Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23751 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Woman's age of marriage is one of the important proximate
determinant of fertility. A number of research have been done to explain
marriage patterns across age, cohort, and socioeconomic factors. One of
the powerful models that often used to explain the marriage pattern is
Caale-McNeil model. The purpose of this study is to determine tire Java
and Bali marriage patterns using Coale-McNeil marriage model. Data
used are based on the 1991 Indonesia Demographic and Health Survey.
The study shows that there is quite a great variation in mean age of first
marriage across provinces. it was also found that the mean age of first
marriage changes across cohorts. Tire younger cohorts tend to marry ar
under age.
"
Journal of Population, Vol. 3 No. 3 1997 : 223-236, 1997
JOPO-3-3-1997-223
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Creese, Helen
New York: East Gate Book, 2004
899.222 CRE w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ela Fitriani
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas tingkat pencapaian pendidikan dan usia menikah pertama di kalangan wanita Jepang masa kini. Analisis dalam penelitian ini menggunakan konsep pilihan rasional yang berkaitan dengan pernikahan dari Hamplova 2003 , Becker 1996 , dan Tsuya dan Mason 1995 . Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan studi pustaka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia pernikahan pertama wanita Jepang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini berkaitan dengan semakin bertambahnya wanita Jepang yang melanjutkan penidikan tinggi, memasuki dunia kerja, serta pandangan terhadap pernikahan wanita Jepang masa kini.

ABSTRACT
This study focused on educational attainment and age of first marriage among Contemporary Japanese woman. The analysis of this study uses rational choice concept from Hamplova 2003 , Becker 1996 , and Tsuya and Mason 1995 . This study used qualitative descriptive method with literature review. The result of this research showed that age of first marriage among Japanese woman today is increasing from year to year, this is related to the increasing number of Japanese women who continue with higher education, entering the workforce, as well as the views of contemporary Japanese women towards marriage."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rihlah Romdoniah
"Dalam lingkup ekonomi, pernikahan memberikan dampak positif dengan adanya efisiensi biaya (Becker, 1976). Akan tetapi, dampak tersebut sepertinya tidak berlaku secara universal. Faktanya, pernikahan di usia dini seringkali diasosiasikan dengan dampak yang negatif, seperti kemiskinan. Dengan menggunakan data Susenas Kor 2013, penelitian ini menganalisis pengaruh usia menikah pertama terhadap status sosial ekonomi. Penelitian ini menemukan terdapat pengaruh positif dari usia menikah pertama terhadap status sosial ekonomi.

In the economic scope, marriage had a positive impact with cost efficiency (Becker, 1976). However, these effects do not seem to apply universally. In fact, early marriage is associated with negative effects, such as poverty. Using data Susenas Kor in 2013, this study analyzed the effect of the age at first marriage for socioeconomic status. This research found there is a positive effects on the age of first marriage for socioeconomic status."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S61845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalida
"Penelitian ini menganalisis pengaruh dari pernikahan anak pada wanita terhadap kemampuan negosiasi wanita tersebut dalam keluarga menggunakan data dari Indonesia Family Life Survey IFLS gelombang kelima. Proxi yang digunakan untuk kemampuan bernegosiasi adalah pengaruh wanita dalam pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan anak, transfer ke orangtua dan mertua, serta waktu sosialisasi suami dan diri sendiri.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa menikah pada usia dewasa akan meningkatkan kemungkinan wanita tersebut memiliki kemampuan negosiasi dalam keluarga pada aspek pendidikan anak, kesehatan anak dan waktu yang dihabiskan suami untuk bersosialisasi di luar. Implikasi dari penelitian ini menunjukkan pentingnya mengurangi pernikahan di bawah umur karena fenomena tersebut secara negatif mempengaruhi pemberdayaan wanita dari sisi kemampuan negosiasi dalam keluarga.Kata Kunci: wanita, pernikahan anak, agensi keluarga, kemampuan negosiasi.

