Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163268 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Metty Karuni Devi Pendit
"Dalam kehidupan sehari-hari terutama di kota Jakarta, semakin banyak ditemukan wanita yang bekerja di luar rumah. Wanita bekerja yang telah menikah dan memiliki keluarga ini menjalankan peran ganda sebagai ibu, istri, ibu rumah tangga dan peketja. Semakin banyak peran yang dijalankan maka semakin banyak kesulltan yang dialami. Kesulitan yang dialami dalam memenuhi kewajiban peran disebut sebagai role strains (Johnson & Johnson dalam Mattlin. 1987). Role strains merupakan salah satu stresor. Pearlin & Schooler (1978) mengemukakan bahwa ada 4 kategori strains yaitu parental strains, occupational strains, marital strains dan household economics strains.
Untuk mengatasi kesulitan ini diperlukan adanya suatu upaya yang disebut dengan coping. Dalam penelitian ini. akan dibahas mengenai coping pada wanita berperan ganda. Klasifikasi coping yang digunakan adalah menurut Pearlin & Schooler (1978) dan Hall (dalam Unger & Crawford, 1992). Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran tentang role strains yang dialami oleh wanita berperan ganda; bagaimana perasaan yang dirasakan sebagai akibat dat^t'fole strains] dan bagaimana coping yang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara dan direkam. Penulis menggunakan pedoman wawancara sebagai kerangka berpikir dalam melakukan wawancara. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu accidental sampling terhadap subyek dengan karakteristik: wanita bekerja yang telah menikah dan memiliki suami yang beketja; berusia sekitar 30 tahun; memiliki anak balita; pendidikan terakhir minimal SLA; waktu beketja lebih dari 40 Jam dalam seminggu; dan tinggal bersama suami. Penulis melakukan wawancara terhadap 33 orang, namun hanya 25 orang yang dapat dianalisis lebih lanjut.
Penelitian ini menghasilkan bahwa parental strains dan occupational strains paling banyak dialami oleh subyek penelitian ini. Kesulitan ini banyak dialami oleh subyek karena wanita berperan ganda ingin memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak balitanya namun ia Juga ingin mempertahankan karir yang telah dibina sejak sebelum menikah (Cardozo, 1986). Sedangkan marital strains dan household economics strains sedikit dialami oleh wanita berperan ganda. Penulis menduga bahwa sedikitnya marital strains yang dialami karena wanita telah lama terikat dalam hubungan perkawinan dengan suami dibandingkan dengan anak. Anak diasumsikan sebagai orang yang belum dapat mandiri/ masih tergantung pada ibu. Household economics strains yang rendah terjadi karena adanya ketergantungan pada pembantu di masyarakat Indonesia (terutama Jakarta). Perasaan yang banyak dirasakan oleh wanita berperan ganda sebagai akibat dari strains yang dihadapi adalah takut, khawatir, rasa bersalah dan bingung.
Coping menurut Pearlin & Schooler yang paling banyak digunakan adalah self-reliance, optimistic action, seeking of advice or help dan negotiation in marriage. Sedangkan coping menurut Hall yang paling banyak digunakan adalah reactive role behavior dan personal role redefinition."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S2585
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Ningsih
"Wanita Indonesia pada masa sekarang ini, khususnya di Jakarta kebanyakan tidak lagi tinggal dirumah sebagai pengurus rumah tangga dan anak, tetapi ikut aktif bekerja diluar rumah untuk meningkatkan karir dan penghasilan mereka. Wanitapun banyak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Namun di dalam masyarakat Indonesia seorang wanita yang bekerja tetap diharapkan untuk berperan sesuai dengan fungsi utamanya di dalam keluarga yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai istri. Oleh karena itu jika wanita mengkombinasikan perannya didalam pekerjaan dan juga keluarga, hal ini seringkali menimbulkan stres.
