Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tanjung, Adrianus
"Dengan makin terbatasnya tanah di perkotaan, maka pemerintah sejak Pelita III mulai menerapkan pembangunan rumah susun dalam rangka penyediaan perumahan bagi Golongan masyarakat berpenghasilan menengah dan rendah sekaligus pembangunan rumah susun dilaksanakan dalam rangka program peremajaan kota (urban renewal).
Studi ini mencoba menggambarkan karakteristik penghuni rumah susun Kebon Kacang serta tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun sebagai tempat tinggal dalam pada itu dillhat pula hubungan antara tingkat penerimaan ini dengan kepadatan penghunian di rumah tangga. Kepadatan di sini terbagi 2 yaitu kepadatan Obyektif yang di ukur dari rasio orang terhadap kamar dan Kepadatan Subyektif yang diukur dari 1) Ada atau tidak adanya tempat untuk melakukan hal-hal pribadi (privacy) 2) Perasaan terganggu oleh orang lain di dalam rumah dan 3) Pendapat tentang luas ruangan. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa umumnya penghuni dapat menerima rumah susun sebagai tempat tinggal, baik pria maupun wanita. Alasan penerimaan mereka pada umumnya karena faktor-faktor lokasi yang strategis, fasilitas yang baik dan kebutuhan akan rumah. Dari hasil studi ini dapat dikatakan bahwa dari ke 3 ukuran kepadatan subyektif tersebut, hanya pendapat mengenai ada atau tidak adanya "privacy" mempunyai hubungan dengan tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun Kemudian diketahui, secara umum Kepadatan Obyektif dan Kepadatan Subyektif tidak mempunyai hubungan yang berarti dengan tingkat penerimaan penghuni terhadap rumah susun. Tingkat penerimaan ini lebih ditentukan oleh faktor-faktor seperti yang telah disebutkan di atas."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triandari Tuning P>W
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
S6666
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Wulan Febrianto
"Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia tetapi kebutuhan akan rumah tinggal tidak sebanding dengan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan rumah layak huni sehingga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan peningkatan kawasan kumuh khususnya di kota-kota besar. Untuk memeratakan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan yang layak dengan harga terjangkau oleh daya beli masyarakat sekaligus meremajakan permukiman, pemerintah mendorong pembangunan rumah susun-rumah susun murah.
Pemindahan penghuni, dari rumah horizontal yang lebih individu ke rumah susun tentu diikuti permasalahan baru sehingga penghuni harus melakukan penanggulangan (coping) terhadap kondisi baru tersebut. Dalam disiplin ilmu Psikologi Lingkungan dikenal dua jenis coping, yaitu adaptasi (penyesuaian diri terhadap lingkungan) dan adjustment (penyesuaian keadaan lingkungan terhadap kondisi individu). Adjusment perlu dilakukan oleh penghuni terhadap keterbatasan ruang hunian karena melalui adaptasi saja tidak mungkin dapat menyelaraskan keterbatasan dimensi satuan rumah susun (unit) dengan kebutuhan ideal penghuninya, berupa tuntutan privacy, ruang pribadi dan teritorialitas. Tetapi ternyata adjustment yang dilakukan penghuni, membuat lingkungan menjadi tidak teratur dan kumuh kembali. Karena dilakukan dengan mengambil ruang publik, yang mengakibatkan rusak dan hilangnya ruang-ruang hijau permukiman dan ruang publik lainnya sehingga tidak dapat diakses oleh publik. Karena itu perlu diketahui karakteristik penghuni dan karakteristik hunian yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik. Karakteristik penghuni yang dimaksud adalah jumlah penghuni, usia penghuni. struktur keluarga, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengeluaran keluarga. Sedangkan yang dimaksud dengan karakteristik hunian adaiah tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Selain itu juga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola adjustment terhadap ruang publik yang berlangsung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi untuk melengkapi data-data tersebut. Desain penelitian adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan sampel Stratified Random Sampling. Populasi penelitian adaiah penghuni yang bukan penyewa sehingga jumlah sampel seluruhnya adalah 70 responden atau 20% dari populasi, dan disebarkan pada seluruh blok yang ada di RSKK (8 blok).
