Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191537 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Muhammad Rifqi Alaydrus
"Anak jalanan merupakan sebuah fenomena yang sering muncul di area perkotaan serta membawa dampak buruk bagi ketertiban lingkungan. Permasalahan ini tidak bisa hanya dipandang sebelah mata, melainkan harus dilihat dari berbagai sudut pandang serta berbagai faktor seperti keluarga, sosial, psikologi, hingga ekonomi. Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan kebijakan Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) klaster anak jalanan untuk menyediakan kesempatan bagi anak jalanan supaya mereka mendapatkan akses terhadap rehabilitasi sosial, jaminan sosial, hingga pemberdayaan sosial. Kota Depok merupakan salah satu kota yang gencar menyelenggarakan kebijakan penanganan anak jalanan yang diangkat juga sebagai program unggulan oleh Dinas Sosial. Hal ini dibuktikan dengan prestasi penurunan jumlah anak jalanan tertinggi dibandingkan kota-kota lain di wilayah Jabodetabek serta gelar Kota Layak Anak yang didapatkan. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu kunci keberhasilan dari strategi penanganan anak jalan yang Pemerintah Kota Depok laksanakan. Adapun penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses dan alur kolaboratif serta faktor yang memengaruhinya dengan konsep collaborative governance yang dikemukakan oleh Ansell & Gash (2008). Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan metode pengambilan data lewat wawancara mendalam sebagai sumber primer dan studi kepustakaan hingga studi media sebagai sumber sekunder. Hasil dari penelitian ini melukiskan kolaborasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok dalam menjalankan turunan Program Kesejahteraan Sosial Anak klaster anak jalanan telah memenuhi semua dimensi dari teori milik Ansell & Gash (2008). Pemerintah Kota Depok memberikan alur yang jelas untuk menangani anak jalanan serta membuka kesempatan bagi kolaborator untuk membangun kebijakan bersama sesuai kebutuhan. Kolaborator Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) juga diberikan pelatihan dan akreditasi demi meningkatkan pelayanan yang diberikan. Namun, masih didapati beberapa temuan yang menjadi hambatan serta harus dievaluasi yang berhubungan dengan miskomunikasi, pembaharuan kebijakan, optimalisasi perjanjian kerja, hingga penyebaran informasi yang belum baik.

Street children are a phenomenon that often appears in urban areas and brings negative impacts to environmental order. This issue cannot be overlooked, but must be viewed from various perspectives and factors such as family, social, psychological, and economic. The Government of the Republic of Indonesia has issued the Child Social Welfare Program (CSWP) for street children cluster to provide opportunities for street children so that they can access social rehabilitation, social security, and social empowerment. Depok City is one of the cities that actively carries out street children handling policies which are also raised as a flagship program by the Social Service. This is evidenced by the achievement of the highest reduction in the number of street children compared to other cities in the Jabodetabek region and the Child-Friendly City title obtained. Cross-sector collaboration is one of the keys to the success of the street children handling strategy carried out by the Depok City Government. This research aims to analyze the process and flow of collaboration and the factors that influence it with the concept of collaborative governance proposed by Ansell & Gash (2008). This research uses a post-positivist approach with data collection methods through in-depth interviews as primary sources and literature studies to media studies as secondary sources. The results of this study illustrate the collaboration carried out by the Depok City Government in running the derivative of the Child Social Welfare Program for the street children cluster has fulfilled all dimensions of the theory of Ansell & Gash (2008). The Depok City Government provides a clear flow to handle street children and opens opportunities for collaborators to build joint policies according to needs. Social Welfare Institution (SWI) collaborators are also given training and accreditation to improve the services provided. However, there are still some findings that become obstacles and must be evaluated related to miscommunication, policy renewal, optimization of work agreements, to the dissemination of information that is not yet good."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S4729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Parwitasari
"IFRS 17 merupakan standar internasional pertama akuntansi kontrak asuransi, berlaku efektif tanggal 1 Januari 2023. IFRS 17 fokus pada proses pengukuran dan penyajian kontrak asuransi dalam laporan keuangan.Di Indonesia, IFRS 17 seluruhnya diadopsi dalam PSAK No.74 yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2025. Penerapan dini PSAK No.74 diperkenankan bagi entitas yang sudah menerapkan IFRS 9. IFRS 17 berlaku untuk semua entitas yang mengeluarkan kontrak asuransi termasuk asuransi sosial. Program asuransi sosial di Indonesia diselenggarakan melalui SJSN, dikoordinasi oleh DJSN dan dilaksanakan melalui BPJS. Sedangkan DJS merupakan iuran yang diperoleh dari Pemerintah, peserta, dan pemberi kerja beserta hasil pengembangannya yang dikumpulkan melalui BPJS. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kesiapan Badan Pengelola Asuransi Sosial X dalam menerapkan PSAK No.74, mengidentifikasi isu kritis akuntansi pada saat menerapkan PSAK No.74 pada Program Asuransi Sosial X, serta dampak penerapan PSAK No.74 terhadap laporan keuangan Program Asuransi Sosial X. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif melalui studi kasus dengan menggunakan teknik triangulasi untuk menganalisis instrumen penelitian berupa dokumentasi, wawancara semi terstruktur serta observasi. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Badan Pengelola Asuransi Sosial X belum selesai membuat position paper terkait persiapan awal penerapan PSAK No.74. penentuan asumsi dan model pengukuran yang sesuai dalam melakukan perhitungan CSM menjadi isu kritis akuntansi yang dihadapi Badan Pengelola Asuransi Sosial X pada saat menerapkan PSAK No.74, sedangkan laporan keuangan Program Asuransi Sosial X tidak akan mengalami perubahan kecuali modifikasi di beberapa akun terkait penerapan PSAK No. 74.

