Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Julian Ong
"Penelitian ini menganalisa dampak dari rencana perubahan formulasi Dana Alokasi Umum (DAU) dengan mengangkat kasus provinsi berciri kepulauan sebagai pokok bahasan dan menggunakan analisa regresi data panel untuk tahun 2003-2010. Selama ini formulasi DAU lebih mengandalkan luas daratan dan baru memulai memasukkan komponen lautan dalam formulasi DAU dengan bobot yang rendah. Rencana perubahan formulasi DAU sudah mulai bergulir untuk perencanaan anggaran, dan khususnya bagi provinsi berciri kepulauan diharapkan berdampak yang positif ke depan berupa peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah, khususnya pertumbuhan ekonomi.
Hasil analisa menunjukkan bahwa IPM berpengaruh positif namun belum signifikan, penerimaan/pendapatan daerah (PAD dan Dana Perimbangan (DAU, DBH, dan DAK) dan PDRB tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan, luas wilayah berpengaruh negatif dan signifikan, dan, dummy provinsi berciri kepulauan berpengaruh negatif namun tidak signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah provinsi.
Perubahan formulasi DAU, yaitu dengan meningkatkan bobot luas laut dalam perhitungan luas wilayah dari 30 persen sampai dengan 80 persen memberikan efek yang semakin memeratakan kondisi keuangan daerah provinsi dan meningkatkan penerimaan daerah Provinsi yang berciri kepulauan. Namun, peningkatan penerimaan akibat perubahan formulasi DAU tersebut belum signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi berciri kepulauan, sehingga diperlukan alternatif cara lain dalam mengoptimalkan kinerja pembangunan daerahnya.

This study analyzes the impact of general allocation fund reformulation plan with study case of islanding (archipelagic) province using the panel data regression model from 2003-2010. So far the DAU formulation has relied more on land spatial measurement and newly started to insert the sea spatial component into the DAU formulation with a low weight. The DAU reformulation plan has already run for running budget planning and onward, and an expectation to bring positive impact in the future for the islanding provinces through the regional economic development, especially its economic growth.
The analyze shows that human development index (HDI) has positive covers but insignificant, local government revenue (originally local government revenue (PAD), and transfer funds (DAU, revenue sharing (dana bagi hasil-DBH), and special allocation fund (dana alokasi khusus-DAK)) and the previous year regional gross domestic product (RGDP) have positive covers and significant, spatial measures have negative covers and significant, and, dummy of islanding province has negative covers and insignificant, in supporting the provincial economic growth.
The DAU reformulation, which to increase the weight of sea spatial measures from 30% to 80% provides a more distributional equality of provincial financial condition and improves the provincial revenue of islanding provinces. The increase revenue due from the DAU reformulation was insignificant to boost the islanding province economic growth, therefore other ways as alternative are needed to optimalised the local economic development performances.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T30165
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal Lubekran
"Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan isu yang sangat penting di Indonesia terutama sejak dimulainya era otonomi daerah di Indonesia dengan diterapkannya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Banyaknya hal-hal yang harus dikoreksi setelah beberapa tahun pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia kemudian melahirkan Undang-undang No. 32 dan 33 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan dalam proses otonomi daerah di Indonesia.
Otonomi daerah serta desentralisasi fiskal merupakan alat untuk mencapai salah satu tujuan utama bernegara yaitu memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat. Namun, kendala keuangan yang masih banyak menyulitkan daerah-daerah di Indonesia yang belum dapat mandiri secara finansial membuat pemerintah pusat membuat suatu mekanisme penyeimbang atas ketimpangan fiskal baik ketimpangan vertikal maupun ketimpangan horizontal. Untuk menunjang pelaksanaan otonomi daerah maka pemerintah pusat memberikan kebijakan transfer salah satunya dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Dana Alokasi Umum ini memiliki ciri berupa dana blok (bock grant) dan dialokasikan ke daerah dengan tujuan agar masyarakat di seluruh Indonesia memiliki kualitas atas pelayananan jasa dan fasilitas publik yang sama (Equalization Principle).
Kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap yang memperhitungkan antara kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). DAU merupakan transfer yang kebijakan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu DAU sesungguhnya memiliki peran strategis bagi pemerintah daerah untuk memaksimalkan potensi daerahnya. skripsi ini meneliti mengenai dampak dari transfer pemerintah pusat kepada daerah dalam bentuk Dana alokasi umum (DAU) terhadap perkembangan daerah di Indonesia. Dengan menggunakan metode data panel, dihasilkan temuan bahwa alokasi DAU memiliki proporsi terbesar dalam keuangan daerah dibanding alokasi transfer lainnya, dan terbukti berpengaruh positif terhadap tingkat perkembangan daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ririen Aryani
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
S25437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Efriyazwar
"Dalam kerangka hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, Pemerintah Pusat telah mengalokasikan Dana Perimbangan (Dana Perimbangan). Salah satunya adalah DAK Fisik yang digunakan untuk membiayai kebutuhan pemerintah daerah dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan tersedianya sarana dan prasarana publik di daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas alokasi DAK Fisik bidang jalan di kabupaten/kota terhadap indikator kinerja pelaksanaannya di daerah. Analisis dilakukan dengan data panel untuk 508 kabupaten/kota dan periode tahun 2013-2018. Hasil analisis pengaruh DAK Fisik bidang jalan terhadap indikator panjang jalan menunjukkan bahwa alokasi DAK Fisik bidang jalan berpengaruh positif namun belum signifikan Hal ini dapat disebabkan karena nilai alokasi DAK yang relatif kecil dan tidak diterima secara terus menerus oleh daerah. Variabel belanja modal jalan, jumlah penduduk, ketersediaan prasarana jalan, dummy kabupaten/kota (Kabupaten=1), dan kapasitas fiskal berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan varibel indeks kemahalan konstruksi, dummy lokasi daerah (jawa-bali=1), dan dummy daerah affirmasi (dptk=1) berpangaruh signifikan negatif. Serta variabel size of government berpengaruh positif namun belum signifikan. Analisis terhadap pengaruh DAK Fisik bidang jalan terhadap rasio jalan mantap munujukkan hasil bahwa DAK Fisik bidang jalan berpengaruh signifikan positif, namun relatif kecil pengaruhnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa DAK Fisik bidang jalan belum mampu efektif dalam meningkatkan kuantitas panjang jalan, namun efektif dalam meningkatkan kualitas jalan, yang ditunjukan oleh rasio jalan mantap. Oleh karena itu, untuk meningkatan kualitas infrastruktur jalan kabupaten/kota dalam mendukung prioritas nasional, Pemerintah Daerah memerlukan dukungan lebih dari Pemerintah Pusat berupa peningkatan alokasi DAK Fisik bidang jalan terutama bagi daerah yang memiliki kemampuan fiskal yang rendah.

In the financial relationship between the central and local governments, the central government has allocated a Balancing Fund. One of them is DAK which is used to finance local government needs in meeting the Minimum Service Standards (MSS) and the availability of public facilities and infrastructure in the regions. The purpose of this study is to analyze the effectiveness of the allocation of Physical DAK in the field of roads in the district / city on performance indicators for implementation in the regions. Analysis was conducted with panel data for 508 districts / cities and the period 2013-2018. The results of the analysis of the influence of physical DAK in the road sector on road length indicators indicate that the allocation of physical DAK in the road sector has a positive but not significant effect. This can be due to the relatively small DAK allocation value and is not accepted continuously by the regions. Variable of road capital expenditure, network density, population, regency / city dummy (Regency = 1) and fiscal capacity have a positive and significant effect, while variable expensiveness of construction index, dummy location of the region (Java = 1), and affirmative dummy area ( dptk = 1) significant negative effect. And the size of government variable has a positive but not significant effect. Analysis of the effect of the physical DAK in the road sector on the steady road ratio shows the results that the physical DAK in the road sector has a significant positive effect, but the effect is relatively small. This shows that the Physical DAK in the road sector has not been able to be effective in increasing the quantity of road length, but is effective in improving the quality of the road, which is indicated by the ratio of steady roads. Therefore, to improve the quality of district / city road infrastructure in support of national priorities, the Regional Government needs more support from the Central Government in the form of an increase in the allocation of Physical DAK in the road sector, especially for regions that have low fiscal sustainability."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mediar Indra
"Penelitian ini membahas permasalahan hubungan keuangan pusat daerah dalam kaitannya dengan rencana implementasi otonomi daerah. Fokus yang dilakukan adalah terhadap penentuan bobot Dana Alokasi Umum untuk daerah Provinsi di seluruh Indonesia. Analisis penentuan pembobotan Dana Alokasi Umum adalah dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Adapun program Expert Choice (EC) dipakai untuk itu dengan cara memberikan pertanyaan kepada beberapa expert yang mengetahui tentang Dana Alokasi Umum berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah antar pemerintah pusat dengan Daerah. Input yang dipakai berupa persepsi responden terhadap variabel-variabel kebutuhan Wilayah dan Potensi/Kapasitas Ekonomi Daerah yang di susun menurut hirarki.
