Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150988 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Liswarti Hatta
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilandasi oleh Kebijakan Keputusan Presiden (Kepres) No. 3 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan telah berjalan sejak 1 April 1994. Program ini secara ideal adalah untuk memberdayakan kaum miskin dan desa tertinggal baik di pedesaan maupun perkotaan Dari dimensi politis program ini adalah untuk menunjukkan bahwa pembangunan adalah untuk rakyat, artinya kepedulian pemerintah terhadap kaum tertinggal (penduduk dan desa miskin) bukan sekedar slogan pembangunan. Sebuah program adalah perencanaan yang terkadang antara konsep dan pelaksanaan di lapangan berbeda, perbedaan ini dapat disebabkan oleh konsep yang terlalu sulit untuk diterapkan, pelaksana di lapangan yang tidak mampu menterjemahkan suatu konsep ataupun kedua-duanya. Pelaksanaan program IDT di desa yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan kurangnya sinkronisasi dan pengawasan program yang ketat terutama dalam pemberian dana dari pemerintah Kurangnya sinkronisasi menunjuk pada pembangunan infrastruktur desa yang kurang diarahkan pada variabel ketertinggalan desa (dalam penentuan desa tertinggal menggunakan 27 variabel, lihat lampiran 2); kurang tanggapnya Pemerintah Daerah dalam memberikan informasi dan mempersiapkan penduduk miskin calon penerima IDT sehingga terkesan program ini hanya'membagi-bagi dana tanpa membekali calon penerima dengan manajemen pengelolaan dana yang memadai. Sedangkan pengawasan yang kurang ketat menunjuk pada kurangnya instansi terkait dari pihak pemerintah dalam memberikan pengawasan pengelolaan uang dari para penerima dana IDT atau kurang ketat dalam mengevaluasi pengguliran dana, sehingga kurang jelas tingkat keberhasilan dari kelompok-kelompok masyarakat sebagai basis penerima dana IDT.
Program IDT yang memberikan dana kepada masyarakat tertinggal di desa tertinggal sebanyak Rp. 20.000.000,- per desa/tahun dan setiap desa penerima akan menerima selama 3 tahun berturut turut jadi dalam 3 tahun (1994, 1995 dan 1996) setiap desa penerima IDT mendapatkan dana sebanyak Rp. 60.000.000,- yang langsung diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat di desa yang sengaja telah dibentuk untuk menyongsong program ini. Dari banyaknya dana tersebut, jika dikelola dengan baik akan memberikan prospek yang cerah pada setiap desa tertinggal. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana dari setiap penerima IDT sangat diperlukan demi tercapainya program ini yakni memberdayakan masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat harus mencakup segala dimensi seperti sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum. Artinya dimensi ekonomi lewat pemberian dana IDT kepada masyarakat tertinggal harus pula dibarengi dengan pemberdayaan dimensi lain agar sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintah yakni pembangunan disegala bidang. Pembangunan yang berhasil apabila semua program mampu membangkitkan daya masyarakat untuk secara otonom menjadi subjek dalam pembangunan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Suprihatini
"Indonesia sebagai negara berkembang mempunyai potensi untuk maju kearah modernisasi. Namun untuk mewujudkan negara yang dicita-citakan, banyak faktor-faktor yang menghambat misalnya: masalah pendidikan, ekonomi, sikap mental, masalah integrasi dengan lain penduduk, juga masalah bangsa yang beraneka warna. Dampak dari faktor-faktor diatas sangat terasa khususnya di dalam pembangunan di tingkat daerah.
Dalam masyarakat multimajemuk sebagaimana yang ada di Indonesia, interaksi sosial yang terjadi sering menimbulkan adanya ketegangan, pertentangan atau konflik. Apabila kondisi demikian ini tidak dicari jalan pemecahannya, niscaya integritas sebagai salah satu indikator untuk menuju pada tingkat modernisasi sulit dapat terwujud.