IFRS 17 is the first international standard for accounting for insurance contracts, effective January 1, 2023. IFRS 17 focuses on the process of measuring and presenting insurance contracts in financial statements. In Indonesia, IFRS 17 is entirely adopted in PSAK No.74 which will be effective from January 1, 2025. Early adoption of PSAK No.74 is permitted for entities that have already implemented IFRS 9. IFRS 17 applies to all entities that issue insurance contracts including social insurance. Social insurance programs in Indonesia are implemented through SJSN, coordinated by DJSN and implemented through BPJS. Meanwhile, DJS is a contribution obtained from the Government, participants, and employers along with the results of the development which are collected through BPJS. This study aims to determine the readiness of the Badan Pengelola Asuransi Sosial X in implementing PSAK No. 74, identifying critical accounting issues when applying PSAK No. 74 to Program Asuransi Sosial X, and the impact of implementing PSAK No. 74 on the financial statements of Program Asuransi Sosial X. The research was conducted with qualitative methods through case studies using triangulation techniques to analyze research instruments in the form of documentation, semi-structured interviews and observation. From the results of the study, it was found that the Badan Pengelola Asuransi Sosial X had not yet finished making a position paper related to the initial preparation for the application of PSAK No. 74. determining the appropriate assumptions and measurement models in performing CSM calculations became a critical accounting issue faced by Badan Pengelola Asuransi Sosial X when implementing PSAK No.74, while the financial statements of Program Asuransi Sosial X will not change except for modifications in several accounts related to the implementation of PSAK No.74"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Harris
"Krisis moneter yang berlangsung saat ini sulit diperkirakan sebelumnya sehingga banyak menimbulkan dampak negatif terhadap pelbagai aspek kehidupan bangsa. Untuk mengatasi dampak negatif dari krisis moneter ini, pemerintah cukup tanggap terhadap masalah kesehatan keluarga miskin, dengan program yang sangat strategis, yang bersifat upaya penyelamatan ( rescue ) yaitu program jaring perlindungan sosial bidang kesehatan (JPS-BK ).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mendalam tentang bagaimana pelaksanaan dan hambatan-hambatan JPS-BK di Kabupaten DT II Tasikmalaya, yang untuk selanjutnya dapat digunakan oleh pengelola program, sebagai masukan dalam memperbaiki pelaksanaannya.
Penelitian yang menggunakan metode penelitian kualitatif ini adalah untuk menganalisa pelaksanaan JPS-BK di Kabupaten Tasikmalaya, mulai dari tingkat Kabupaten dan berjenjang sampai tingkat desa dengan jumlah sampel sebanyak 77 orang yang terdiri dan 1 orang pengelola JPS-BK Kabupaten, 30 orang kepala puskesmas yaitu satu kecamatan diambil satu kepala puskesmas, sebagai pelaksana tingkat kecamatan, 30 bidan di desa yaitu satu bidan perkecamatan, sebagai pelaksana tingkat desa dan 16 orang petugas yang melakukan pendataan sasaran (tim desa ).
Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indephi interview ), Focus group diskusi (FGD) dan kajian dokumen.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa data sasaran yang merupakan hal penting dalam pelaksanaan program JPS-BK, ternyata tidak akurat karena kriteria Gakin yang kurang jelas, sebagian besar pendataan sasaran dilaksanakan oleh bidan desa dan kader, bukan oleh tim desa, tidak adanya alokasi dana untuk pendataan dan petunjuk pelaksanaan yang ada terlalu kaku sehingga diperlukan modifikasi yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Disamping itu hal lain yang penting adalah kurangnya kerja sama lintas sektoral sehingga penanganan Gakin tidak terpadu dan pada akhirnya, mengakibatkan kurang berhasilnya suatu program.
Untuk meningkatkan keberhasilan program JPS-BK maka disarankan koordinasi lintas sektoral yang lebih balk, sehingga adanya keterpaduan antar sektor terkait, adanya kriteria Gakin yang mudah diimplementasikan di iapangan dan adanya kesepakatan pelaksanaan untuk melengkapi petunjuk pelaksanaan yang kurang jelas.

The current monetary crisis, unpredictably causes negative impacts in many life aspects. The Indonesian government has given a good respond to overcome this situation, particularly concerning the health problems of poor families, by implementing a very strategic rescue program called the Social Protection Sector Development Program on Health sectors (SPSDP-HS).
The research conducted is aimed to obtain detailed information regarding the program implementation and any obstacles found during the time of implementation in Tasikmalaya regency. The findings can be of benefits to improve the future program.
Cross sectional design in used in this study, with qualitative approach, to analyze SPSDP-HS implementation from the regency level, stratified to the village level. Number of respondents are 77 individuals : one person as the manager of SPSDP-HS, 30 head of Puskesmas ( one representative is the person in charge for sub-district level ), 30 village midwives ( one representative as the person in charge for village level ), and ] 6 person as members of the data collection teamwork.
Data is obtained by indepth-interview technique, Focus group Discussion, and document analysis.
In conclusions, baseline data of the targeted population, one of the most important key for the success of all program implementations, is inaccurate due to unclear criteria for determining poor families; most of the baseline data of the targeted population-supposed to be collected by the village team-has been obtained by the midwives and cadres; no funds allocated for data collections and an inflexible guidance for the implementation. Such a guidance should be more understandable and practical, therefore there is a need for simplification. In addition, a minimum effort of inter sector collaborations with result of inadequate action to rescue poor families-seems to be the reason for unsuccessful program implementations.
To increase the success of SPSDP-HS program a better inter sectors collaborations should be maintained to achieve an integrated action for rescuing poor families, and gaining a better understanding to clarify the implementation guidance.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pengendalian tuberkulosis telah meningkatkan angka kesembuhan dan
menyelamatkan banyak jiwa, tetapi kurang berhasil menurunkan insiden
tuberkulosis. Oleh karena itu, pengendalian tuberkulosis menekankan pada
kebijakan determinan sosial karena determinan sosial secara langsung dan
melalui faktor risiko tuberkulosis berpengaruh terhadap tuberkulosis. Hasil
telaah literatur menunjukkan bahwa stratifikasi determinan sosial me-
nyebabkan clustering tuberkulosis, berupa pengelompokkan penderita
tuberkulosis menurut lokasi geografis yang secara statistik signifikan.
Pengetahuan tentang clustering sangat bermanfaat dalam pengendalian
tuberkulosis, khususnya untuk menurunkan insiden tuberkulosis karena
dapat memberikan informasi tentang lokasi populasi yang berisiko. Selain
itu, telaah literatur menunjukkan bahwa implementasi analisis spasial
memerlukan dukungan sumber daya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, se-
belum analisis cluster berbasis spasial dapat diterapkan, perlu didukung
oleh penelitian yang menunjukkan kesiapan sumber daya dan efektivitas
biaya.
Tuberculosis control has increased cure rate and saved million people, but
has less success in reducing tuberculosis incidence. Therefore, tuberculo-
sis control needs to put more emphasis on social determinants policy, since
social determinants directly or through tuberculosis-risk factors affect
tuberculosis. Literature reviews show that stratification of social determi-
nants will cause tuberculosis clustering, a grouping of tuberculosis patients
according geographical area that is statistically significant. Knowledge on
the clustering is very useful to support tuberculosis-control program, espe-
cially for reducing tuberculosis incidence through highlighting the area of
vulnerable population. On the other hand, literature reviews also show that
implementation of spatial analysis requires adequate resources. Therefore,
before tuberculosis cluster analysis can be implemented routinely, it should
Pentingnya Analisis Cluster Berbasis Spasial dalam
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
The Importance of Spatial-Based Cluster Analysis for Tuberculosis Control
in Indonesia
Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani* Lutfan Lazuardi** Yodi Mahendradhata*** Hari Kusnanto**
be supported by researches that indicate resources readiness and cost
effectiveness."
