Ditemukan 169182 dokumen yang sesuai dengan query
Jurusan Ilmu Politik, 1995
S5669
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Majda El-Muhtaj
Jakarta: Kencana, 2005
323.4 MAJ h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Jakarta:: Dewan Perwakilan Rakyat RI. , 1996
332.6 IND p
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Majda El-Muhtaj
Jakarta: Prenada Media, 2007
323.4 MAJ h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Majda El-Muhtaj
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012
323.4 MAJ h
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Yuswardi
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S25267
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Irwinda Vanya
"Skripsi ini membahas mengenai implementasi sistem pertahanan rakyat semesta dalam peraturan perundang-undangan pasca amandemen Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945. Pengaturan mengenai keikutseraan warga negara pasca amandemen pasal 30 Undang-undang Dasar 1945 terdapat dalam Undang-undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Peraturan Presiden No.7 tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, dan Buku Putih Pertahanan Indonesa. Prinsip hak asasi manusia yang terkait dengan keikutsertaan warga negara dalam sistem pertahanan terdapat dalam Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Melalui penelusuran terhadap peraturan-peraturan tersebut dapat dikatuhui bahwa konsep keikutsertaan warga negara dalam sistem pertahanan rakyat semesta pasca amandemen hanya berkutat pada tataran wacana yang bersifat umum tidak dapat diwujudkan dalam praktik sehingga prinsip-prinsip hak asasi manusia belum diterapkan secara maksimal.
This thesis talk's about the implementation of Indonesia's total people defence system in Laws and regulation after the amandement of Article 30 Undang- Undang Dasar 1945 (The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia). The Regulation about the implementation of Indonesia's total people defence system in Laws and regulation after the amandement of Article 30 Undang-Undang Dasar 1945 (The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia) can be found in Undang-undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (State Defense Law), Peraturan Presiden No.7 tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, and Buku Putih Pertahanan Indonesa (Indonesia's Defense White Book). Human rights principles which are related into implementation of Indonesia's total people defence system in Laws and regulation after the amandement of Article 30 Undang-Undang Dasar 1945 (The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia) can be found in International Covenant on Civil and Political Rights. This research result The rights of citizen to participate in Indonesia Total People Defense System are generally concept in Indonesia Law and cannot be used for practical purpose, therefore this conditions make human rights principles has not been implemented in a best way."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S58
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Rahma Nur Aulia
"
ABSTRAKSkripsi ini menganalisis perdebatan kebijakan sensor internet di Australia dalam proses pembahasan RUU Broadcasting Services Act 1992. Proses perdebatan yang dianalisa terjadi di tingkat masyarakat sipil dan lembaga Senate serta House of Representatives Australia pada tahun 1999. Perdebatan yang terjadi didominasi oleh isu tanggung jawab negara dalam sensor internet dan kebebasan pengguna akhir. Beberapa kelompok melihat bahwa negara juga bertanggung jawab menyensor konten internet, baik kepada anak-anak maupun orang dewasa. Sedangkan kelompok lainnya melihat bahwa negara tidak tepat melakukan tindakan tersebut karena pengguna akhir memiliki hak dan kebebasan untuk mengakses konten yang diinginkannya. Menurut mereka, individu dewasa dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan anak-anak menjadi bagian dari tanggung jawab orang tua mereka. Dari latar belakang tersebut, penulis berargumen bahwa sikap pro kontra aktor-aktor yang antara lain meliputi senator dari Liberal Party, National Party, Country Liberal Party, Australia Labor Party, Australian Democrat Party, Australian Green Party, Senator Brian Harradine, Senator Peter James Andren, lembaga riset CSIRO, serta LSM EFA dipengaruhi oleh ideologi yang dianut.Teori yang digunakan penulis untuk menjawab permasalahan tersebut adalah teori sistem politik David Easton yang membantu menjelaskan bahwa kebijakan RUU BSA 1992 merupakan hasil dari input sistem politik maupun non sistem politik berupa tuntutan dan dukungan untuk menangani konten negatif internet. Penulis juga menggunakan konsep penyensoran yang menjelaskan bahwa perdebatan dalam konteks sensor tidak pernah terlepas dari pertentangan aliran pemikiran liberal Mills melawan pemikiran konservatif Burke. Perbedaan zaman dan media yang disensor membuat konsep ini tidak menjelaskan bahwa efektivitas serta batas waktu pemberlakuan sistem sensor juga menjadi perdebatan besar dalam proses pembahasan RUU BSA 1992. Penulis juga menggunakan teori ideologi yang dijelaskan oleh Miriam Budiarjo dan Deliar Noer bahwa himpunan nilai akan menentukan sikap terhadap problema politik yang dihadapi. Hasil analisa menunjukkan bahwa sikap pro dan kontra yang ditunjukkan para aktor sebagian besar memang dipengaruhi oleh ideologi liberal dan konservatif yang mereka anut. Namun, ideologi tidak menjadi satu-satunya penyebab sikap pro kontra tersebut. Adanya unsur lain seperti upaya mempertahankan koalisi, hubungan kepentingan dengan pelaku industri, serta penilaian atas efektivitas sistem turut berperan besar menentukan sikap pro konta atas RUU BSA 1992.