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, didapat hasil penelitian berupa karakteristik penghuni yang ada hubungannya dengan adjustment penghuni terhadap ruang publik adalah jumlah penghuni dan struktur keluarga. Sedangkan karakteristik hunian, seluruh sub variabelnya ada hubungan dengan adjustment terhadap ruang publik, yaitu tipe unit, posisi lantai dan posisi unit pada bangunan. Jadi adjustment terhadap ruang publik lebih didorong oleh kesempatan dan potensi tata letak hunian terhadap blok RSKK.
Penelitian ini juga menghasilkan gambaran pola adjustment yang ada terentang antara bentuk melakukan adjustment terhadap ruang publik dan mampu beradaptasi (maladjustment -- well adaptive), tidak melakukan adjustment tetapi mampu beradaptasi (well adjustment - well adaptive), dan melakukan adjustment terhadap ruang publik tetapi tidak beradaptasi (maladjustment-maladaptive).
Jika adjustment tidak diredam dapat mendorong terjadinya konflik sosial berupa perebutan lahan dan terjadinya kekumuhan kembali di wilayah tersebut karena itu perlu diatur mengenai jumlah anggota keluarga dan struktur keluarga yang disesuaikan dengan luas unit, penegakan peraturan mengenai pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan bersama jika perlu meremajakan kembali RSKK. Usulan bagi pihak yang terkait dengan rumah susun adalah, sebaiknya unit rumah susun tidak diperjualbelikan melainkan disewakan, sosialisasi kepada para calon penghuni mengenai seluk beluk kehidupan di rumah susun. Usulan dalam mendesain rumah susun selanjutnya adalah, sirkulasi vertikal (tangga) sebaiknya diletakkan di ujung bangunan, hal ini untuk mencegah pengambilan ruang publik di area tersebut, dan lantai dasar digunakan seluruhnya untuk kepentingan umum.
Sebagai bahan diskusi, perlu adanya penelitian lanjutan mengenai persepsi penghuni terhadap ruang publik yang dikaitkan dengan kondisi hunian mereka sebelum tinggal di rumah susun. Hal ini untuk mempelajari lebih dalam lagi hal-hal yang mendorong mereka mengambil ruang publik. Sehingga diperoleh gambaran yang lebih akurat tentang pengalaman ruang penghuni sebelum menghuni rumah susun.

Housing is the very basic need of people's living necessity; although such need does not necessarily on the same wavelength with their purchasing power, and because of this reason, there has been diminishing quality on public space an ever-increasing worrying growth of slums on almost every corner of the city. To provide and accommodate this particular need of affordable housing and to rejuvenate public residences, the government has set in motion the concept of vertical housing.
The allocation of tenants from a more individual horizontal housing will probably generate new problems as well, which requires new tenants to perform coping to new living conditions. Environmental Psychology recognize 2 categories of coping, which is adapting (individual to environment); and adjustment (modification of environment to individual condition). Adjustment is required to be acted upon by the tenants towards their living space, since adapting alone will not be suffice to harmonize the space limitation in the architectural design of the Vertical Housing Unit to match their ideal living space (such as privacy and territory). The physical alterations done by the tenants prove to have significant consequence to the disorganizing of the environment mentioned above. This occurred due to the adapting and adjusting process usually claims the public space. Therefore, this has cause the loss and diminishing of green area and makes some public space inaccessible.
Therefore, the characters of tenant and housing play major role in the tenants' adjustment on public space. Tenant's characters comprises: the number of family member, age, family structure, genders, education level, expenses. In contrast, housing characters are: unit type, floor position and unit position in the building. The research is conducted to explore the pattern of ongoing adjustment on public space.
The method used in this research is: the quantitative and qualitative method, and also descriptive research design. Data collection is acquired from the utilization of 70 questionnaires, interviews and observation. In which the data obtained is processed using the SPSS 14 analysis program for windows.