Penelitian ini menggunakan data tahun 1993 sampai dengan 1998 dalam anggaran keuangan Negara. Informasi kuantitatif lain di dapat dari hasil publikasi dalam Nota Keuangan dan rancangan anggaran pendapatan belanja negara serta publikasi Statistik keuangan pemerintah, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Pusat Statistik dari beberapa tahun penerbitan.
Untuk perhitungan jumlah Dana Alokasi Umum digunakan rumus sesuai undang-undang nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yakni :
∑DAU Daerah Ybs x Bobot Daerah Ybs/∑ Bobot seluruh Daerah
Untuk menentukan pembobotan masing-masing variabel sebehimnya dilakukan pembagian empat kriteria untuk Provinsi. Asumsi yang dipilih untuk Dana Alokasi Umum tergantung pada kategorinya yaitu kategori kecil, sedang, besar,sangat besar. Dengan di tentukannya empat kriteria tersebut dapat diperoleh hasil total jumlah bobot masing-masing Provinsi.
Dalam penentuan pembobotan distribusi dana alokasi umum untuk masing-masing Provinsi disusun berdasarkan hirarki yang ditentukan dalam analytic hierarchy process (AHP) berdasarkan kepada kebutuhan wilayah dan Patensi Ekonomi. Adapun variabel tersebut antara lain adalah Kebutuhan Wilayah yang terdiri dari : Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, Panjang Jalan, Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Miskin (Jumlah Rumah Sakit, Jumlah Penduduk Miskin). Sedangkan Variabel Potensi/Kapasitas Ekonomi terdiri dari Nilai Tambah Sektor Industri, PDRB, SDA (Migas, Kehutanan, Kelautan, Pertambangan lainnya), SDM (Jumlah Sekolah,Jumlah Pegawai Negeri, Ratio Murid Terhadap Guru). Dari hasil susunan berdasarkan hiraki tersebut, maka dapat ditentukan jumlah bobot pada masing-masing variabel yang terbesar sampai yang terkecil yang berdasarkan jawaban responden expert choice (EC) yakni variabel Tingkat Kesejahteraan masyarakat miskin dengan bobot sebesar 27,9 dan untuk yang kedua pada variabel PDRB dengan bobot sebesar 25,8.
Hasil perolehan perhitungan pembobotan masing-masing Provinsi dalam prioritas jumlah total pembobotan, mempunyai perbedaan antara versi penulis dengan versi Bappenas yakni prioritas pertama menurut versi penulis adalah Provinsi Sumatera Selatan dan kedua Provinsi Jawa Barat, sedangkan prioritas pertama pada versi Bappenas adalah Provinsi Jawa Barat dan kedua Provinsi Jawa Timur. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T3089
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meri Murda Fiawati
"Penelitian ini mengeksplorasi kebijakan alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Provinsi Papua dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dengan sistem desentralisasi yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia, DAK Pendidikan bertujuan mendukung prioritas nasional dan memenuhi standar pelayanan minimal pendidikan. Penelitian menggunakan pendekatan hukum doktrinal dengan fokus pada aturan, asas, dan norma yang relevan, serta data sekunder dari studi kepustakaan. Temuan menunjukkan bahwa alokasi DAK Pendidikan di Papua mengalami peningkatan, namun masih menghadapi tantangan signifikan seperti distribusi yang tidak merata, kapasitas manajerial yang terbatas, dan infrastruktur yang kurang memadai. Banyak sekolah di Papua kekurangan fasilitas dasar, yang berdampak negatif pada kualitas pendidikan dan menciptakan kesenjangan partisipasi serta hasil pendidikan dibandingkan provinsi lain. Fungsi DAK provinsi papua selain untuk pengadaan sarana prasarana DAK Fisik provinsi papua juga dialokasikan untuk menyediakan tempat tinggal bagi guru dan siswa di daerah terpencil. Pelaksanaan DAK memerlukan kepatuhan ketat dalam pelaporan dan pengelolaan anggaran, dengan perhatian pada koordinasi harmonis antara pemerintah pusat dan daerah untuk efektivitas penyaluran dana.

