Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148847 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Darmiyanti
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mendapatkan suatu gambaran yang mendalam tentang pola hubungan sosial antar kerabat di perkataan dengan membandingkan antara galangan bawah dan menengah. Untuk itu dipilih Kampung Pula sebagai kamunitas yang mewakili galangan bawah dan pemukiman real estate mewakili galangan menengah. Didalam melihat pala hubungan sosial antar kerabat ini, digunakan dua pendekatan berbeda. Pertama, adalah pendekatan yang bersifat mengukur hal-hal nyata dalam hubungan antar kerabat, seperti frekuensi, cara dan tujuan interaksi. Untuk itu digunakan cara survei dalam menjaring datanya. Kemudian, kedua adalah pendekatan yang bersifat kwalitatif. Artinya yang ingin diungkapkan tidak sekedar kulit luarnya saja tetapi hal-hal mendasar yang ada dalam hubungan tersebut. Untuk itu digunakan cara studi kasus, mendalami responden secara penuh. Dari kedua pendekatan ini diharapkan dapat diperoleh suatu gambaran yang lebih mendalam tentang pola hubungan antar kerabat ini. Responden survai berjumlah 43 orang dari golongan bawah dan 40 orang dari golongan menengah. Sedangkan untuk studi kasusnya, masing-masing golongan diambil dua keluarga. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang cukup besar dari kedua golongan responden ini didalam hubungan antar kerabat mereka, baik dari pola interaksi maupun dari kwalitas hubungannya. Hubungan antar kerabat di kalangan responden golongan bawah lebih mendalam daripada yang diperlihatkan oleh reponden golongan menengah. Responden golongan bawah ini lebih luas mendefinikan hubungan tersebut. Perbedaan ini, jika dilihat lebih luas sebenarnya merupakan hasil dari kondisi-kondisi yang melingkupi responden yang dibentuk oleh variabel Status Sosial Ekonomi. Kondisi-kondisi ini adalah komunitas pemukiman, kshidupan sosial dan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan memahami kondisi-kondisi tersebut akan lebih utuh pengertian yang dicapai didalam melihat perbedaan pola hubungan sosial antara kerabat yang ditemukan penelitian."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharto Toha
"Abstrak
Berangkat dari sisi budaya, bahwa setiap etnik sangat terikat kepada flowkways, yang berhunungan dengan cara manusia hidup. Manusia terikat kepada pengalaman, keyakinan, nilai, sikap, makna, waktu, dan lainnya. Budaya tersebut menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya berkomunikasi, sesuai dengan cara membuat persepsi-persepsi kognitif dan afektif. Dengan kata lian, folkways tersebut mengatur hubungan atau komunikasi intraetnik maupun antaretnik. Keterikatan intraetnik atas nilai-nilai budayanya semakin memperkuat rasa ingroup. Perasaan ini kemudia mengakibarkan etnisentrisme, yang dapat terwujud dalam stereotip dan prasangka kepada anggota etnik lain.
Organisasi PERTAMINA unit Pengolahan (PUP)-VI balongan mempunyai anggota yang berasal dari pelbagai etnik dengan budaya dan folkways sendiri. Mengacu pada uraian di atas, diduga para anggotanya mempunyai masalah yang sama. Masalah-masalah komunikasi antaretnik tersebut mempunyai dampak pada pembentukkan iklim komunikasi, yang akhirnya berhubungan dengan pembentukkan budaya organisasi yang unggul.