Base on analysis results and discussions, the research provide evidence that the number of family members and family structure are the tenant's characters which have direct correlation to tenant's adjustment on public space. While the housing character with all its sub variables that provide direct correlation to the adjustment on public space are: unit type, floor position and unit position in the building. Accordingly, adjustment on public space is driven by the opportunity on the housing design potentials on RSKK block.
This research also provide a clear picture on adjustment pattern that stretched into form of maladjustment - well adaptive, well adjustment - well adaptive, and maladjustment maladaptive. If these adjustments are not restrained, it will generate social conflict such as space dispute and the forming of slums on the area. Therefore, reorganization on the number of family members and family structure is required, which will adjust to the unit size and regulation enforcement on the utilization of public space based on common interest, and also to rejuvenate RSKK. The application of this idea is: to rent the unit instead of selling it. Impose the living rules and customs to new tenants. Next is the proposed ideas on design are: vertical circulation (stairs) are better to be positioned on every corner of the building, hopefully this will help prevent public space invasion on the area, and that ground floor are to be put to better use for public affairs.
For discussion matters, it is necessary to have further research on tenant's perception on public space relevantly to their pre-living conditions. This way, we will be able to delve deep on the things that encourage them to invade public spaces. Therefore, we will have clearer understanding and more accurate picture on the tenant's space experience before living in RSKK.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18139
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1985
S6581
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kollin A. Akbar
"Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu melakukan kegiatan yang bersifat interaksi, karena manusia merupakan mahluk sosial sehingga memerlukan kehadiran orang lain untuk melakukan kontak sosial dan komunikasi sewaktu menjalani kehidupannya. Ketika berinteraksi manusia akan, memilih suatu tempat untuk melangsungkan kegiatan tersebut. Tempat yang dipilih tentunya telah memenuhi persyaratan dan sesuai dengan keinginan serta telah memiliki arti khusus pada diri pengguna sehingga menurutnya pantas untuk dijadikan sebagai seiring kegiatan berinteraksi.
Penghuni Rumah Susun Kebon Kacang ternyata lebih memilih koridor sebagai tempat mereka melakukan kegiatan berinteraksi. Di sana beragam bentuk kegiatan berinteraksi telah dilakukan oleh mereka. Terjadinya penambahan fungsi pada koridor rumah susun ini tentunya telah menandakan bahwa koridor disana memiliki potensi untuk dapat digunakan sebagai seiring kegiatan berinteraksi. Untuk itu skripsi ini akan membahas mengenai potensi sebuah koridor sebagai seiring kegiatan berinteraksi, baik dilihat dari faktor setring fisik, pemilihan seiring oleh pengguna maupun perilaku penghuni didalam seiring tersebut."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S48317
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grasia Ratih Dewi P.
"Rumah susun di Indonesia memiliki kecenderungan untuk menjadi tempat terjadinya tindak kejahatan. Oscar Newman, seorang arsitek Amerika, pernah melakukan sebuah studi tentang meningkatnya kejadian tindak kejahatan pads lingkungan perumahan di Amerika Sedkat. Studi tersebut mencetuskan suatu teori yang dinamakan defensible space. Teori defensible space adalah teori yang mengemukakan tentang penciptaan suatu lingkungan hunian yang dapat dikontrol oleh penghuninya untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan. Karena itu, dicoba untuk mencad hubungan antara teod defensible space dengan tindak kejahatan yang tedadi di lingkungan rumah susun. Untuk mencari hubungan tersebut, dilakukan studi literature untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung terjadinya sebuah lingkungan yang terkontrol dan dapat mencegah tindak kejahatan. Lalu untuk mengetahui tentang sejauh mana faktor-faktor tersebut mendukung pelaksanaan keamanan suatu lingkungan hunian, dilakukan pengamatan langsung. Pembahasan dilakukan dengan pendekatan psikologi lingkungan. Hasil yang didapat adalah bahwa pads rumah susun di Indonesia belum didapati faktor-faktor defensible space yang secara kuat mendukung keamanan secara keseluruhan. Sehingga disimpulkan bahwa faktor defensible space belum secara merata diterapkan pada rumah susun di Indonesia, dan bahwa untuk menuju lingkungan rumah susun yang defensible, ada banyak hal serta-perbaikan yang perlu dilakukan."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2005
S48636
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Irene Erisandy
"ABSTRAK
Efisiensi penggunaan lahan yang serba terbatas di perkotaan mendorong
timbulnya kebijakan membangun sistem hunian ke atas. Pembangunan rumah susun
dianggap sebagai pemecahan masalah perumahan yang tepat untuk Jakarta.
