Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160074 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Raynaldo S.
"Skripsi ini membahas mengenai perlindungan terhadap hak - hak konsumen, khususnya dalam pencantuman klausula baku, adanya produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha oleh PT. X. Perlindungan hak - hak konsumen merupakan amanat dari pembukaan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. Pencantuman klausula baku, adanya produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha yang tidak sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 merupakan bentuk - bentuk pelanggaran terhadap hak - hak konsumen. Pencantuman klausula baku yang bertentangan dengan Undang -Undang Nomor 8 Tahun 1999 masih sering dilakukan oleh pelaku usaha. Pencantuman klausula baku seperti ini sering digunakan untuk melindungi produk cacat. Adanya produk cacat merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha. Hak atas informasi yang jelas, benar, dan jujur serta hak untuk mendapatkan ganti kerugian, penggantian barang, dan kompensasi merupakan hak - hak konsumen yang berkaitan dengan klausula baku, produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha. PT. X selaku pelaku usaha telah melakukan pelanggaran hak konsumen terhadap ketiga hal tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang membahas bagaimana upaya perlindungan hak - hak konsumen yang ditinjau dari klausula baku, produk cacat, dan tanggung jawab pelaku usaha dengan perolehan data melalui pengumpulan data primer berupa wawancara dengan narasumber dan pengumpulan data sekunder berupa penelitian kepustakaan. Dalam tahap pengolahan data, metode yang digunakan adalah deskriptif analitis.

This paper discusses about the protection of consumer rights, particularly in the inclusion of standard contract, defective product existence, and business actor responsibility by PT. X. The protection of consumer rights is a mandate from the opening of Law No. 8 of 1999 regarding consumer protection. The inclusion of standard contract, defective product existence, and business actor responsibility which is not in accordance with the provisions of Law No. 8 of 1999 is a form of consumer rights violation. The inclusion of standard clause that is contrary to the Law No. 8 of 1999 is still frequently performed by the business actors. This inclusion of standard contract is often used to protect the defective product. Meanwhile, the existence of defective product is business actor responsibility. The right to get the clear, true, and honest information and to get the indemnification, replacement of goods, and compensation are the consumer rights related to standard contract, defective product, and business actor responsibility. PT. X as the business actor has violated the rights of consumer against those three things. This research is a law research that discusses how to safeguard consumer rights in terms of the standard contract, defective product, and business actor responsibility with the acquisition of data through the primary data collection by interviewing the resource person and secondary data collection by doing literature research. In the data processing stage, the method used is descriptive analytical."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1527
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sugandi Ishak
