Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133354 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S7469
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Marina
"Perkumpulan kedaerahan~merupakan sesuatu yang penting
bagi warga masyarakat Minangkabau (Koto Gadang) di Jakarta.
Hal ini bisa dimengerti, sebab melalui kegiatan perkumpulan
lah mereka tetap merasa sebagai orang-orang yang berasal da-
ri daerah yang sama, memiliki bahasa, adat istiadat dan ke-
budayaan yang sama pula.
Akibat interaksi sosial yang memungkinkan munculnya
asimilasi kebudayaan dengan suku-suku bangsa lainnya, tumbuh
keinginan untuk mempertahankan kebudayaan mereka di Jakarta.
Untuk itu, perlu melibatkan anak-anak mereka dalam berbagai
kegiatan perkumpulan.
Melalui proses keterlibatan yang dialami ketika meng-
ikuti berbagai kegiatan perkumpulan tadi, sedikit demi sedi-
kit anak-anak yang mulai beranjak menjadi remaja ini mengeta-
hui siapa mereka, dari mana asal usul kedua orang tua mereka,
siapa-siapa yang menjadi kerabat dekat dari kedua orang tua,
dan siapa yang menjadi kerabat jauh, bagaimana kebudayaan me-
reka, dan bagaimana tata cara hidup yang berlaku dalam masya-
rakat suku bangsanya.
Skripsi ini juga ingin mengungkapkan bahwa, adanya hu-
bungan yang erat antara sosialisasi yang dialami oleh seorang
anak dalam keluarga dan lingkungan suku bangsanya, dengan mo-
tivasi yang membuat dia mau melibatkan diri ke dalam kegiatan
suatu perkumpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, semakin lama sosia-
lisasi yang diterima oleh seseorang dalam keluarga dan ling-
kungan suku bangsanya, semakin besar tingkat keterlibatannya
dalam dalam mengikuti berbagai kegiatan perkumpulan. Sedang-
kan sebaliknya, apabila semakin pendek masa sosialisasi yang
dialami oleh seseorang, maka semakin kecil pula tingkat ke-
terlibatannya dalam mengikuti berbagai kegiatan perkumpulan."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Tjandra Sjahfril
"ABSTRAK
Salah satu fenomena sosial yang menonjol masyarakat Minangkabau dan khususnya masyarakat Koto Gadang adalah perilaku merantau. Salah satu daerah yang dituju oleh para perantau tersebut adalah kota Jakarta. dalam Pada dasarnya tujuan dari penelitian ini adalah memberikan deskripsi tentang keterikatan sosial diantara sesama perantau di Jakarta, khususnya para perantau yang berasal dari nagari desa Koto Gadang. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif. Penelitian ini mengambil kasus dengan menggunakan snow ball sampling sebagai teknik pengambilan sampelnya. Terhadap kesepuluh kasus tersebut, penulis mengadakan pengamatan dan wawancara non berstruktur serta mendalam. langsung Gambaran empiris yang didapat dari penelitian yang bersifat kwalitatif ini adalah bahwa, masyarakat Koto Gadang yang merantau ke Jakarta masih mempunyai keterikatan sosial satu Bama lainnya. Pada dasarnya mereka tetap berusaha untuk memelihara ikatan ikatan sosial diantara anggota kaumnya. Keterikatan sosial dari sesama masyarakat Koto Gadang di Jakarta terutama terlihat dalam beberapa kegiatan seperti musibah kematian, arisan, upacara perkawinan dan pengajian. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut masih terlihat nilai, norma dan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat Koto Gadang di daerah asalnya."
1990
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yevita Nurti
"Sebagian ahli antropologi percaya bahwa budaya makan dan selera, yang telah menjadi kebiasaan makan sekelompok masyarakat, sangat sulit berubah, karena merupakan gagasan-gagasan dan tingkahlaku terpola yang telah dipelajari dan ditanamkan oleh para warga suatu masyarakat sejak dini, sejak manusia mengenal makanannya. Linton (1984) menyebutnya sebagai covert culture, yang merupakan inti dari kebudayaan yang sulit berubah dan sulit digantikan oleh unsur-unsur asing. Masuknya catering dalam acara baralek di kota Padang, sebagai agen perubahan, telah menyebabkan terjadinya perubahan makan pada orang Minangkabau. Perubahan tampak dalam hal jenis-jenis makanan yang disajikan (dari homogen ke heterogen atau diversifikasi), tatacara penyajian, cara mempersiapkan makanan dari komunal menjadi individual, ekonomi uang menjadi sangat penting dalam menentukan pilihan makanan, serta pilihan makanan tidak lagi mengacu kepada adat istiadat semata namun menjadi sesuatu yang dinegosiasikan.
