Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128089 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S7560
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8631
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Dewa Ketut Karla Widana
"Gangguan pendengaran pada teknisi (ground-crew) pesawat tempur TNI AU cukup menonjol sampai saat ini. Gangguan pendengaran dapat disebabkan antara lain oleh pajanan kebisingan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan pengaruh kebisingan dari kegiatan pengoperasian pesawat tempur TN! AU terhadap terjadinya gangguan pendengaran pada teknisi (ground crew) di Lanud lswahyudi dan pengaruh faktor risiko umur, training, riwayat kesehatan, riwayat gangguan kesehatan pendengaran keluarga, hobi, masa kerja dan penggunaan alat pelindung telinga (APT).
Penelitian ini menggunakan disain studi "kasus kontrol" dengan populasi para teknisi (ground crew) pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 261 yang terdiri dari 87 kasus dan 174 kontrol dan pengambiian sampel dengan teknik cluster random sampling. Diagnosis gangguan pendengaran jenis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dengan alat audiometri_ Pengukuran pajanan bahaya kebisingan menggunakan: Octave Band Noise Analyzer untuk mengukur frekuensi, Sound Level Meter untuk mengukur tingkat kebisingan, dan Personal Noise Dosimeter untuk mengukur dosis bising yang diterima pekerja, sedangkan faktor risiko lainnya pengukuran menggunakan daftar kuesioner, pengamatan dan wawancara. Analisis statistik menggunakan univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan regresi logistik ganda model faktor risiko, dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.0.
Temuan penting dari penelitian ini : (1) Proporsi gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi 11,2%; (2) Pajanan bahaya bising : frekuensi 16 - 20 KHz; tingkat kebisingan rata-rata selama 8 jam berkisar 75 - 112 dBALeq dan tertinggi 141,8 dBA; dosis bising yang diterima teknisi tertinggi 51,286,14 %; (3) Faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran adalah bahaya kebisingan >85 dBA (OR : 8,308) ; umur ?35 tahun (OR :11,995); training (OR : 13,946); masa kerja >12 tahun (OR : 21,426); (4) Pengaruh bahaya kebisingan setelah dikontrol oleh konfounder Craning dan masa kerja dengan ORadjust 8,863; (5) dari temuan penelitian dihasilkan model dengan peluang gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi dari variabel dosis, training dan masa kerja 6,32%.
Para teknisi pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi yang terpajan bising >85 dBA-Leq atau dosis >100% mempunyai risiko terjadi gangguan pendengaran lebih besar daripada teknisi yang terpajan bising 585 dBA-Leq atau dosis 5100% secara bersama-sama dengan faktor risiko training dart masa kerja. Untuk itu perlu pengendalian bahaya bising yang dilakukan secara komprehensif dengan menggabungkan pengendalian secara teknis dan administratif serta penggunaan APT yang memadai merupakan suatu keharusan karena pajanan bising yang sangat tinggi.

Hearing loss among at technicians (ground-crew) Indonesian Air Force is the main occupational disease still happening. it can be triggered by hazardous noise exposure. The objective of this research is to know about the picture and effect of the noise in every operation of fighting aircraft toward hearing loss among technicians ( ground crew) of Indonesian Airforce in Iswahyudi Airforcebase, and the effects of the other risks factor such as age, training, health history, history of hearing loss of family, hobby, length in services and usage of personal protective of ear ( APT).
This research applied is a "case-control" study with population of technicians ( ground crew) IAF in Iswahyudi Airforcebase. Total sample were 261 technicians consisting of 87 cases and 174 controls with was designed by cluster sampling random. Diagnosis of Noise Induced Hearing Loss ( NIHL) type of Sensory-Neural is classified based on the clinic inspection result and audiometry test. The measurement of noise exposure was using Octave Band of Noise Analyzer to measure the frequency, Sound Level Meter was to measure the noise pressure levels, and then Personal Noise Dosemeter was to measure noise dose which is accepted by technichians, while other risk factors of measurement use list of Questioner, interview and observation. Statistical analysis uses univariate, bivariate with chi-square and multivariate analysis with double logistics regression of risk factor model, by using software of SPSS version 13.0.