This study explores the allocation policy of the Special Allocation Fund (DAK) for Education in Papua Province within the context of decentralization and regional autonomy as mandated by the 1945 Constitution. With the decentralization system implemented by the Indonesian government, the DAK for Education aims to support national priorities and meet minimum education service standards. The research employs a doctrinal legal approach focusing on relevant rules, principles, and norms, as well as secondary data from literature studies. The findings indicate that the allocation of DAK for Education in Papua has increased; however, it still faces significant challenges such as uneven distribution, limited managerial capacity, and inadequate infrastructure. Many schools in Papua lack basic facilities, which negatively impacts education quality and creates disparities in participation and educational outcomes compared to other provinces. In addition to infrastructure procurement, DAK in Papua is also allocated to provide accommodation for teachers and students in remote areas. The implementation of DAK requires strict compliance in reporting and budget management, with a focus on harmonious coordination between central and regional governments for effective fund distribution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiaji
"Proses penganggaran merupakan hal yang sangat penting, substansi anggaran dan bagaimana dampaknya bagi masyarakat sangat dipengaruhi oleh bagaimana proses penganggaran ini berlangsung. Kebijakan anggaran yang ditempuh akan sangat berimplikasi terhadap perkembangan daerah. Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya undarfinancing atau overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran yang pada akhirnya akan menyebabkan layanan publik dijalankan secara tidak efisien dan kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana yang pada dasamya merupakan dana publik habis dibelanjakan seluruhnya. Kondisi ini akan memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan dinamisator dalam proses pembangunan.
Dalam usahanya menciptakan efisiensi alokasi, salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah mengunakan perencanaan strategik dan melakukan evaluasi terhadap program/kegiatan dalam prosedur penganggarannya. Perencanaan strategik dilakukan dalam upayanya melihat kedepan, apa yang ingin dikerjakan dan evaluasi dilakukan dengan melihat kebelakang untuk menilai hasil yang telah dicapai. Namun demikian, upaya tersebut masih sering menimbulkan kegagalan. Kegagalan terjadi dikarenakan usaha untuk meningkatkan efisiensi alokasi telah meningkatkan kebutuhan informasi, transaction cost, dan konflik politik. Kebutuhan informasi meningkat disebabkan adanya tuntutan terhadap tambahan informasi mengenai dampak program/kegiatan, sedangkan konflik politik meningkat disebabkan adanya upaya untuk mendistribusikan kembali anggaran belanja.
Penelitian ini memberikan gambaran upaya-upaya peningkatan efisiensi alokasi, yaitu dengan memperbaiki ketentuan-ketentuan kelembagaan berupa aturan (rules), peranan (roles) dan informasi (information). Hal ini dilakukan dengan mengamati peranan yang diberikan oleh mereka yang menawarkan sumber daya, informasi yang ada pada mereka dan aturan organisasi yang ditugaskan kepada mereka.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa efisiensi alokasi di Propinsi DKI Jakarta belum memadai. Hal ini disebabkan belum sepenuhnya aturan, peranan dan informasi yang ada mendukung terlaksananya efisiensi alokasi.