"Iklan adalah salah satu alat informasi dan promosi yang digunakan oleh para pengusaha/pengiklan (baik produsen, grosir atau pedagang eceran, dan penyelenggara jasa). Dalam memasarkan dan meningkatkan penjualan barang dan jasa, maka iklan sebagai bagian dari periklanan, yang meliputi proses penyiaran, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, serta penyampaiannya, sangat efektif digunakan, khususnya iklan televisi. Mengenai pihak-pihak periklanan di media televisi yang terlibat, selain pengusaha pengiklan, perusahaan periklanan, media televisi, adalah juga Lembaga Sensor Film (LSF), dan Direktorat Jendral POM Departemen Kesehatan RI. Karenanya jika terjadi pelanggaran terhadap etika periklanan dan hak-hak konsumen dalam iklan televisi (yang menyangkut kreativitas dan informasi produk), maka pihak konsumen mendapat perlindungan darn, hokum positif, baik oleh KUHPerdata, KUHPidana, maupun oleh beberapa keputusan Menteri di bidang periklanan, dan penyiaran televisi, yang bersifat administratif. Pihak-pihak yang dapat dituntut tanggungjawab hukum mengganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata (liability based on fault) dengan unsur kesalahan dalam kasus-kasus tertentu, terhadap pelanggaran etika periklanan dan hak-hak konsumen dalam iklan televisi yang menyangkut informasi produk (misal obat), adalah pihak pengusaha, dan Direktorat Jendral POM Departemen Kesehatan RI. Sedangkan mengenai hal yang menyangkut kreativitas iklan, selain pengusaha, juga pihak perusahaan periklanan, media televisi dan Lembaga Sensor Film (LSF). Namun hal-hal ini hanya berlaku sepanjang memenuhi unsur dari ketentuan-ketentuan tersebut. Untuk membuktikan kesalahan pengusaha terhadap penerapan prinsip Liability based on fault (Pasal 1365 KUHPerdata), dalam praktek di muka Pengadilan, menyulitkan konsumen (penggugat). Untuk mengatasinya perlu dipikirkan dalam pembuatan Undangundang tentang Perlindungan Hak-hak Konsumen mengenai penarapan prinsip Strict Liability pada productnya, yang ditayangkan pada iklan di media televisi tidak sesuai kenyataan (produknya rusak/cacat), sehingga pengusaha tanpa dibuktikan lebih dahulu kesalahannya, bertanggungjawab langsung membayar ganti rugi kepada konsumen. Hanya bila menyangkut pesan iklan produk obat, karena daya tari.knya dokter membuat resep untuk pasien (konsumen), yang lalu membeli obat pada apoteker atau toko obat yang berasal dari industri pabrik obat, namun setelah digunakan menimbulkan akibat yang berbahaya, prinsip yang tepat diterapkan adalah prinsip presumption of liability (praduga adanya tanggung jawab), karena adanya keseimbangan antara kesalahan yang satu dan yang lainnya. Di sini pihak Tergugat dapat diduga menghindarkan diri dari tanggungjawab, bila membuktikan dia tidak bersalah. Sedangkan jika terjadi pelanggaran produk barang, yang jumlah ganti ruginya telah ditetapkan pembatasannya oleh pengusaha penghasil barang, maka yang lebih tepat diterapkan adalah prinsip Limitation of liability.
Berkenaan dengan penerapan ketiga prinsip ini, yang pada dasarnya menekankan pada tanggungjawab pengusaha, namun dalam hal ini sebenarnya konsumen dapat juga menuntut ganti rugi tersebut kepada pihak perusahaan periklanan, media televisi, LSF dan Direktorat Jendral POM Depkes yang melanggar hak-hak konsumen dan etika periklanan dalam iklan televisi, baik menyangkut aspek informasi produk dan kreativitas, dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 22 Algemene Depalingen, dan sistem hukum acara perdata, dimana hakim dapat memutus tidak saja berdasarkan Undang-Undang, tetapi juga berdasarkan kepatutan dan keadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arlista Puspaningrum
"Masyarakat di Indonesia masih banyak yang be etahui hak-hak yang dimilikinya di dalam pelayanan kesehatan, Di sisi lain, masih ada anggapan bahwa dokter tidak mempunyai suatu kesalahan. Akibatnya perlindungan konsumen di bidang jasa pelayanan kesehatan selama ini Bering terabaikan. Perlindungan hukum kesehatan terhadap pasien memang diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelanggaran dari tenaga kesehatan.
