Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 109096 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Ayu Ari Widyasari
"Indikasi Geografis merupakan salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual yang wajib dilindungi. Dalam Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis telah dijelaskan secara garis besar perlindungan hukum Indikasi Geografis dapat diberikan apabila pendaftarannya telah dilakukan. Maksud pendaftaran Indikasi Geografis adalah untuk menjamin kepastian hukum. Jangka waktu perlindungan dapat berlangsung secara tidak terbatas selama ciri dan/atau kualitas yang menjadi dasar diberikan perlindungan masih ada. Indonesia yang sebagai suatu negara kepulauan sangat terkenal akan hasil kekayaan alamnya. Salah satu hasil kekayaan alam yang terkenal adalah Kopi Arabika Kintamani yang berasal dari Kabupaten Bangli, Propinsi Bali. Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kopi Arabika Kintamani tersebut sangatlah diperlukan, karena sumber perekonomian penduduk setempat adalah berasal dari penjualan kopi tersebut. Sehingga apabila perlindungan Indikasi Geografis tersebut dapat terlaksana dengan baik, maka dampak positif yang diperoleh masyarakat setempat sangat banyak terutama dari bidang perekonomian.

Geographical Indication is a form of Intellectual Property Rights that has to be protected. Trade Mark Act Number 15 of 2001 and Government Regulation Number 51 of 2007 concerning Geographical Indication has stipulated the general legal protection in which Geographical Indication protection could be given if its registration has been done. Geographical indication registration purpose is to ensure legal certainty. Duration of protection may last indefinitely as long as traits and / or quality as the basis of the protection is still there. Indonesia as an archipelagic State which is very famous for its natural resources. One of its natural resources is the famous Arabica Coffee from Kintamani Bangli District, Bali Province. Protection of Geographical Indications of Kintamani Arabica Coffee is very necessary, because the source of the local society's income is derived from the sale of coffee. Hence if the protection of Geographical Indications can be well accomplished, the local society would get many benefits especially in the economic field."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T25062
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Samantha
"Negara Indonesia memiliki pertanian rakyat, perkebunan rakyat, kerajinan rakyat, pertambakan rakyat, bahkan yang teramat penting bagi kehidupan sehari-hari adalah kita memiliki dan hidup dari pasar-pasar rakyat. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tanggung jawab Pemerintah terhadap asset didaerahnya, contohnya sektor komoditi perkebunan rakyat Kopi Kintamani yang telah didaftarkan menjadi indikasi geografis. Indikasi geografis merupakan salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang paling banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat, baik dari konteks perekonomian nasional maupun masyarakat lokal. Produk dari indikasi geografis biasanya merupakan pencerminan langsung dari nilai budaya setempat yang dominan.
Implementasi terhadap Pemakaian Indikasi Geografis dilakukan oleh Koperasi Bale Dana Mesari, yang dilakukan demi mencapai kesejahteraan Masyarakat bangli khususnya Anggota Koperasi. Oleh karena itu, skripsi ini akan mambahas mengenai bagaimana fungsi dan peranan Koperasi Bale Dana Mesari dalam pengolahan Kopi Kintamani serta landasan hukum Pemakaian Indikasi geografis. Skripsi ini juga membahas mengenai Peran Pemerintah dalam mendukung Gerakan Ekonomi Rakyat melalui Koperasi Bale Dana Mesari. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normarif.
Hasil dari penelitian ini adalah Pemakaian Indikasi Geografis Kopi Kintamani telah diperoleh Koperasi bale Dana Mesari yang sesuai dengan PP No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis serta fungsi Koperasi dilakukan melalui Unit Pengolahan Kopi Kintamani dengan menjalankan peran dalam penetapan sumber daya, fasilitator dan pemasaran Kopi Kintamani. Pemerintah Daerah dalam hal ini dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Bangli telah melakukan upaya-upaya yang telah mendukung Gerakan Ekonomi Rakyat melalui Koperasi bagi Masyarakat Bangli khususnya Koperasi Bale Dana Mesari.