Lampung: Universitas Lampung, Fakultas Kedokteran, Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Purnawan
"Peranan komunikasi dalam pembangunan telah mendapat
perhatian yang serius dari berbagai pihak yang terlibat di
dalam pembangunan sektor sekitar tahun 60-an. ยท Salah satu
strategi komunikasi pembangunan yang berke bang sejak tahun
70-an adalah strategi pemasaran sosial (social marketing).
Pemasaran sos ial merupakan s u_atu strategi yang
mempergunakan prinsip-p rinsip pemasaran yang d ikenal
sebagai 4P (product~ price~ place~ promotion), untuk
memperoleh manfaat sosial. Sebagaimana diketRhui, ilmu
pemasaran biasanya digunakan untuk memasarkan produk-produk
komersial. Namun kini, prinsip pemasaran juga dilirik untuk
memasarkan produk dan gagasan sosial"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S4051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifah Yessi Hediyati
"Salah satu kegiatan Program JPS-BK adalah pelayanan kesehatan melalui pemberian KS pada Gakin. Pemberian KS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu Gakin untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Upaya ini mencoba menghilangkan salah satu faktor penghambat dalam penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu faktor pembiayaan.
Jakarta Timur merupakan daerah yang mempunyai jumlah Gakin terbanyak (32,9%) di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dari serapan dana juga merupakan daerah yang paling banyak (29,9%) mendapatkan dana JPS-BK (Tim Koordinasi Program JPS-BK Provinsi DKI Jakarta, 2000). Dari data yang diambil dan profil kesehatan wilayah Jakarta Timur tahun 1999 didapat bahwa jumlah kunjungan Gakin ke Puskesmas adalah 30,929 KK (33,5% dari seluruh Gakin) dan jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan dengan angka kunjungan Gakin ke Puskesmas di Indonesia (81,4%).
Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari model Precede dari Green (1980). Green menggambarkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempunyai konstribusi terhadap perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana Gakin memanfaatkan KS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan jumlah Gakin, dimana Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU) sebagai daerah dengan jumlah Gakin terbesar dan kelurahan Pekayon sebagai daerah dengan jumlah Gakin terkecil. Informasi dari faktor predisposisi, enabling dan reinforcing dalam penelitian ini didapat dari ibu balita gizi buruk, ibu kartu sehat, bidan, kepala dan staf Puskesmas , kader dan toma. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang KS maka pemanfaatan KS semakin baik. Jarak yang jauh dan sulitnya angkutan untuk mencapai tempat pelayanan dapat menjadi hambatan dalam memanfaatkan KS. Perlakuan adil dengan tidak memberikan perbedaan pelayanan merupakan pengalaman yang menyenangkan dalam memanfaatkan KS. Jenis pekerjaan dan persepsi terhadap waktu tunggu tidak menjadi hambatan bagi informan dalam memanfaatkan KS-nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Disarankan perlunya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya KS dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan dan adanya alokasi biaya transportasi. Disarankan juga untuk melibatkan toma kelurahan dalam keanggotaan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) di tingkat kelurahan yang dapat memantau pelaksanaan program JPS-BK. Perlunya klinik swasta dan dokter praktek swasta (selain Puskesmas) diikut sertakan sebagai tempat pemanfaatan KS, sehingga hambatan jarak dan transportasi dapat diatasi. Selain itu perlu adanya pembekalan terhadap kader dan toma tentang tujuan dan manfaat dari program JPS-BK sehingga sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat dan benar, disamping perlu adanya penjelasan tentang manfaat KS pada Gakin saat pemberian KS. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis layanan yang dibutuhkan Gakin.

Pattern Usage Analysis of Health Card (HC) on the Social Safety Net in the Health Sector Program by the Poor Households to Acquire Health Services in East of Jakarta 2001One of the many activities of the Social Safety Net in the Health Sector Program was provision of health services through Health Card for the poor households. This program was aimed to enable them to reach health services. This effort was intended to remove one of the obstacles to the access ability of the health services, which was financial factor.
