Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173997 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Waworuntu, Amira
"Aliran Metalcore adalah sebuah subgenre dari Heavy Metal yang menggunakan teknik vokal yang berbeda dari sebelumnya, yaitu dengan berteriak atau yang seringkali disebut screaming. Ketika mendengarkan ataupun menyaksikan sebuah lagu dibawakan dengan cara nyanyi berteriak, muncul sebuah anggapan bahwa aliran Metalcore ini membawa dampak negatif karena menerapkan teknik vokal yang keras, intimidatif dan penuh emosi. Tidak jarang teknik vokal screaming ini dianggap meniru 'suara setan'. Pernyataan ini tidak mengherankan apabila mengetahui bahwa memang ada beberapa aliran musik yang sengaja menirukan 'suara setan' tersebut dan menerapkannya ke dalam lagu.
Metalcore tentunya bukan merupakan sebuah aliran musik yang berasal dari Indonesia, namun sudah banyak band yang mulai memainkan aliran ini dan banyak diantaranya yang sudah cukup terkenal. Cara bernyanyi dengan berteriak sudah bukan lagi hal yang baru, namun masih banyak yang menganggap bahwa Metalcore memicu hal-hal negatif kepada para pendengarnya. Masih ada stereotype yang melekat pada screaming. Oleh karena itu, para pelaku Metalcore tanah air melihat bahwa perlu dilakukannya transformasi makna teknik vokal screaming agar menyadarkan masyarakat bahwa apa yang mereka sampaikan melalui teriakan bukanlah bersifat negatif. Caranya adalah dengan menulis lyric lagu yang memiliki pesan positif sesuai dengan norma-norma sosiokultural yang berlaku di masyarakat. Dengan tetap mengacu pada ciri-khas screaming, para pelaku Metalcore tanah air berusaha menyampaikan sebuah pesan moral melalui lyric lagu yang mereka teriakkan.

Metalcore is one of the subgenres of Heavy Metal which uses a vocal technique which differs from many before it called screaming. When one hears or sees a song that is being sung by way of screaming, one tends to associate it with having a negative impact on its listeners because of the loud, intimidative and emotional lyrics. Also, it is not uncommon for screaming to be thought of as an act of trying to replicate Satanic voices. This statement comes at no surprise because as a matter of fact there are certain genres of music that deliberately try to sound Satanic and apply it to the songs that they play.
As we may know, Metalcore is not a genre of music that originates from Indonesia. Even so, there are many bands these days that are performing this genre and many of them are already quite well known. Singing by screaming is no longer considered something new in the music world, yet there are still people who believe that Metalcore triggers negativity towards its listeners. There is still a stereotype attached to the act of screaming. Therefore, they who are active in the Indonesian Metalcore scene realize that there has to be an act of transformation towards the meaning of the screaming vocal technique in order to make people aware that what they are conveying through these screams are not negative. They soon figured out that writing song lyrics that have a positive message in accordance with the sociocultural norms in the society was what had to be done. By continuing to refer to the essence of Metalcore with its screaming, Indonesian Metalcore musicians are trying to convey moral messages through the song lyrics.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1431
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Putri Riandi
"Makalah non-seminar ini membahas representasi Indonesia yang terdapat dalam tiga buah lagu karya Wieteke van Dort yaitu Arm Den Haag (1975), Geef Mij Maar Nasi Goreng (1991), dan Terug Naar Soerabaja (1991).  Wieteke van Dort adalah seorang Indo yang lahir dan menghabiskan masa kecilnya di Indonesia, tepatnya di Surabaya. Penulis ingin melihat bagaimana seorang Indo merepresentasikan Indonesia melalui karyanya.  Ketiga lagu tersebut dianalisis menggunakan teori semiotik Ferdinand de Saussure. Kesimpulan yang ingin dicapai adalah bagaimana lirik dari ketiga lagu tersebut memiliki makna yang merepresentasikan Indonesia.
This non-seminar paper discusses the representation of Indonesia contained in three songs by Wieteke van Dort namely Arm Den Haag (1975), Geef Mij Maar Nasi Goreng (1991), and Terug Naar Soerabaja (1991). Wieteke van Dort is an Indisch who was born and spent her childhood in Indonesia, precisely in Surabaya. The author wants to see how an Indisch represents Indonesia through his work. All three songs were analyzed using the semiotic theory of Ferdinand de Saussure. The conclusion to be reached is how the lyrics of the three songs have a meaning that represents Indonesia."