Banyak yang pro dan kontra sehubungan dengan pembangunan rumah susun.
Ada pendapat bahwa sehubungan dengan karakteristik fisik bangunan, pembangunan
tempat tinggal secara vertikal kurang mendukung hubungan sosial penghuninya maupun
aktivitas keluarga yang biasa dilakukan, menciptakan suasana tidak akrab, individualistis
dan sebagainya.
Di Indonesia, kehadiran rumah susun sebagai pemukiman baru menuntut adanya
sejumlah perubahan sosial budaya dari penghuninya. Perubahan pola hidup tidak begitu
saja tercipta, jadi mereka harus melakukan adaptasi dengan lingkungan baru mereka.
Masalah-masalah yang muncul sehubungan dengan tinggal di rumah susun bila
tidak segera diatasi akan menimbulkan keadaaan yang tidak menyenangkan atau
ketidaknyamanan bagi penghuninya, yang selanjutnya menyebabkan ketidakpuasan
terhadap tempat tinggalnya. Keadaan ini dapat membuat orang menjadi enggan tinggal di
rumah susun. Oleh sebab itu, dalam pembangunan rumah susun perlu diperhatikan
kepuasan warga penghuni rumah susun, agar orang senang tinggal di rumah susun dan
rumah susun menjadi lebih memasyarakat.
Kepuasan terhadap tempat tinggal dipengaruhi oleh adanya defisit normatif yang
muncul akibat adanya kesenjangan/perbedaan antara kondisi aktual (kenyataan) dari
tempat tinggal dengan norma yang berlaku mengenai tempat tinggal (kondisi yang
dianggap ideal). Sehubungan dengan faktor demografis dan sosial ekonomi keluarga
sebagai penghuni rumah susun, ada dugaan terdapat variasi psikologis dalam atau persepsi terhadap adanya defisit yang akan menghasilkan variasi pada kepuasan
terhadap tempat tinggal. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran kepuasan terhadap tempat tinggal
pada penghuni rumah susun Kebon Kacang? Aspek manakah yang paling berpengaruh
terhadap kepuasan? Bagaimanakah pandangan penghuni rumah susun Kebon Kacang
mengenai suatu tempat tinggal yang ideal? Bagaimanakah persepsi penghuni rumah
susun Kebon Kacang mengenai kondisi aktual tempat tinggalnya? Bagaimanakah
pandangan penghuni rumah susun Kebon Kacang mengenai hal-hal yang dianggap
penting di rumah susun?
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan yang Iebih
mendalam mengenai kepuasan terhadap tempat tinggal, khususnya rumah susun sebagai
tempat tinggal dan memberikan gambaran mengenai kepuasan terhadap tempat tinggal
dari para penghuni rumah susun.
Penelitian ini menggunakan disain penelitian survai deskriptif dengan ibu rumah
tangga sebagai unit analisanya. Penelitian ini mengambil Iokasi di rumah susun Kebon
Kacang Jakarta Pusat, dengan 80 orang responden yang diambil dengan teknik purposive
sampling.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa secara umum penghuni rumah susun
Kebon Kacang puas dengan tempat tinggalnya dengan golongan kepuasan sedang yang
mempunyai persentase terbesar di dalam sampel penelitian ini. Aspek lingkungan, aspek
space/ruang, dan aspek kualitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan
penghuni rumah susun. Sedangkan aspek status kepemilikan dan aspek lain-lain bukan
merupakan penentu yang balk dalam pengaruhnya pda kepuasan terhadap tempat tinggal
di rumah susun. Secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan karakteristik demografi
dan sosial ekonomi tidak diikuti oleh perbedaan tingkat kepuasan.