The East Jakarta owned the highest concentration (32,9%) of poor households in the Jakarta Province and had the largest (29,9%) recipient of the Social Safety Net in the Health Sector Program among other region (Coordination Team JPS-BK Jakarta Province, 2000). Data taken from the East Jakarta Health Profile, showed that the number of poor household visited to the Puskesmas (public health center) in 1999 was 39,929 (33,5% of all the poor households). This figure was significantly lower than that ' of The average national figure (81,4%) of the poor household visited Puskesmas.
The framework for this research was taken from Green's (1980) Precede model. Green described 3 (three) contributing factors affecting health behavior: namely predisposing, enabling and reinforcing factors. A qualitative research method was used to better describe how the poor households utilize Health Card to get health services. The location of the research was selected based on the number of the poor household. The kelurahan (village) North Cipinang Besar (CBU) was the home of the largest poor household in the eastern of Jakarta while the kelurahan Pekayon the smallest figure. Information concerning the predisposing, enabling and the reinforcing factor, were collected from different informants of the study namely mother of the malnourished under fives, mother who had Health Card, health personnel of the Puskesmas (Puskesmas chief and staff), cadre and community leaders. The methods of the data collection were in-depth interviews and focus group discussions.
Findings from this research suggested of possible correlation between the level of education and knowledge about Health Card of the users. Those who had higher level of education were likely to use the Health Card Travel distance as well as ease of transport could become barrier to the Health Card utilization. Work status and perception about waiting time of the visit seemed do not affect the client to use the Health Card to receive health services.
Reorganization of the geographical coverage of the Health Card and transportation allowance was strongly advisable to be provided to remove the distance barrier. The involvement of the community leader in the Community Grievance Unit (Unit Pengaduan Masyarakat) at the Kelurahan level should be encouraged to help in monitoring in the implementation of the Social Safety Net in the Health Care Program. To reduce the distance bather, both private doctors and clinics should be taken into consideration as provider of services to the poor household. Besides it is extremely necessary to equip the cadre and community leaders an in-depth knowledge concerning the objective an benefit of the Social Safety Net in the Health Sector. This effort would be useful for further socialization of the Social Safety Net in the Health Sector Program. It was also necessary to explain the benefit of the Health Card when it was given to the client. Future studies were required to determine the actual health services needed by the poor households.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Anindia Alif Hexagraha
"ABSTRAK
Kepentingan publik merupakan klaim dengan dua sisi. Pemerintah kerap menggunakannya untuk menerapkan program perencanan ruang tanpa konsen dari masyarakat terdampak. Di sisi lainnya, masyarakat juga menggunakan dalil kepentingan publik untuk membela haknya yang terdampak. Gagasan keadilan spasial lahir dari tradisi intelektual yang memiliki kesadaran tinggi akan parahnya ketidakadilan di ruang-ruang urban dan demikian menuntut rekonsepsi radikal terhadap ruang, pemerintahan, dan penataan ruang. Tradisi intelektual yang paling berpengaruh dalam keadilan spasial adalah Ruang Publik dari Habermas, Hak atas Kota dari Harvey, dan Produksi Ruang dari Lefebvre yang menekankan pada partisipasi publik yang aktif dalam pembentukan kebijakan urban khususnya pelibatan dari kelompok yang termarjinalkan karena mengalami ketidaksetaraan yang diciptakan oleh kebijakan-kebijakan urban yang tidak berkeadilan.

ABSTRACT
The idea of public interest in spatial planning is two fold. The government often uses it to enforce spatial plan program without the consent of the affected groups. On the other hand, the affected groups also use it as their defense to protect their damaged rights. The idea of spatial justice is derived from progressive intellectual tradition that is highly aware of the severeness of injustice in urban spaces and hence demands radical reconception of spaces, governance, and spatial planning. Most influential intellectual tradition in spatial justice are Habermas lsquo Public Sphere, Harvey lsquo s Right to The City, and Lefebvre lsquo s Production of Space which emphasize on active public participation in urban policy making especially for the marginalized groups who experience exacerbated inequality the long standing urban policies have produced."