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Devita Astri Hardianti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi seksualitas yang diwujudkan dengan penggunaan teks erotis dan penggambaran seksualitas dalam lirik lagu dangdut. Lirik lagu dangdut tidak berdiri sendiri, namun dilatarbelakangi oleh konteks sosial kultural. Dengan kata lain, lirik lagu dalam musik dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan bentuk realitas sosial yang ada dalam masyarakat. Lagu dangdut dengan tema dan lirik yang vulgar terdengar hampir di semua tempat melalui media massa, dan bahkan juga dinyanyikan oleh para pengamen di lampu merah dan kendaraan umum.
Sensasi yang ditampilkan dalam lagu-lagu ini seolah menjadi suatu keunikan yang menghibur, dengan tidak memikirkan dampak teks lagu tersebut terhadap masyarakat. Analisis wacana Barthes dengan pendekatan kualitatif digunakan untuk menggali lebih dalam peran bahasa dalam konstruksi seksualitas pada lirik lagu dangdut. Penemuan penelitian ini menunjukkan bahwa seksualitas dalam lagu-lagu dangdut direpresentasikan melalui tema, judul, penggunaan kata-kata, ungkapan dan istilah erotis.

This study aims to find out the representation of sexuality which manifested by the use of erotic texts and depictions of sexuality are constructed in dangdut song lyrics. The lyrics do not stand alone, but is motivated by the socio-cultural context. In other words, song lyrics in music can be a communication medium to reflect the social realities in society. Dangdut songs with themes and lyrics that are vulgar sounded almost everywhere through the mass media, and even sung by the singers at traffic lights and public transportation.
The sensation that shown in these songs seemed to be a uniqueness that entertaining, with no thought to the impact of the song texts on society. Barthes discourse analysis with a qualitative approach is used to dig deeper into the role of language within construction of sexuality in the lyrics of dangdut song. The finding of the study indicated that sexuality in dangdut song represented by the theme, the title, the use of words, phrases and terms erotic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afry adi Chandra
"ABSTRACT
Penelitian kualitatif dengan pendekatan semiotika (Ferdinand D.Saussure) ini bertujuan untuk meninjau aspek moral yang terdapat dalam lirik lagu campursari karya musisi Jawa timur. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pun cara berpikir masyarakat, saat ini banyak bermunculan lagu campursari karya beberapa seniman lokal Jaa Timur yang krisis akan moral. Karya tersebut lebih mengangkat sisi seksualitas, sikap melawan tataran norma dalam masyarakat (perselingkuhan), poligami, pengangguran, membuka aib seseorang, maupun merendahkan martabat orang lain."
Surakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret, 2017
805 HSB 1:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kansas: University of Kansas, 1981
419 SEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Arianti
"Iklan UNICEF Jerman "Schülen für Afrika" menarik untuk ditelaah dari sudut pandang semiotika. Iklan adalah sebuah teks yang didalamnya terdapat kumpulan tanda-tanda yang mempunyai makna tersembunyi dan ingin disampaikan oleh pembuat iklan kepada khalayak sasaran. Semiotika digunakan oleh penulis untuk menganalisis empat jenis iklan dengan mengungkapkan pesan atau makna melalui tanda-tanda pada iklan layanan masyarakat ini.
Metode yang dipakai untuk menganalisis data adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati iklan yang terdapat pada halaman web di internet, kemudian melakukan penelitian berdasarkan teori semiotika. Dari hasil analisa tersebut, ditemukan jenis tanda (ikon, indeks, dan simbol), tanda-tanda verbal dan nonverbal serta makna tanda (denotasi dan konotasi) dalam iklan UNICEF Jerman "Schülen für Afrika" ini.

An advertisement by German UNICEF "Schülen für Afrika" is interesting to be analyzed from the point of view of semiotics. Advertisement is a text in which there is a set of signs that have a hidden meaning and to be conveyed by the advertiser to the target market. Semiotics is used by the author to analyze the four types of advertisements to disclose the message or meaning through signs on this public service announcements.
The method used to analyze the data is descriptive qualitative. In collecting the data, it is done by observing the advertisements on a website and then do the research on the theory of semiotics. From this analysis, it was discovered various kind of signs (icon, index, and symbol), the verbal and nonverbal signs and meanings of sign (denotations and connotations) in the German UNICEF advertisement "Schülen für Afrika". "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Purnamasari
"Ragam bahasa keilmuan saat ini menjadi Salah satu unsur penting yang dibahas di perguruan tinggi dalam pengajaran bahasa Jerman bagi penutur asing. Satu dari sekian banyak ciri khas yang kerap ditemukan dalam bahasa Jerman ragam keilmuan adalah pronomina es.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan pronomina es dari segi sintaktis dan semantis. Secara sintaktis pronomina es berfungsi sebagai kata ganti, pengisi rumpang, dan bagian dari valensi verba, sementara dari segi semantis dibicarakan pronomina es yang berperan sebagai pemarkah relasi semantis antara anteseden dan pengacunya.