Indonesia has people's agriculture, plantation, handycraft, embankment, and even the most important for daily lives is that we have and live off by the people's marketplaces. Economic development is one of the government's responsibility towards the asset in their area, for example is the commodity sector of Kintamani Coffee people's plantation that has been registered as a geographical indication. Geographical indication is one of the regime of Intellectual Property Rights that has been most affected by local cultural values, within the national economy's context and also the local people. Products from geographical indications usually are direct reflections of the dominant local cultural values.
The implementation of the usage of geographical indication is conducted by Bale Dana Mesari Cooperative that is done in order to attain welfare for the Bangli people and especially for the cooperative members. Because of that, this undergraduate thesis will elaborate on the function and role of Bale Dana Mesari Cooperative in managing Kintamani Coffee and also the legal foundation of the geographical indication usage. This thesis will also elaborate on government's role in supporting the People's Economy Movement through Bale Dana Mesari Cooperative. This research uses normative juridicial methods.
Research results show that Coffee Kintamani geographical usage has been acquired by Bale Dana Mesari Cooperation that is in line with Government Regulation No. 51 Year 2007 on Geographical Indication and the cooperation function is conducted by Kintamani Coffee Management Unit through taking a role in determining resource, facilitator and Kintamani Coffee marketing. Local government, in this matter is conducted by the Bangli Regency Cooperative and Small and Medium Enterprise Services, has done efforts that supports People's Economy Movement through cooperative for the Bangli people, especially the Bale Dana Mesari Cooperative.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1624
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Faranita Ratih L.
"Indikasi geografis adalah salah satu Hak Kekayaan Intelektual yang memberikan perlindungan bagi produk dengan kualitas, karakteristik atau reputasi yang berkaitan dengan wilayah asal produk tersebut. Kopi arabika yang berasal dari Toraja memiliki kualitas yang berbeda dari kopi jenis lainnya sehingga memiliki reputasi sebagai salah satu kopi terbaik dunia. Merek kopi "TORAJA" menimbulkan kebingungan bagi konsumen terhadap asal kopinya. Reputasi kopi arabika Toraja terancam apabila kopi tersebut tidak berasal dari Toraja serta kualitas berbeda dari kopi arabika Toraja. Untuk melindungi reputasi dan masyarakat penghasil kopi arabika Toraja serta maka perlu pendaftaran indikasi geografis atas kopi arabika Toraja.

Geographical Indication is one of the Intellectual Property Rights that offers protection for products with qualities, characteristics, or reputation dealing with the region where they are originally from. Arabica coffee, which is native to Toraja, possesses different qualities compared to other kinds of coffee so that it gains a reputation as one of the best coffees in the world. "TORAJA" brand, however, confuses consumers towards its originality. The reputation of arabica coffee will be threatened if such coffee are not originally from and its quality is different from Toraja coffee. To protect Torajan arabica reputation and coffee producers, there is a necessity for geographical indication registration upon this Torajan arabica coffee."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Trisna Atinirmala
"ABSTRAK
Indikasi Geografis adalah salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang merupakan sebuah tanda yang mengidentifikasi suatu barang berasal dari suatu daerah tertentu yang mana barang tersebut memiliki kualitas, reputasi, dan/atau karakteristik yang diperoleh atau dipengaruhi dari lingkungan geografis tempat barang itu berasal. Sebagai negara yang telah menandatangani Perjanjian TRIPs maka Indonesia dan India memiliki kewajiban untuk menerapkan ketentuan mengenai perlindungan Indikasi Geografis di negaranya masing-masing. Walapun bersumber dari peraturan yang sama namun terdapat perbedaan pengaturan Indikasi Geografis di antara kedua negara tersebut karena pada dasarnya Perjanjian TRIPs memberikan kebebasan untuk itu. Adapun penulisan ini bersifat yuridis normatif dengan tujuan untuk melakukan perbandingan atas pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia dan India. Dapat dilihat dari perbandingan tersebut bahwa terdapat perbedaan antara pengaturan di kedua negara yang mempengaruhi jumlah pendaftaraan Indikasi Geografis di masing-masing negara. Selain itu dapat dilihat pula bahwa bentuk pengaturan Indikasi Geografis di Indonesia pada saat ini sudah cukup memadai sebagaimana ketentuan Indikasi Geografis di India yang menerapkan sistem sui generis, hanya saja diperlukan penerbitan peraturan pelaksanaan yang baru secepatnya untuk melengkapi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis agar tidak menimbulkan kebingungan sehubungan dengan perubahan-perubahan ketentuan Indikasi Geografis yang ada di dalam Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.

