Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148271 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S6917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naldo
"ABSTRAK
Tesis ini membahas resistensi band Mocca dalam menyikapi industri musik
indonesia dalam konteks band indie sebagai agen perubahan strukturasi industri
musik Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi
kasus. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa industri musik Indonesia mengalami
penurunan kualitas oleh karena itu terbentuklah musik indie yang lahir dari
komunitas sebagai wadah perlawanan terhadap musik mainstream dan selera
masyarakat.

Abstract
This thesis discusses the resistance of Mocca band and the dealing with
Indonesian music industry in the context of the indie band as an agent of change
on Indonesian music industry structuration. The study was a qualitative research
design with case studies. The study concluded that Indonesian music industry
deteriorated since it was formed by the birth of indie music community as a place
of resistance against mainstream music and tastes of society."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31133
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vitorio Mantalean
"ABSTRAK
Kemapanan major label yang notabene pihak paling berpengaruh dalam industri musik populer mengalami guncangan akibat demokratisasi akses yang disebabkan oleh revolusi digital, tak terkecuali di Indonesia. Hal tersebut membuat major label perlu mencari berbagai sumber pemasukan baru sejak bisnis music sales tak lagi dapat diandalkan sebagai tumpuan pendapatan. Grup band Nidji yang masuk pada saat industri musik populer Indonesia tengah limbung rupanya tetap mampu bertahan di saat banyak grup band seusianya lenyap tertelan ganasnya ombak industri. Melalui pendekatan kualitatif, penelitian studi kasus ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Nidji sanggup mempertahankan diri sebagai grup band yang tetap populer dan produktif pada era keterpurukan industri musik populer Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesediaan Nidji menjadi ujung tombak pemasukan Musica Studio dalam bisnis manajemen artis membuat Nidji tetap dapat produktif dan populer selagi menguntungkan Musica Studio sebagai major label yang menaunginya. Selain itu, Musica Studio sebagai major label juga menerapkan sejumlah strategi guna menciptakan efisiensi produksi karya musik seraya melakukan ekspansi bisnis ke bidang-bidang lain.

ABSTRACT
The democratization of access caused by digital revolution shook the status quo of major label as the most influencing and decisive player in the pop music industry, including in Indonesia. It urged major labels to search for new sources of revenue since music sales business was no longer reliable. Music group Nidji, that stepped in at the time of Indonesia 39 s pop music industry was unsteady, apparently are still able to survive until now while other groups their age are drowning. Using qualitative approach, this case study research aims to find out how Nidji could maintain themselves as productive and popular music group in the adversity era of Indonesia pop music industry. The result shows that Nidji rsquo s willingness to be the spearhead of Musica Studio rsquo s revenue in artist management business kept themselves productive and popular while at the same time helped Musica Studio securing their revenue stream. In the other hand, Musica Studio as the major label also applied some strategies to create production efficiency while expanding their business to another sectors. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Aidin Fikri
"Pada umumnya semua grup band jika ingin sukses dan eksis harus masuk ke mainstream. Kesuksesan tersebut merupakan peran dari major label yang membantu band-band yang ingin sukses. Karena banyaknya kendala-kendala yang dihadapi untuk masuk ke major label, maka dari itu tidak semua band bisa masuk ke major label. Oleh karena itu bagi sebuah band yang ingin sukses dan eksis tetapi mereka tidak bisa diterima major label maka mereka umumnya masuk ke dalam jaringan indie.
Jaringan indie mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh mainstream. Peran major label sebagai penentu kesuksesan sebuah band harus dimiliki oleh jaringan indie, karena di dalam jaringan indie tidak memiliki pranata sosial yang sejajar dengan major label. Oleh karena itu semua kebutuhan dasar bagi sebuah band yang ingin sukses harus mampu menjalankan fungsi yang dijalankan oleh major label. Untuk itu band indie secara mandiri merekam dan memasarkan lagu-lagu yang mereka ciptakan.
Struktur sosial di major label terbentuk atas hubungan kepentingan. Sementara itu, hal ini tidak bisa diterapkan di jaringan indie, karena membutuhkan biaya besar. Oleh karena itu hubungan sentiment menjadi sangat penting di jaringan indie agar band-band indie bisa tetap eksis. Efek Rumah Kaca merupakan salah satu band yang ada di jaringan indie. Efek Rumah Kaca harus mampu memanipulasi hubungan kepentingan menjadi hubungan sentiment agar bisa sukses di jaringan indie. Dengan memanipulasi hubungan kepentingan menjadi hubungan sentiment, maka kebutuhan band Efek Rumah Kaca bisa terpenuhi dan bisa eksis di jaringan indie.