Penelitian terhadap masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi dilakukan dengan metode kualitatif terhadap empat etnik, yaitu Jawa, Sunda, Palembang dan Batak yang mempunyai posisi staf dan nonstad. Hasil-hasilnya dibahas dan diuraikan dengan analisis domain dan rangkuman inti dan rinci, sehingga dapat digambarkan masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi secara menyeluruh.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal menarik. Pertama secara sadar dan eksplisit stereotip dan prasangka tidak begitu saja dapat diidentifikasi dengan mudah. Mereka berusaha menyembunyikan dengan alasan adanya paham yang sangat dihargai, yaitu "beraneka ragam tapi satu jua" (bhinneka tunggak ika). Kedua, secara tidak sadar dan implisit masih ada perasaan-perasaan stereotip dan prasangka meskipun dalam kadar intensitas yang rendah dan berada pada sisi positif. Ketiga, dapat diidentifikasi bahwa stereotip dan prasangka yang rendah intensitas dan berada pada sisi positif, atau bahkan tidak dimunculkan dapat disebabkan oelh adanya pengalaman berada di daerah lain, pendidikan yang tinggi, beberpa ditunjang oleh perkawinan antaretnik, seringnya membentuk ketergantungan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas untuk berprestasi, dan adanya motivasi untuk bekerja sebaik mungkin agar memperoleh perhatian dari pimpinan terhadap prestasinya. Atau ada hal-hal lain, misalnya a) mereka saling menghormati budaya lain sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang dikehendaki, b) para pelaku komunikasi belajar menyenagi hidup bersama dari budaya lain dan c) selalu ada komuninikasi antara pribadi dan pribadi (antarpribadi) dengan strategi empati. Keempat iklim komunikasi yang positif terjadi karena adanya keterbukaan dari atasan dalam komunikasi secara formal dan nonformal, yang kemudian diikuti oeleh bawahan. Keadaan ini menjadikan persepsi dan pemaknaan terhadap pesan-pesan (informasi) yang mengalir dalam dua arah menjadi lebih baik, sehingga dapa tdicapai kesepahaman dan kesepakan (komitmen) terhadap penyelesaian tugas secara baik, atau kinerja yang tercapai tinggi.
Dari hasil tersebut dapat ditangkap adanya implikasi yang penting yaitu 1) saat ada faktor diluar etnisitas maka dapat diredam kemunculan streotip dan prasangka ataupun bila ada, maka itu terjadi pada alam ketidaksadaran para anggota, 2) persepsi, kesepahaman beersama yang positif menumbuhkan suasana iklim komunikasiyang positif dan berkenaan dengan budaya organisasi yang unggul 3) kemajemukan etnik para anggota organisasi mungkin dapat menimbulkan dampak negatif atau positif terhadap efektivitas manajemen dan organisasi, serta iklim komunikasi dan budaya organisasi yang unggul.
Secara singkat, implikasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu implikasi teoritis, metodologis dan praktis. Implikasi teoritis beupa adanya 1) ketidaksesuaian antar astereotip yang terbentuk pada alam ketidaksadaran dan perilakunya di dalam organsai yang terwujud di dalam alam ketidaksadarannya karena adanya kesadaran azaz Ke-bhinneka tunggal ika-an, adanya perasaan senasib sepenanggungan dalam memperjuangkan kebutuhan dan adanyanya saling ketergantungan; 2) persepsi dan kesamaan pemahaman terhadaap makna dalam komunikasi menumbuhkan iklim komunikasi yang kondusif terhadap budaya organisai yang unggul; 3) komunikasi antar budaya merupakan matrik tindakan sosial yang rumit, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa perbedaan yang ada tidak perlu menimbulkan masalah, 4) penggunaan strategi komunikasi antarpribadi, seperti cost and reward, dalam komunikasi antar budaya mendatangkan hasil yang positif dan efektif dengan iklim komunikasi dan budaya organisasi.
Implikasi metodologis berkenaan dengan 1) penggunaan pelbagai teknik pengumpulan data dalam penelitian. Hal tersebut karena adanya jawaban yang lebih spontan dan teknik wawancara sehingga membentuk kesadaran seseorang; 2) studi mengenai komunikasi antar budaya dalam setting keorganisasian memberikan hasil positif secara holistik dan tetap menempatkan komunikasi dalam kerangka falsafah budya. Hal ini menunjukkan interaksi antar komponen komunikasi, budaya dan norma-norma organisasi.
