Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203085 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Basuki Harijanto
"Penulisan mengenai pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, yang penelitiannya dipusatkan daerah perkebunan Be_suki, dimulai dari awal munculnya sistem buruh kontrak yang sejalan dengan berkembangnya perusahaan perkebunan swasta di Hindia Belanda. Mengingat bahwa sejarah adalah suatu proses, maka pemogokan buruh perkebunan tahun 1950 adalah suatu proses panjang yang dialami oleh buruh perkebunan un_tuk memperjuangkan nasibnya. Maka penulisan pemogokan buruh perkebunan tahun 1950, pembahasannya ditarik ke belakang yaitu mulai munculnya perusahaan perkebunan swasta di Hin_dia Belanda. Kemudian diikuti dengan perkembangan gerakan buruh perkebunan dan gerakan buruh lainnya sampai munculnya Serikat Buruh Perkebunaa Republik Indonesia, hingga terja_di pemogokan buruh perkebunan tahun 1950. Tujuannya adalah untuk mengetahui sebab yang paling mendasar timbulnya pemo_gokan buruh perkebunan terhadap perusahaan asing. Penelitian data dilakukan di perpustakaan dan Arsip Nasional di Jakarta dengan mengadakan interpretasi sumber Selain itu juga diadakan peninj auan ke lokasi peris tiwa pe_mogokan di daerah Jember ( sekarang PTP XXVI di Jelbuk dan PTP XXVII di Jember ). Kesimpulannya, bahwa pengalaman buruh perkebunan di jaman Hindia Belanda adalah bernasib buruk dan hidup tidak layak. Dan perjuangan untuk meningkatkan taraf hidup yang layak selalu tidak berhasil, karena pengusaha perkebunan mendapat perlindungan dari pemerintah kolonial baik yang berupa poenale sanctie ataupun undang-undang hukum pidana dari artikel 161. his yang membatasi gerakan buruh. Maka se_telah Indonesia Merdeka kaum buruh tidak menyenangi pengu_saha asing sebagai sisa-sisa kolonial. Namun buruh perke_bunan harus bekerja kembali pada pengusaha asing sisa-sisa kolonial, karena pemerintah Republik menerima perjanjian Konferensi Meja Bundar 1949. Kaum buruh perkebunan harus menerima upah yang rendah dari pengusaha asing, sehingga mereka kembali hidup tidak layak seperti jaman kolonial. Ma_ka dalam diri kaum buruh perkebunan tumbuh sifat nasionalisme yang dinyatakan melalui sikap anti perusahaan asing sisa_-sisa kolonial yang masih memberi upah terlalu rendah di ne_gara Indonesia yang sudah merdeka. Jadi sifat nasionalisme dan kebutuhan sosial ekonomi yang mendasari terjadinya pe_mogokan buruh perkebunan tahun 1950."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syarief Darmoyo
"Kuantitas dan kualitas pemogokan dan demontrasi buruh semakin meningkat sejak kejatuhan rezim Soeharto. Hal ini selain karena kondisi buruh yang semakin tertindas, juga karena ruang kebebasan berorganisasi semakin terbuka lebar. Nyaris setiap hari media massa memberitakan aksi pemogokan dan demonstrasi buruh. Namun demikian, hingga saat ini belum banyak diketahui bagaimana aksi buruh tersebut direpresentasikan oleh media massa. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk meneliti masalah ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aksi pemogokan dan demonstrasi buruh direpresentasikan oleh media massa. Penelitian ini menggunakan metode analisa isi. Objek penelitiannya adalah berita-berita aksi pemogokan dan demonstrasi buruh yang dimuat pada harian Kompas dan Media Indonesia, selama tahun 2000. Unit analisis yang dikoding adalah posisi fisik berita, format berita, sifat berita, sumber berita, frame berita, dan orientasi berita.