Salah satu bidang kerja yang seringkali terdapat banyak stafnya mengalami stres adalah perawat, oleh karena itu perawat sering dikatagorikan sebagai profesi yang menimbulkan stres. Dalam kondisi stres, dikhawatirkan perawat tidak dapat menjalankan perannya secara optimal, oleh karena itu perawat diharapkan dapat mengatasi stres yang dialami. Hal ini menyebabkan ia melakukan penyesuaian diri. Penyesuaian diri ini apabila ditujukan khusus pada keadaan atau situasi yang dirasakan menantang, mengancam, atau membebani sumber daya yang dimiliki seseorang serta menimbulkan emosi-emosi negatif maka penyesuaian diri ini disebut sebagai Coping.
Coping merupakan usaha dalam bentuk kognisi dan perilaku untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai melebihi sumber daya penyesuaian yang dimiliki seseorang. Coping dibedakan menjadi dua yaitu Problem Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengatasi atau meyelesaikan masalah yang dihadapi, sedangkan Emotion Focused Coping merupakan usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi ketegangan dan perasaan yang tidak menyenangkan yang timbul dari kesulitan atau masalah yang sedang dihadapi.
Dari penelitian selanjutnya Coping berhasil dikembangkan menjadi delapan strategi baru dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping yaitu tiga strategi yang tergolong dalam Probel Focused Coping adalah Tindakan berhati-hati, Tindakan Instrumental, dan Negosiasi, kemudian empat strategi yang tergolong dalam Emotion Focused Coping adalah Melarikan diri, Minimization, Menyalahkan diri sendiri, dan Mencari makna, serta satu strategi yang merupakan kombinasi dari Problem Focused Coping dan Emotion Focused Coping adalah Mobilisasi dukungan. Namun pemilihan jenis Strategi Coping yang dilakukan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan faktor Kontekstual.
Penelitian ini dilakukan terhadap 155 orang perawat di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah, untuk mengetahui Bagaimana pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda, khususnya perawat di dua Rumah Sakit Jakarta, serta hubungannya dengan faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa faktor Sosio Demografi, Tipe Kepribadian, dan Faktor Kontekstual, berhubungan secara signifikan dengan pemilihan Strategi Coping wanita berperan ganda. Namun yang memberi sumbangan terbesar dari ketiga faktor tersebut adalah Faktor sosio demografi yaitu penghasilan dan pendidikan, kemudian Faktor Kontekstual, baru Tipe Kepribadian.
Selain itu penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam pemilihan Strategi Coping yang ditampilkan wanita berperan ganda di RS. Fatmawati dan RS. Pondok Indah. Responden di RS. Fatmawati umumnya cenderung menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna; serta kombinasi antara Problem Focused Coping (PFC) dan EFC yaitu melakukan dukungan mobilisasi. Sedangkan responden di RS. Pondok Indah cenderung menggunakan Strategi Problem Focused Coping (PFC) yaitu tindakan instrumen, tindakan berhati-hati, juga negosiasi; bahkan yang menarik di RS Pondok Indah cenderung pula menggunakan Strategi Emotion Focused Coping (EFC) yaitu Menyalahkan diri sendiri, dan mencari makna.
Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut maka disarankan : (1) Sebaiknya dilihat pula gambaran stres yang dialami oleh wanita berperan ganda, agar diketahui jenis atau intensitas stressor yang dialaminya, sehingga pengukuran coping akan lebih terarah dan spesifik. (2) Bagi yang ingin melakukan penelitian yang sama disarankan untuk membuat alat ukur Strategi Coping yang lebih spesifik, dan mempertimbangkan karakteristik budaya masyarakat Indonesia. (3) bagi yang berminat melakukan penelitian lanjutan disarankan agar membandingkan dengan jenis pekerjaan lain sehingga terlihat variasi pemilihan Strategi Copingnya. (4) Bagi pengembangan Sumber Daya Manusia, dalam hal rekruitmen karyawan, khususnya wanita berperan ganda perlu diperhatikan penghasilan yang tinggi dan pendidikan tinggi , agar mereka dapat langsung memecahkan masalahnya yang berkaitan dengan peran gandanya, sehingga akan mempengaruhi efektiftas dan produktifitas kerjanya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vina Ganakin Pendit
1990
S2392
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hani Wahyuningtias
"Pandangan usia tepat untuk menikah (kekkon tekireiki) telah mengalami perubahan. Dewasa ini, perkawinan tidak terkonsentrasi pada batas usia yang sempit, dan usia rata-rata orang Jepang pertama kali menikah bertambah tinggi. Adapun orang-orang yang tidak ingin terikat dalam tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga lebih memilih untuk terus melajang (single life) atau hidup bersama tanpa menikah (cohabitation). Sikap mereka tersebut didasari atas keinginan untuk tidak mau disusahkan oleh kewajiban hukum dan sosial.