This study analyses the impact of child marriage on womens socio economic bargaining power in the family using the fifth wave of Indonesia Family Life Survey. The proxies used for socioeconomic bargaining power are spending for childrens education and health, transfer to parents and parents in law, husbands socialising time and respondent rsquo s socialising time.
The findings show that marrying after reaching adulthood will increase the womens probability for bargaining power in their childrens education, childrens health and husbands socialising time. The implication of this study would address the importance of reducing the number of child marriage in Indonesia as it would affect womens empowerment represented by family socio economic agency in negative way.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindya Amanah Primaningrum
"Sesuai dengan yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024, untuk mengupayakan agenda meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, dibutuhkan penduduk yang tumbuh seimbang dan tata kelola penduduk yang kuat. Umur kawin pertama merupakan salah satu faktor dari pertumbuhan penduduk, dimana waktu saat pertama kali melakukan perkawinan akan mempengaruhi individu yang terlibat dan keturunan yang dilahirkan di waktu mendatang. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh modal manusia terhadap umur kawin pertama. Sumber data penelitian ini adalah hasil Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (SAKERTI) 2007 dan 2014. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode regresi logistik biner. Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan, status kesehatan, dan pengeluaran per kapita mempengaruhi umur kawin pertama. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan menurunkan kemungkinannya untuk melakukan perkawin pada umur 25 tahun atau kurang. Seseorang dengan riwayat penyakit kronis akan meningkatkan kecenderungan untuk melakukan perkawinan pada usia 25 tahun atau kurang, dan pengeluaran per kapita keluarga yang lebih tinggi mengurangi kecenderungan untuk melakukan perkawinan pada usia 25 tahun atau kurang.

As stated in Indonesia’s RPJMN 2020-2024, to pursue the agenda of increasing human resources with high quality and competitive, population growth that is balance and a good population management are needed. The timing of entry to marriage is one of the factors of population growth. The timing of entry to marriage would affect people involved in family. This research aims to do a study on the impact of human capital on age at first marriage. Using the IFLS 2007 and 2014, the author regressed the data with binary logistic regression method, this study show that educational attainment, health status, and per capita expenditure affect age at first marriage. Someone with higher educational attainment less likely to marry when they are 25 years old or younger. Someone with chronic disease diagnose more likely to marry when they are 25 years old and younger. Lastly, the higher per capita expenditure the family of someone spent, will lessen the probability of that someone to marry when they are 25 years old or younger."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Wellington House, 1996
302.23 CUL
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sora Yullyana
"Penggunaan kontrasepsi merupakan strategi untuk menunda dan mengontrol kelahiran dengan mengurangi kemungkinan terjadinya fertilitas ovum oleh spermatozoa. Namun, cakupan penggunaan kontrasepsi di Provinsi Papua masih jauh dari target yang ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi penggunaan kontrasepsi pada 15-49 tahun berdasarkan faktor predisposisi dan faktor pendukung di Provinsi Papua tahun 2012. Metode penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Sampel penelitian ini adalah wanita usia subur usia 15-49 tahun yang tercatat sebagai responden pada data SDKI 2012 serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS 15-49 tahun di Provinsi Papua adalah 14,6 persen.
Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara distribusi penggunaan kontrasepsi pada WUS dengan usia >35 tahun (PR: 7,823; CI 95% 3,210-19,067), pendidikan tinggi (PR: 4,751; CI 95% 2,884-7,827), bekerja (PR: 0,435; CI 95% 0,318-0,595), jumlah paritas 3-4 anak (PR: 3,254; CI 95% 2,286-4,633), tinggal di perkotaan (PR: 2,694; CI 95% 1,960-3,703), ekonomi menengah (PR: 2,666; CI 95% 1,798-3,953), pengetahuan tinggi (PR: 3,970; CI 95% 2,863-5,507), dan pernah terpapar informasi KB (PR: 3,091; CI 95% 2,255-4,236) dengan nilai p value <0,005. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan upaya promosi kesehatan secara intensif dan penyebarluasan informasi oleh tenaga kesehatan mengenai manfaat akan pentingnya penggunaan kontrasepsi pada WUS, memberikan pelayanan kontrasepsi yang berkualitas dalam memperoleh alat/metode KB.