Sebagai responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Jawa Nasional, masyarakat Jawa Islam, dan masyarakat Jawa Samin. Namun fokus penelitian lebih ditujukan kepada masyarakat Samin, dikarenakan adanya berbagai "Cap" yang diberikan oleh masyarakat luar kepada masyarakat Samin. Karena adanya berbagai "Cap" atau "label" pada masyarakat Samin, dalam penelitian ini ingin diketahui stereotip masing-masing kelompok terhadap kelompok lainnya; pendapat masing - masing kelompok mengenai jarak sosial diantara mereka; faktor-faktor yang mempengaruhi stereotip dan jarak sosial, dan ada tidaknya hubungan antara stereotip dan jarak sosial.
Berdasarkan observasi serta melihat kondisi masyarakat yang akan diteliti dimana mayoritas masyarakatnya berpendidikan rendah, memiliki adat istiadat dan nilai budaya yang berbeda, maka digunakan jenis penelitian yang sesuai yaitu metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan wawancara tak berstruktur dan mendalam terhadap informan non -Formal yang mempunyai peranan dan pengaruh pada warga desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa interaksi antara ketiga kelompok masyarakat tersebut diwarnai aleh adanya stereotip, rasa curiga dan etnasentris. stereotip - stereotip ini ternyata juga mempengaruhi jarak sosial diantara ketiga kelompok masyarakat tersebut. Dalam arti keterdekatan hubungan atau penerimaan kelompok luar untuk menjadi anggauta kelompoknya secara tidak langsung disebabkan karena stereotip yang telah lama ada. Meskipun stereotip positip banyak diberikan kepada masyarakat Samin, namun hal ini tidak mempengaruhi keberhasilan komunikasi atau lebih jauh lagi keberhasilan program pembangunan. Hal ini disebabkan masing-masing kelompok kurang atau tidak mau memahami budaya kelompok lainnya, mempunyai persepsi yang berbeda, merasa lebih "superior" daripada kelompok lainnya.
Adanya stereotip dan jarak sosial juga menimbulkan adanya "jarak" yang cukup lebar diantara mereka, dalam arti jarak yang mengarah kepada ketidakintiman hubungan diantara ketiga kelompok masyarakat tersebut . Dari hasil analisa, nampaknya masalah "agama" merupakan masalah utama, disamping masalah sikap, perilaku, Bahasa, pendidikan, adat istiadat, sistem nilai, pengalaman pribadi, pengalaman orang lain dan persepsi yang mempengaruhi adanya stereotip dan jarak sosial. Dampak dari adanya stereotip dan jarak sosial mengakibatkan adanya pertentangan diantara ketiga kelompok masyarakat tersebut.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roosiah Yuniarsih
"Dalam rangka meningkatkan pembangunan pedesaaan terutama melalui peningkatan prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun tidak langsung diperuntukkan bagi pembangunan pedesaan , otonomi desa merupakan salah satu alternatif. Tetapi publikasi mengenai otonomi desa masih sedikit melalui publikasi tersebut diketahui bahwa otonomi desa diberi peluang melalui kebijaksanaan Pemerintah dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1979 di dalam praktek otonomi desa antara desa yang satu dan lainnya dapat berbeda baik karena perbedaan kepentingan dan kebutuhan serta secara normatif secara normatif berarti perbedaan besarnya otonomi desa bergantung pada besarnya sisa urusan rumah tangga dari keseluruhan urusan setelah dikurangi dengan urusan Pemerintah Pusat Dati I dan Dati II Akan tetapi secara nyata juga terdapat perbedaan mengenai besarnya otonomi desa sehingga peran desa terhadap pembangunan juga tidak sama dan perbedaan dalam arti adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan di dalam praktek otonomi desa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jajang Gunawijaya
"ABSTRAK
Kesehatan mental seorang remaja atau dewasa muda, adalah produk dari tahapan-tahapan perkembangan mental sebelumnya. Tahapan-tahapan perkembangan mental itu terjadi dalam proses sosialisasi di dalam keluarga dan masyarakat, melalui pranata sosial budaya yang tersedia. Selain itu, pengaruh kelompok bermain turut menentukan kesehatan mental seseorang. Bila individu berhasil melalui suatu tahapan perkembangan mental maka ia akan mempunyai kesempatan untuk mampu menyelesaikan tahapan perkembangan selanjutnya. Namun, bila gagal ia akan mengalami hambatan dalam menyelesaikan tahapan perkembangan berikutnya, bahkan dapat mengalami berbagai penyakit yang tidak jelas sebab dan cara penyembuhannya.
