Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96337 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Sunardi
"Dalam rangka mengimplementasikan perjanjian AFAS dan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, Pemerintah Indonesia menghadapi beberapa kendala internal, antara lain, peraturan penyelenggaraan jasa telekomunikasi atau peraturan terkait lainnya tidak mengizinkan partisipasi modal asing hingga 70%, keterbatasan SDM yang mempunyai kompetensi diplomasi dan negosiasi, dan struktur kelembagaan yang kurang terpadu. Memperhatikan permasalahan ini, penelitian ini merumuskan strategi untuk menghadapi liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendukung strategi tersebut.
Berdasarkan hasil pengumpulan data dengan menggunakan Focus Group Discussion (FGD) dan analisis menggunakan SWOT menunjukkan bahwa peta posisi organisasi berada di Kuadran IV dengan koordinat (-1.69, -0.87). Faktor kelemahan dan ancaman adalah lebih dominan dibanding dengan faktor kekuatan dan peluang. Penerapan strategi Weaknesses-Threats (WT) dilakukan untuk pembenahan internal organisasi dengan mempertahankan kondisi sekarang agar tidak lebih buruk akibat desakan yang kuat dari ancaman luar.
Memperhatikan peta posisi organisasi dan formulasi strategi, penelitian ini telah menetapkan tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan organisasi dalam rangka menghadapai permasalahan liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN. Strategi yang ditetapkan adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu mengkaji ulang kebijakan domestik mengenai pelaksanaan liberalisasi jasa telekomunikasi di ASEAN guna mengeliminasi kelemahankelemahan internal dan dampak buruk pelaksanaan liberalisasi.

In order to implement to AFAS agreement and ASEAN Economic Community Blueprint, the Government of Indonesia has several internal constraints, among others, the regulation of telecommunication service operation or other related regulations is not allowing the foreign equity participation up to 70%, the limitation of human resources having competency in international diplomacy and negotiation, and the un-integrated of organization conducting liberalization issues. Taking into account these problems, this research formulate the strategy to facilitate trade in telecommunication services in ASEAN and the necessary plan of action to support the strategy undertaken.
Based on data collecting with Focus Group Discussion and data analysis with SWOT, show that the map of organization position is in the Quadrant IV by the coordinate (-1.69, -0.87). The weaknesses and threats are more dominant than strengths and opportunities. The use of Weaknesses-Threats (WT) strategy is intended to make a internal betterment by retaining the current condition in order to avoid the worse condition caused by strong external threats.
Taking into consideration the map of organization position and strategy formulation, this research has determined an organization objective, target, policy, and program. The determined strategy is the Ministry of Communication and Information Technology needs to review the domestic policy on the telecommunication service liberalization in ASEAN in order to eliminate the internal weaknesses and the negative impact of liberalization.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2012
T30142
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Didiet Naharani Bahariyanti Purnama Dewi
"Tesis ini membahas mengenai liberalisasi sektor telekomunikasi di Indonesia sebagai bentuk komitmen Indonesia di WTO, khususnya ketentuan General Agreement on Trade in Services (GATS) dengan melihat pada Schedule of Commitment dan regulasi domestik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan metode nonnatif preskriptif untuk melihat scjauh mana perkembangan liberalisasi sektor telekomunikasi di Indonesia serta kesiapan Indonesia dalam rnenghadapi liberaJisasi agar dapat memanfuatkan peluang sekaligus melindungi kepentingan nasional Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi sektor telekornunikasi di Indonesia telah dimulai dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi serta berakhimya konsep monopoli di sektor telekomunikasi Indonesia. Dalam perkembangannya pemerintah telah melakukan upaya yang cukup menunjang dalam rangka menghadapi liberalisasi agar dapat efektif memanfaatkan hasil libernlisasi.

This thesis is concerning about liberalization of telecommunication sector in Indonesia as Indonesian's commitment in WTO, especially stipulation in General Agreement on Trade in Services (GATS) by refers on Schedule of Commitment and domestic regulation in Indonesia. This research is conducted using nonnative prescriptive methods to discover how far are the liberalizations of telecommunication sector development in Indonesia and the preparation of the country in dealing with liberalization so it will be able to take advantage of opportunities and also to protect Indonesia’s interests. The result of the research shows that the liberalizations of telecommunication sector in Indonesia has initiated by the Act no 36, 1999 About Telecommunication and the end of monopoly concept in Telecommunication sector of Indonesia. Within the development, the govermment conducted moderate value of supporting effort in order to deal with liberalization to be effective in utilize liberalization output."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T 25137
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Siswanto
"Seiring dengan kebutuhan penggunaan telepon seluler dengan teknologi GSM yang semakin besar dan semakin kuatnya kompetisi yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan operator jaringan seluler maka posisi dominan dari sebuah perusahaan dalam pasar oligopoli cukup strategis untuk dikaji sehingga dapat memperjelas arah kebijakan industri jasa telekomunikasi seluler di Indonesia.