All of band if want get success and exist they have to in to mainstream. The Success come from major label which is they help bands to get success. because so many problems to join in major label, therefore not all of band can join to major label. so the band who want to success but can?t join to major label, they usually in to indie networks.
Indie networks follow the ways of mainstream do. The major label as a determine of bands to get success must have in indie networks, because in indie networks doesn?t have rules like in major label. so all needs of the bands used fulfilled in indie networks. So indie band must do independent record and distribute their song.
Social structure in major label established based on interest relation. but it doesn?t works in indie networks, because need a lot of finance. because of it, sentiment relationship become important in indie networks for the bands to still exist. Efek Rumah Kaca is a one of band in indie networks. Efek Rumah Kaca must have manipulate interest relationship become sentiment relation to get success in indie networks. With manipulate interest relation become sentiment relation, so needs of Efek Rumah Kaca can fullfilled and can still exist in indie networks.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1245
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jatmiko Adhi Ramadhan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas bagaimana perjalanan karir Pas Band sebagai musisi
indie tahun 1993-1998. Pas Band adalah sebuah band yang mengusung genre rock
dengan membawa tema kritik sosial. Pas Band mengawali karir dengan merekam
lagu mereka sendiri (indie). Cara ini ditempuh karena perusahaan major label
pada umumnya menolak karakter musik Pas Band. Setelah proses rekaman
selesai, Pas Band mendistribusikan albumnya dengan sistem titip edar. Hasil
penjualan yang sangat tinggi didapatkan Pas Band, sehingga membuat PT.
Aquarius Musikindo tertarik mengkontrak Pas Band. Kesempatan ini langsung
diterima Pas Band, karena harapan mereka dalam bermusik yaitu menyampaikan
aspirasi dan kritik sosial mereka kepada masyarakat bisa terwujud. Prestasi Pas
Band dalam bermusik menjadikan mereka sebagai pelopor kemunculan musik
indie dalam industri musik Indonesia. Keberhasilan Pas Band dalam bermusik
melahirkan generasi-generasi baru dari musik indie. Idealisme mereka dalam
bermusik banyak ditiru dan mewarnai belantika musik Indonesia.

ABSTRACT
This research tries to explain the life of Pas Band as an indie musician 1993-1998.
Pas Band is a rock band with critic-toward-politic lyrics. Pas Band began their
career with recording their own song (indie). This method they take because
Major Labels cant accept their choice of lyrics, because -- according to the label --
it have no sell potentials. This denial made them go indie. After they produce their
first mini album "For Through The Sap" independently, PT. Aquarius Musikindo
offered them a contract. The success of their mini album moved Aquarius
Musikindo. Pas Band signed the contract, and hoped to publicize their critictoward-
politic lyrics. Another new indie band was formed here and there. That
showed a birth of a generation of indie musician."
2014
S54561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Aditya Nugroho
"Keberagaman musik, tidak lagi begitu terlihat di Indonesia era 2000-an. Keberagaman musik terakhir dirasakan pada era 90-an. Musik dari berbagai genre mendapat tempat di media konvesional skala nasional. Pop, punk, ska, rock, metal dan sebaginya, dapat dikonsumsi khalayak bahkan dalam satu program acara. Dekade terakhir ini, keberagaman itu mulai tidak terlihat. Musik di indonesia mengalami keseragaman. Media konvensional sudah terlalu berkerabat oleh pihak major label, yang memiliki standar tertentu untuk musik pop yang akan dijadikan populer dan membentuk arus utama (mainstream). Sehingga, musik selain pop kehilangan media sebagai tempat publikasi karya musik.
Industri musik indie, menaungi berbagai materi musik yang memiliki perbedaan selera dengan standarisasi major label. Materi dari major label begitu populer, sehingga pintu media menjadi terbatas pada segmentasi itu. Menanggapi "tutup pintu" dari media konvensional, indie menggunakan media lain yang memungkinkan, yaitu media online. Tetapi, media online tidak bisa memapar khalayak secara paksa, seperti khalayak yang dikondisikan dalam mengkonsumsi media konvensional (TV, radio). Sebaliknya, konsumsi media online tergantung kepada minat khalayak untuk mengaksesnya, ini jelas merupakan sebuah kelemahan dibanding keluasan jangkau media konvensional. Tetapi, industri musik indie berhasil mengoptimalkan media online ini. Melalui media online, industri musik indie berhasil menjalankan fungsi produksi, promosi, distribusi, interaksi, apresiasi bersama khalayak, yang telah menjadi pilar-pilar penjaga bagi sebuah eksistensi industri musik indie di Indonesia.

