Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amina Sari
"Di dalam sekolah orang yang memiliki peran sangat penting terhadap prestasi belajar siswa adalah guru. Tugas gum bukanlah seked^ menjrampaikan materi pelsyaran, memberikan ulangan dan nilai pada siswanya, tetapi juga hams dapat membangkitkan motivasi siswanya, memberikan dorongan, dan mengembangkan iklim kelas yang mendukung tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Dalam kenyataannya, kebanyakan gum tidak memberikan upaya yang maksimal dalam melaksanakan tugas mengajamya Kebiasaan yang ada selama ini guru hanya menyelesaikan target kurikulum yang hams dicapainya Seringkali ini mengakibatkan guru tidak memberikan peiliatian lebih pada siswanya Sehingga ada kecendemngan siswa tidak memperoleh bimbingan belajar yang baik dan hanya berusaha mengh^al (Dr. Mochtar Buchori, Kompas 14/6/1996). Sedangkan kenyataan lain menunjukkan bahwa kebanyakan guru SMU tidak menguasai materi dengan baik, berdasarkan penelitian tes penguasaan materi didapatkan bahwa penguasaan materi gum matematika dan fisika hanya mencapai 50 % (Kompas, 23/7/1998).
Kenyataan yang ada ini tentunya sangat memprihatinkan dunia pendidikan Indonesia Guru yang diharapkan mampu memberikan sumbangan besar bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, juslru kurang memiliki kualitas yang diharapkan. Padahal guru SMU di Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang cukup memadai, sebagian besar dari mereka menq)akan saijanaSl. Mochtar Buchori (dalam Kompas 2/10/1993) mengatakan bahwa guru hams menguasai dua kemampuan yaitu, penguasaan materi dan kemampuan edukatif untuk menggunakan materi yang telah dikuasainya agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Untuk dapat memanfaatkan materi yang dikuasainya secara tepat guna, guru hams memiliki keyakinan bahwa ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Tanpa keyakinan ini sulit untuk diharapkan gum akan mampu memberikan yang terbaik dalam kegiatan belajar-mengajar.
Keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk melaksanakan serangkaian tugas yang diberikan inilah yang disebut dengan self-efficacy. Derajat self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi bagaimana ia menyelesaikan tugasnya, bagaimana ia bediadapan dengan hambatan yang mengbadang. Kemampuan yang dikuasai oleh seseorang belum menjamin ia mampu malakukan tugasnya tersebut dangan baik. Bandura (1982) mangatakan bahwa seringkali orang tidak bartingkah laku optimal, maskipun mareka tahu apa yang harus dilakukannya Hal ini dikarenakan panilaian yang dibuatnya tarhadap kemampuan dirinya menjembatani bubungan antara pengatahuan dan tindakan.
Taori self-efficacy ini juga diterapkan pada guru dan tugas yang diembannya Mangenai ini Woolfolk (1993) memberikan definisi menganai self-efficacy guru yaitu, keyakinan guru bahwa ia dapat mengbadapi siswanya bahkan yang paling sulit sekalipun dan membantu mereka untuk belajar. Seperti juga derajat self-efficacy secara umum yang ada pada satiap orang, derajat self-efficacy yang dimiliki oleh setiap guru tidaklah sama Karena informasi self-efficacy sesaorang bisa didapat dari baberapa sumber, maka penilaian kemampuan diri gum yang berbeda-beda juga bisa dikarenakan beberapa faktor. Saiah satu faktor yang ikut berpangamb adalah lingkungan (Dembo, 1991). Dalam hal ini lingkungan yang dihadapi guru dalam palaksanaan tugasnya adalah lingkungan sekolah. Woolfolk (1993) mangatakan bahwa iklim sekolah mempengarabi self-efficacy guru. Iklim sekolah adalah karakteristik psikologis dari organisasi yang berjalan dalam sekolah yang mempengaruhi tingkah laku guru dan siswa, juga sabagai rasa psikologis yang dimiliki guru dan siswa terhadap sekolah (sergiovanni dan Starrat, 1993). Dari hal inilah maka dibuat panelitian yang bertujuan untuk mengetaliui bubungan antara self-efficacy guru dan iklim sekolah.