Posisi dominan sebuah perusahaan yang telah lama berada dalam pasar oligopoli cenderung dianggap memiliki potensi penyalahgunaan posisinya untuk memenangkan persaingan. Di sisi lain regulasi telekomunikasi yang ada belum menunjang secara penuh dan seringkali menimbulkan berbagai macam interpretasi.
Tesis ini akan mengungkapkan analisa terhadap perilaku sebuah perusahaan yang berposisi dominan. Sebelumnya perlu diungkap pasar telekomunikasi seluler itu sendiri dan analisa posisi dominan perusahaan di pasar. Dengan demikian akan terukur dan teruji tentang seberapa jauh keberadaan perusahaan tersebut di pasar. Untuk itu perusahaan akan dianalisa baik secara kinerja maupun perilakunya Serta akan diuji dengan pendekatan struktural yaitu terhadap pangsa pasar.
Analisa perilaku perusahaan dilakukan secara parsial dengan tiga pendekatan yaitu Price Cost Margin (PCM), tingkat kolusi dan upaya penjualan perusahaan. Berdasarkan hasil analisa perilaku didapatkan adanya indikasi penerapan kebijakan pembedaan harga dan strategi penempatan harga di bawah biaya rata-rata yang diiakukan perusahaan. Didapat pula tingkat derajat kolusi perusahaan yang rendah dan upaya penjualan perusahaan yang masih berada di bawah rata-rata para pesaingnya.
Potensi penyalahgunaan yang mungkin dimiliki perusahaan dominan tentunya harus dibuktikan kasus per kasus perdasarkan aturan dalam undang-undang persaingan usaha. Daiam kasus penerapan tarif rendah oIeh perusahaan dominan ternyata tidak terbukti adanya perilaku predatoris sebagai Salah satu bentuk penyalahgunan posisi yang dilakukan PT. Telkomsel. Namun untuk jangka pendek kedepan potensi penyalahgunaan kemungkinan masih dapat terjadi dan dipengaruhi oleh batasan-batasan ketentuan atau peraturan regulator di bidang telekomunikasi yang berlaku."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T17140
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriza Matillya SR
"Kunci keberhasilan berkompetisi pada industri wireless yang sangat ketat adalah speed. Salah satu strategi agar proses pengambilan keputusan dapat terjadi secara cepat adalah memisahkan proses bisnis Flexi Mandiri dengan proses bisnis PT. Telkom. Persaingan industri telekomunikasi yang semakin ketat menyebabkan market share Flexi wilayah khususnya jabodetabek masih kalah dengan kompetitor terdekatnya Esia dimana market share Esia 63% , Flexi 37% [4].
Mengingat keluhan akan kualitas layanan Flexi masih tinggi yaitu sebesar 51%[11] maka Flexi harus menyiapkan strategi yang tepat yaitu dengan menyediakan service dan operational excellent kepada pelanggan sehingga dapat meningkatkan market shared dan revenue perusahaan. Network operation sebagai unit yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan infrastruktur Flexi dituntut untuk menghasilkan service dan operational excellent agar dapat menyediakan kualitas layanan Flexi yang prima dan memuaskan bagi pelanggan. Dengan adanya KD 07/ 2009 mengenai transformasi organisasi Flexi menuju organisasi mandiri menyebabkan adanya perubahaan framework dan strategi khususnya unit network operation dalam rangka memenangkan kompetisi.
Dari hasil analisis framework organisasi dengan menggunakan eTOM didapatkan bahwa untuk dapat menghasilkan service dan operasioanal excellent maka ada beberapa sub bidang baru yang perlu ditambahkan dalam struktur organisasi network operation Flexi mandiri dan penambahan formasi SDM sebanyak 43.02%, selain itu proses bisnis yang disusun berdasarkan kerangka eTOM juga diharapkan dapat menghasilkan kinerja operasional yang excellent. Selain framework yang optimal, strategi manajemen dengan menggunakan BSC juga menunjukkan bahwa network operation harus mencapai target financial sebanyak 4.1 T dengan efisiensi CAPEX dan OPEX sebesar 90% didukung oleh KPI customer yang ketat dan program deployment maupun improvement di jaringan TelkomFlexi diharapkan dapat menghasilkan service & operational excellent dalam rangka memenangkan kompetisi industri telekomunikasi.