Implikasi praktis terlihat bhawa 1) para manajer berperan baik sebagai komunikator dan strategi komunikasi cost and reward membuka jakur komunikasi vertikal du arah, baik dalam suasana formal maupun nonformal. Selain tiu, juga mengamati pola-pola tradisi masing-masing dan menerima secara jujur dan tulus bahwa pendirian kita tidak selamanya benar; 2) kebijakn dan kegiatan rotasi karyawan ke perlbagai daerah/unit kerja, pembinaan yang terus-menerus dan terencana melalui diklat telah memberikan hasil positif bagi terselenggaranya komunikasi antarbudaya oleh anggota organisasi yang berasal dari perlbagai latar belakang budaya."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irin Setiowati Bustarini
"Pendapat Trudgill di atas mengungkapkan bahwa bahasa seseorang selalu menunjukkan perbedaan-perbedaan besar-kecil dari cara berbicara atau bahasa orang lain, dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan oleh penuturnya untuk berinteraksi di dalam lingkungannya. Oleh karena itu bahasa tersebut harus sesuai dengaxr norma dan kaidah yang berlaku di dalam masyarakat penuturnya. Variasi bahasa tidak hanya timbul karena faktor-faktor sosial seperti diungkapkan di atas, tetapi juga bergantung pada konteks sosialnya, seperti situasi. tempat, konteks pembicaraan dan juga peran dan status pembicara di dalam percakapan tersebut (Trudgill, 1983a:100-102). Contoh yang baik dari pengaruh konteks sosial terhadap variasi bahasa seseorang dapat terlihat pada penggunaan kata sapaan, karena penggunaan kata sapaan selain tergantung pada latar belakang sosial penuturnya, tergantung pula pada konteks sosial pertuturan terutama perbedaan status dan keintiman di antara pembicaranya. Karena itu di dalam skripsi ini saya akan meneliti perbedaan penggunaan kata sapaan di dalam suatu karya sastra dan kaitannya dengan latar belakang sosial dan hubungan sosial penuturnya. Roman karya Heinrich Mann Der Untertan, saya pilih sebagai bahan penelitian karena roman tersebut sengaja ditulis oleh pengarangnya untuk menggamba.rkan latar sosial zaman kekaisaran Wilhelm II, sehingga buku tersebut dijuluki sebagai Bibel des Wilhelminischen Zeitatteas (Mann, 1986:1)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14693
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triandari Tuning P>W
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6666
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sismai Herni
"Penelitian ini dilakukan berawal dari maraknya upaya pemerintah untuk meningkatkan sumberdaya manusia agar memperoleh manuasia yang unggul melalui sekolah unggulan yang hampir merata di setiap propinsi di Indonesia. Sementara itu negara kita sedang dilanda krisis moneter yang mengakibatkan banyak dari orang tua anak sekolah yang di PHK dan kehilangan pekerjaan, sehingga banyak diantara anak-anak mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan sewajarnya sesuai dengan UUD 1945 dan Undang-Undang Repoblik Indonesia no 2 tahun 1989. Menurut Wardiman Djojonegoro dalam Utami Munandar dan Conny Semiawan ( 1996) bahwa jumlah anak berbakat secara khusus tingkat pendidikan dasar adalah 2 % dari 30 juta anak ( 600.000) orang.
Anak-anak tersebut belum seluruhnya tertampung di kelas unggul/ sekolah unggul. Anak berbakat ini membutuhkan pelayanan pendidikan minimal sama dengan siswa unggul di SMU Unggulan. Disisi lain penulis melihat latar belakang orang tua ( ibu ) juga memberikan dukungan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang unggul, terutama pada anak berbakat dikelas unggul tingkat SLTP. Faktor -- faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya dilihat dari budaya daerah, tingkat pendidikan ibu, status sosial ekonomi orang tua, peranan dan sikap orang tua terhadap pendidikan anak berbakat.
Penelitian ini diadakan di empat SLTP N Bukittinggi, sampel penelitian adalah anak berbakat di kelas dua unggul, dan orang tua mereka ( ibu). Anak berbakat dipilih dengan melakukan identifikasi anak berbakat dengan menggunakan tiga buah tes, TIKI - M Bentuk Pendek, TKV Paralel 1 dan Task Commitment. Siswa yang terpilih sebagai anak berbakat adalah yang memiliki IQ, CQ diatas rata-rata dan task Commitment tinggi. Pada anak berbakat juga diambil data pribadi melalui daftar isian, nilai rapor kelas I dan NEM ketika masuk SLIP.