Korpus data berjumlah 90 (sembilan puluh) kalimat diperoleh dari empat buah buku yang mewakili dua bidang ilmu, eksakta dan noneksakta. Dua buku yang mewakili bidang ilmu eksakta adalah teknik dan kedokteran, sedangkan dua buku lainnya mewakili bidang noneksakta, yakni hukum dan linguistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara sintaktis prosentase kekerapan kemunculan pronomina es sebagai kata ganti, sebagai pengisi rumpang atau sebagai bagian dari valensi verba tidak sama antara satu bidang ilmu dengan bidang ilmu lainnya meskipun berada dalam kelompok ilmu yang sama. Pronomina es yang ditemukan dalam ragam bahasa keilmuan bidang teknik dan kedokteran; misalnya. Dalam ragam bahasa keilmuan bidang teknik prosentase kemunculan pronomina es yang berlilngsi sebagai kata ganti hanya sebesar 7,69%, sedangkan dalam bidang kedokteran Sebesar 31%. Sementara berdasarkan analisis semantis diperoleh simpulan sebagai berikut; Secara umum pronomina es yang paling kerap muncul dalam keempat bidang ilmu yang diteliti adalah pronomina es yang secara sintaktis berfungsi sebagai bagian dari valensi verba seperti dalam frasa verbal es regnet 'hujan'. Pronomina es tersebut -mengacu pada von Polenz- tidak memiliki makna secara semantis (Ieeres semanticsubjec) karena tidak membuat rujuk silang dengan nomina atau hal yang berada di depannya atau di belakangnya.
Pronomina es yang memperlihatkan hubungan anaforis antara anteseden dan pengacunya ditemukan paling kerap muncul dalam ragam bahasa keilmuan bidang linguistik. Dalam ragam ini pula pronomina es yang rnemperlihatkan hubungan kataforis paling kerap muncul. Pronomina es yang merupakan pronomina katafor secara sintaklis adalah pronomina yang berfungsi sebagai pengisi rumpang dan memiliki pola-pola kalimat tertentu, seperti Es... Nebensatz, ob... Akan tetapi tidak semua pronomina es yang secara sintaktis berfungsi sebagai pengisi rumpang memperlihatkan hubungan yang bersifat kataforis antara anteseden dan pengacunya. Pronomina es yang tidak memiliki pola kalimat khusus dan hanya merupakan sebuah dummy subject dalam kalimat tidak bermakna secara semantis, karena ia tidak membuat rujuk silang silang dengan lingkungannya.

Scientific language is now becoming one of significant studies which is tought at universities in teaching german for foreign speaker. One of the characteristics mostly found in scientific german is the pronoun es.
This research tried to describe and to emphasize the syntactical and semantical phanomen of the pronoun es. The pronoun es has -according to van der Elst- three syntactical functions as followed: Es as pronoun, es as expletive, and es as part of the verb valence. And es semantically shows the relation between the determiner and its antecedent, anaphoric or cathaphoric.
90 (ninety) sentences as corpus was taken from four scientific books, which represent two group of studies, namely science and social. Technik and medicine were chosen to represent science, and law and linguistics to social.
The result revealed that the frequency of the syntactical function of pronoun es found in four books is not the same one with another, although they are in the same group of study. Those found in technic and medicine for example. Both are science books, but the pronoun es as pronoun is found more in medicine as in technic, 31% to only 7,69%. Semantical analysis on the other hand indicated that the pronoun es, which are meaningless -this pronoun syntactically functions as part of the verb valence- generally found mostly in all four books. The anaphoric relationship is showed mostly in linguistics, so is the cataphoric one. The cataphor pronoun es is that, which functions syntactically as expletive and has particular sentence model, such as Es ... Nebensatz, ob .... Those, which also has the same syntactical iilnction but doesn?t have particular sentence model and it is only the dummy subject of the sentence are meaningless.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T17211
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghita Kruliane
"Skripsi ini meneliti tentang penggunaan bahasa alay yang sedang berkembang di kalangan remaja yang membutuhkan suatu identitas untuk menunjukkan eksistensinya di lingkungan masyarakat. Lalu remaja mulai mencari cara untuk mendapat tempat dalam masyarakat, dengan menggunakan bahasa alay. Dengan teori reception analysis dan paradigma konstruktivis, tujuan penelitian kualitatif ini adalah mendeskripsikan cara berkomunikasi remaja yang menggunakan bahasa alay melalui ragam tulisan dan perilaku non verbal yang terpengaruh dari lingkungan remaja. Unit analisis yang diangkat dalam penelitian ini adalah individu yang menggunakan bahasa tersebut dan pengambilan bahasa yang diambil dari MTV Alay.