Speed is one of key success factor in wireless industry. The Separation of business process of Flexi Mandiri from PT Telkom is one of the strategies to accelerate decision making. High competition in telecommunication industry in Indonesia causing market share of Flexi especially in Jabodetabek area still below from nearest competitor, Esia where market share of Esia 63%, Flexi 37% [3].
Because of high customer complain about Flexi quality of service 51% [7], so that Flexi must prepare good strategy by providing service and operational excellent to the customer in order to increase market share and revenue of the company Network operation as a unit which responsible in managing the infrastructure of Flexi Network, must deliver service and operational excellent to provide good quality of service of Flexi product to satisfy the customer. Due to KD.07 which saying about transformation of Flexi Organization into independent organization, will cause changes of framework and strategy especially in Network Operation Unit to win the competition.
The result of organization framework analysis using eTOM shows that to provide service and operational excellent, Network Operation unit of Flexi Mandiri must add several new sub-unit into organizational structure and additional human resource about 43.02%. Add to it, business process which designed using eTOM framework should produce excellent of operational performance. In spite of optimal framework, management strategy using BSC shows that network operation must achieve financial target 4.1 T with CAPEX&OPEX efficiency 90% supported by high KPI customer index and program of deployment and improvement Telkom Flexi Network should also produce service and operational excellent to win the competition in telecommunication industry in Indonesia."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T40868
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Rohayati
"Fenomena perpindahan pelanggan jasa merupakan faktor kunci yang mempengaruhi keberhasilan perusahaan jasa, karena berdampak langsung pada kinerja perusahaan, seperti peningkatan biaya operasi, penurunan pangsa pasar dan profitabilitas. Untuk mengatasi perpindahan pelanggan jasa, perusahaan perlu memahami faktor pengaruhnya. Umumnya studi perpindahan pelanggan jasa dikaitkan dengan masalah ketidakpuasan pelanggan (Bolton, l993). Tetapi penelitian lain menemukan bahwa tingkat kepuasan yang tinggi tidak menjamin pelanggan tidak berpindah (Reichheld, 1996). Penelitian ini mencoba mengungkapkan mengapa hal itu terjadi dan bagaimana mengatasinya, melalui pengujian empiris. Berbagai penelitian sebelumnya menyimpulkan kecenderungan yang berbeda; yaitu: (I) Faktor kepuasan saja tidak cukup untuk menjelaskan perpindahan pelanggan jasa, tetapi dibutuhkan faktor lain, seperti perhatian perusahaan pada hubungannya dengan pelanggan, atau investasi relational (Bansal & Taylor, 1999), dan kualitas alternatif jasa yang bersaing dipasar (Capraro et al.. 2003); (2) Selanjutnya, pengaruh kepuasan terhadap perpindahan pelanggan jasa bersifat dilematis alau non-linier, sehingga membutuhkan variabel moderator, seperti switching barrier (Jones, l998) dan karakteristik pelanggan (Homburg & Giering, ZOOI); (3) Sedangkan terhadap pengaruh tak langsung kepuasan pada perpindahan pelangggan jasa, penelitian ini menguji juga faktor intervensi dari variabel lain, yaitu komitmen relasional (Roberts, 1989). Pada intinya, penelitian ini mencoba mengatasi kekurangjelasan masalah perpindahan pelanggan jasa, dengan mengembangkan teori intensi berpindah pelanggan jasa yang dipengaruhi oleh lnvestasi relational, kepuasan, dan kualitas alternatif. Untuk menguji kelayakan model, dikumpulkan data kuantitatif dan kualitatif. terhadap pelanggan telpon seluler berbasis Global System for Mobile Communication (GSM), dengan menggunakan populasi mahasiswa Universitas Indonesia. Untuk menguji model dan data empiris, digunakan metoda analisis Structural Equation Modeling (SEM), dengan bantuan perangkat lunak LISREL 8.72. Hasil pengujian menyimpulkan bahwa ketiga pendekatan tentang kecenderungan terjadinya perpindahan pelanggan jasa, dapat dlterapkan secara bersama-sama. Penelitian ini memperlihatkan bahwa: (a) kepuasan, investasi relasional, dan kualitas alternatif terbukti berpengaruh terhadap intensi berpindah, (b) komitmen relasional memediasi hubungan kepuasan dengan intensi berpindah. (C) hubungan kepuasan dengan komitmen relasional bersifal non-linier, dimoderasi oleh switching barrier (investasi relasional dan kualitas alternatif) dan karakteristik pelanggan (variety seeking dan keterlibatan pelanggan). Penelitian ini membuktikan bahwa intensi berpindah pelanggan jasa dapat dicegah melalui pembentukan komitmen relasional pelanggan. Disamping itu, komitmen relasional tidak dipengaruhi langsung oleh kepuasan, melainkan oleh interaksi antara kepuasan dengan variabel moderator: switching barrier- dan karakteristik pelanggan. Implikasi manajerial adalah untuk mengatasi perpindahan pelanggan jasa. penyedia jasa perlu memperkuat komiitmen relasional pelanggan. Komitmen relasional yang kuat dibangun dengan meningkatkan investasi relasional, melalui pembentukan ikatan sosial dengan pelanggan, yaitu dengan membangung klub pelanggan. pembentukan klub pelanggan merupakan penerapan pemasaran relasional untuk menutupi kesenjangan hubungan penyedia jasa dengan pelanggan yang bersifat low contact dan low customization.