ABSTRACTThis thesis analyzes the debate of internet censorship policy in Australia in the process of discussing the Broadcasting Services Act Act 1992. The process of debate analyzed took place at the level of civil society and Senate institutions and the House of Representatives Australia in 1999. The debate was dominated by issues of state responsibility in censorship internet and end user freedom. Some groups see that the state is also responsible for censoring Internet content, both to children and adults. Other groups see that the state is not appropriate to perform such actions because the end user has the right and freedom to access the content he wants. According to them, the adult individual can be responsible for himself and the children become part of the responsibilities of their parents. From this background, the authors argue that the pro contra attitude of the actors, among others, includes the senators from the Liberal Party, National Party, Country Liberal Party, Australian Labor Party, Australian Democrat Party, Australian Green Party, Senator Brian Harradine, Senator Peter James Andren , CSIRO research institutes, and EFA NGOs are influenced by the ideology adopted.The theory used by the author to answer the problem is David Easton 39 s political system theory which helps explain that the BSA 1992 BSA policy is the result of the input of political system and non political system in the form of demands and support to handle negative internet content. The author also uses the concept of censorship that explains that the debate within the context of censorship is never independent of the contradiction of Mills 39 liberal school of thought against Burke 39 s conservative thinking. The difference of the epoch and the censored media made this concept does not explain that the effectiveness of the sensor system and the time limit of the application of the sensor system also became a major debate in the process of discussing the 1992 BSA Bill. The author also uses the theory of ideology to analyze the attitude of each actor in the issue of the BSA 1992 BSA debate. analysis shows that the pro and contra attitudes shown by actors are largely influenced by their liberal and conservative ideology. However, ideology is not the only cause of the pro contra 39 s attitude. The existence of other elements such as efforts to maintain the coalition, the relationship of interests with industry players, as well as the assessment of the effectiveness of the system played a major role in determining the pro contra attitude of the BSA 1992 bill."
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rr. Yuliawiranti S.
"Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Mengenai pengertian "kemerdekaan pers" itu sendiri di dunia terdapat bermacam-macam konsep dan persepsi yang berbeda, tergantung dari latar belakang, sistem sosial dan sistem politik, serta filsafat yang mendasarinya. Bahwa pelaksanaan kemerdekaan pers di Indonesia yang merupakan salah satu perwujudan hak asasi manusia adalah pelaksanaan yang bersifat partikularistik relatif artinya bahwa pelaksanaan hak asasi manusia dalam konteks kemerdekaan pers ini pemberlakuannya harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, jadi bukan pelaksanaan yang tidak terbatas tetapi pelaksanaan yang bebas bertanggung jawab. Karena terdapat rambu-rambu yang harus ditaati yang membatasi kemerdekaan pers itu sendiri. Rambu-rambu itu adalah pasal 28J Amandemen kedua UUD 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Jurnalistik. Perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia pasca berlakunya Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Amandemen UUD 1945 masih belum maksimal karena selama kurun waktu dua tahun terakhir kemerdekaan pers di Indonesia mengalami kemunduran citranya di mata dunia internasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15561
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library