2017
S68827
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmiady Jakfar
"Community development bagi perusahaan merupakan wujud dari tanggung jawab sosial dan juga merupakan suatu strategi dalam rangka pencapaian target positif image dan target community relations perusahaan. Pencapaian target pencitraan positif dan hubungan yang harmonis perusahaan dengan komunitas lokal, merupakan dambaan dan kebutuhan semua perusahaan. Citra positif dan hubungan yang harmonis merupakan suatu keniscayaan bagi perusahaan, karena bagaimanapun juga sebuah perusahaan berada dan terkait dengan tatanan kehidupan sosial suatu komunitas. Keterkaitan tersebut, kemudian saling mempengaruhi kepentingan dan keberadaan masing-masing pihak. Perusahaan di suatu pihak akan ikut dipengaruhi oleh kepentingan dan keberadaan suatu komunitas, demikian juga dengan komunitas yang ikut dipengaruhi oleh kepentingan dan keberadaan suatu perusahaan.
Target pencitraan positif dan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan komunilas akan tercapai dengan baik, manakala praktisi public relations mampu mendesain dan mengikuti prosedur serta tahapan sebuah perencanaan yang sistemalis. Diawali oleh penelitian, identifikasi masalah dan sasaran, menyusun program aksi, menyusun kebutuhan biaya, implementasi, melakukan kontrol, dan terakhir melakukan evaluasi.
Penelitian bertujuan untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian, yakni ingin mengetahui bagaimana strategi komunikasi PT. PIM dalam membangun hubungan dengan komunitas lokal. Bagaimana bentuk program sosial PT. PIM dalam melaksanakan wujud social responsibility perusahaan, dan bagaimana pandangan dan reaksi komunitas lokal terhadap PT, PIM dalam mewujudkan tanggung jawab sosialnya, serta apakah kekecewaan masyarakat Aceh terhadap kebijakan pemerinlah pusat mempunyai dampak terhadap hannonisasi hubungan PT. PIM dengan komunitas lokal setempat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif analisis. Data atau informasi diperoleh melalui wawancara dalam bentuk tidak terstruktur, dengan sejumlah informan yang penulis anggap cukup kompeten untuk memberikan keterangan, diantaranya adalah Direktur Umum, Staf Ahli Direktur Utama, Kepala Biro Hupmas, dan Kepala Bagian Penerangan dan Publikasi PT. PIM sebagai pihak internal perusahaan Dari pihak eksternal adalah yang mewakili tokoh politik, tokoh perempuan, tokoh pemuda, aktivis LSM, tokoh pendidik, serta mewakili anggota komunitas lokal setempat yang merupakan desa binaan PT. PIM.
Dari data-data yang dikumpulkan ternyata kekecewaan masyarakat Aceh terhadap pemerintah pusat, terutama diakibatkan oleh ketimpangan pembangunan ekonomi di Aceh yang tidak proporsional, dibandingkan dengan penghasilan negara dari eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Aceh yang dilakukan oleh beberapa perusahaan BUMN dan semi BUMN (pemsahaan patungan). Perubahan iklim politik pada era reformasi, kemudian merubah kebijakan pemerintah pusat terhadap Aceh. Bahkan putra Aceh diberikan kesempatan untuk memimpin perusahaan PT.PlM. Iklim reformasi kemudian juga telah merubah kebijakan manajemen PT. PIM terhadap langgung jawab sosial perusahaan. Manajemen perusahaan sudah mulai memberikan perhatian terhadap kepentingan komunitas lokal, seperti perekrutan tenaga kerja untuk PT.PLM-II, yang diprioritaskan bagi pemuda di lingkungan perusahaan, program community development sudah mulai mendapat perhatian serius dari pihak manajemen. Program pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui pembinaan usaha kecil dan koperasi, prioritas pemberian beasiswa bagi anak-anak korban DOM, dan pernberdayaan lembaga pendidikan tradisional (pesantren). Namun, karena rentang waktu perusahaan kebijakan tersebut relatif baru, tingkat keberhasilannya belum begitu dirasakan oleh masyarakat. Di samping itu, pelaksanaan program yang tidak didasari oleh sebuah proses perencanaan yang matang dan sistematis, dengan tahapan-tahapan yang baik, mengakibatkan pelaksanaan program community development tcrsebut cenderung reaksional dan kondisional. Sehingga, belum dapat mencapai target pencitraan positif dan jalinan hubungan yang hamlonis dengan komunitas setempat.
Oleh karena itu, manajemen perusahaan perlu melakukan perubahan orientasi pelaksanaan program community development, dengan melibat sepenuhnya partisipasi masyarakat dengan pola buttom-up. Di samping itu pihak manajemen juga perlu melakukan peningkatan sumber daya karyawan dalam pelaksanaan program community development, seperti diklat, atau pelatihan-pelatihan tentang community development itu sendiri."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12267
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>