Customer-switching phenomenon is a factor which determines the success of a service corporation, inasmuch as it has direct impact on the productivity of the company such as operational costs, market decline, and profitability. To properly administer to this phenomenon, it is important that the corporation perceive the impacts. Traditionally, the study on customer switching phenomenon is identified with dissatisfaction on the part of the customers (Bolton, l998). However, other studies show that high satisfaction measure does not guarantee that customer-switching will not take place (Reichheld, 1996). This study attempts to reveal why this phenomenon occurs and, through empirical assessment, how to resolve the matter. Numerous studies in the past have provided different conclusions: (1) Satisfaction factor alone is insufiicient to explain customer-switching phenomenon. Other reasons are required, such as the corporation?s concem for customer relation, or relational investment (Bansal & Taylor, 1999), and the quality of alternative services in the market (Capraro et al., 2003); (2) Furthennore, the relation between customer satisfaction to customer-switching is dilemmatie or non-linier- Thus, as a consequence, a moderating variable is required, namely .switching barrier (Jones, 1998) and customer characteristics (Homburg & Giering, 2001); (3) On the indirect impact domain of customer-switching phenomenon, this study also attempts to examine the intervention factor from another variable, namely the relational commitment (Roberts, 1989). As the gist of the matter, this study intends to deal with the ambivalence regarding customer-switching phenomenon by elaborating thc intentional theory, influenced by relational investment, satisfaction factor. and the quality of alternative services. In assessing the feasibility of the model. quantitative and qualitative data are accrued from cellular telephone customers using Global ?System for Mobile Communication (GSM), the population being students of Universitas Indonesia. Model and empirical data are analyzed by employing Structural Equation Modeling (SEM) method. with the assistance of LISREL 8.72 software. The examination concludes that the three approaches pertaining the tendency of custotner-switching can be applied simultaneously. The investigation reveals that: (a) satisfaction, relational investment, and the quality of altemative services prove to he directly atifecting the customers? intention to switch. (b) relational commitment mediates customer satisfaction with the intention to switch. (c) customer satisfaction and relational commitment is characterized by non-linear interaction. moderated by switching barrier (relational investment and the quality of alternatives) and customer characteristics (variety seeking and customer involvement). This study proves that the intention to switch can be prevented by elaborating on the relational commitment to thc customers. Moreover. relational commitment is not directly influenced by customer satisfaction, but by the interaction between satisfaction and moderating variables: switching barrier and customer characteristics. The implication on the managerial domain to prevent customers from switching is by improving the corporation?s relational commitment. Strong relational commitment is established by promoting relational investment. which can be done by building strong social ties with customers. specifically by establishing a customer club. Customer club is an application of relationship marketing strategy to bridge the gap between service provider and customer, which is originally characterized by low contact and low customization."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
D658
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Effendi
"Divisi regional II (Divre II) Jakarta dan sekitarnya, merupakan wilayah PT. Telkom yang mempunyai kontribusi produksi pulsa pelanggan yang terbesar, jika dibandingkan dengan divisi regional yang lainnya. Divre II Jakarta dan sekitarnya adalah meliputi wilayah, DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Serang, Karawang dan Purwakarta (Jabotabek - Sekapur) yang mempunyai penduduk sebesar 27.080.800 jiwa per Desember 1999, sehingga Divre II Jakarta dan sekitarnya mempunyai kepadatan telepon (teledensity) adalah : 8,5 sst per 100 penduduk, sedangkan untuk kepadatan telepon (teledensity) tingkat nasional adalah : 3 sst per 100 penduduk.