Penelitian ini berusaha memahami proses terjadinya perubahan makan dalam acara baralek orang Minangkabau tersebut dan memahami bagaimana selera itu dikonstruksi secara sosial. Untuk memahami proses terjadinya perubahan budaya makan dan selera ini dilakukan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi partisipasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebetulnya budaya makan dan selera bukanlah sesuatu yang statis, alamiah dan sulit berubah, melainkan suatu proses dinamis dan produk konstruksi sosial, yang dipengaruhi oleh berbagai kekuatan dalam masyarakat. Perubahan nilai, nilai solidaritas dan nilai lamak (enak), cenderung terjadi pada generasi muda, karena disebabkan oleh maraknya industri makanan dan kreatifitas ahli masak catering yang cenderung mencari dan memodifikasi makananmakanan dari luar Minangkabau.
Akibat teoritis dari penelitian ini adalah bahwa apa yang dikatakan antara lain, oleh : Linton (1984), Foster & Anderson (1988:315), Sanjur (1982:286), Kardjati, Kusin dan With (1977), Saptandari (2004:3), bahwa budaya makan merupakan salah satu inti kebudayaan yang sulit berubah tidak selalu benar. Perubahan budaya makan ini setidaknya memperlihatkan bahwa manusia sebagai subjek harus dilihat sebagai pelaku yang aktif dan kreatif, yang mampu mengubah lingkungannya berdasarkan kebutuhannya.

Some anthropologists believe that the culture of eating and taste, which has become a habit of eating a bunch of people, it is very difficult to change, because it is the ideas and patterned behavior that has been studied and invested by the citizens of a society from an early age, since man knows his food. Linton (1984) referred to it as a covert culture, which is the essence of culture is difficult to change and difficult to replace by foreign elements. Inclusion in event catering Baralek in Padang, as agents of change, has led to a change in eating the Minangkabau people. Changes seen in terms of the types of food served (from homogeneous to heterogeneous or diversification), presenting the procedures, how to prepare food from communal to individual, economic, money is very important in determining the choice of food, and the food choices are no longer refers solely to the customs however be something negotiated.
This study attempts to understand the process of change the culture of eating in the event Baralek the Minangkabau people and understand how it tastes is socially constructed. To understand the process of cultural change in eating and appetite research was conducted using qualitative methods of data collection techniques participation observation and deep interviews. The results showed that the culture actually eat and taste is not something static, natural and very difficult to change, but rather a dynamic process and product of social construction, which is influenced by various forces in society. Changes in value, the value of solidarity and values lamak (delicious), tends to occur in young people, because it is caused by the rise of the food industry and catering creative cooks who tend to search for and modify foods from outside the Minangkabau.
Theoretical result of this research is that what is said Linton (1984), Foster & Anderson (1988:315), Sanjur (1982:286), Kardjati, Kusin & With (1977), Saptandari (2004:3), that the culture of eating is one of the hard core of culture change is not always true. Change the culture of eating this at least shows that the human being as a subject should be seen as an active and creative actors, who are able to change their environment based on their needs.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
D1483
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinurat, Elsa Meilola
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Sistem penUanaan dan penjara sebagai sarana fisik adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Di Indonesia kita mengenal sistem pemidanaan dengan Konsep Pemasyarakatan dan sarana penunjang fisik yang disebut Lembaga Pemasyarakatan. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis Pola Lembaga Pemasyarakatan (terbatas pada susunan bangunan dan bentuk sel human) yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia, dengan terlebih dahulu mempelajari perkembangan penjara di dunia maupun di Indonesia untuk mencari dasar teori yang diperlukan. Penulis berharap dari analisis tersebut bisa didapat suatu kesimpulan yang berguna dalam mewujudkan suatu Pola Lembaga Pemasyarakatan yang ideal untuk melaksanakan Konsep Pemasyarakatan di Indonesia."
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48187
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Karib
"ABSTRAK
Penduduk Koto Gadang banyak yang melakukan migrasi ke luar. Hal ini ditandai dengan adanya kenyataan bahwa jumlah penduduk asli lebih sedikit daripada jumlah penduduk pendatang. Jumlah penduduk asli hanya 538 orang. Sedangkan jumlah penduduk pendatang sebanyak 749 orang. Bukti lainnya adalah 161 buah rumah tidak dihuni lagi oleh pemiliknya. Dengan kata lain anggota keluarga dari rumah-rumah yang kosong tersebut telah bermigrasi seluruhnya. Dengan banyaknya penduduk Koto Gadang yang bermigrasi ke luar tersebut, merupakan hal yang menarik untuk diteliti.
Penelitian ini akan menyelidiki, apakah yang menjadi penyebab penduduk bermigrasi dari Kato Gadang ?