The use of contraception is a strategy to delay pregnancy and to do birth control, with the possibility of reducing fertility of ovum by spermatozoa. However, coverage of the use of contraceptive in Papua is still far from the target set. This study aims to determine the distribution of contraceptive use based on WUS 15-49 years predisposing factors and enabling factors in Papua Province in 2012. This research used cross sectional design method with secondary data analysis of Demographic Health Survey of Indonesia 2012. This study sample were women age is 15-49 years, listed as respondents in the data IDHS 2012, and meet the inclusion and exclusion criteria.
The results showed that the distribution of contraceptive use on WUS 15-49 years in Papua province was 14.6 percent. The results of analysis showed there is a significant relationship between the distribution of contraceptive use on WUS with age >35 years (PR: 7.823; 95% CI 3.210 to 19.067), higher education (PR: 4.751; 95% CI 2.884 to 7.827), employment status (PR: 0.435; 95% CI 0.318 to 0.595), number of parity 3-4 children (PR: 3.254; 95% CI 2.286 to 4.633), urban residence (PR: 2.694; 95% CI 1.960 to 3.703), middle income (PR: 2.666; 95% CI 1.798 to 3.953), higher knowledge (PR: 3.970; 95% CI 2.863 to 5.507), and have been exposed to family planning information (PR: 3,091; 95% CI 2.255 to 4.236) with a p value <0.005. Therefore, an increase in the effort required of health promotion, intensive counseling and dissemination of information by health professionals about the benefits of the importance of contraceptive use on WUS, providing quality contraceptive services in obtaining the tools/methods of family planning.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahmi Kasmanely
"Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana konstruksi seksualitas perempuan terutama pada pengalaman ibu saat dirinya baru menjadi ibu melalui praktik digital di komunitas virtual. Studi-studi terdahulu menyatakan bahwa perempuan yang baru menjadi ibu mengalami sejumlah perubahan besar dalam memposisikan identitas dirinya yang berdampak pada pemaknaan kehidupan seksual perempuan. Definisi yang sempit mengenai seksualitas perempuan telah membatasi perempuan mengakses informasi dan mencari dukungan mengenai masalah seksual yang dihadapi. Namun, terdapat studi yang menunjukkan bahwa komunitas virtual yang terbentuk dalam ruang digital mampu memberikan wadah untuk mendiskusikan hal-hal yang tabu, seperti seksualitas perempuan. Dengan demikian, peneliti berargumen bahwa komunitas virtual dapat menjadi ruang baru untuk mendiskusikan dan mencari informasi seputar isu perempuan yang tabu dibicarakan, seperti seksualitas, sehingga memungkinkan terjadinya proses konstruksi seksualitas perempuan pada perempuan saat mereka baru menjadi ibu. Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif yang mencakup proses wawancara mendalam dan observasi terhadap interaksi yang ada di dalam media sosial dan grup Whatsapp komunitas Halo Ibu. Informan dalam penelitian ini adalah (1) informan merupakan perempuan yang memiliki anak untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 1-2 tahun setelah menikah; (2) informan merupakan perempuan yang termasuk ke dalam anggota Komunitas Halo Ibu; (3) informan merupakan perempuan yang memiliki pengalaman melahirkan sebelumnya yang menunjukkan adanya pengalaman seksual berbeda dari satu anak ke anak lainnya; (4) informan merupakan perempuan yang memiliki anak berusia 0-5 tahun; (5) informan merupakan perempuan yang bertempat tinggal di Indonesia. Temuan dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa karakteristik komunitas virtual telah menyediakan ruang terbuka dan aman untuk membahas isu-isu tabu mampu mengintervensi perempuan dalam memaknai seksualitas mereka. Pemaknaan seksualitas perempuan ditinjau dari pengalaman kehidupan seksual yang meliputi pola hubungan dengan pasangan, perilaku seksual, praktik seksual, yang sejalan dengan konsep sexuality in gender framework Dixon Mueller.

This study aims to understand how the construction of women's sexuality, especially in the experience of new mothers through digital practices in virtual communities. Previous studies suggest that women who have just become mothers experience a number of major changes in the positioning of their identity, which has an impact on the meaning of women's sexual lives. Narrow definitions of women's sexuality have restricted women from accessing information and seeking support about their sexual problems. However, there are studies that show that virtual communities formed in digital spaces are able to provide a platform to discuss taboo subjects, such as women's sexuality. Thus, the researcher argues that virtual communities can be a new space to discuss and seek information about taboo women's issues, such as sexuality, thus enabling the process of constructing women's sexuality in women when they are new mothers. Data collection was conducted qualitatively, including in-depth interviews and observations of interactions within the social media and Whatsapp groups of the Halo Ibu community. The informants in this study are (1) women who have children for the first time within 1-2 years after marriage; (2) informants are women who are members of the Halo Ibu Community; (3) informants are women who have previous childbirth experiences that show different sexual experiences from one child to another; (4) informants are women who have children aged 0-5 years; (5) informants are women who live in Indonesia. The findings in this study show that the characteristics of virtual communities have provided an open and safe space to discuss taboo issues that can intervene women in interpreting their sexuality. The meaning of women's sexuality is reviewed from the experience of sexual life which includes patterns of relationships with partners, sexual behavior, sexual practices, which are in line with the concept of sexuality in gender framework Dixon Mueller."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garner, Helen
Sydney: Macmillan, 1995
305.42 GAR f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>