Dalam panelitian ini digunakan sampel guru matematika SMU, mengingat pentingnya peran yang dieinban gum matematika SMU. Selain kai-ena mata palajaran ini panting untuk dikuasai siswa, di tingkat SMU inilah masa yang tersulit untuk mengajar matematika gum matematika SMU harus mengbadapi siswa yang membawa kemampuan berbeda-beda yang didapat dari tingkat pendidikan sebelumnya.
Panelitian ini dilakukan pada 48 subyek penelitian, dangan menggunakan tahnik incidental sampling. Subyek diambil dari sembilan SMUN yang ada di Jakarta Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner skala self-efficacy dan skala iklim sekolah. Untuk menjawab pertanyaan dari tujuan penelitian ini data diolah dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment, dan dalam pengolabannya menggunakan bantuan SPSS for Windows release 6.0.
Hasil utama penelitian ini inenunjukkan bahwa tidak ada bubungan yang signiiikan antai a self-efficacy guru matematika dengan iklim sekolah. Dari hasil ini ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, diantaranya yaitu instmmen yang digunakan. Untuk dapat lebih yakin bahwa instrumen yang digunakan benarbenar mengukur apa yang ingin diukur, dapat dilakukan uji validitas konstmk dangan menggunakan data eksternal lainnya Hal ini dapat dilakukan dengan mengunakan matode lain, atau dengan menggunakan dua metode dan mengkorelasikannya Memperbesar jumlah sampel juga diharapkan dapat meningkatkan reliabilitas dan validitas dari kedua instrumea Penelitian lebih lanjut meiigenai self-efficacy dan iklim sekolah diharapkan dapat memberikan basil yang lebih memuaskan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2650
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masdalipah N
"Masa merupakan remaja merupakan masa kritis seseorang untuk memasuki dunia dewasa. Berbagai perubahan fisik dan psikis pada diri remaja seringkali menimbulkan berbagai persoalan yang harus dihadapi dan diatasi. Agar remaja dapat lebih berhasil mengatasi masalahnya, ia membutuhkan bantuan berupa bimbingan dari orang lain dalam menentukan pilihan, penyesuaian dan pemecahan terhadap masalah-masalah yang dihadapinya. Artinya, ada siswa-siswa yang membutuhkan bimbingan pribadi atau bimbingan dalam mengatasi masalah-masalah pribadinya.
Orang lain yang diharapkan bisa memberikan bimbingan pada remaja di sekolah adalah guru. Peran sebagai pembimbing bagi guru sebenarnya merupakan bagian dari tugasnya sebagai pendidik. Mengingat banyaknya jumlah siswa dalam satu sekolah, memang tidak selayaknya bila penanganan seluruh siswa bermasalah diserahkan pada guru-guru Bimbingan dan Penyuluhan semata. Turut sertanya guru-guru bidang studi dalam membantu siswa-siswanya yang bermasalah akan lebih menunjang keberhasilan program bimbingan maupun siswa bersangkutan di sekolah.
Kepribadian seorang guru ternyata berhubungan dengan perilakunya dalam mendidik. Posisi sentral dari kepribadian adalah persepsi diri. Persepsi diri sendiri memiliki 2 dimensi, yaitu konsep diri (deskripsi diri) serta harga diri (penilaian terhadap deskripsi dirinya). Karena persepsi diri tidak terlepas dari nilai-nilai individu, maka selain konsep diri dan harga diri, penulis juga berupaya melihat bagaimana nilai guru tentang perannyanya tersebut. Nilai ini digali dari konsep penilaian peran (role evaluation) dari Biddle dan Thomas (1966).
Subyek penelitian ini adalah guru-guru bidang studi tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) di Jakarta yang seluruhnya berjumlah 70 orang dan terbagi dalam 2 kelompok, yaitu kelompok guru sekolah tidak rawan masalah dan kelompok guru sekolah rawan masalah (tiap kelompok 35 orang). Pembagian kelompok didasarkan atas berapa kali siswa-siswa sekolah yang bersangkutan terlibat perkelahian pelajar. Perkelahian pelajar disini hanya merupakan indikator mengenai banyaknya siswa yang bermasalah atau kurangnya pelaksanaan bimbingan di sekolah tersebut.