1. Apakah lahan pertanian sebagai penyebab penduduk bermigrasi ?
2. Apakah umur seseorang menentukan keputusannya untuk bermigrasi ?
3. Apakah tingkat pendidikan mempengarulii jumlah migrasi ?
4. Apakah sempitnya lapangan pekerjaan penyebab bermigrasinya penduduk ?.
Penelitian ini diawali dengan membahas penggunaan tanah di daerah terpencil yang berdasarkan teori dari Von Thunen (dalam Sandy, 1989: 61). Von Thunen mengatakan bahwa di daerah terpencil pola penggunaan tanah berbentuk sebuah lingkaran konsentrik. Di mana intensitas penggunaan tanah yang paling tinggi terdapat di sekitar pemukiman atau kampung. Makin menjauh dari tempat pemukiman itu, intensitas penggunaan tanah secara bertahap berkurang.
Akan tetapi, gambaran penggunaan tanah Von Thunen itu tidak memperlihatkan dinamika atau perkembangan yang terjadi sesuai dengan waktu dan pertambahan penduduk.
Untuk melihat dinamika penggunaan tanah di suatu lokasi terutama tanah di desa Koto Gadang, maka dipakai teori tahapan-tahapan penggunaan tanah konsepsi wilayah tanah usaha yang dikemukakan oleh Sandy (dalam Sajogyo, 1980: 161).
Berdasarkan teori tahapan-tahapan penggunaan tanah konsepsi wilayah tanah usaha, maka penggunaan tanah di Koto Gadang baru pada tahap G. Tahap penggunaan tanah tersebut dimulai dari tanah masih berupa hutan lebat dan belum ada manusia di situ. Kemudian tanah tersebut digunakan manusia untuk berbagai keperluannya.
Akhirnya penggunaan tanah itu mencapai tingkat penggunaan yang merusak lingkungan (tahap H dan I).
Apabila perjalanan penggunaan tanah di Koto Gadang terus berlanjut, maka kerusakan lingkungan akan terjadi sebagai akibat dari kurangnya tanah usaha bagi petani yang hidup di desa Koto Gadang ini.
Untuk menghindarkan kerusakan lingkungan, penduduk Koto Gadang dihadapkan pada 2 pilihan yaitu: pindah profesi selain petani atau pindah tempat dengan kata lain bermigrasi.
Penduduk Koto Gadang telah melaksanakan kedua hal tersebut. Dalam pindah profesi penduduk ada sebagai pengrajin, pedagang, tukang atau buruh dan pegawai. Akan tetapi penduduk yang telah berubah profesi tersebut tidak dapat menjamin suatu kehidupan yang layak.
Penduduk yang bermigrasi telah diteliti dengan agak rinci. Hasil penelitian itu menuniukkan bahwa:
1. Penduduk yang bermigrasi yang paling banyak berasal dari anggota keluarga yang memiliki lahan sempit (di bawah 0,5 ha).
2. Penduduk yang berpendidikan lebih tinggi lebih banyak bermigrasi darinada penduduk yang berpendidikan rendah. Penduduk Koto Gadang yang bermigrasi yang terbanyak berpendidikan SLTA ke atas.
3. Penduduk Koto Gadang yang bermigrasi kebanyakan mereka belum bekerja atau menganggur.
4. Penduduk yang bermigrasi umumnya yang berusia produktif (15 sampai 39 tahun).
Makna migrasi di sini berbeda dengan transmigrasi. Penduduk yang bermigrasi tidak dibantu oleh pemerintah. Tidak pula migrasi 'bedol deso' dan tidak ada pula pindah satu keluarga sekaligus. Melainkan bentuk migrasi penduduk Koto Gadang ini adalah migrasi swakarsa.
Sebagai akibat penduduk Koto Gadang bermigrasi, tidak kurang dari 161 buah rumah tidak lagi dihuni oleh pemiliknya. Karena penduduk yang tua-tua mungkin sudah meninggal. Sedangkan penduduk yang berumur relatif muda terpaut dengan usahanya di tempat baru.
Akan menjadi penelitian yang baik bagaimana kelanjutan dari kehidupan warga desa Koto Gadang di kemudian hari. Apakah desa itu akan kosong ataukah masih tetap dihuni oleh banyak penduduk asli?
Kasus Koto Gadang mungkin tidak akan merupakan satu-satunya kasus untuk desa-desa yang terpencil di Indonesia. Tidak mustahil kasus seperti di Koto Gadang ini akan terdapat pula pada desa-desa lain, apabila industrialisasi di Indonesia telah mencapai taraf perkembangan yang tinggi.

ABSTRACT
Out-Migration Of West Sumatra Population: Koto Gadang Case StudyA large number of the population of Koto Gadang, a remote village in West Sumatera, had migrated to other places. This can clearly be seen from the ratio between the number of indigenous inhabitants of Kato Gadang used the relatively new arrivals in the village. The number of new arrivals is 749, whereas that of the indigenous people is only 538. There is also the fact that no less than 161 homes have been left empty by their original owners, who moved out. One might wonder why those people left the village which is no less prosperous then other villages around.