The Important finding from this research are : (1) Proportion hearing loss ( NIHL) at technician 11,2%; (2) Noisy hazard exposure : frequency 16 - 20 KHZ; the rate of noise levels during 8 hours is 75 - 112 dBA-Leq and highest 141,8 dBA; the highest noise dose accepted by technician is 51,286,14 %; ( 3) Factors having an effect toward hearing loss is noise exposure > 85 dBA ( OR : 8,308) ; ages ?35 years ( OR : 11,995); training ( OR : 13,946); length in service > 12 years ( OR : 21,426); (4) The effect of noise exposure after being controlled by confounder training and length of service with OR adjust 8,863; ( 5) From these research finding models with probability of hearing loss ( NIHL) among technicians can be found from dose variable, length of service and training is 6,32%.
The technicians of Indonesian Air Force in Iswahyudi Airforcebase who are exposed to noise more than 85 dBA-Leq or noise doses more than 100% having more risk of hearing loss than technicians who are exposed to noise less than 85 dBA-Leq or noise doses less than 100% together with risk factor of training and length of service. To reduce hearing loss occurrence among technicians of Indonesian Air Force in the Iswahyudi Airforcebase it is necessary to have policy and strong commitment that is control by comprehensively joined operation technically and administrative as well as the adequate provide Hearing Protective of Equipment, because of very high noisy exposure.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nangoi Priscilla Francis
"Di Indonesia, Jakarta khususnya, kita kenal dengan keberadaan kelompok individu yang memiliki nama popular waria atau wanita-pria. Waria adalah individu yang memiliki jenis kelamin pria namun mengidentifikasikan dirinya serta berpenampilan selayaknya seorang wanita. Waria dapat disebut atau digolongkan ke dalam istilah transeksual, karena selain memiliki identifikasi sebagai seorang wanita, is juga mengubah penampilannya seperti seorang wanita, baik dari pakaian hingga bentuk tubuh. Hal ini dilakukannya dengan melakukan operasi ataupun melakukan suntikan hormon pada bagian-bagian tubuh tertentu sehingga semakin mirip dengan wanita. Operasi yang pada umumnya dilakukan oleh para waria adalah suntik payudara atau memasang silikon, operasi wajah (tulang pipi, dagu, hidung, dli.), dan juga pada bagian-bagian tubuh lainnya kecuali pada alat kelamin.
Keputusan seseorang untuk menentukan ia menjadi seorang waria ataukah tidak, terkait dengan istilah gender identity atau identitas jender. Identitas jender adalah proses dimana seseorang melakukan klasifikasi terhadap dirinya, apakah ia seorang wanita ataukah pria. Selama seorang anak menjalani proses pembentukan identitas jender, yang paling memiliki peran sebagai pembimbing anak adalah keluarga, terutama orang tua. Ketika anak dalam masa pengenalan jenis kelamin serta perannya, tugas utama dari prang tua adalah memperkenalkan hal-hal yang menunjang pembentukan identitas jender sesuai dengan jenis kelamin anak, seperti misalnya mainan, pakaian, gaga rambut, warna, dan lain sebagainya. Selain pengenalan terhadap obyek, hal lain yang juga sangat penting adalah pengenalan terhadap peran dan perilaku yang sesuai dengan jenis kelaminnya.
Ayah dan ibu sebagai orang tua dalam keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Peran tersebut antara lain adalah untuk merawat anak, menjadi teman/companion bagi anak, mengajarkan anak mengenai nilai-nilai ataupun norma-norma terutama yang berkaitan dengan jender, menjadi tokoh model bagi anak, dan juga sebagai pencari nafkah untuk pemenuhan tuntutan ekonomi keluarga. Selain itu menurut Lamb (1997), hubungan ayah dan ibu sebagai pasangan suami istri dan orang tua juga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Terpenuhi atau tidaknya peran tersebut dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, terutama identitas jender.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitati f, dengan teknik pengambilan data dengan wawancara dan observasi. Subyek penelitian ini ada 3 orang, yang pengambilan subyek dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa instrument penelitian yaitu alat perekam, pedoman wawancara, lembar informed conscent, dan lembar Identitas diri.