Alat pengumpulan data penelitian ini terdiri dari 4 skala, yaitu: skala konsep diri, skala harga diri, skala kekerapan pelaksanaan bimbingan dan skala kepuasan terhadap kekerapan pelaksanaan bimbingan. Skor-skor yang diperoleh kemudian diolah dengan t-test, melalui bantuan komputer program SPSSPC+.
Hasil penelitian ini ménunjukkan tidak adanya perbedaan konsep diri dan harga diri antara antara kedua kelompok guru tersebut. Keduanya mendeskripsikan dirinya sebagai pembimbing yang baik serta sama-sama menyukai dirinya. Perbedaan antara kedua kelompok itu terletak pada nilai mereka tentang peran sebagai pembimbing. Guru sekolah tidak rawan masalah memiliki nilai yang menunjukkan bahwa sebagai guru mereka perlu melaksanakan bimbingan. Sedangkan guru sekolah rawan masalah memiliki nilai yang menunjukkan bahwa bimbingan bukan hal penting untuk mereka perhatikan dan lakukan.
Bagi guru-guru sekolah rawan masalah, dengan pelaksanaan bimbingan yang cenderung kurang, ternyata mereka mendeskripsikan dirinya sebagai pembimbing yang baik. Namun karena nilai mereka menunjukkan bahwa bimbingan bukan hal penting yang perlu mereka lakukan, maka ada kemungkinan dengan apa yang mereka lakukan tersebut, mereka sudah merasa menjadi pembimbing yang baik dan merasa cukup dengan apa yang sudah dilakukannya itu.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis lebih menyarankan pada perlunya guru melakukan introspeksi diri, yang bertujuan agar guru lebih menyadari akan pentingnya pelaksanaan bimbingan serta lebih menyadari apa yang mereka lakukan masih belum mencukupi. Dari sini diharapkan berkembang nilai-nilai yang mendukung perlunya pelaksanaan bimbingan, khususnya pada guru-guru bidang studi.
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik pada penelitian serupa, penulis menyarankan dipergunakannya jumlah subyek yang lebih besar serta mempergunakan tehnik wawancara dalam pengumpulan datanya. Dan untuk memperkaya informasi tentang masalah bimbingan oleh guru ini, ada baiknya dipergunakan patokan selain perkelahian pelajar sebagai indikator banyaknya siswa bermasalah yang membutuhkan bimbingan dalam satu sekolah."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1994
S2922
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ocky Jhon Gumilang Hidayat
"ABSTRAK
Perilaku inovatif merupakan hal yang penting untuk memastikan sebuah institusi dapat berjalan dengan efektif. Penelitian ini akan berfokus pada perilaku inovatif guru yang merupakan garda terdepan dalam institusi pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah kreativitas dan teachers self-efficacy dapat memprediksi perilaku inovatif guru. Instrumen yang digunakan adalah Innovative Work Behavior untuk mengukur perilaku inovatif guru, Runco Ideational untuk mengukur kreativitas, dan Teacher Self Efficacy Scale untuk mengukur efikasi diri guru. Penelitian ini melibatkan 230 guru sekolah dasar di daerah Bogor, Depok, dan Jakarta. Analisis data menggunakan metode regresi berganda. Penelitian ini menemukan hanya kreativitas dapat memprediksi seluruh dimensi perilaku inovatif guru.
Perilaku inovatif merupakan hal yang penting untuk memastikan sebuah institusi dapat berjalan dengan efektif. Penelitian ini akan berfokus pada perilaku inovatif guru yang merupakan garda terdepan dalam institusi pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah kreativitas dan teachers self-efficacy dapat memprediksi perilaku inovatif guru. Instrumen yang digunakan adalah Innovative Work Behavior untuk mengukur perilaku inovatif guru, Runco Ideational Behavior Scale untuk mengukur kreativitas, dan Teacher Self Efficacy Scale untuk mengukur efikasi diri guru. Penelitian ini melibatkan 230 guru sekolah dasar di daerah Bogor, Depok, dan Jakarta. Analisis data menggunakan metode regresi berganda. Penelitian ini menemukan hanya kreativitas dapat memprediksi seluruh dimensi perilaku inovatif guru.