Mampu atau tidaknya individu beradaptasi terhadap lingkungan tergantung kepada sehat atau tidak mental yang dimilikinya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang datang dari lingkungannya. Situasi dalam keluarga, keadaan mental kedua orangtua adalah yang paling dominan membentuk sahat atau tidaknya mental seseorang. Mental yang sehat atau tidak dapat dilihat dari tahapan-tahapan perkembangan mental individu, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Erikson (1989).
Pendidikan tradisional berupa pengajian, nasihat-nasihat tradisional, dan berbagai bantuk ceritera rakyat, tidak hanya menjadi sarana berlangsungnya proses enkulturasi, tetapi juga membentuk mental iandividu yang sehat sejak dini.
Pranata-pranata.sosial budaya yang ada dan kelompok bermain yang sehat, menjadi sarana membina kebersamaan dan pembentukan kepribadian yang kokoh dalam beradaptasi terhadap lingkungan sosial dan fisik yang keras. Namun, kebebasan yang berlebihan dalam kelompok bermain ini justru menjadi rawan gangguan jiwa, meskipun pada tahap-tahap sebelumnya telah terbentuk mental yang sehat.
Studi menjadi penting bukan hanya karena bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara praktek-praktek sosialisasi dengan kesehatan jiwa dan penyakit-penyakit psikosomatik, tetapi lebih ditujukan mencari dan memberikan masukan dalam membantu membentuk karakter yang tangguh untuk menghadapi perubahan sosial yang sedemikian cepat yang berdampak terhadap kerusakan lingkungan.
Sasaran penelitian di arahkan kepada keadaan mental remaja beserta kehidupannya, karena masa remaja adalah masa yang paling kritis yang menentukan baik atau tidak mental dan perilaku mereka pada masa berikutnya, bukan hanya terhadap dirinya, tetapi juga terhadap keturunannya di kelak kemudian hari. Selain itu, masa remaja dan dewasa awal adalah masa yang seharusnya paling enerjik dan produktif yang menjadi tulang punggung kehidupan masyarakat. Remaja yang sehat menunjukkan masyarakat yang sehat, dan remaja yang sakit baik mantal maupun fisiknya, menunjukkan sakitnya masyarakat yang bersangkutan.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara riwayat hidup, wawancara mendalam dan observasi. Penggunaan metode penelitian tersebut diharapkan dapat diperoleh informasi, baik dari dalam diri anggota masyarakat maupun dari luar informan yang bersangkutan."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Konsep Awal Jambore UI 1994.
Jambore UI 1994 merupakan kegiatan Jambore pertama yang diadakan oleh pengurus SMUI periode 1993 - 1994. Sebenarnya kegiatan ini sudah mulai direncanakan sejak, kepengurusan SMUI periode 1992-1993. Pada saat itu bahkan telah terpilih Project Officer (PO) yang akan memimpin pelaksanaan kegiatan ini dan telah melakukan, beberapa kali studi kelayakan. Namun karena sesuatu hal PO kegiatan ini mengundurkan diri sehingga Jambore UI tidak dapat dilaksanakan pada masa itu.