PermasaIahan dalam tesis ini dibagi menjadi tiga pokok permasalahan, pertama mengenai bentuk hukum dari hubungan antara dokter dengan pasien adalah dalam bentuk transaksi terapeutik dan informed consent. Transaksi terapeutik merupakan perjanjian (kontrak) yang diatur di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, Sedangkan informed consent merupakan kesepakatan atau persetujuan. Kedua, mengenai implementasi UU No. 8 tahun 1999 dalam hubungan antara dokter dengan pasien. UU No. 8 tahun 1999 meskipun pada dasarnya tidak bertentangan dengan Kode Etik Kedokteran, tetapi bukan berarti UU No. 8 tahun 1999 dapat iangsung diterapkan pada jasa pelayanan kesehatan. Apabila UU No. 8 tahun 1999 diimplementasikan dalam hubungan antara dokter dengan pasien, berarti pasien dapat diposisikan sebagai konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa hubungan pasien dengan dokter adalah hubungan dimana seolah-olah dokter menjual jasanya dengan jaminan sembuh. Selain itu, bila pasien atau keluarganya telah menandatangani informed consent bukan berarti pasien atau keluarganya mendapatkan suatu jaminan "pasti sembuh". Berbeda dengan pelaku usaha yang memberikan jaminan barang dan/atau jasa yang diberikan "pasti baik" dan terjamin mutunya kepada konsumen. Ketiga, mengenai pelaksanaan perlindungan hak-hak pasien dalam hubungan antara dokter dengan pasien. Praktek kedokteran betapapun berhati-hatinya dilaksanakan, selalu berhadapan dengan kemungkinan terjadinya resiko, yang salah satu diantaranya adalah kesalahanikelalaian dokter dalam menjalankan profesinya. Pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum kedokteran dalam hal dokter melakukan kesalahanikelalaian dengan dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 55 ayat (1) UU No. 23 tahun 1992. Untuk mencegah terjadinya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan profesinya, bagi pasien adalah dengan menjadi pasien yang bijak yaitu dengan mengambil peran aktif dalam setiap keputusan mengenai pemeliharaan kesehatan. Untuk mengatasi buruknya komunikasi antara dokter dengan pasien, adalah rumah sakit sejak dini menginformasikan hak-hak pasiennya.
Saran yang dituangkan dalam tesis ini adalah bahwa pemerintah diharapkan mengatur transaksi terapeutik dalam suatu undang-undang agar dapat menyeragamkan isi dari transaksi terapeutik. Dengan adanya UU Praktek Kedokteran diharapkan memberikan panduan hukum bagi pare dokter agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab alas profesinya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Orsika
"Pengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke dalam keluarganya sendiri, sehingga dengan demikian antara orang yang mengangkat anak dan anak yang diangkat timbul suatu hubungan hukum. Karena itu anak angkat merupakan anak yang berada dalam pemeliharaan sehingga kebutuhan hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Permasalahan yang timbul adalah apakah anak angkat di mata hukum sama dengan kedudukan anak kandung yang akan menjadi penerus dan ahli waris dari orang tua angkatnya ataukah dikecualikan dalam hal-hal tertentu.
Penelitian mempergunakan metode penelitian kualitatif normatif dengan cara menganalisa peraturan perundang-undangan dan buku-buku didukung oleh data primer, sekunder serta bahan hukum tertier sedangkan penelitian lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara dan pengkajian data hingga terwujud dalam tulisan tesis ini. Kedudukan anak dalam hukum adat sangat erat kaitannya dengan struktur tradisional masyarakat hukum adat setempat, berdasarkan sistem kekerabatan patrilineal, matrilineal atau parental. Intruksi Presiden Nomor 1 tentang Kompilasi Hukum menyatakan bahwa anak angkat tidak menerima waris kecuali wasiat pemberian dari orang tua angkatnya atau jika tidak akan memperoleh wasiat wajibah sebanyak-banyak 1/3 (sepertiga) dari harta warisan orang tua angkatnya. Keberagaman kaidah-kaidah hukum tentang kedudukan anak angkat telah menempatkan Yurisprudensi Mahkamah Agung dari kasus-kasus hak-hak anak angkat mendapatkan tempat yang sangat penting untuk dapat dipergunakan sebagai salah satu landasan bagi kedudukan dan hak-hak anak angkat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Fardhian
"Kegiatan ekonomi yang ada saat ini senantiasa mengutamakankan aspek efisiensi. Jasa titipan, sebagai salah satu sektor usaha yang berkembang begitu pesat juga menerapkan prinsip efisiensi tersebut melalui pencantuman klausula baku pada perjanjian pengiriman barang, hal ini dilakukan demi menghindari negosiasi yang berlarut-larut. PT. Citra Van Titipan Kilat sebagai pelaku usaha jasa titipan juga mencantumkan klausula baku pada "syarat dan pedoman pengiriman barang". Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan batasan-batasan aturan mengenai klausula baku. Pada klausula baku yang ditetapkan oleh TIKI, terdapat beberapa klausula yang bertentangan dengan aturan Pasal 18 UUPK, sehingga klausula tersebut batal demi hukum dan pihak TIKI wajib menyesuaikan klausula-klausula baku tersebut dengan aturan UUPK.