Atas dasar kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang disampaikan yaitu pertama, melakukan pendekatan pembelanjaan dalam jangka menengah; kedua, memperbaiki aturan mengenai pemberian punishment and reward, memperjelas kewenangan DPRD, dan penyesuaian aturan/ketetapan; ketiga, menguatkan proses usulan kegiatan (top down versus bottom-up); keempat peningkatan keputusan dalam pengalokasian Iintas sektoral; dan kelima, peningkatan penyampaian informasi mengenai dampak dan efektifitas kegiatan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abirul Trison Syahputra
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan hukum primer, sumber bahan sekunder dan sumber bahan tersier. Hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini ialah 1) Pengelolaan Dana Perimbangan di Indonesia, 2) Peran Dana Perimbangan dalam mendukung Otonomi Daerah di Indonesia dan 3) Perbandingan pengelolaan Dana Perimbangan di Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban pada Tahun Anggaran 2008-2010. Penyelenggaraan otonomi daerah mebawa konsekuensi adanya penyerahan kewenangan dari Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus keuangannya sendiri. Sebagai salah satu bagian dari Transfer ke Daerah, Dana Perimbangan memegang peranan penting dalam mendukung otonomi daerah. Dana Perimbangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan serta beberapa peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Dana Perimbangan terdiri Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Setiap komponen tersebut memiliki persentase dan variabel tertentu sebelum didistribusikan kepada pemerintah Daerah. Berdasarkan data APBD Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban Tahun Anggaran 2008-2010, persentase Dana Perimbangan terhadap total Pendapatan Daerah mencapai lebih dari 70% yang sebagian besar dipergunakan untuk penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan dengan mengedepankan sektor pendidikan. Kabupaten Bojonegoro mendapat porsi Dana Perimbangan lebih banyak dibanding Kabupaten Tuban karena ditetapkan sebagai daerah penghasil kehutanan dan pertambangan minyak bumi. Dapat disimpulkan bahwa Dana Perimbangan memang benar-benar sangat mendukung penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia, khususnya di Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban.

ABSTRACT
This study applying a normative juridical research method using secondary data, which is consist of the primary source of legal materials, secondary source material and tertiary source materials. This thesis is mainly discussed about 1) The Regulation of the Fiscal Balance in Indonesia; 2) The role of the Fiscal Balance in supporting of Regional Autonomy in Indonesia; and 3) Comparison of the management of the Fiscal Balance in Bojonegoro and Tuban in Fiscal Year 2008¬2010. The implementation of Regional Autonomy brought the consequences of the handover of authority from the Central Government to Local Government (expenditure assignment) to manage its own finances. As one part of the Intergovernmental Fiscal Transfer, Fiscal Balance holds an important role in supporting Regional Autonomy. Fiscal Balance regulated in Law of Local Government: Law of The Republic of Indonesia Number 32 of 2004, Law of Fiscal Balance between Central and Local Government : Law of The Republic of Indonesia Number 33 of 2004, and Government Regulation Number 55 of 2005 regarding the Fiscal Balance as well as several other laws and regulations related. Fiscal Balance consist of Revenue Sharing, General Allocation Fund, and Specific Allocation Fund. Each component has a certain percentage and variable before being distributed to local governments. Based on data from Bojonegoro and Tuban's Local Budget in Fiscal Year 2008-2010, the percentage of Fiscal Balance to total local revenue reached more than 70%, which is mostly used for the implementation of compulsory affairs and affairs of the option, with education sector as a main item. Bojonegoro get a portion of Fiscal Balance more than Tuban because forestry and mining of petroleum areas. The conclusion is the Fiscal Balance was indeed strongly support the implementation of Regional Autonomy in Indonesia, especially in Bojonegoro and Tuban. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S329
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Indah Permata Sari
"Provinsi DKI Jakarta berupaya untuk meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai kebutuhan daerahnya dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan. Retribusi pengambilan foto merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dan mengetahui dasar penentuan tarif yang digunakan dalam pemungutan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta dievaluasi dengan melihat dari pemenuhan prinsip-prinsip pemungutan retribusi yang dikemukakan oleh Davey yaitu kecukupan, keadilan, kemampuan administrasi, dan kepastian hukum.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi pustaka dengan teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengenaan retribusi pengambilan foto di taman kota Provinsi DKI Jakarta belum memenuhi keseluruhan dari prinsip-prinsip pemungutan retribusi yang dikemukakan oleh Davey dalam pemungutannya, sehingga perlu untuk dikaji ulang mengenai pemungutan retribusi tersebut. Selain itu, dasar penentuan tarif yang digunakan hanya berasal dari standard operasional prosedur Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta.