ABSTRACT
Innovative behavior is an important thing to ensure that an institution continues to run effectively. In this case, teachers also have an important role, considering that teachers pose as the front guard in educational institutions. This study was conducted to examine whether the variables of creativity and teachers self-efficacy predict the teachers innovative behavior. This study uses the IWB instrument to measure the innovative behavior of teachers, RIBS to measure creativity, and TSES to measure teachers self-efficacy. This study involved 230 elementary school teachers in the Bogor, Depok, and Jakarta areas which were analyzed by multiple regression methods. This study found that only creativity significantly predicts all dimensions of teachers innovative behavior.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Santi Widyartini
"ABSTRAK
Perilaku mengambil tanggung jawab merupakan perilaku peran ekstra yang
berorientasi mempengaruhi fungsi organisasi dengan mengubah cara berjalannya
proses kerja. Nilai yang menjadi pedoman hidup individu dan menjadi tujuan
yang ingin dicapainya diduga dapat menjelaskan fenomena perilaku mengambil
tanggung jawab. Dengan menggunakan teori nilai dasar dari Schwartz (1992),
studi ini menguji apakah nilai keterarahan diri, keselarasan, prestasi, dan
kekuasaan dapat memberikan efek utama pada perilaku mengambil tanggung
jawab. Persepsi individu pada iklim kelompok yang mendukung inovasi juga
diduga akan berpengaruh memperkuat hubungan antara nilai individu dengan
perilaku mengambil tanggung jawab. Penelitian korelasional dilakukan pada 111
responden di suatu BUMN pada karyawan level staf. Metode pengumpulan data
dengan menggunakan dua sumber yaitu penilaian diri sendiri dan penilaian dari
atasan. Hasil menunjukkan dari tipe nilai keterarahan diri, keselarasan, dan
prestasi, dan kekuasaan, hanya nilai kekuasaan yang memiliki efek utama.
Dengan koefisien regresi sebesar .242 p<0.05, nilai kekuasaan menjelaskan 6.3%
pada perubahan perilaku mengambil tanggung jawab. Namun hasil menunjukkan
bahwa iklim yang mendukung inovasi tidak berkorelasi dengan perilaku
mengambil tanggung jawab. Iklim inovasi juga tidak memberikan efek moderasi
bagi hubungan nilai keterarahan diri, keselarasan, prestasi dan kekuasaan dengan
perilaku mengambil tanggung jawab

ABSTRACT
Taking charge is an extra-role behaviour which intend to effect organizationally
functional change by giving constructive effort in changing how work is executed
within the jobs. This research attempts to examine individual values in order to
understand taking charge behaviour at work. By using Schwartz?s basic individual
theory, this study proposed there are main effects from type of values selfdirection,
conformity, achievement, and power to taking charge behaviour. The
role of perceived innovation support climate as moderator between each values
and taking charge behaviour was also proposed in this study. The study was
conducted in state owned enterprises organization and all the respondents were
employees in staff level. I used data from different sources (self-report and
supervisor-rating) and obtained 111 respondents. The findings show only power
could become a main predictor for taking charge otherwise the others values have
no significant main effect. With R2= .063 (βpower = .242, p<0.05), power can only
explain 6.3% variance of taking charge. Perceived innovation support climate also
shows no significant correlation with taking charge. Moreover, perceive
innovation support climate has no moderation effect to each values and taking
charge"
2016
T46223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Schwartz, David Joseph
Batam: Binarupa Aksara, 1996
153.42 SCH b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Schwartz, David Joseph
Jakarta : Binarupa Aksara, 1992
153.42 SCH b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Harefa, Andrias, 1964-
Jakarta: Kompas, 2004
370.152 3 AND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ariani Kuscahyandari
"Tujuan penelitian ini membuktikan bahwa diterapkannya pragmatisme Amerika dan adanya kesempatan yang diperoleh perempuan untuk bekerja di masa Perang Dunia II dan melahirkan rasa penghargaan (self-esteem) dan rasa kemampuan aktualisasi diri (self actualization). Metode Penelitian kualitatif dengan sumber data teks. Jenis penelitian kepustakaan, sifat penelitian deskriptif, interpretatif dan analitis. Metode pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan pola pengkajian teori. Sifat penelitian induktif.