Dari penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa aspek lingkungan adalah aspek
yang cukup dominan dalam menggambarkan rumah susun yang ideal, berikutnya aspek
space/ruang adalah aspek kedua yang cukup dominan mempunyai pengaruh terhadap
tingkat kepuasan. Sedangkan berdasarkan persepsi warga terhadap kondisi aktual tempat
tinggalnya secara umum sudah memenuhi pandangan normatif mengenai rumah susun
yang ideal meskipun dapat dikatakan kesesuaian itu tidak terlalu besar."
1998
S2522
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uguy, Mediana Johanna Hendriette
"ABSTRAK
Pada akhir milenium ke dua ini, dengan laju pertumbuhan penduduk perkotaan empat sampai lima persen per tahun, diperkirakan empat puluh persen penduduk Indonesia atau sekitar tujuh puluh delapan juta jiwa akan tinggal di wilayah perkotaan. Untuk DKI Jakarta, jumlah penduduknya diduga akan menjadi tujuh belas setengah juta jiwa. Sedangkan kawasan Jabotabek yang perkembangannya tidak bisa dipisahkan dari DKI Jakarta, jumlah penduduknya akan mencapai tiga puluh satu setengah juta jiwa.
Jumlah penduduk yang tinggi dan langkanya lahan perkotaan mengharuskan dilakukannya berbagai upaya untuk meningkatkan daya dukung lahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan membangun secara vertikal. Untuk bangunan hunian, pembangunan rumah massal seperti rumah susun bagi kota-kota besar seperti Jakarta merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Dalam proses desain rumah susun kendala utama yang dihadapi adalah biaya yang harus ditekan serendah mungkin namun tetap memberikan akomodasi yang memadai. Dengan kata lain, bagaimana menciptakan ukuran-ukuran ruang yang minimum, bagaimana mengoptimalkan penggunaan ruang, dan bagaimana membuat denah-denah perencanaan yang sederhana dan mudah dibangun.
Pendekatan ini menghasilkan lingkungan hunian yang mempunyai karakteristik khas yaitu kepadatan tinggi, ruangan-ruangan terbatas, dan kedekatan fisik antar rumah yang sangat ketat secara horisontal maupun vertikal.
Rumah bagi suatu keluarga, dalam berbagai bentuknya termasuk unit hunian atau satuan rumah susun, pada hakekatnya mempunyai tiga makna yaitu: menyediakan perlindungan fisik bagi keluarga, wadah bagi kegiatan-kegiatan keluarga, dan perlindungan psikologis terhadap tekanan-tekanan dari dunia luar.
Dengan kondisi lingkungan fisik demikian dan perhatian khusus pada aspek psikologis tersebut, studi ini menelaah secara khusus tentang perilaku spasial penghuni di lingkungan rumah susun.
Perilaku spasial merupakan kegiatan penggunaan ruang di sekitar individu untuk mengatur interaksi social. Perilaku spasial yang penting bagi desain perumahan adalah privasi, ruang pribadi (personal space), teritorialitas, dan kesesakan.
Penelitian yang dilakukan diarahkan untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor perbedaan individu dan desain fisik apa saja yang berpengaruh pada privasi?
2. Bagaimana pengaruh privasi terhadap kesesakan?
3. Bagaimana perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya dari penghuni rumah susun untuk mencapai privasi harapan?
4. Alternatif desain apa saja yang dapat diusulkan untuk pengembangan rumah susun?
Penelitian dilakukan di Rumah Susun Tanah Abang dan Kebon Kacang, Jakarta Pusat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak distratifikasi (stratified random sampling) dan ditetapkan 100 responden terpilih yang selanjutnya dianalisis secara statistik dengan bantuan program Microstat. Pengujian hipotesis dilakukan melalui uji chi-square.
Rangkuman hasil Penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tuntutan privasi penghuni rumah susun dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor lingkungan fisik. Terbukti adanya hubungan yang signifikan antara privasi dengan penghasilan, jenis pekerjaan, dan lama huni. Faktor lingkungan fisik yang terbukti ada hubungannya secara signifikan adalah luas unit hunian, kepadatan unit hunian, dan tipe rencana lantai.