Dari data yang didapat serta berdasarkan hasil analisis dapat terlihat bahwa terdapat kontribusi yang tidak sedikit dari peran orang tua terhadap pembentukan identitas jender anak. Pada setiap peran orang tua terdapat salah satu orang tua yang menonjol dalam memenuhi peran mereka. Salah seorang yang menonjol ini kemudian menjadi patokan anak dalam memandang orang tuanya. Pada responden penelitian sangat terlihat bahwa pemenuhan peran yang paling dinilai positif adalah ibu, dimana ibu sebagai orang yang dekat dengan anak, merawat anak, menerima anak, serta menjadi idola serta rontoh dari anak. Padahal mungkin ibu sebenarnya tidak memenuhi perannya dengan baik, namun karena dianggap menguntungkan anak sehingga dinilai positif oleh anak. Seperti misalnya ibu yang menerima keadaan anak apa adanya, atau juga ibu yang menjadi pembela anak. Pada ayah, terlihat bahwa dalam memenuhi perannya ayah lebih cenderung ditakuti karena ayah lebih banyak melakukan kontrol dengan hukuman fisik yang menyebabkan anak takut dan menghindar dari ayah, atau bahkan melawan ayah. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masing-masing peran orang tua sangat mempengaruhi pembentukan identitas jender anak, seperti pegajaran, pengawasan, kontrol, perhatian, role model, dan Iainnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Triarini Indirasari
"Pembentukan peran jenis kelamin mempakan hal yang penting bagi setiap orang, karena mendukung perkembangan konsep diri dan identitas seseorang. Masa penting pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah pada usia prasekolah (3-6 tahun). Salah satu cara pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah dengan cara sosialisasi. Ada tiga cara sosialisasi yang dapat dilakukan dalam pembentukan peran jenis kelamin, yakni dengan direct instruction, shaping atau modelling. Agen sosialisasi terpenting dalam pembentukan peran jenis kelamin seorang anak adalah keluarga, terutama orang tua, karena merupakan lingkungan terdekat yang dimiliki anak yang memperkenalkan anak pada lingkungan masyarakat yang Iebih luas. Penelitian di Barat menunjukkan bahwa orang tua dapat mempengaruhi pembentukan peran jenis kelamin anak, khususnya anak usia prasekolah dalam kegiatan bermain. Sebagian besar anak usia prasekolah menghabiskan waktunya dalam bermain. Bermain sendiri merupakan media bagi anak untuk mangembangkan dirinya, baik dari segi fisik, kognitif dan sosial emosional. Selain itu, bermain juga merupakan wadah bagi anak untuk mencoba berbagai peran.
Dalam kegiatan bermain, orang tua menularkan sikap tentang peran jenis kelamin melalui mainan yang diberikan serta interaksi antara anak dan orang tua saat bermain. Penelitian yang dilakukan di Barat menunjukkan bahwa adanya pembedaan pemberian mainan maupun aktivitas bermain pada anak Iaki dan parempuan oleh orang tua menyebabkan peran jenis kelamin yang terbentuk pada anak Iaki dan perempuan berbeda. Di Indonesia sendiri, dengan semakin banyaknya toko mainan yang menyediakan sarana bermain bagi anak, memudahkan orang tua untuk menggunakan mainan sebagai media dalam mensosialisasikan karakteristik tertentu sesuai dengan peran jenis kelamin. Namun, bagaimana gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang dilakukan dalam kegiatan bermain oleh orang tua belumlah terlihat. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan uniuk mendapatkan gambaran sosialisasi peran jenis kelamin yang diiakukan orang tua pada anak usia prasekolahnya khususnya dalam kegiatan bermain.