Today’s economical activities are always consider the aspect of efficiency as the most important thing. The delivery services as one of the most rapidly developed business sector are also apply the efficiency principle by mean of the inclusion of standard clause on the delivery agreement, it has also being done to avoid lengthy negotiation. PT. Citra Van Titipan Kilat as one of the delivery service company is also puts down the standard clause on the the "conditions and manual of delivery". The law number 8
Year 1999 regarding consumer protection (UUPK) gives limitation for the use of standard clause. On the TIKI’s standard clauses, there are some of them which is against the article 18 of UUPK, therefore the clauses are considered "null and void" and TIKI is obliged to accommodate its standard clause with the rule of UUPK.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S24856
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nainggolan, Netty
"Pemerintah memiliki tujuan yang baik untuk melindungi pihak konsumen yang biasanya berada dalam posisi lemah dengan menetapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Dengan ditetapkannya UUPK maka perbankan sebagai pelaku usaha harus mematuhi ketentuan UUPK dalam memberikan produk dan jasa kepada nasabahnya khususnya berkaitan dengan pembuatan perjanjian kredit. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis melalui penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data yang dapat dianalisis secara kualitatif sehingga hasilnya bersifat deskriptif kualitatif. Beberapa pokok permasalahan yang dibahas adalah membahas mengenai pengaturan perlindungan konsumen (nasabah) dalam UU Perbankan, analisis yuridis perlindungan konsumen (nasabah) terhadap ketentuan klausula baku dalam perjanjian kredit pada PT. Bank UFJ Indonesia yang mana terdapat klausula baku yang tidak sesuai dengan Pasal 18 UUPK antara lain mengenai penarikan fasilitas kredit, bunga, perubahan hukum. Membahas upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih tetap menggunakan klausula baku yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK dalam pembuatan perjanjian kreditnya. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa penerapan perlindungan nasabah telah diatur dalam undang-undang yang bersifat sektoral yaitu UU No. 10 Th. 1998 Tentang Perubahan Atas UU No. 7 Th. 1992 Tentang Perbankan, serta PBI No. 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Produk Bank dan penggunaan Data Pribadi Nasabah dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Masih adanya penggunaan klausula baku yang dilarang dalam Pasal 18 ayat (1) huruf (g) dan Pasal 18 ayat (1) huruf (f) UUPK dalam perjanjian kredit yang dibuat oleh PT. Bank UFJ Indonesia. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Debitur manakala Bank masih menggunakan ketentuan yang dilarang oleh Pasal 18 UUPK adalah melalui pengadilan atau diluar pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S23933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ravina Arabella Sabnani
"Notaris adalah pejabat umum yang oleh Undang-Undang diberikan kewenangan dan kepercayaan dari masyarakat untuk menjalankan sebagaian kekuasaan Negara untuk membuat alat bukti tertulis yang otentik dalam bidang hukum perdata. Akta otentik yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna serta memberikan kepastian hukum. Wewenang para notaris diberikan oleh Undang-Undang yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas jabatannya untuk kepentingan masyarakat.
