanaan diklat aparatur.
Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : untuk mengetahui mengapa program ini tidak dapat berjalan sesuai dengan normative yang ada serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam pelaksanaan analisis kebutuhan diklat agar program ini dapat berjalan sesuai dengan rencana awal kebijakan ini dikeluarkan .
Penelitian ini mempergunakan pendekatan teori dan konsep tentang analisis kebutuhan diklat, perencanaan dan pendidikan dan pelatihan aparatur serta analisis kebutuhan diklat sebagai sebuah program kebijakan Badan Diklat Depdagri. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data memakai teknik wawancara studi kepustakaan serta dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan data yang telah terkumpul akan dianalisis untuk menjawab permasalahan penelitian ini.
Penelitian ini berkesimpulan bahwa, pelaksanaan program analisis kebutuhan diktat tidak dapat berjalan sesuai dengan ketentuan normatif yang ada karena lemahnya unsur perencanaan pada saat program ini akan ditetapkan sehingga program ini terlihat tidak rasional, integrative dan fleksibel. Disamping itu terdapat tiga faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan program ini.
Faktor tersebut berupa ada tidaknya kewenangan pelaksanaan program analisis kebutuhan diktat, karakteristik pelaku kebijakan (stakeholders) serta pengaruh lingkungan intern dan ekstern yang turut mempengaruhi kebijakan pelaksanaan program analisis kebutuhan diklat. Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi dan terkait satu dan lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11446
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>