Pada akhir Pelita VI (199811999) Divisi Regional (Divre II) Jakarta dan sekitarnya mempunyai satuan sambungan telepon (sst) adalah 2.091.589 sst atau 36,32% dari 5.758.780 sst tingkat nasional. Dan fasilitas yang ada khususnya Divre II Jakarta dan sekitarnya, PT Telkom menghadapi permasalahan yang cukup kompleks, akibat adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga terhambatnya pembangunan satuan sambungan telepon (sst). Akibat dari keterlambatan tersebut timbul permasalahan nasional, yang harus ditanggulangi oleh pemerintah (PT Telkom) dan KSO-nya. Adapun permasalahanya adalah sebagai berikut :
1. Adanya permintaan (demand} yang lebih besar dan pada penawaran (supply).
2. Adanya mekanisme penentuan tarif yang salah.
3. Terbatasnya sumber dana dalam negeri.
4. Dampak regulasi terhadap investasi dan peran swasta.
Dari permasalahan tersebut di atas, Penulis mencoba untuk menetukan metodologi penelitian, dalam hal ini ada 3 (tiga) bagian yang perlu diteliti / dianalisis yaitu:
1. Cara menentukan variabel X dan variabel Z yang optimal, agar didapatkan tingkat perubahan tarif (OP) yang efisien, efektif, dan adil (optimal).
2. Cara penggunaan sumber dana dalam negeri dengan sistem obligasi.
3. Cara pendekatan regulasi (peraturan) pemerintah yang ada terhadap usaha penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dengan metodologi penelitian tersebut di atas, Penulis melakukan analisis/penelitian sebagai berikut :
1. Analisis penentuan tarif dengan menggunakan nilai variabel X dan variabel 1. yang optimal kedalam formula price cup ( ΔP < CPI - X + Z).
2. Analisis penggunaan sumber dana dalam negeri.
3. Analisis dampak regulasi (peraturan) pemerintah yang ada yaitu, UU no. 36 tahun 1999 dan PP no 8 tahun 1993 tentang telekomunikasi terhadap investasi dan peran swasta, di dalam pembangunan fasilitas jasa telekomunikasi.
Dari hasil ketiga analisis tersebut di atas didapatkan hasil yang optimal (efisien, efektif, dan adil) sesuai dengan konsep dasar penulis untuk memenuhi harapan masyarakat pelanggan (konsumen) maupun penyelenggara jasa telekomunikasi (PT Telkom) dan mitra KSO-nya. Dari hasil analisis tersebut diharapkan para investor atau pemodal dapat berperan serta/mengambil bagian di dalam pembangunan industri jasa telekomunikasi, khususnya di wilayah Divre II Jakarta dan sekitarnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardjono
"Studi diberbagai negara menunjukkan, sejaland engan membaiknya kondisi perekonomian negara, peerrtumbuhan permintaan jasa layanana telepon dan informasi lainnya terus meningkat. Enutuhan akan jasa laanan telepon bergerak juga meningkat. Berbagai jenis sistim komunikasi radio telah diimplementasikan guna memenuhi kebutuhan jasa layanan telepon bergerak, seperti misalnya radio 2-alur, jasa radio panggil, sistim trunking, sistim telepon cellulair, microcell dan lain-lain. Keterbatasan sumber daya pita frekwensi yang tersedia merupakan faktor kendala utama yang membatasi kemampuan sistim dalam melayani kebuthan kapasistas pelanggan yang besar dengan kwalitas hubungan yang baik, serta penegakan ragaman berbagai jasa layanan. Teknologi sistim ccellulair CDMA merupakan sistim kandidat yang memiliki keunggulan terhadap sistim AMPS dan GSM dalam menyediakan kapasitas pemakai yang lebih besar, lebih aman dan tahan interferensi, serta harga yang relative lebih murah. CDMA celulair uga bisa menjadi andalan bagi kebutuhan komunikasi multimedia, karena menggunakan pita pancaran yang lebar, atau kecepatan pulsa (bit-rate) yang tinggi. Studi dan perhitungan peramalan permintaan telepon dan telepon bergerak yang dilakukan PT. Telkom menunjukkan di Kawasan Jabotabek, kebutuhan telepon cellulair pada tahun 2003, mencapai hampir 200.000 pelannggan. Dengan keterbatasan pita frekwesi yang ada, kebutuhan ini tidak akan dapat dipenuhi dengan pengembangan penerapan sistem AMPS atau GSM yang ada saat ini, dan dengan menerapkan teknologi CDMA dapat diperoleh solusi yang lebih baik. Hasil analisis teknis menunjukkan, racnangan isntalasi CDMA cellulair dikawasan Jabotabek dengan memakai pita frekwensi 5 sampai dengan 10 MHz, dan dengan konfiigurasi pemakaian ulang 20 buah cell, system dapat menampung 80% dari kebutuhan atau seabnayak 159.000 pelanggan standard kwalitas hubungan ITU.RS-522. Analisis ekonomiik atas investasinya menunjukkan, dengan hanya memperoleh pangsa pasar pemakai