Music has many kind of genre, but there are not too published in Indonesia since 2000s. We can feel a richness of music in the end of 90s. That many kind genre have a space to show in conventional media, in national scale. Pop, punk, ska, rock, metal, etc, can perform or show a music product, in one program. In the last decade, that many kind of genre going to disappear. Badly, music in Indonesia just show of one kind. Conventional media has too close with major label, that apply a specific standard for a pop music to build up to the most popular then others and make a mainstream culture. So, except a pop music, get no more media as a place to publish their music product.
Indie music industry, as a place for many product music that have some difference taste with major label?s standard. Major label?s product is so popular, that make media be more segmented. Conventional media had closed their door. So, indie use other media that seems possible, that is online media. But, online media can?t force people to take the content as what conventional media (TV, radio) does that trap people/audience with show content in their agenda setting. Online media consumption has a backbone to people demand to access the media, it is absolutely a weakness then how conventional can reach people so broad. But, indie music industry can approve that they can use online media as the best they can. Use online media, indie music industry can success in operating all function; production, promotion, distribution, interaction, appreciation with their people, that a base of keep the existence of indie music industry in indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Derisa Rasi Makara
"Tesis ini membahas tentang peranan agregator musik dalam struktur industri musik di indonesia dalam konteks agregator musik ini sebagai agen perubahan strukturasi industri musik dalam hal pendistribusian dan promosi konten musik di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bagi para musisi indie. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi perubahan industri musik Indonesia. Yang pertama adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju. Dan yang kedua adalah berkembangnya musik Indie (Sidestream). Agregator musik muncul sebagai platfrom bisnis yang fokus mendistribusikan lagu ke toko musik digital di seluruh dunia. Agregator musik berperan sebagai pengganti label rekaman yang kerap kali menjadi sandungan bagi para musisi untuk memasarkan karyanya. Agregator musik melalui toko digital maupun streaming musik dianggap mampu menjawab tantangan era digital dalam hal distribusi dan promosi karya musik. Terlebih, agregator musik dianggap mampu mewadahi karya-karya musisi baru atau musisi indie yang seringkali mengalami kesulitan luar biasa untuk memperkenalkan karya musiknya.