Kemudian, kepada orang tua anak berbakat diberikan kuesioner Status Sosial Ekonomi, Skala peranan dan sikap orang tua, Daftar isian data orang tua. Sistem keluarga masyarakat di tempat penelitian ini , berbentuk matrilineal, dimana garis keturunan berdasarkan pada garis ibu, yang berbeda dengan suku lainnya di Indonesia dan satu - satunya sistem keluarga martrilineal yang ada di Indonesia. Keluarga di Bukitinggi (Minangkabau) ini sangat dipengaruhi oleh adat istiadat dimana dalam kehidupannya berdasarkan " Adat basandi sarak, sarak basandi kitabullah " yang masih dianut sampai saat ini.
Penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Analisis butir dilakukan dengan metode skala Likert. Reliabelitas dan validitas setiap item, digunakan rumus Cronbach's Alpha. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara latar belakang ibu dengan prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul SLTP N Bikittinggi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran anak berbakat sesuat karakteristik keluarga anak berbakat; melihat gambaran umum oarang tua (ibu) anak berbakat sesuai dengan karakteristik keluarga anak berbakat; melihat hubungan antara pendidikan ibu dengan prestasi anak berbakat; melihat hubungan SES orang tua dengan prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul; melihat hubungan antara peranan ibu dengan prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul,; melihat hubungan antara sikap ibu dengan prestasi belajar anak berbakat; melihat hubungan bersama antara pendidikan ibu, SES orang tua, peranan dan sikap ibu terhadap prestasi belajar anak berbakat; melihat sebereba besar sumbangan dari pendidikan ibu, SES orang tua, peranan dan sikap ibu pada prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu, SES orang tua dan peranan orang tua dengan prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul. Tetapi sikap ibu tidak berhubungan dengan prestasi belajar anak berbakat di kelas unggul. Bila dilihat besar sumbangan dari keempat variabel, maka peranan ibu memeberikan sumbangan yang besar sekali pada prestasi belajar anak berbakat, kemudian SES orang tua dan pendidikan ibu memberikan sumbangan yang bermakna pada prestasi belajar anak berbakat. Tetapi sikap ibu, tidak memberikan sumbangan yang bermakna pada prestasi belajar anak berbakat.
Saran yang dikemukakan dalam penelitian lanjutan : Penempatan siswa di kelas unggul tingkat SLTP N, perlu diidentifikasikan dengan menggunakan tes TIKI-M, Betuk Pendek, TKV, dan Task Commitment, agar diperoleh anak-anak yang betul-betul berbakat / unggul ; Perlu memberikan informasi pada anak berbakat tentang keberbakatnya, agar mereka dapat mengembangkan motif intrinsik dan merealisasikan bakat mereka ; Para orang tua perlu diberitahukan tentang keberbakatan dan prestasi anak berbakat di sekolah agar mereka dapat memahami dan memberikan bimbingan untuk mengembangkan bakat dan prestasi anak berbakat. ;Antara ibu dan sekolah perlu menciptakan kerjasama yang baik untuk membantu perkembangan bakat dan prestasi anak berbakat; Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan ruang lingkup yang lebih luas tentang anak berbakat, untuk mengembangkan potensi anak berbakat agar berkembang secara maksimal."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dhia Fairuz Auza
"Latar belakang: Terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia berdasarkan perbandingan data Riskesdas 2016 dan Riskesdas 2018. Jika dibandingkan dengan data pada tahun 2016, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan terdapat peningkatan jumlah perokok remaja di Indonesia sebesar 0,3% dengan perokok usia 10- 18 tahun mencapai 9,1%. Beberapa faktor yang melatarbelakangi terbentuknya perilaku merokokpadasiswaadalahhargadiri,tekanandalampertemanan,danpolaasuhnegatif. Metode: Studi cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri, tekanan dalam pertemanan, dan pola asuh negatif dengan perilaku merokok m elalui Angket Perilaku Remaja Siswa Sekolah Menengah di DKI Jakarta pada bulan November 2023.Penelitianmelibatkan160respondendarikelas10dan11diSMAN38danSMAN 90 Jakarta yang diambil secara stratified proportional random sampling. Hasil: Tidak ada hubungan yang siginifikan antara harga diri (p -value 0,725) dan pola asuh negatif (p-value 0,942) dengan perilaku merokok. Namun, ada hubungan yang signifikan antara tekanan dalam pertemanan (p-value 0,004) dengan perilaku merokok. Kesimpulan: Disarankan bagi SMAN 38 dan SMAN 90 mengadakan program peer educator terkait dampak negatif dari rokok untuk membantu mengurangi tekanan merokok dalam lingkaran pertemanan siswa.