ABSTRACT
Geographical Indication, as a part of Intellectual Property Rights, is a sign used on products that have a specific geographical origin and posses qualities, reputation, and or characteristics that are essentially due to the place of origin. Both Indonesia and India has signed the TRIPs Agreement, therefore they have the obligations to implement the provisions of TRIPs Agreement in their countries. Despite how these countries have the same sources, which is the TRIPs Agreement, there are some differences in the regulation system between each country since the TRIPs Agreement itself gives the freedom to do so. This research is conducted using juridical normative method, with the purpose of comparing the Regulation of Geographical Indication in Indonesia and India. From the comparison, we can see there are some differences in the provisions that are actually affecting the number of Geographical Indication registration in each country. We can also see that the provision of Geographical Indication in Indonesia is quite adequate just like how it is with India who applied the sui generis system, but a new implementation rules to complement the Undang Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis is needed so that the changes of Geographical Indication in Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis won rsquo t cause any confusion to people. "
2017
S68480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariana Molnar Gabor
"Dasar dan Alasan yang Membenarkan Keberadaan (la raison detre) Perlindungan Hukum Indikasi Geografis di Indonesia (Membangun Sistem Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia) Disertasi ini merupakan perenungan kritis, komprehensif dan mendalam tentang latar belakang ketentuan perlindungan IG di Indonesia dalam konteks temporal dan spasial. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan kesesuaian dasar filosofis perlindungan IG dengan nilai-nilai dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Untuk mencapai pemahaman secara holistik tentang permasalahan perlindungan IG dan solusinya, penelitian ini menggabungkan metode doktrinal dan non-doktrinal, dengan menerapkan pendekatan transdisiplin yang melihat fenomena hukum IG dan masyarakat Indonesia yang majemuk sebagai suatu realitas yang utuh, tidak terlepas dari aspek-aspek relevan selain hukum seperti aspek sosial, ekonomi, sejarah, politik dan budaya. Pendekatan perbandingan hukum dalam penelitian ini memfokuskan pencermatan pada dua aspek spesifik, yaitu: pertama, tingkat keefektifan pendaftaran IG berdasarkan data kuantitatif berupa data statistik; dan kedua, penelusuran terhadap regulasi IG di Indonesia dan berbagai negara untuk memperoleh pemahaman serta masukan dalam rangka membangun sistem perlindungan IG Indonesia yang otentik. Sisi metode empiris penelitian ini melibatkan data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan, terutama MPIG dari seluruh Indonesia. Rekomendasi dalam Penelitian didasarkan atas pola-pola umum yang ditemukan berdasarkan analisis kualitatif terhadap hasil penelitian empiris tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan IG tidak bertentangan dengan nilai dan praktik yang hidup dalam masyarakat Indonesia (the living law). Peneliti menyarankan pendekatan gabungan bottom up dan top down dalam proses pembentukan undang-undang sui generis dan sistem perlindungan IG, sehingga dapat menyerap nilai dan praktik, hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat Indonesia. Hal tersebut untuk menciptakan dasar yang lebih kuat untuk pelaksanaan efektif dan perlindungan produk IG lokal Indonesia, terutama dalam menghadapi persaingan perdagangan regional dan global.