Sumber kajian: primer dan sekunder. Permasalahan Penelitian adalah diterapkannya pragmatisme Amerika dan adanya kesempatan yang diperoleh perempuan untuk bekerja di luar era Perang Dunia II.
Landasan Teori: 1 )Teori Kebudayaan yang mencakup konsep kebutuhan adab. 2}.Teori Kebudayaan dalam Feminisme, mencakup: feminisme liberal, hubungan feminisme dan kapitalisme, tekanan terhadap kaum perempuan, bakat dan keterampilan perempuan. supremasi laki-laki, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. reaksi neurotik perempuan terhadap kekuatan hakiki kaum pria, struktur dan diskriminasi gender dan tenaga profesionalisme. 3). Pragmatisme yang mencakup: persepsi tentang kebenaran, the theory of meaning, persepsi tentang manusia, teori humanisme, konsep the tough-minded soul, ajaran tentang demokrasi individualisme dan idealisme Amerika. 5).Teori Kepribadian Humanistik yang mencakup: kebutuhan rasa penghargaan (self-esteem), kebutuhan rasa aktualisasi diri, pemenuhan D-motivation dan pencapaian B-metamotivation﷓
Hasil penelitian menunjukkan Pragmatisme Amerika memberikan kesempatan kepada perempuan untuk bekerja sehingga melahirkan rasa penghargaan diri (self esteem). rasa kemampuan aktualisasi did (self actualization), pemenuhan D-motiuation dan mencapai B-metamotivation.
Sikap paradoks pragmatis pemerintah dan masyarakat kapitalis Amerika yang memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mencapai (self-esteem) dan (self-actualization), membuktikan bahwa perempuan ternyata pekerja profesional secara alamiah dan naluriah. Namun. kesempatan ini hanya dinikmati sesaat karena diterapkannya kembali pragmatisme sehingga perempuan kehilangan pekerjaan. Hal ini membuktikan bahwa pria mendahulukan "American Adam" dan menerapkan "set -recognition" sebagai pengaruh kebudayaan laki-laki.

The purpose of research is to prove that the implementation of American Pragmatism and the working opportunity obtained by women in the era of World War II creating women's need of self-esteem and self-actualization.
The Method of Research is the Qualitative Method of which texts as data's resources, the type of research is library research, the nature of research is descriptive, interpretative and analytical. The method of collecting data is through the library research using the pattern of theoretical analysis. The resources of data analysis are primary and secondary.
The problem of the research if the implementation of American Pragmatism and the working opportunity obtained by women in the era of World War II.
The Theoretical Framework: I). The theory of culture included the concepts of- the Cultural Need, the Cultural Theory of Feminism, covered.- Liberal feminism, the r elation between ,feminism and Capitalism, pressure towards women, women's talent and skill, men's supremacy. The equality between men and women, women's neurotic reaction towards men's natural strength, the structure & gender discrimination and professional workers. The theory of Pragmatism include, the concepts of truth, the theory of meaning, the pragmatic perception of men, humanism, the tough-minded soul, the teaching of democracy - individualism and American Idealism.
The Humanistic theory by Abraham Maslow included: the need of self-esteem, the need of self-actualization, D-motivation and B-metamotivation.
The method of research: qualitative method, textual data resources, type of research: library research, the nature of research: descriptive, interpretative and analytical research. The method of data collecting through the library research and the method of theoritical analysis and inductive research. Primary and secondary analitical resources.
The result of research: to prove that the application of American Pragmatism provided the opportunity ,for American women to replace men's positions had created the women's need of self-esteem, self-actualization, D-motivation and B-metamotivation.
The pragmatic paradox attitude of American government and society has provided the c 7ortunities to women to achieve their self-esteem, self-actualization, D-motivation and B-metamotivation, proved that American women are obviously natural and professional workers. Nevetheless, these opportunities only given to women until the government and the capitalists applied another pragmatic decisions which gave priority to men workers, sot hat, the women should leave their jobs and go back to household. This condition proved that the American government and capitalists provide priority to men as revelation of ?American Adam? and the application of ?self-recognition? theories as the impact of men?s culture.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>