Background: There is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia based on a comparison of Basic Health Research of the year 2016 and 2018. When compared with 2016 data, the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) shows that there is an increase in the number of teenage smokers in Indonesia by 0.3% with smokers aged 10 - 18 years reached 9.1%. Several factors behind the formation of smoking behavior in studentsareself-esteem,peerpressure,andnegativeparentingpatterns.Method:Across- sectional approach which aims to determine the relationship between self -esteem, peer pressure, and negative parenting patterns with smoking behavior through the Adolescent Behavior Questionnaire for Middle School Students in DKI Jakarta in November 2023. The research involved 160 respondents from grades 10 and 11 at SMAN 38 and SMAN 90 Jakarta using stratified proportional random sampling. Results: There is no significant relationshipbetweenself-esteem(p-value0,725)andnegativeparentingpatterns(p-value 0,942) and smoking behavior. However, there is a significant relationship between peer pressure (p-value 0,004) and smoking behavior. Conclusion: It is recommended for SMAN 38 and SMAN 90 to hold a peer educator program regarding the negative impacts of smoking to help reduce the pressure to smoke within students' circle of friends."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Wayan Pratiwi Dharkanti
"Studi ini bertujuan untuk meneliti tentang tingkat agresi sosial dengan meninjau hubungan antara persepsi terhadap agresi sosial dengan kualitas pertemanan, jenis kelamin, dan usia. Agresi sosial merupakan bentuk kekerasan non fisik yang bertujuan untuk merusak hubungan pertemanan, self-esteem, dan status sosial seseorang. Agresi sosial terdiri dari agresi sosial verbal dan non verbal. Contoh agresi sosial verbal adalah penyebaran rumor, pengucilan, dan manipulasi hubungan pertemanan. Sementara, agresi sosial non verbal meliputi ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang negatif.
Pengumpulan data dalam studi ini menggunakan metode kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner agresi sosial dan kuesioner kualitas pertemanan. Terdapat 120 partisipan yang terdiri dari 60 laki-laki dan 60 perempuan dalam studi ini. Usia partisipan berkisar antara 11 sampai dengan 20 tahun. Studi ini dilakukan di beberapa lembaga pendidikan golongan ekonomi menengah ke atas di Bogor dan di Jakarta.
Hasil dari studi ini menunjukkan adanya korelasi signifikan antara tingkat agresi sosial dengan dimensi-dimensi kualitas pertemanan yakni keintiman, reliabilitas aliansi, kesetaraan, eksklusivitas, dan konflik. Independent sample t-test sementara itu menunjukkan bahwa tingkat agresi sosial lebih tinggi pada remaja laki-laki dibandingkan dengan remaja perempuan. One way ANOVA menggambarkan bahwa tingkat agresi sosial lebih tinggi pada remaja awal dibandingkan dengan tingkat agresi sosial pada remaja madya ataupun remaja akhir.

The purpose of this study is to examine the rate of social aggression based on friendship quality, gender, and age. Social aggression is defined as a non-physical form of aggression directed toward damaging another's friendship, self-esteem, and social status. Social aggression divided into verbal and non verbal social aggression. Spreading rumors, social exclusion, and friendship manipulation are included as verbal social aggression. Negative facial expression and body language, on the other hand, are classified as non verbal form of social aggression.
This study used social aggression and friendship quality questionnaires to gather the data. There were 120 participants, consisted of 60 boys and 60 girls, involved in this study. The age of the participants ranged from 11 to 20 years old. The study was held in several upper middle class education institutions in Bogor and in Jakarta.
The results showed that there are significant correlations between the rate of social aggression and dimensions of friendship quality which are intimate exchange, reliable alliance, balance of power, exclusivity, and conflict. Meanwhile, independent sample t-test showed that rate of social aggression was higher for boys than for girls. Furthermore, one way ANOVA revealed that the highest rate of social aggression was found in early teenager group as compared to the social aggression rate of middle or late teenager group."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6591
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>