This research addressed the following issues:
1. Is agricultural land the cause of this migration ?
2. Does one's age affect one's decision to migrate ?
3. Do educational levels affect the number of migrants ?
4. Does lack of job opportunities lead to migration ?.
This thesis opens with a discussion of land use in remote areas, based on Von Thunen's theory (in Sandy, 1989: 61). Von Thunen argued that the patern of land use in remote areas take the form of a concentric circle in which the highest intensity of land use is found in areas closest to the village. The farther away the areas are from the village, the intensity of land use gradually decreases. Von Thunen's thesis, however, does not take into account the dynamic aspect of settlement based on time and population growth.
The static nature of Von Thunen's model, however has been corrected by Sandy (Saiogyo, 1980: 161) by introducing the time factor and the development of land use due to population growth. According to this theory, land use proceed at several stages of development depending on population growth but in a community consisting of small scale farmers.
In view of this theory, land use in Koto Gadang has now reached stage G. If agriculture continues to expand environment damage is inevitable. To avoid environmental damage, people in the village are faced with the options by either switch trade or migrate. People in Kato Gadang have chosen both which is either switch trade or migrate.
A detailed study has been made of the migrants from Kato Gadang. The results of this study show that:
1. The largest number of migrants came from families having a small area of agricultural land (i.e. less than 0,5a ha.)
2. The higher the level of education of the people of Kota Gadang the more they migrate
3. They also migrate in order to escape unemployment in the village
4. Migrants were mostly of the productive age range (i.e. from 15 to 39 years old).
Migration in this sense is not similar to transmigration in its official meaning of the word. The migration of the people of Koto Gadang is entirely a personal affair. It is not organized nor subsidized by the government, no common plan and no common goal. It is mainly an individual initiative and quite voluntary.
As a consequence of the migration of a substantial part of the population of Koto Gadang, their owners leave no less than 161 homes empty at present.
The question now is: What will happen next ?. Will these homes remain empty forever or what kind of development are going to happen further?
I believe that Kato Gadang will not be alone in its predicament. Industrialization will bring about urbanization. This means that other "Kato Gadangs" will be found elsewhere, which makes the case the more interesting to investigate.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yofita
"ABSTRAK
Wanita yang melakukan perselingkuhan makin meningkat jumlahnya
(Wrightsman, 1994). Ada bermacam-macam pendapat mengenai arti selingkuh.
Seseorang pasti dikatakan telah berseiingkuh apabila ia siidah melakukan
hubungan seksual bukan dengan pasangannya dalam perkawinan (Spring, 1996).
Scks di luar nikah sangat ditentang baik oleh agama maupun masyarakat (Reed,
1973). Sedangkan untuk mencapai kondisi mental yang sehat, seseorang harus
dapat menyelaraskan antara kebutuhan yang dimilikinya dengan tuntutan
lingkungannya (John, Button, Webster, 1970).
Kriteria subyek adalah wanita yang bertempat tinggal di Jakarta, yang
sedang atau pemah melakukan hubungan seksual di luar nikah dalam ikatan
perkawinan. BCriteria subyek ditentukan dengan pertimbangan perubahan pola
kerjasama dan pola keluarga yahg mengarahkan seseorang melakukan hubung^
seksual di luar nikah lebih tcrlihat pada masyarakat kota besar (Media Indonesia,
Juli 1993). Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terfokus.
Hasil penelitian menemukan bahwa ketidak puasan tefhadap perkawinan
serta tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan subyek dalam perkawinan
merupakan sebab utama terjadinya hubungan seksual di luar nikah. Subyek 1
merasa tidak terpenuhi dalam kebutuhan akan cinta, subyek 2 merasa tidak
terpenuhi kebutuhan akan perlindungan dan rasa aman, subyek 3 merasa tidak
terpenuhi kebutuhan fisiologisnya. Hubungan seksual di luar nikah yang dilakukan
merupakan 'perantara' agar kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Pada
subyek 1 dan 2, penyesuaian perkawinan diperburuk oleh ketergantungan pasangan
terhadap keluarga asal secara finansial dan emosional. Pada subyek 3
ketergantungan pasangan terhadap keluarga asal secara finansial justru
dirasakannya amat membantu. Reaksi pasangan setelah subyek diketahui
melakukan seks di luar nikah pada umumnya adalah cemburu. Pada subyek 3
kecemburuan dan selalu diungkitnya hubungan seksual di luar nikah yang
dilakukan subyek menyebabkan terjadinya perceraian. Disarankan untuk penelitian yang serupa hendaknya menggunakan subyek
lebih bervariasi dan membandingkan antara pelaku yang bertempat tinggal di kota
besar dan pedesaan agar terlihat pengaruh perbedaan pola kehidupannya."
1998
S2722
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munyati
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1981
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>