Ada tiga teori besar yang menjelaskan tentang pembentukan peran jenis kelamin. Pandangan Psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa peran jenis kelamin terbentuk karena adanya proses identifikasi yang terjadi akibat ikatan emosional khusus yang didasarkan atas keinginan anak untuk dicintai atau atas ketakutan salah satu orang tua. Teori belajar sosial menjelaskan bahwa anak menampilkan respon atau perilaku sesuai dengan jenis kelaminnya karena mendapat imbalan dan anak menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya karena meneka akan dihukum. Teori perkembangan kognitif menganggap bahwa peran jenis kelamin terbentuk sebagai hasil dari sistem kognitif anak. Anak belajar mengkategorisasikan atribut dan informasi yang ada di lingkungan berdasarkan jenis kelamin.
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang melibatkan 40 orang tua yang memiliki anak laki dan perempuan usia prasekolah (3-6 tahun). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probabilita dan teknik incidental. Alat yang digunakan untuk mengetahui sosialisasi peran jenis kelamin dalam penelitian ini adalah berupa kuesioner yang memuat daftar mainan yang diberikan pada anak beserta orang yang memilihkan mainan, karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan serta cara orang tua mensosialisasikan karaktenstik yang diinginkan dalam kegiatan bennain. Daftar mainan yang digunakan dibuat oleh peneliti dengan melakukan survei terhadap mainan yang dimiliki anak usia prasekolah. Sedangkan untuk item karakteristik peran jenis kelamin peneliti menggunakan item Bem Sex Role Inventory. Sebelum alat digunakan sepenuhnya, peneliti melakukan uji coba alat terlebih dahulu untuk mengetahui face validity atau uji keterbacaan serta mengukur intterrater reliability. Penelitian dilakukan di 4 Taman Kanak-kanak di Jakarta dan Bogor. Karena penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka data yang diperoleh diolah dengan menggunakan statistik deskriptif.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam anak laki lebih banyak memiliki mainan kategori fisik dan kognitif, sedangkan anak perempuan lebih banyak memiliki mainan kategori sosial emosional. Dalam menentukan mainan yang diberikan, anak Iebih besar peranannya dibandingkan dengan orang tua sendiri. Berdasarkan karakteristik yang ingin dikembangkan pada anak laki dan perempuan, antara ayah dan ibu pada umumnya memiliki keinginan yang sama. Bagi anak laki, orang tua Iebih banyak menginginkan karakteristik maskulin terdapat dalam diri anaknya. Sedangkan bagi anak perempuan, ada karakteristik-karakteristik feminin maupun maskulin yang diinginkan orang tua dimiliki anaknya. Untuk karakteristik yang tergolong netral, orang tua menginginkan karakteristik yang sama terdapat pada anak laki dan perempuannya. Dalam mensosialisasikan karakteristik yang diinginkan khususnya dalam bermain, orang tua lebih banyak menggunakan teknik direct instruction dibandingkan teknik shaping, modeling atau campuran."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Lestari
"Berbicara mengenai lingkungan dalam perkembangan kepribadian seorang anak, tentunya yang pertama kali kita ingat adalah lingkungan keluarga di mana anak itu hidup dan tinggal sejak ia dilahirkan ke dunia ini.
Terkait dengan pembentukan karakter anak, keteladanan dan kasih sayang orang tua merupakan dua unsur yang diperlukan dalam membimbing dan mengarahkan anak agar mereka dapat bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut agama dan masyarakatnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan keteladanan dan kasih sayang orang tua dalam pembentukan karakter anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada empat orang murid di SDIT Insan Mandiri Jakarta. Keteladanan merupakan metode efektif dalam mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak, karena sifat anak yang peniru. Teori social learning (belajar sosial) Bandura menyebutkan bahwa sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Menurut Bandura, usia mempengaruhi dalam proses belajar seorang anak. Apabila fisik dan mental sudah matang, panca indera sudah siap menerima stimulus-stimulus dari lingkungan. Oleh karena itu, dalam hal pemberian stimulus kepada anak berupa keteladanan, maka harus diperhatikan perkembangan ranah kognitif anak. Sebab ranah kognitif adalah ranah kejiwaan yang berkedudukan di otak, yang dalam perspektif psikologis merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa).