2. Tipe rencana lantai berpengaruh pada jenis privasi berupa keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan dan keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu saja. Pada tipe cluster tingkat keinginan untuk menjauh dari gangguan kebisingan adalah tinggi, sedangkan pada tipe linier rendah. Pada aspek keinginan untuk membatasi keakraban dengan orang tertentu, kedua tipe menunjukkan tingkat yang sama-sama tinggi.
3. Ada hubungan yang sangat signifikan antara privasi dan kesesakan; makin tinggi tuntutan privasi, makin tinggi persepsi kesesakannya.
4. Untuk mencapai tingkat privasi yang diharapkan, penghuni rumah susun melakukan mekanisme kontrol berupa perilaku ruang pribadi, teritorialitas, dan perilaku lainnya. Beberapa indikasi dari adanya mekanisme kontrol tersebut adalah: tidak terpenuhinya ruang yang cukup untuk menjaga jarak dengan orang lain pada koridor dan tangga, pemberian identitas tertentu pada unit hunian atau blok bangunan, danadanya peraturan-peraturan tertentu yang dibuat oleh penghuni.
Dari segi desain arsitektur, diperoleh beberapa temuan sebagai berikut:
1. Di samping ukuran ruangan-ruangan yang dirasakan sempit oleh penghuni, denah-denah yang ada kurang memberikan fleksibilitas penggunaan ruang pada penghuninya. Dimensi ruangan yang kecil pada rumah susun merupakan konsekuensi logis dari biaya yang harus ditekan serendah mungkin sesuai kemampuan kelompok sasaran yang dituju, namun demikian harus tetap disediakan wadah yang memadai bagi keluarga yang menghuninya. Untuk itu rancangan ruang dan furniturnya harus mempunyai fleksibilitas tinggi dan berfungsi ganda. Fleksibilitas penggunaan ruang dan penggunaan furnitur memungkinkan penghuni menata ruang tinggalnya menjadi bermacam-macam pola, misalnya pola slang dan pola malam.Dalam menyediakan ruangan berfungsi ganda, ruang makan seharusnya digabung dengan ruang dapur, tidak dengan ruang tamu seperti diterapkan di rumah susun yang ada. Untuk tipe sangat kecil yang dihuni keluarga (T-21 ternyata dihuni oleh rata-rata 5 orang), harus disediakan ruang tinggal berfungsi ganda yang dapat dibagi menjadi minimal dua ruang untuk orang tua dan anak-anak. Ruang tinggal tidak dibagi menjadi ruang tidur dan ruang duduk, tetapi ruang I dan ruang II yang masing-masing berfungsi ganda.
2. Dalam desain unit hunian di RSKK maupun RSTA, tidak ada ruang peralihan antara selasar dan ruang tinggal. Untuk menyediakan privasi yang cukup, harus dibuat ruang peralihan dari yang bersifat publik (selasar) ke yang privat (ruang tinggal). Diusulkan untuk menempatkan ruang kerja yang berfungsi ganda: mempersiapkan bahan masakan, setrika, "ngobrol" dengan tetangga, dan lain-lain sebagai ruang peralihan tersebut, yang menjadi bantalan penyangga (buffer) antara selasar dengan ruang tinggal tempat berbagai aktivitas keluarga.
3. Ukuran lebar selasar dan tangga dirasakan tidak memadai oleh penghuni RSTA, sedangkan bagi penghuni RSKK hanya selasar yang dirasakan sempit. Ukuran lebar selasar dan tangga harus mempertimbangkan jarak sosial atau jarak untuk hubungan yang bersifat formal dan tidak akrab yaitu 1,3 m sampai 4 m. Namun dengan ukuran 1,5 m seperti lebar tangga di RSKK sudah dirasakan memadai oleh penghuni.