Temuan penelitian ini adalah sebagai adalah secara umum kedua surat kabar yang menjadi subjek dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Dan sisi letak halaman mereka sama-sama jarang menempatkan berita pemogokan buruh di halaman-halaman selain halaman satu seperti halaman 2, halaman 1 9, halaman 24, dan sebagainya. Mereka juga sama-sama memberikan ruang yang kurang lebih sama untuk berita-berita pemogokan buruh.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa baik Kompas maupun Media Indonesia sama-sama suka memilih format berita straight news dan sifat berita hard news. Kedua media tersebut juga cenderung menggunakan buruh sebagai sumber utama beritanya. Kemudian, frame yang sama-sama sering mereka gunakan untuk melaporkan berita pemogokan buruh adalah frame anarkis yang biasanya dipakai oleh pengusaha dalam menanggapai berbagai isu di sekitar pemogokan buruh dan frame pelanggaran terhadap hak-hak buruh yang biasanya dipakai oleh buruh dalam menginterprestasikan berbagai peristiwa konflik industrial. Terakhir, mereka sama-sama berorientasi pada peristiwa dari pada isu dalam menceritakan aksi-aksi pemogokan buruh. "
2001
T1332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
SDANE2-3(2
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Sejahtera
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6205
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erisa Sofia Rahmawati
"Aturan kerja diartikan sebagai hubungan kerja yang mencakup aturan substantif yang ketentuannya termuat dalam hukum ketenagakerjaan. Aturan kerja di PT. Alpen Food Industry (Aice) tidak mematuhi hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Proses penetapannya juga dilakukan sepihak tanpa keterlibatan serikat buruh secara demokratis, sehingga serikat buruh melakukan mobilisasi dan aksi kolektif untuk mengubah aturan kerja. Skripsi ini bertujuan untuk menunjukan keberhasilan mobilisasi dan aksi kolektif yang dilakukan oleh serikat buruh dalam mengubah aturan kerja di perusahaan. Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dan Teori Mobilisasi yang dikemukakan oleh John Kelly untuk menganalisis. Hasil temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa serikat buruh berhasil melakukan mobilisasi dan aksi kolektif karena strategi-strategi yang dilakukan mampu mengoptimalkan kekuatan kolektif buruh, membangun opini publik, serta menghadapi kontra mobilisasi dari perusahaan dan negara. Skripsi ini diharapkan dapat berkontribusi dalam kajian politik perburuhan dan hubungan industrial di Indonesia.

Employment relations which include substantive rules determined by labor law. Employment relations at PT. Alpen Food Industry (Aice) didn’t comply with applicable labor laws in Indonesia. The determination process is also carried out unilaterally without the involvement of labor unions in a democratic manner, so the unions carry out mobilization and collective action to change the employment relations. This research aims to show the success of mobilization and collective action carried out by labor unions in changing employment relations in companies. This research used qualitative methods and Mobilization Theory proposed by John Kelly to analyze. The findings of this research show that labor unions have succeeded in mobilizing and collective action because the strategies implemented are able to optimize collective strength, build public opinion, and face counter-mobilization from companies and the state. This thesis is expected to contribute to the study of labor politics and industrial relations in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulmairi Khiyul
"ABSTRAK
Gelombang pemogokan antara tahun 1910-1920 memaksa pemerintah meninjau kembali kebijaksanaannya. Hubungan yang lebih langsung dengan buruh tampak jelas dalam periode ini. Pada tahun 1919 Gubernur Jendral van Limburg Stirum membentuk komisi untuk kemungkinan standar gaji minimum, mengawasi kondisi buruh, sebagai contoh, menyelidiki tingkat kesejahteraan penduduk di Jawa. Kemudian di akhir tahun 1921, Komisi ini dialihkan ka dalam Kan_toor van Arbeid dengan staf yang lebih besar dan fungsi yang lebih luas. Kemerosotan tingkat kesejahteraan pen_duduk Jawa sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1830, di bawah sistem Tanam Paksa. Di mana tingkat perekonomian kolonial menanjak dengan cepat sementara itu kesejahte_raan penduduk sebaliknya kian merosot.
Antara tahun 1918-1920, perekonoman tanah Hindia kian merosot. PD I dan malaise yang diakibatkannya menyebabkan harga-harga kebutuhan pokok mendadak naik. Sudah menjadi jelas bahwa kaum buruhlah yang pertama merasakan akibatnya. Dalam situasi yang serba sulit ini kaum maji_kan tetap tidak mau ambil peduli terhadap tuntutan buruhnya, bahkan para pengusaha-pengusaha besar melakukan kerja sama dan membentuk korporasi. Misalnya kongsi gula (Sugar Syndicate) dengan induk perusahaan Belandanya BB_NISO, sementara usaha-usaha yang sejenis mengikuti jejak di atas. Pemilik penanaman bergabung ke dalam Cultiva_tion Owners, 1918 ada asosiasi para majikan dan onderne-mersraad, dll. Dan tidak mengherankan kalau antara tahun 1918-1920 gelombang pemogokan begitu hebat. Dan skripsi ini mengisahkan tentang perlawanan tersebut.

"
1990
S12634
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>