DKI Jakarta seeks to improve local revenues to finance regional needs in order to govern. Retribution photo shoot is one source of local revenue Jakarta Province. This study was conducted to evaluate the imposition of charge of photo shoot in a city park of Jakarta Province and knowing the basic rate used in determining the collection charge of photo shoot in a city park of Jakarta Province. Imposition of levy in a city park photo shoot Jakarta Provincial evaluated by looking at compliance with the principles of the levy proposed by Davey namely sufficiency, justice, administrative ability, and legal certainty. Imposition of charge is evaluated by looking at compliance the user charge principle by Davey, namely sufficiency, justice, administrative ability, and legal certainty.
The purpose of this study was to evaluate the imposition a charge of photo shoot in the city park of Jakarta Province. The approach used in this research is quantitative approach with method of data collection using in-depth interviews and literature study with qualitative data analysis techniques.
The results showed that the imposition a charge photo shoot in the city park of Jakarta Province not meet the overall user charge collection principle by Davey in the collection, so it needs to be re-examined on the levy rules. In addition, the basis for determining the rate that is used only from standard operating procedures Department of Parks and Cemeteries of Jakarta Province causing loophole in the collection.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54823
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endradjaja W.B.
"Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan yang optimal merupakan salah satu syarat agar otonomi daerah mempunyai arti bagi pertumbuhan dan perkembangan daerah. Pendapatan asli daerah mempunyai peran yang strategis dalam penyelenggaraan otonomi daerah untuk dapat mengurangi ketergantungan subsidi dari pemerintah pusat.
Mengingat pentingnya peranan PAD bagi daerah dalam rangka pencapaian otonomi daerah, maka perlu ditingkatkan seoptimal mungkin. Pengelolaan dan penerimaan PAD dapat dilakukan melalui upaya-upaya intensifikasi dan ekstensifikasi sejalan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana umum dan usaha peningkatannya. Pengelolaan barang daerah sebagai Salah satu elemen sumber pendapatan yang diharapkan dapat berpengaruh secara signifikan sehingga dapat mempengaruhi PAD secara keseluruhan.
Dengan kedudukan aset yang besar (pada akhir tahun 2002 sebesar kurang lebih 73 trilyun rupiah), terutama tanah dan bangunan, mengakibatkan beban biaya (anggaran) pemeliharaan yang tinggi. Sifat dari biaya pemeliharaan tanah dan bangunan adalah fixed cost artinya biaya tersebut akan tetap ada meskipun tidak digunakan/dimanfaatkan.
Aset tanah dan bangunan yang belum dimanfaatkan mempunyai potensi untuk dikembangkan dengan melibatkan partisipasi dari pihak ketiga (masyarakat, yayasan sosial dan sektor swasta). Untuk mendapatkan nilai tambah dari pendayagunaan tanah dan bangunan tersebut diperlukan strategi yang tepat agar didapat hasil yang efektif dan efisien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan strategi yang tepat dalam mengoptimaikan pendayagunaan barang daerah, terutama tanah dan bangunan, bekerjasama dengan Pihak Ketiga. Teori yang dipakai sebagai dasar penelitian adalah manajemen strategi dan berbagai teori yang mendukung dalam pemilihan strategi. Penentuan alternatif strategi yang dapat dipakai Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dilakukan dengan analisa SWOT, sedang penentuan strateginya dilakukan dengan menggunakan analisis hirarki proses (AHP) dengan memakai software Expert Choice 8. Responden yang dipakai sebanyak 7 orang yang dipandang ahli dalam barang daerah. Dari hasil penelitian diperoleh strategi yang tepat dipakai saat ini adalah strategi progresif dan pelakunya adalah Sekdaprop DKI Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>