4. Diusulkan tipe rencana lantai linier ganda dengan rumah-rumah yang berhadapan untuk memperkembangkan rangsangan sosial atau interaksi ketetanggaan yang menyenangkan, di samping menyediakan ruang bersama pada tiap lantai bangunan. Namun agar memberikan privasi bagi tiap keluarga atau unit hunian, harus disediakan bantalan penyangga antara selasar dan ruang tinggal, dan letak pintu harus diatur berselang-seling sehingga tidak berhadapan langsung.
5. Konsep teritorialitas yang berfungsi personalisasi dan pertahanan dapat digunakan untuk mempermudah pengelolaan kenyamanan, keamanan dan keasrian lingkungan rumah susun. Sedapat mungkin semua ruang yang terbentuk di lingkungan rumah susun 'dimiliki" oleh individu atau kelompok. Namun juga harus diberikan batas yang jelas antara kepemilikan perorangan dan kolektif.
6. Guna minimasi biaya dan menyediakan fleksibilitas yang tinggi pada penghuni untuk menata huniannya, konstruksi bangunan rumah susun dapat dibatasi pada bagian-bagian yang kepemilikan dan kontrolnya kolektif, sedangkan bagian yang dimiliki dan penataannya diputuskan oleh individu, dibiarkan dibangun sendiri oleh penghuni sesuai potensinya.
Penelitian lebih jauh perlu dilakukan untuk mengungkap efek lanjutan dari penanggulangan (coping) akan tegangan-tegangan yang mungkin ada pada penghuni rumah susun; misalnya kemungkinan timbulnya sindrom 'ketidakberdayaan yang dipelajari? (learned helplessness) pada hunian sempit dan padat atau gejala-gejala fisiologis dan psikologis lainnya.
Juga perlu digali lebih jauh berbagai dampak positif jangka panjang berupa perubahan perilaku yang disebabkan oleh lingkungan fisik berupa desain yang spesifik.
Kesalahan atau kekurangan yang bersifat teknis bangunan pada desain rumah dalam perumahan massal akan dikalikan berlipatganda sehingga mengakibatkan kerugian atau pemborosan besar.
Tetapi kegagalan memahami interaksi perilaku dan lingkungan fisik tersebut dapat mendatangkan kerugian yang jauh lebih besar bahkan malapetaka berupa hancurnya lingkungan rumah susun secara keseluruhan, lingkungan fisik maupun sosialnya.

ABSTRACT
At the end of this second millennium, it is estimated that forty percents of Indonesian citizen, or about seventy eight million people, will live in urban area. In Jakarta, the number will reach seventeen and a half million.
The fact that the high density people is faced to the scarcity of land in urban area needs many efforts to improve the carrying capacity of the land. One of the efforts is to build the city vertically. For residential buildings, the choice of mass housing such as flats or 'rumah susun' is a necessity.
Extra attention must be paid to give the best acommodations within limited funds: how to set minimum room sizes and dimensions, how to optimize the use of space, and how to make simple plans which are easy to construct. The meaning of a house for a family in general is also valid for a dwelling unit in a flat_ At least there are three meanings of a house: providing physical shelter for the family, places for family activities, and psychological shelter from pressures of the outside world.
Giving special focus on the psychological aspect, this thesis studies especially the spatial behavior. Spatial behavior is to activities of using the space surrounding an individu to organize the social interaction. In housing design, the most important kinds of spatial behavior are privacy, personal space, territoriality, and crowding; which are the scope of this study.
The research itself is directed to answer these questions:
1. What factors of individual differences and physical design which relate to the privacy of the residents?
2. How does privacy relate to crowding?
3. How do the residents behave in personal space, territoriality, and other behavior to get the expected privacy?
4. What design alternatives can be proposed for better flat development?
The field research was taken place at the flats of Tanah Abang and Kebon Kacang, Central Jakarta. Stratified random sampling was applied and a hundred selected respondents were fixed. Then the data was analyzed statistically with the aid of microstate program. Testing of hypothesis was done by using chi-square test.
The findings of this research are:
1. The privacy of flat residents is related to individual and physical environment factors. There are significant relations between privacy and the salary, the type of the earn of living, and how much time the residents have been living in the flats. The physical environment factors which relate significantly to privacy are the area of the dwelling unit, the inner density, and the type of floor plan.