Notaris wajib menjalankan tugas dan jabatannya sesuai dengan Undang-undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Apabila notaris tersebut dalam menjalankan jabatannya ternyata ternyata diketahui melakukan kesalahan atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi kliennya, maka notaris tersebut berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Adanya gugutan yang diajukan kepada notaris dalam hal terjadinya perbuatan melanggar hukum berakibat kehilangan keotentisitasan atas akta tersebut dan dinyatakan batal demi hukum mengakibatkan kerugian terhadap para pihak yang meminta dibuatkan aktanya oleh notaris yang bersangkutan.
Atas kerugian tersebut para pihak dapat menuntut ganti rugi berdasarkan ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana notaris wajib memberikan ganti rugi berupa denda, bunga serta biaya. Dalam pembuatan tesis ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan yuridis normatif karena dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pendeketan yang ditinjau dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Ternyata terdapat gugatan yang banyak terdapat pembatalan akta yang dibuat oleh notaris berdasarkan perbuatan melanggar hukum dan dinyatakan menjadi batal demi hukum akibat kelalaiannya tersebut. Untuk menghindari adanya tuntutan dari pihak lain, seorang notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya haruslah memiliki sika profesionalisme yang baik serta ditunjang dengan ilmu pengetahuan yang cukup dibidang kenotariatan dan pengalaman.
Notary is a Public Officials who was given by law authority and trust from the people to operate the power the the state power to make a written attestation in the field of civil law. Authentic document which made written by notary public gives strength posses authentication perfect with a given certainty law. Authotrity notary public has given by law which constitute obligation and responsibility to operate duty position for public society importance.
A Notary as stated in the Indonesian ordinance is obliged during performing their functions at their best. When the notary during performing their profession somehow distinguish that they do a fault or neglection that cause loss effect to their clients, then the notary without a cause anyhow should have a direct responsibility to process the their act in legal procedure. When there?s a legal suit that given to them in an act that cause had an infringement aspect can make the deed losing their othenticity, to their official document so then the parties who have a right to the deed can sue the notary to give a fine to their negligent act.
To the loss that caused from the notary, the parties can demand for a compensation as stated in act 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, where the notary is bind to give a compensation to the parties loss that cause from the notary itself.
This thesis research is using a library analysis reference method with a juridicial normative approach that was valid in Indonesia. In the reality that there?s a lot of legal suit that demand a deed cancelation that was made by a notary these days from their own act of violating during the procedural process that make the official document invalid. And so to avoid a legal suit from the other parties, a notary during operating their assignment and authority needs a professionalism that supported with sufficience science and experience on their profession field.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T26719
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Rina Handayani
"Agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen oleh pelaku usaha, konsumen harus sadar, mengetahui dan memahami apa yang menjadi hak-haknya sebagai konsumen. Tetapi pada kenyataannya, hak-hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering tidak diterapkan, baik karena ketidaktahuan atau keengganan konsumen dalam memanfaatkannya. Sementara itu, tidak sedikit produsen yang bertindak semena-mena dibalik ketidakberdayaan dan ketidaktahuan konsumen tersebut. Oleh karena itu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia sebagai Lembaga Perlindungan konsumen Swadaya Masyarakat telah melakukan berbagai macam upaya. Salah satu upayanya adalah di bidang pendidikan, yang telah mengadakan berbagai macam kegiatan seperti Training Motivator Konsumen, seminar dan diskusi panel. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia juga menjadi pembicara di radio, televisi, dan media cetak. Selain di bidang pendidikan, upaya lain yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia adalah di bidang penerbitan, dengan menerbitkan majalah bulanan Warta Konsumen. Sedangkan di bidang Informasi dan Dokumentasi, Yayasan Lembaga Konsuman Indonesia menyediakan sarana perpustakaan yang terbuka untuk umum. Apabila telah terjadi pelanggaran terhadap hak-hak konsumen oleh pelaku usaha maka konsumen dapat melakukan pengaduan kepada bidang pengaduan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Penanganan pengaduan di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu penanganan secara non-litigasi dan penanganan secara litigasi.
"
2004
S24032
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>