The focus of this study is a critical, comprehensive and in-depth reflection on the background of GI protection in Indonesia considered in the temporal and spatial context. The purpose of this study is to reveal the philosophical compatibility of GI protection vis-à-vis living values and practices in Indonesian society. In order to reach a holistic view of issues and solutions related to GI protection, this research combines doctrinal and non-doctrinal methods applying trans-disciplinary approach by taking a holistic view of GI protection as a legal phenomenon and the pluralistic Indonesian society as a whole, without separating the same from other relevant, non-legal aspects such as social, economic, historical, political and cultural aspects. The legal comparative approach of this research focuses on two specific aspects, namely: first, effectiveness of GI registrations in the form of quantitative, statistical data; and second, comparative analysis of GI law in Indonesia and several other countries to obtain input for building an authentic GI protection system in Indonesia. The empirical method of this research is based on primary data collected during in-depth interviews with various stakeholders, notably Communities for GI Protection (MPIG) from all over Indonesia. The recommendation of this research draws on the general patterns discovered based on qualitative analysis of the results of such empirical research, suggesting that the philosophical basis of GI protection is not contradictory to values and practices (the living law) in the Indonesian society. The researcher suggests a combination of bottom up and top down approach in formulating sui generis GI law and GI protection system capable of absorbing and accommodating the living law of Indonesian society, thus creating a more solid basis for effective protection of Indonesian local GI products, particularly in the context of facing competition in the context of regional and global trade."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
D2604
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brelian Abdiel Susanto
"Sertifikasi Indikasi Geografis merupakan sertifikasi yang mempunyai tujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap nama daerah asal terhadap suatu produk. Pada penelitian ini, Indikasi Geografis yang dikaji adalah Indikasi Geografis Kopi Robusta Temanggung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sertifikasi Indikasi Geografis terhadap rantai nilai kopi robusta dan bagaimana pola rantai nilai yang terbentuk dari penerapan sertifikasi tersebut di lokasi berbeda, yaitu Kecamatan Kandangan, Bejen, dan Gemawang. Metode yang dipakai adalah metode kualitatif dengan analasis komparasi spasial dan deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peran dari setiap institusi sosial yang berkaitan dengan sertifikasi Indikasi Geografis berbeda-beda dan memiliki pola hubungan kerja sama dimulai dari pemerintah kemudian dilanjutkan kepada institusi sosial yang bekerja sama untuk mengajukan sertifikasi Indikasi Geografis Kopi Robusta Temanggung. Pengaruh sertifikasi Indikasi Geografis tidak berdampak pada simpul distribusi rantai nilai, tetapi menimbulkan peningkatan kualitas produk kopi dan pertambahan pasar yang dipengaruhi SOP dari MPIG.

Geographical Indication Certification is certification that have purpose for give law protection to place origin’s name of product. In this research, Geographical Indication is Temanggung Robusta Coffee. The purpose of this research is analize the impact of Geographical Indication to Robusta Coffee value chain and how the pattern of value chain formed from application of that certification in diferrent places, there are Kandangan District, Bejen, and Gemawang. Method of this research is qualitative method with spatial comparative analize and descriptive. The result of this research show that function of each social institution that work together for initiate the Geographical Indication certification of Temanggung Robusta Coffee. The impact of Geographical Indication is not impact the adding of the value chain distribution, but increase the quality of the coffee product and impact market adding from basic standard of MPIG."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triska Damayanti
"ABSTRAK
Indonesia adalah negara produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah Brasil dan Vietnam. Kopi merupakan salah satu komoditas utama yang membawa devisa bagi Indonesia. Karakteristik alami Dataran Tinggi Gayo, yang terletak di provinsi Aceh, sangat cocok untuk tanaman kopi Arabika. Kopi Gayo telah berhasil dijual ke pasar Internasional dengan rasa yang kompleks dan kuat serta viskositas yang baik. Untuk menghindari praktik perdagangan yang tidak benar, Kopi Gayo saat ini memiliki Sertifikasi Indikasi Geografis atau yang dikenal dengan nama IG yang telah berjalan sejak akhir tahun 2009. Penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh IG terhadap rantai nilai tambah yang terjadi dalam proses perdagangan Kopi Gayo. Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara mewawacarai langsung pemangku kepentingan IG, melakukan survey langsung terhadap para aktor rantai nilai dan juga melakukan pengamatan terhadap petani secara observasi partisipatori. Hasil yang didapatkan adalah IG tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan rantai nilai Kopi Gayo, namun IG telah meningkatkan besaran nilai tambah kopi yaitu dengan meningkatnya harga jual kopi dari setiap aktor rantai nilai.