Penelitian ini mengkaji dan menganalisis pengaruh terbukanya peluang kerja di luar sektor tradisional dan tampilnya pekerja wanita dalam angkatan kerja terhadap usia dan minat berumah tangga, keinginan pasangan suami-istri untuk mempunyai anak, dan pola hubungan suami-istri serta sikap mereka terhadap kelangsungan rumah tangga. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini, berkisar antara tahun 1990-2003."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwati Puji Lestari
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S2468
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Putu Sendratari
"Asumsi dasar dalam memulai studi ini diawali dengan adanya anggapan bahwa istri petani hanyalah sebagai orang kedua dalam urusan ekonomi rumahtangga, sedangkan suami diberi tempat sebagai pencari nafkah utama/pertama. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa sumbangan istri petani dalam kegiatan nafkah dapat dilihat secara nyata dalam berbagai kegiatan yang menghasilkan uang. Nilai yang menempatkan laki-laki sebagai pencari nafkah utama pada kasus dimana sebenarnya istri yang menjadi orang pertama dalam ekonomi rumahtangga jelas merupakan pemutarbalikkan fakta. Untuk meluruskan anggapan/mitos tersebut maka penelitian ini dilakukan.
Istri petani yang menampilkan sumbangan ekonomi rumahtangga dan dipilih dalam penelitian ini adalah perempuan saudagar yang ada di desa Candikuning, Tabanan, Bali. Pilihan terhadap perempuan saudagar didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka tergolong dalam kelompok wanita pedesaan yang masih luput dari perenoanaan pembangunan. Padahal mereka merupakan subyek penentu dalam menyalurkan produksi sayur yang ada di desa Candikuning. Secara budaya, mereka juga dikondisikan agar bertanggung jawab terhadap urusan rumahtangga. Tuntutan terhadap kegiatan ekonomi pasar dengan kegiatan rumahtangga jika tidak ditangani dengan baik akan dapat meniinbulkan konflik dalam diri perempuan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka menarik untuk diteliti strategi kebertahanan yang dilakukan oleh perempuan saudagar di desa Candikuning. Pertanyaan yang ingin dicari jawabannya adalah "mengapa perempuan saudagar di desa Candikuning memilih pekerjaan sebagai pedagang sayur dampai ke luar desa ?; bagaimana bentuk-bentuk strategi kebertahanan yang dilakukan dalam usaha berdagang dan kegiatan rumahtangga. ?; selanjutnya apakah dengan melakukan kegiatan berdagang akan nemberikan peningkatan otonomi bagi perempuan saudagar ?"
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan langkah- larigkah metodo logid yaitu menentukan informan secara purposive dan teknik snowball sampling. Pengumpulan data dengan ears observasi, wawancara mendalam serta penggunaan dokumen. Analisis data dilakukan sepnajang berlangsungnya penelitian dengan bertolak dari informasi empiris. Selanjutnya dibuat kategori-kategori yang dirangkai secara sistematis dan logis.