This tesis discusses about the role of Music Aggregator in structur change of music industry in Indonesia in the context that music aggregator is as an agent to change music industry in term of music distribution and promotion content in the growing information and communication technology era for indie musicians. The thesis applies qualitative design with case study design. The study concluded that two main factor which affect of Indonesia music industry change. The first factor is the rapid growth of information and communication technology. The second factor is the rise of Indie Music (Sidestream). Music Aggregator becames a business platform that focuses on distributing songs to digital music stores all around the world. Music Aggregator contributes as subtitutive record label that alwasy hampers all musician to market their creation. Music Aggregator through digital music store or streaming music platform is able to answer the challenges of digital era in the term of music content distribution and promotion. Music aggregator can collect creations of new musicians or indie musicians who often experience extraordinary diffuculty to introduce their creations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T46318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisyah Khairunnisa
"Bagian 1
Analisis Situasi
Perkembangan musik indie di Indonesia sedang mencapai titik puncak kreativitasnya. Namun sayangnya media tidak memberikan ruang yang cukup untuk musik indie. Padahal sebagian besar pendengar radio membutuhkan informasi mengenai musik indie. Dengan adanya program “Indie Go”, diharapkan kebutuhan akan informasi para pendengar bisa terjawab dan menularkan kreativitas, semangat, dan referensi musik berkualitas.
Bagian 2
Manfaat dan Tujuan Pengembangan Prototipe
Manfaat sosial: meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai musik kepada pendengar, menambah referensi, inspirasi serta kreativitas kepada pendengar Manfaat bagi stasiun radio: Memperkuat citra radio yang mendukung musik non-mainstream, menarik pendengar dan pengiklan.
Tujuan sosial: memenuhi kebutuhan pendengar mengenai musik indie, menginspirasi dan mendorong pendengar untuk berkarya, dan membuka wawasan bagi mendengar.
Tujuan ekonomi: mendatangkan pengiklan dan sponsor yang akhirnya mendatangkan keuntungan bagi stasiun radio.
Bagian 3
Prototipe yang Dikembangkan
Program ini bernama “Indie Go” dan berformat air magazine. Program ini akan mengangkat album, single, fenomena, konser, dan lifestyle yang sedang berkembang di dunia musik indie. Disiarkan setiap hari Rabu pukul 19.00-19.30 dengan target pendengar remaja dan dewasa muda usia 15-25 tahun, di Jabodetabek dengan SES ABC+.
Bagian 4
Evaluasi
Pre-test dilakukan dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan dua kelompok yang masing-masing beranggotakan enam orang. Pre-test dilakukan sebulan sebelum program “Indie Go” disiarkan. Sedangkan evaluasi dilakukan sebulan setelah program “Indie Go” disiarkan dengan metode telesurvei dan melihat respon pendengar dari berbagai media.
Bagian 5
Anggaran
Jumlah Anggaran Pembuatan prototipe: Rp 198.000
Jumlah biaya produksi 13 episode: Rp 10.010.000
Prakiraan pendapatan per episode (tanpa sponsor): 42.640.000
Jumlah anggaran pre-test: Rp 1.080.000
Jumlah anggaran evaluasi: Rp 1.800.000

Part 1
Situation Analysis
The development of indie music in Indonesia is attaining its peak point of creativity. Unfortunately, the mass media nowadays has not given enough space to indie music, while most of the radio listeners need information about it. “Indie Go” program is expected to meet audience needs of indie music information, as well as to spread the creativity, spirit, and reference of qualified music.
Part 2
Benefits and Objectives of Developing Prototype
Social benefits: to increase the listeners’ insight and knowledge about music, also to add reference, inspiration, and creativity to the listeners. Benefits for the Radio Station: to strengthen the station image that is supporting non-mainstream music, as well as to attract more listeners and advertisers.
Social objectives: to fulfill the listeners’ needs of indie music, as well as to inspire and encourage them to create something, also to broaden listeners’ insight about music.
Economic objectives: to gain more advertisers and sponsors that eventually will give more profit back to the station.
Part 3
The Developing Prototype
This program named by “Indie Go” and has air magazine format. “Indie Go” picks various themes such as album, single, concert, lifestyle, and other phenomenon that is currently growing in indie music world. The program will be aired every Wednesday at 19.00 to 19.30 in Trax FM. Its primary target listeners are teenagers and young adult whose age between 15-25 years old, located in Jabodetabek with SES ABC+.
Part 4
Evaluation
Pretest will be conducted by doing Focus Group Discussion (FGD) to two groups consist of six members of each group. It will be conducted one month before the “Indie Go” program being aired. While the evaluation will be conducted one month after the program being aired by using tele-survey method, as well as seeing listeners’ response from various media.
Part 5
Budgeting
Total Prototype Production Budget: Rp 198.000
Total Production Cost (13 episodes): Rp 10.010.000
Net Income Estimation per Episode (without sponsor): Rp 42.460.000
Total Pretest Budget: Rp 1.080.000
Total Evaluation Budget: Rp 1.800.000
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Prayoga
"Tesis ini membahas tenlang studi strukturasi lerhadap musik indie di Jakarta. Secara khusus, penelitian ini melihat struktur dominasi induslri musik major label dan bagaimana produksi/rcproduksi sistem nilai pada musik indie tersebut_ Pcnclilian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivis kritis. Dengan menggunakan pendekatan sosiokulluml, penelitian ini memakai teori strukturasi Anthony Giddens. Hasil penelitian menemukan bahwa sistem nilai yang dibangun oleh musik indie merupakan suatu relasi oposisi terhadap sistem nilai musik major label. Sistem nilai pamungkas milik musik indie yang tidak dapat disentuh oleh kapitalis adalah free culture."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33844
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>