This thesis researched the use of alay language among teenagers that requires a sense of identity to show their existence in the community. Then teenagers start looking for a way to take the place in their community by the use of alay language. With the reception analysis theory and the constructivism as a paradigm, this qualitative research aims to describe teenagers ways of communicating by using alay language through variety of writing and non verbal behavior that affected of their neighborhood. The unit of analysis in this research is an individual that uses such language and language retrieval that is taken from MTV Alay."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mellysa Pia Beauty
"“The Blue Kite” (藍風箏 Lán fēngzheng) adalah sebuah film yang diproduksi tahun 1993 dan disutradarai oleh Tian ZhuangZhuang. Film yang dibintangi oleh Lu Liping dan Pu Quanxin mengambil latar pada kehidupan sebuah keluarga dan masyarakat pada Masa Revolusi Kebudayaan. Film yang diceritakan dari sudut pandang Tietou ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Ayah, Paman,dan Ayah Tiri. Hal yang menarik dalam film ini adalah pemilihan simbol “Layang-Layang Biru” sebagai judul film dan memiliki keterkaitan antara beberapa adegan dalam film yang bila dianalisis dengan pendekatan semiotic menyimbolkan suatu makna tertentu.
The Blue Kite” (藍風箏 Lán fēngzheng) is a 1993 film directed by Tian Zhuangzhuang. This film, starring Lu Liping and Pu Quanxin, was set in a family during the Cultural Revolution era. The story was narrated from the viewpoint of Tietou, and was divided into three parts: that of the Father, the Uncle, and the Stepfather. This paper focuses on this film's choice of the "Blue Kite" symbol as its title, as well as this title's connection to a few scenes in the film that can be analyzed using semiotics to reveal certain meanings"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Excel Elfando Tobing
"Nawal El Saadawi adalah seorang feminis dan sastrawan yang beraliran simbolisme-filosofis. Salah satu karya yang telah ia tulis adalah cerpen “نام الرجل بعد العشاء” /Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Asyā’/. Cerpen ini mengandung simbol-simbol berupa penokohan dan latar yang perlu diinterpretasi agar pesan yang disajikan oleh Nawal El Saadawi sampai kepada pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur kebudayaan dalam cerpen “Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Asyā’”, mengetahui makna semiotik dari penokohan, latar, dan unsur kebudayaan cerpen tersebut, serta menjelaskan budaya patriarki yang digambarkan oleh Nawal El Saadawi. Metode penelitian yang dipakai dalam tulisan ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik studi pustaka. Dengan menggunakan pendekatan semiotika-struktural dan teori semiotika Peirce, penelitian ini menyimpulkan bahwa Nawal El Saadawi menggunakan penokohan, latar, dan unsur kebudayaan untuk menggambarkan kondisi budaya patriarki dan mengungkapkan keresahan yang dirasakan oleh perempuan. Tokoh raja dalam mimpi Abdul Imam merepresentasikan laki-laki dalam budaya patriarki yang selalu ingin dipatuhi. Sementara itu, tokoh wanita digambarkan sebagai orang yang mempunyai keinginan memberontak, tetapi tidak mampu melakukannya di dunia nyata. Latar cerita menggambarkan perbedaan antara kondisi ideal (kondisi yang diangankan oleh istri Abdul Imam) dan kondisi riil (kondisi nyata). Selain itu, sepatu dalam cerpen ini merupakan simbol kehormatan raja yang digunakan oleh Nawal untuk menunjukkan kelemahan laki-laki tanpa peran perempuan.

Nawal El Saadawi is a feminist and writer with philosophical symbolism device. One of the works he has written is the short story “نام الرجل العشاء” /Nāma ar-Rajul ba‘da al-‘Ashā’/. This short story contains symbols in the form of characterizations and settings that need to be interpreted so that the message presented by Nawal El Saadawi reaches the reader. This study aims to describe the intrinsic and cultural elements in the short story “Nāma ar-Rajul ba'da al-'Ashā'”, to find out the semiotic meaning of the characterizations, setting, and cultural elements of the short story, and to explain the patriarchal culture that illustrated by Nawal El Saadawi. The research method used in this paper is a qualitative research method using library research techniques. By using a structural-semiotic approach and Peirce's semiotic theory, this study concludes that Nawal El Saadawi uses characterizations, settings, and cultural elements to describe the condition of patriarchal culture and express the anxiety felt by women. The king figure in Abdul Imam's dream represents men in a patriarchal culture who always want to be obeyed. Meanwhile, the female character is described as a person who has the desire to rebel, but is unable to do so in the real world. The setting of the story illustrates the difference between ideal conditions (the conditions imagined by Abdul Imam's wife) and real conditions (real conditions). In addition, the shoes in this short story are a symbol of the king's honor used by Nawal to show the weakness of men without the role of women."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>