ABSTRACT
Indonesia is the third largest coffee producing country in the world after Brazil and Vietnam. Coffee is one of the main commodities that bring foreign exchange for Indonesia. The natural characteristics of the Gayo Highlands, located in Aceh province, are particularly suitable for Arabica coffee plants. Gayo Coffee has been successfully sold to the International market with a strong and complex flavor and good viscosity. To avoid improper trade practices, Gayo Coffee currently has a Geographical Indication Certification or known as IG that has been running since the end of 2009. This study examines how GI 39 influence on the value added chain that occurs in the Gayo Coffee trade process. The data collection method that will be used in this research is by directly interview with GI stakeholders, conduct a direct survey of the value chain actors and also make observations on farmers by participatory observation. The result is that GI does not affect the change of Gayo Coffee value chain, but GI has increased the value added of coffee by increasing the selling price of coffee from each value chain actor."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Susilowati
"Kecamatan Kintamani di Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah yang cocok untuk pertumbuhan tanaman kopi. Tahun 2000 produksi kopi Kintamani sedang meningkat pesat akan tetapi ditahun 2014 produksi kopi Kintamani ini mulai mengalami penurunan secara signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil produksi kopi Kintamani pada tahun 2015yang mencapai 2.482,78 ton dimana tergantikan oleh tanaman jeruk Kintamani yang semakin meningkat sampai ke 117.596 ton per tahun.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa produksi kopi Kintamani selalu berubah dan cenderung menurun disetiap tahunnya. Hal ini diduga berkaitan dengan pemanfaatan lahan perkebunan di Kecamatan Kintamani.
Berdasarkan pemaparan tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisisdinamika spasial perkebunan kopi Kintamanidari tahun 1999-2018 yang kemudian diproyeksikan ke tahun 2033 sesuai dengan kebijakan RTRW pemerintah Kabupaten Bangli tahun 2013-2033.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cellular Automata Markovdengan beberapa faktor pendorongterjadinya perubahan penggunaan lahan antara lain jarak dari hutan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, dan jarak dari pemukiman. Penggunaan lahanyg digunakan antara lain ditahun 1999, 2014 dan 2018. Nilai akurasi kappapada model mencapai 87%.
Hasil prediksi menunjukkan bahwa dinamika spasial perkebunan kopi Kintamani tidak menurun secara signifikan karena diprediksi keberadaan kopi Kintamani masih dalam jangka panjang. Penurunan lahan perkebunan ini terus menurun seiring dengan perkembangan lahan permukiman."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asfirmanto W.A.
"Kopi Arabika merupakan tanaman yang menjadi komoditas pada Dataran Tinggi Kintamani dan Gayo. Tanaman tersebut memiliki kondisi fisik wilayah tertentu dan budidaya petani yang tepat untuk dapat tumbuh secara optimal dan menghasilkan buah kopi yang berkualitas. Kondisi fisik wilayah yang berpengaruh adalah ketinggian, lereng, curah hujan, dan jenis tanah, sedangkan budidaya yang berpengaruh adalah jenis pupuk, waktu panen, dan jenis pengolahan pasca panen.
