Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138283 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwarniyati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S6008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1981
S6523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sad Dian Utomo
"Selama 40 tahun terakhir, kecamatan mengalami perubahan seiring perubahan kebijakan mengenai pemerintahan daerah. Perubahan kebijakan makro ini memerlukan penyesuaian pada tingkat organisasi dan operasional. Namun belum direspon baik oleh Pemerintah Pusat, dan gamang dalam memosisikan kecamatan, dengan tidak jelasnya bentuk organisasi kecamatan, camat diberi tugas urusan pemerintahan umum yang merupakan kewenangan kepala wilayah, dan tidak ada pedoman pengukuran kinerja kecamatan. Timbul masalah konseptual, yaitu bagaimana memosisikan kecamatan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, apakah bagian unit kewilayahan yang diperluas perannya melalui desentralisasi dalam kota (Norton, 1994); unit yang menjalankan fungsi tertentu dalam rangka dekonsentrasi (Leemans, 1970); ataukah dipandang tidak relevan lagi dalam pengelolaan kota terpadu (Smith, 1985)? Hal ini dirumuskan dalam pertanyaan penelitian, yaitu: bagaimana dinamika kelembagaan kecamatan, mengapa itu terjadi, dan bagaimana kelembagaan kecamatan diposisikan. Penelitian ini menggunakan teori desentralisasi, pemerintahan daerah, pemerintahan wilayah, dan kelembagaan sebagai panduan. Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktifis dengan teknik kualitatif melalui studi kasus di Kecamatan Cikulur, Tulakan, Jatiuwung dan Bubutan. Hasil penelitian memperlihatkan dinamika kelembagaan kecamatan lebih banyak disebabkan faktor eksogen daripada endogen. Selanjutnya, dilakukan reposisi kelembagaan kecamatan dalam tiga model, yaitu model kelembagaan kecamatan kawasan perkotaan, perdesaan dan hybrid.

Local government has changed sub-district status over 40 years. This macro policy alters operations and organization. The Central Government must improve, and placing the sub-district is giddy. The sub-district head manages regional government and does not assess performance. Then a conceptual problem arises: how to position the sub-district in local government administration—as part of a local government unit whose role is expanded through decentralization within cities (Norton, 1994), as a unit that performs specific functions in deconcentration (Leemans, 1970), or as a unit no longer relevant in integrated city management (Smith, 1985). This is formulated in research questions, namely: how are the dynamics of sub-district institutions in the administration of local government, why does it happen, and how are sub-district institutions positioned? Rebuilding sub-district institutions needs knowing their dynamics and causes. Decentralization, local self-governance, local state government, institutional theory, and institutional dynamics drive this research. Four sub-districts—Cikulur, Tulakan, Jatiuwung, and Bubutan—are studied using constructivist case studies. The research found that exogenous factors caused the sub-district institutional dynamics more than endogenous ones. Three models—urban, rural, and hybrid—reposition sub-district institutions."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aufa Ifada
"Pengobatan tradisional sebagai salah satu bagian daripada upaya meningkatkan dan mencapai kesehatan dalam masyarakat bisa bertahan dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini tidak bisa dipungkiri dalam realita kehidupan masyarakat, meskipun upaya peningkatan kesehatan berupa pelayanan kesehatan primer atau kesehatan berdasarkan kedokteran atau sistem medic modern terutama dalam masyarakat pedesaan masih terus digalakkan. Studi ini dimaksudkan untuk lebih memahami faktor-faktor yang berperan di dalam masyarakat, terutama masyarakat pedesaan sehingga gurah sebagai salah satu pengobatan alternatif dapat bertahan di tengah arus modernisasi kesehatan.
Gurah sebagai salah satu upaya peningkatan kesehatan dan tergolong dalam salah satu pengobatan alternatif menjadi berkembang seiring dengan kehidupan masyarakat pedesaan yang berkembang pula. Berbagai faktor mengiringi perkembangan tersebut, sehingga peranan pengobatan gurah berkembang tidak hanya dalam manfaatnya, tempi juga dalam bentuk-bentuk pelayanan pengobatannya. Hal ini dapat lebih memberikan alternatif kepada masyarakat mengenai Cara penyembuhan atau pengobatan yang lebih cocok bagi mereka.