2. The floor plan type is related to the need of avoiding noise and the need of limiting the intimacy to certain people. The need of avoiding noise on the cluster type is high but on the linear type is low. For the need of limiting the intimacy, both type are high.
3. There is a very significant relation between privacy and crowding; the higher the privacy the higher the crowding.
4. In order to get the expected privacy, the residents do control mechanisms such as personal space, territoriality, and other behaviors
From the architectural design aspect, it can be pointed out several findings and alternatives:
1. For the very small dwelling unit (T-21 or smaller) the need of flexibility is a necessity. The flexibility of using rooms and furniture gives the residents the availabilities to create various room patterns, such as day pattern or night pattern. In a small unit for a family, it should be provided a multifunction room that can be separated into two rooms; room I for the children and room II for the parents.
2. There should be a transitional space between public and private zone in a house. The alternative design is to place multifunctional worked room between the corridor and the living room.
3. The width dimensions of corridors and stairs in flat building should fit the social distance or the distance to keep formal and not intimate communication between two people or more.
4. In order to propose social interaction among the residents and also provide privacy, the floor plan type should be the twin corridor and the doors face each other are arranged alternately.
5. The concept of territoriality which has the functions of personalization and defense can be used to make the environmental management of the flat more easier. But there should be a straight boundary that differs the individual and collective property.
6. For minimizing cost and providing high flexibility, the design and construction of a flat should allow the residents to build the individual parts, which are notcollective properties, of the building by themselves.
More researches need to be done to find probable aftereffects of coping with the stresses which probably exist in the environment. Besides that, the positive impacts that may become of, should also be learned.
Technical mistakes made in mass housing design could result in multiple loss or wastefulness, but the failure of understanding the interaction between behavior and certain physical environment we built, may plunge the environment in disaster.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edie Toet Hendratno
"Penelitian ini merupakan suatu penelitian tentang bentuk-bentuk adaptasi sosial penghuni rumah susun terhadap lingkungannya. Adaptasi merupakan salah satu mekanisme yang terjadi pada manusia, ketika ia menghadapi suatu stressor yang bersumber dari alam, lingkungan fisik maupun lingkungan yang berkaitan dengan hubungan sosial antara manusia. Dalam hal ini manusia mengembangkan suatu mekanisme penyesuaian diri yang disebut adaptasi.
Dalam kaitan dengan pokok penelitian ini, masalah utama perkotaan yang dihadapi oleh kota-kota di dunia termasuk Jakarta adalah pertambahan penduduk yang kurang terkendali, pertumbuhan kota yang serba cepat dan kompleks dalam hal pengembangan fungsi-fungsi sebagai pusat dari berbagai kegiatan yang kesemuanya belum dapat tertampung secara semestinya di ruang-ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan tersebut. Salah satu upaya Pemerintah DKI Jakarta dalam mengatur ruang wilayahnya yaitu dengan mengadakan penataan pada pemukiman kumuh.
Dalam upaya penataan pemukiman kumuh tersebut, rumah susun merupakan satu pilihan utama bagi daerah kumuh yang ditata kembali. Upaya penataan pemukiman kumuh menjadi rumah susun, salah satu masalah yang dihadapi adalah membudayakan kehidupan rumah susun kepada warga yang semula menempati wilayah pemukiman perkampungan kumuh bukan rumah susun. Lingkungan pemukiman rumah susun yang merupakan lingkungan pemukiman baru bagi penghuninya, menuntut adanya proses penyesuaian teitentu sebagai suatu hunian bagi penghuninya.
Penelitian lapangan ini menunjukkan bahwa proses penyesuaian penghuni rumah susun terhadap rumah huniannya dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan dari penghuni rumah susun tersebut. Pada saat kebudayaan menjalani fungsinya sebagai pedoman yang membekali pemilik kebudayaan untuk menafsirkan atau memberikan pandangan terhadap lingkungan sekitarnya, proses penyesuaian mereka akan dipengaruhi pula oleh dimensi waktu (sejarah) dan sesuai dengan konteks tempat kebudayaan itu berada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>