sebesar 30% dari seluruh pemakai sistim cellulair, atau jumlah pelanggan kurang lebih 60.000, nilai investasi yang dikeluarkan sudah akan dapat diperoleh kembali pada tahun ke tiga. Pada tahun pemakaian ketujuh, keuntungan sebelum pajak yang diperoleh mencapai lebih dari 200% dari nilai investasi. Implementasi rancangan instalasi ini juga memberikan dampak multiplikatif bagi pertumbuhan ekonomis, membantu upaya keamanan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Studies in some developing countries showed that inline with the nation s economic progress, the demand of telephone and other information services are increasing, as well as the demand for the the mobile telephone and data services. To satisfy the increasing demand, several mobile radio communication systems have been developed, called as 2-wa radio, radio pager, truking system, cellulair, microcell and so on. Radio transmission media used by the systems spans from VHF to several GHz. The limited of existing frequency bandwidth is the main factor that limits the capacity of the system to handle large amount of users with standard quality of communication links and diversified type of services. CDMA cellulair proved to be a candidate technology that is superior to the existing AMPS and GSM in provifing much more user capacity on a certain frequency bandwidth, better in security an dinterference rejection, and relatively less expensive. CDMA ttefhnology can also support the need for multimedia communication on cellylair networks,, because it transmits and receives wideband or high bit rate signals. Studies and prediction for the demand of telephone and mobile telephone that have been conducted by PT. Telkom show that in Jabotabek area, the demand of cellulair telephone in year 2003 will increase up to 200.000 users. Due to the limited frequency bandwidth, the existing AMPS and GSM technology for Jabotabek found to be a good solution. Engineering analysis shows that, implementation plan of CDMA cellulair system serving Jabotabek area will consume the frequency bandwidth of 5 up to 10 MHz, with the configuration of 20 frequency reuse cells. The system can accommodate 80% of the demand or equals to 159.000 customers, with the communication quality conformed to the ITU recommendation RS-522. Economic investment analysis shows that, with just having market share of 30% if the demand, or about 60.000 customers, payback period will be 3 years. Within 7 years of operation, profit before tax will be about 200% of the investment. Implementation of the installation plan will also produce a multiplicative effect on economic growth, support security efforts and enhance social welfare."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Bila diperhatikan dari sisi kontribusi revenue dan prospek ke depan, wilayah Industri Pulo Gadung merupakan kawasasan bisnis yang sangat penting bagi Telkom terutama KANDATEL Jakarta Timur. Untuk itu perlu adanya upaya-upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan pangsa pasar di kawasan tersebut. Salah satu upaya pentingnya adalah dengan mengembangkan infrastruktur pelayanan. Pengembangan infrastruktur pelayanan dimulai dari proses perkiraan dengan menggunakan data kuantitatif untuk dapat mengetahui kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Perkiraan yang dimaksudkan disini adalah merupakan pernyataan apa yang akan terjadi bila kondisi tertentu atau kecenderungan yang terus menerus dengan asumsi bahwa penyebab kejadian tersebut dapat diatur oleh manusia , sehingga bila hasil perkiraan tidak seperti yang diinginkan masih mungkin dengan kemampuan manusia untuk memperbaikinya. Perkiraan kebutuhan fasilitas telekomunikasi pada Kawasan Industri Pulo Gadung dan pada setiap subsegmen industri dengan menggunakan Metode Regresi. Variabel-variabel bebas yang dipergunakan adalah inflasi, suku bunga (rate), kurs dan produk domestik bruto. Pemilihan variabel-variabel tersebut diatas sangat beralasan mengingat sektor industri sangat dipengaruhi hal-hal tersebut diatas. Output dari proses regresi dianalisa untuk mengetahui seberapa besar dan pentingnya pengaruh masing-masing variabel terhadap kebutuhan fasilitas telekomunikasi. Disamping menggunakan data kuantitatif, pengembangan layanan juga perlu menggunakan data kualitatif agar hasil dari pelaksanaan sesuai dengan keinginan dan harapan para pelanggan.