Peranan gurash ini berkembang, juga dipengaruhi oleh meningkatnya pengguna jasa gurah. Pengguna jasa gurah, dalam hal ini pasien gurah, meningkat dikarenakan faktor media, transportasi, dan pemasaran. Faktor-faktor ini memiliki pengaruh timbal balik bagi keberadaan gurah itu sendiri, karena adanya kebutuhan dan pengetahuan masyarakat yang meningkat sciring dcngan kebutuhan masyarakat warga Imogiri dalam memanfaatkan pcngctahuannya tentang pengobatan.
Sasaran penelitian diarahkan kepada penggurah sebagai aktor dalam melakukan pengobatan gurah ini, karena yang berperan di dalam pengobatan adalah faktor pengobat yaitu penggurah. Selain pengobat, sasaran lain adalah pasien atau pengguna jasa gurah yang pada akhirnya memberikan penilaian kepada penggurah tersebut. Penilaian ini memberikan pengaruh yang cukup besar di dalam kelangsungan dan keberadaan pengobatan itu untuk terns mengembangkan din dan semakin dikenal oleh masyarakat luas.
Metode yang digunakan dalam studi ini adalah wawancara dan observasi-Penggunaan metode penelitian tersebut diharapkan dapat memperoleh informasi mengenai pemahaman baik dan pihak penggurah maupun dari pengguna jasa gurah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S5606
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Benny Iskandar
"Kebijakan Pemerintah mengenai otonomi daerah yang diundangkan dalam Undang Undang No. 22 tahun 1999, berdampak pada bergulirnya isu Putera Daerah. Dalam rangka efisiensi dan efektivitas tugas Polri, beberapa konsep dalam rangka pemberdayaan potensi masyarakat telah dikembangkan, diantaranya merekrut putera daerah untuk dididik sebagai anggota Polri. Konsep ini dikenal sebagai local boy for local job.
Fungsi polisi adalah memelihara keteraturan dan ketertiban masyarakat, sehingga polisi diharapkan untuk senantiasa berinteraksi dengan warga masyarakat yang dilayaninya. Penelitian ini ingin menunjukkan corak kegiatan yang dilaksanakan oleh Polisi Putera Daerah pada satuan fungsi Samapta Polres Metro Jakarta Selatan. Sehingga diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi pembinaan kwalitas sumber daya anggota Polri.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif atau etnografi, ditujukan pada anggota Bintara Remaja Polisi Putera Daerah Jakarta yang bertugas pada Satuan Fungsi Samapta Polres Metro Jakarta Selatan. Yang ditempatkan pada unit Patroli Kota sebanyak 15 orang, Kompi Pengendalian Massa sebanyak 42 orang dan Penjagaan Markas sebanyak 13 orang.
Yang dapat disimpulkan dari tesis ini adalah : Keberadaan Polisi Putera Daerah yang bertugas pada Satuan Fungsi Samapta Polres Metro Jakarta Selatan cocok dengan warga komuniti masyarakat yang dilayaninya melalui simbol-simbol kebudayaan yang dapat dengan mudah dimengerti. Polisi Putera Daerah dalam hal ini berfungsi menjembatani kepentingan kepolisian dengan warga masyarakat yang dilayaninya dengan menerapkan bahasa yang komunikatif dan simbol-simbol kebudayaan yang cocok untuk saling berkomunikasi."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyudi
"Tesis ini menyajikan evaluasi kinerja program raskin di empat kecamatan di Kabupaten Tangerang yaitu Cisauk, Pagedangan, Pondok Aren, dan Serpong berdasarkan Indikator 6 T ( tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menyarankan agar Bulog Tangerang meningkatkan kualitas raskin yang dibagikan, Pemerintah Kabupaten Tangerang meningkatkan sosialisasi program ke masyarakat serta mengalokasikan APBD untuk dana pendamping, dan agar program ini diteruskan.

Focus of this study is evaluating the performance of rice for the poor program implementation in 2008 in four districts of Tangerang County i.e: Cisauk, Pagedangan, Pondok Aren, and Serpong based on 6 right indicators provided (objective right, quantity right, price right, timely right, administration right, and quality right). This research is qualitative descriptive interpretive. The data were collected by means of deep interview. The researcher suggests BULOG (the government body for managing the logistic) to improve the quality of the rice distributed, regional government to gain the program socialization effort and to allocate sufficient fund to succeed this program, and continuing the program as demanded by the poor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28796
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>