Karakteristik kondisi fisik wilayah dan budidaya yang berbeda akan memengaruhi kualitas kopi yang dihasilkan. Penelitian ini akan melihat perbedaan dari kondisi fisik wilayah dan budidaya dalam menghasilkan kopi di Kintamani dan Gayo, yang selanjutnya akan dilihat pengaruhnya terhadap kopi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan (spasial) untuk menganalisis perbedaan kondisi fisik dan budidaya pada dua tempat yang samasama menghasilkan kopi dengan kualitas tingkat 1. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan pada kondisi fisik dan budidaya di dua tempat sehingga berpengaruh terhadap kopi yang dihasilkan, yaitu curah hujan pengolahan masa panen.

Arabica coffee is one of the plants that become commodities in Kintamani and Gayo Highlands. The plant has a certain physical condition and farmer's cultivation to be able to grow optimally and produce good quality of coffee. The physical condition that influence is altitude, slope, rainfall, and soil type, while influence in cultivation is the type of fertilizer, harvest, post-harvest and processing types.
Characteristics of the physical conditions and different aquaculture will affect the quality of the coffee produced. This study will look at the difference of physical conditions and cultivation of the coffee produced in Kintamani and Gayo, who will next be seen influenceon the coffee.
This study uses a spatial approach to analyze the differences in the physical conditions and cultivation in two places where equally produce coffee with quality level 1. Results of this study indicate there are differences in physical condition and cultivation in two places so that resulting effect on the coffee, the rainfall and harvest processing.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gilang Hartika Evani
"ABSTRAK
Pencemaran merek terkenal adalah konsep yang memberikan hak kepada pemilik merek terkenal untuk mencegah pihak yang tidak berwenang untuk menggunakan mereknya yang dapat melemahkan nilai daya pembeda dari merek terkenal tersebut, terlepas dari adanya unsur kebingungan konsumen.Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apakah ketentuan mengenai persamaan pada pokoknya dan keseluruhannya pada merek terkenal yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dapat dipersamakan dengan ketentuan dilution terhadap merek terkenal, serta apakah Undang-Undang Merek di Indonesia harus mengatur mengenai dilution terhadap merek terkenal.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif yuridis dengan pendekatan perundang-undangan dan metode perbandingan.Kesimpulan dari penelitian ini adalah ketentuan mengenai persamaan pada pokoknya dan keseluruhannya pada merek terkenal seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 maupun yang terdapat dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 belum dapat sepenuhnya dipersamakan ketentuan dilution terhadap merek terkenal, dan pengaturan mengenai dilution terhadap merek terkenal diperlukan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenal.Penulis menyarankan agar dilution theory dapat digunakan dalam peraturan perundang-undangan mengenai merek untuk mengisi kekosongan hukum dan menjadi ketentuan hukum baru sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilik merek terkenal.

ABSTRACT
Dilution of well known marks is a concept giving the owner of a well known trademark standing to forbid the unauthorized party using that mark in a way that would lessen its uniqueness of the trademark that need not be accompanied by an element of likelihood of confusion.Problems area in this thesis are, is the provision about the similarity in its essential part or in its entirety of well known marks that contain in Law No. 20 Year 2016 Concerning Trademark and Geographical Indication can be equalized with dilution of well known marks, and is Indonesian Law regarding marks should have regulation about protection against dilution of the well known mark.The method which is used in this research is normative judicicial with statute approach and comparative approach.Conclusion in this research are the provision about the similarity in its essential part or in its entirety of well known marks that contain in Law No. 20 Year 2016 Concerning Trademark and Geographical Indication and The Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016 cannot be equalized with dilution of well known marks, and a regulation of dilution of well known trademark is needed to give legal security for the owner of well known trademark.According to this research, the writter suggest to use dilution theory as a new provision in Indonesian Law regarding marks to give legal security for the owner of well known trademark."
2017
T49732
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>