If it is seen from side of revenue and future prospect, Pulo Gadung Industrial Area is very important business area for TELKOM particularly for East Jakarta Area. Hence, it needs some efforts to keep and develop market segment in the said area. One of its important attempts is to develop service infrastructure. The development of service infrastructure is initiated from forecasting process using quantitative data to see telecommunication facility needs. The forecasting stipulated here is a statement of what will happen if certain conditions or continuing tendency on assumption that the cause of it could be managed by human being, so that out come of the assessment is not like what it was desired still has possibility for human being capability to renew it. The forecasting of telecommunication facility needs in Pulo Gadung Industrial Area and at every sub segment of Industry using Regression Method. The independent variables utilized are inflation, interest rate, foreign exchange currency, and gross domestic product. The selection of the variables above is very reasonable recalling that the industry sector influences the said matters. Output of the regression process is analyzed to see how much and how important the impact of each variable on telecommunication facility needs. Instead of using quantitative data, service development also needs to use qualitative data so that the output of its implementation is fit to the expectation and the desire of customers.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
T3018
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setyardi Widodo
"Penelitian ini menganalisis exit strategy perusahaan telekomunikasi dari industri yang sedang menurun dengan mengambil studi kasus keluarnya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dari industri CDMA (code division multiple access). Penelitian menggunakan pendekatan post positivis dengan metode pengumpulan data campuran antara kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini mengacu pada pendapat Porter yang dimodifikasi mengenai strategi bersaing dengan fokus membahas exit barrier dan upaya mengatasinya.
Penelitian menemukan bahwa perkembangan ekosistem teknologi CDMA global, penurunan jumlah pelanggan Flexi, penurunan pendapatan, serta kerugian usahatelah mendorong Telkom untuk keluar dari industri CDMA. Adapun hambatan keluar yang dihadapi mencakup aset berupa infrastruktur, lisensi dan frekuensi, biaya terkait SDM dan pelanggan, hambatan emosional karyawan dan manajemen, hambatan pemerintah dan sosial terutama terkait dengan aspek politik sebagai BUMN, serta mekanisme penjualan harta kekayaan. Hambatan berupa aspek politik merupakan hambatan terbesar.
Telkom dapat mengatasi berbagai hambatan keluar karena dukungan pemerintah melalui penataan frekuensi, memiliki beragam portofolio bisnis sehingga mudah dalam memindahkan SDM, dan Telkom memiliki anak usaha yang kuat di bidang telekomunikasi nirkabel.

This research analyzes the exit strategy of telecommunication companies from a declining industry with a case study on the exit of PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) from code division multiple access (CDMA) industry. The research uses a post positivist approach with a mixed data collection method between quantitative and qualitative. This research refers to modified Porter?s notion of competitive strategy with a focus on discussing exit barrier and effort to overcome the barrier.
This research found that Telkom exited from CDMA industry due to the development of global CDMA technology ecosystem along with the declining number of Flexi subscribers and revenue as well as loss of business. Meanwhile, the exit barriers faced by the company include assets such as infrastructure, license and frequencies, human resources and customer-related cost, employee and management emotional barriers, government and social barriers primarily associated with political aspect as a state-owned company, and mechanism of asset sales. Political aspect became the biggest barrier.
Telkom was able to overcome the exit barriers due to government support through the arrangement of frequency alocation. Moreover, the company has a diverse business portfolio to facilitate redeployment of human resources, and the company has a strong subsidiaries in the field of wireless telecommunication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>