Baru pada kepengurusam SMUI periode 1993-1994 kegiatan ini dicoba untuk direalisasikan. Hal-hal yang menguatkan keinginan SMUI tersebut antara lain adalah bahwa kegiatan Jambore UI terakhir diadakan tahun 1984 dan hingga saat ini tidak pernah ada lagi kegiatan serupa. Disamping itu dirasa perlu adanya kegiatan yang mengutamakan kebersamaan mahasiswa UI dan menekankan program kerja sosial sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nazimin Saily
"Perilaku pemilih merupakan salah satu aspek yang dibahas adalah tingkah laku individual warga negara dalam kaitannya dengan pilihan dalam pemilu. Tesis ini mengkaji berbagai alasan yang mendasari pemilih menggunakan hak pilihnya mendukung salah satu partai politik. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pemilih yang memberikan dukungan terhadap partai politik antara penduduk asli dan pendatang di desa Bojonggede dalam pemilu.
Pemilihan Umum pasca Orde Baru merupakan pemilu yang cukup demokratis, itu terlihat bahwa perolehan suara partai politik didistribusikan secara merata kepada partai politik peserta pemilu di desa Bojonggede. Penelitian ini sangat menarik karena faktor penduduk pendatang yang memberikan sumbangan terhadap tingginya tingkat partisipasi politik dalam pemilu 1999, di desa -kota Bojonggede.
Jawaban terhadap masalah tersebut yang berpengaruh terhadap perilaku pemilih dalam pemilu ada 4 variabel yaitu, identifikasi partai, orientasi kandidat/calon, orientasi isu dan karateristik sosial. Dengan demikian variabel identifikasi partai merupakan yang mendasari seseorang memilih atau tidak memilih kepada salah satu partai politik dalam pemilu. Pemilih yang mempunyai identifikasi partai kepada partai politik tertentu hampir dapat dipastikan akan menjatuhkan pilihanya kepada parpol dalam pemilu.
Variabel karakteristik sosial yang mengacu kepada tiga indikator yaitu pendidikan, pekerjaan dan penghasilan yang berkaitan dengan perilaku pemilih. Adanya kaitan antara karakteristik sosial tertentu dengan pilihan kepartaian seseorang. Alasan utama yang mendasari pilihan tersebut berdasarkan pada hubungan ini yaitu masalah keinginan adanya perubahan dalam sistem politik. Pemilih yang karakteristik sosial tinggi ada kecenderungan memilih parpol Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sedangkan mereka yang karakteristik sosial rendah kecenderungan mendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan partai Golongan Karya (Golkar).
Perilaku pemilih di desa Bojonggede dalam memberikan pilihanya kepada sebuah partai politik lebih dilatar belakangi oleh faktor identifikasi partai. Pada penduduk asli identifikasi partai lebih dipengaruhi oleh faktor sentimen agama,sedangkan pada penduduk pendatang dipengaruhi oleh faktor ideologi politik. Mengenai variabel karakteristik sosial, orientasi kandidat, dan orientasi isu, bagi penduduk asli tidak menjadi faktor yang menentukan. Sementara bagi penduduk pendatang variabel tersebut masih menjadi pertimbangan,meskipun persentasenya relatif kecil dibandingkan dengan variabel identifikasi partai."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Purwinto
"Pokok masalah dalam skripsi ini adalah perubahan ni_lai tanah karena pembangunan. Yang ingin ditunjukkan ialah, keadaan di mana tanah menjadi lebih bernilai dan dihargai seinakin tinggi oleh para warga nasyarakat yang bersangku_tan, akibat pengaruh perkembangan pembangunan yang ada di sekitar lingkungannya. Keadaan sebelum ada pembangunan, ialah: bahwa tanah dianggap sebagai benda tidak produktif dan benda produktif, tidak produktif karena tak dapat di_manfaatkannya sama sekali, dan produktif karena dapat di_manfaatkannya bagi sektor pertanian; harga tanah yang nam_aaknya cukup stabil, namun jika dijual jarang laku. Sedangkan keadaan-keadaan atau gejala-gejala setelah ada pemba_ngunan, yaitu: bahwa tanah selain dianggap sebagai benda loduktif pun sebagai benda komoditif; harga tanah yang lambat menjadi terus semakin meningkat; pemanfaatan tanah yang nampak lebih efektif bagi sektor pertanian, mau pun sektor perdagangan dan jasa yang secara langsung atau pun tidak iangaung menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1982
S12915
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>