Termuat dalam penelitian ini adalah, bahwa perempuan saudagar di desa Candikuning memilih pekerjaan: sebagai pedagang disebabkan beberapa hal, pertama faktor tradisi. Masuknya beberapa perempuan dalam ekonomi pasar yaitu perdagangan, bukan hal yang baru tetapi telah didahului oleh pengalu. Mereka telah ada sebelum masuknya Jepang yaitu sekitar tahun 1920an, dengan membawa barang dagangan ke pelabuhan Buleleng. Mereka yang menjadi pengalu tidak terbatas hanya laki laki tetapi perempuan juga turut serta. Tradisi bepergian ke luar desa dilanjutkan oleh perempuan saudagar. Di samping faktor tradisi, faktor ekonomi menjadi pendorong sehingga memilih bekerja sebagai saudagar. Kehidupan yang miskin dan pilihan yang terbatas membuat informan memanfaatkan potensi alam desa Candikuning untuk menentukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan ketrampilannya. Faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah dukungan nilai budaya. Ditinjau dari aspek budaya Bali Tidak ditemukan adanya batasan yang tegas tentang pekerjaan yang "pantas" dan "tidak pantas" dilakukan perempuan sehingga perempuan Bali uuiumrcya tidak mengalami kesulitan jika hendak memasuki peluang kerja yang ditempat lain bisa jadi merupakan pekerjaan laki-laki (seperti di Aceh, perempuan hampir tidak diberi kesempatan untuk turut serta dalam dunia perdagangan).
Adapun bentuk-bentuk strategi kebertahanan yang dilakukan oleh informan dalam usaha berdagnag adalah berpegangan pada prinsip pasar yaitu mengadakan ikatan dengan tengkulak dan petani. Bentuk lainnya adalah melakukan kerjasama antar sesama saudagar agar usaha tetap dapat berjalan. Pengembangan modal dilakukan dengan cara arisan di pasar, merintis usaha lain seperti beternak babi. Di samping berpijak pada prinsip pasar (orientasi mencari laba) ditemukan pula strategi yang bersandar pada kekuatan supernatural yaitu dengan melakukan ritus-ritus perdagangan.
Dalam strategi kebertahanan rumahtangga dilihat berdasarkan pola hubungan dengan suami, anak dan orang-orang di lingkungan desa. walaupun terdapat berbagai variasi tentang cara mempertahankan keharmonisan dengan suami namun semua informan mnengarah ke satu pandangan bahwa sebgai istri wajar memperhatikan kesenangan suami serta beradaptasi dengan profesi suami agar bisa berjalan seiring. Terhadap anak, strategi yang ditempuh adalah menyesuaikan dengan kebutuhan anak remaja dan dewasa namun tetap dalam kontrol ibu. Terhadap orang di lingkungan desa, strategi yang ditempuh dengan cara penyesuaian terhadap adat. Dalam urusan pekerjaan rumahtangga, ada ditemukan penolakan karana sudah merasa capek bekerja mencari uang seharian tetapi gejala umum bahwa perempuan larut dengan tanggung jawab sebagai pencari nafkah sekaligus melakukan pekerjaan rumahtangga.
Dengan uang yang dimiliki dan kegiatan berdagang, perempuan saudagar bisa menentukan beberapa hal yaitu mengatur usaha, menarik maupun memberhentikan tengkulak dan buruh, mengatur keuangan rumahtangga, termasuk mempekerjakan suami. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan saudagar memiliki kekuasaan yang bersifat ideologis, remuneratif dan punitif. Hanya raja dalam pola kekuasaan terhadap suami masih tampak bahwa perempuan dalam kondisi tersubordinasi.