Sedangkan kasih sayang orang tua, rnerupakan sumber bagi sehatnya lahir dan batin seorang anak, karena anak yang dididik dengan penuh kasih sayang akan tumbuh menjadi manusia dewasa yang sehat lahir dan batin. Fromm mengiklasifikasikan cinta dalam lima tipe, yaitu cinta persaudaraan, cinta keibuan, cinta erotis, cinta diri sendiri, dan cinta kepada Tuhan. Cinta keibuan, menurut Erich Fromm adalah penguatan cinta tanpa syarat terhadap hidup dan kebutuhan anak-anaknya. Sedangkan Mubarok, memasukkan cinta orang tua kepada anak termasuk dalam cinta rahmah dan cinta kulah, di mana dalam kedua cinta ini terdapat kasih sayang yang tulus dan kesadaran untuk mendidik anaknya.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa orang tua yang dapat memberikan keteladanan dan kasih sayang yang tulus dengan disertai kesadaran untuk mendidik anaknya terbukti dapat membentuk 9 karakter anak.

Talking about environment in the personal development of children, the first thing comes up to our mind is family circumference where children have lived and stayed since they were born in the world.
With respect to children's character development, parents' modeling and affection are the two elements needed to guide and direct children so they can behave in accordance with the moral values in their religion and community.
The objective of this research is to find out the role of parents' modeling and affection in developing children's character. This research makes use of qualitative method using case study approach to four students of SDIT (Integrated Islamic Elementary School) Insan Mandiri Jakarta. Good modeling is an effective method for teaching moral values to children for their characteristic as imitators. Bandura's social learning theory states that most of the things human beings learn occur through imitating and modeling. According to Bandura, age affects a child's learning process. When physic and mental are already mature, the five senses are ready to receive stimulus from the environment. Therefore, in giving a child stimulus in the form of good modeling, we must pay attention on the development of child's cognitive domain. This is true since cognitive domain is a spiritual domain located in the brain, which is in the perspective of psychology constitutes a source and at the same time controller of the other spiritual domains, namely affective domain (feeling) and psychomotor domain (intention).
Meanwhile, parents' affection is the source physical and spiritual health of a child. Therefore, a child educated with full affection will grow to become an adult human being that is healthy physically and spiritually. Fromm classifies Love into five types, namely brotherhood love, motherhood Love, erotic love, love to one self and love to God. Motherhood love, according to Erich Fromm, is reinforcement to love without condition to the lives and needs of her children. While Mubarok includes love of parents to their children in rahmah love and kulfah love, in which there exist a sincere affection and consciousness to educate their children.
The outcome of this research shows that parents that are able to provide good model and sincere affection accompanied with consciousness to educate their children prove to be able to form 9 characters of children."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20762
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsul Rizal
"Kebijakan zero accident merupakan program prioritas TNI AU untuk mengurangi kecelakaan(accident)dan insiden (incident) dalam operasional pesawat TNI AU. Implementasi kebijakan dapat menekan jumlah kecelakaan maupun insiden yang dapat menimbulkan korban jiwa dan Alutsista TNI AU. Namun demikian, implementasi kebijakan masih dilakukan secara manual sehingga belum dapat diwujudkan interoperability dalam implementasi kebijakan tersebut. Dengan menggunakan pendekatan interoperability business process dilakukan analisis terhadap implementasi kebijakan zero accident. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan sumber data primer melalui narasumber terpilih (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan dengan menggunakan sistem yang interoperability dalam kebijakan zero accident belum dilakukan oleh sub organisasi TNI AU. Penelitian ini merekomendasikan penggunaan aplikasi agar dapat mewujudkan interoperability dalam pelaksanaan kebijakan zero accident."
Bogor: University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2020
355 JDSD 10:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dinas Penerangan TNI AU, 2016
358.4 TEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>