Temuan lain menunjukkan bahwa perempuan saudagar belum pernah mendapat pembinaan secara khusus tentang pengelolaan usaha berdagang. Padahal kenyataan menunjukkan masih banyak saudagar di desa Candikuning menghadapi masalah di sekitar Cara mengatasi persaingan, cara meningkatkan modal. Bahkan gangguan kesehatan masih mewarnai kehidupan perempuan saudagar."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rauli
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Misbahul Pratiwi
"ABSTRACT
This research was conducted in Morodemak and Purworejo Village, Demak District, Central Java Province, Indonesia, by focusing on the problem faced by fisherwomen who go to sea as well as who process the catches-and the activism of Puspita Bahari (hsherwomen organization in Demak). This research seeks to show that women have contributed to the economic progress of coastal communities. This research became a personal research because the researchers have the opportunity to observe the activity of fisherwomen who go to sea and also in the research process, the researchers participated in the advocacy process to get recognition as fisherwomen. By using Naila Kabeer gender analysis, this research found that the complexity of the problems faced by fisherwomen are layers ranging from family, community, market until state levels. The issues of the division of labor, the biased bureaucracy and domestic violence are the three main topics that studied in this paper. Recognition of the identity of fisherwomen becomes an urgency and first step that should be realized in order to improve hsherwomen condition."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2017
305 JP 22:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Indah Prathiwie
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3248
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nieke Hediyanti Moertono
"
ABSTRAK
Wanita berperan ganda memiliki peran dalam dua lingkungan yang berbeda yaitu lingkungan pekerjaan dan lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga, wanita dituntut mampu memenuhi harapan akan perannya sebagai istri, ibu dan pengurus rumah tangga. Sedangkan dalam lingkungan pekerjaan, sebagai seorang pegawai / karyawati suatu perusahaan, wanita dituntut mampu melakukan tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban kerjanya dengan baik. Adanya tuntutan dari masing-masing peran tersebut menimbulkan suatu masalah dan konflik dalam dirl wanita, yang disebut sebagai konflik pekerjaan-keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan suatu bentuk konflik antar peran yang dialami wanita berperan ganda dalam usahanya menyelmbangkan tuntutan dari kedua peran yang dimilikinya. Adanya konflik pekerjaan-keluarga menyebabkan wanita mengalami tekanan dan beban yang berlebihan sehingga menimbulkan akibat-akibat yang negatif. Dalam hal ini konflik pekerjaan-keluarga dikatakan sebagai sumber stres bagi wanita berperan ganda.
Dalam konflik pekerjaan-keluarga, yang seringkali terjadi adalah peran individu dalam pekerjaan kemudian akan mengganggu perannya dalam keluarga. Oleh karena itu adanya dukungan sosial dari lingkungan tempat kerja akan sangat bermanfaat bagi wanita dalam meredakan ataupun mengatasi konflik pekerjaan keluarga. Dukungan sosial berfungsi dalam melindungi individu terhadap akibat akibat negatif yang ditimbulkan oleh stres. Daiam hal ini diasumsikan bahwa wanita yang menerima dukungan sosial yang tinggi dari tempat kerjanya akan mengalami konfiik pekerjaa tv keluarga yang rendah. Sebaliknya wanita yang menerima dukungan sosial yang rendah darl tempat kerjanya akan mengalami konflik pekerjaan-keiuarga yang tinggi. Dengan demlkian yang menjadi permasalahan dalam penetitian adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari tempat kerja dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda ?
Penelitian dilakukan terhadap 88 wanita berperan ganda yang bekerja sebagai karyawati pada Kanlor Pusat PT. Bank "X" di Jakarta. Subyek penelitian yang dipilih adalah karyawati dengan pendidikan minimal SLTA, memiiiki suami yang juga bekerja dan masih memiiiki anak yang berusla 0 sampai 18 tahun. Pengukuran terhadap variabel-variabel yang hendak diteliti dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner yang mengukur dukungan sosial dari empat kerja dengan kuesioner yang mengukur konflik pekerjaan-keiuarga. Hasil yang diperoleh dalam penelitian adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dari tempat kerja dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda. Hasil lain yang diperoleh daiam penelitian adalah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial darl atasan dengan konfiik pekerjaan-keiuarga pada wanita berperan ganda serta ada hubungan yang signifikan antara dukungan jaringan sosial dari tempat kerja dengan konflik pekerjaan-keluarga pada wanita berperan ganda.
"
1997
S2561
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>